BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Silvie Andartyastuti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu seringkali dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan

Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Adaptational Outcomes pada Remaja di SMA X Ciamis yang Mengalami Stres Pasca Aborsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, sehingga data

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II LANDASAN TEORI

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

STUDI KASUS GAMBARAN COPING STRES PADA MAHASISWI PEKERJA SEKS KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

Tabel 1.1 Tempat Terjadinya Kekerasan terhadap Anak Kekerasan Jumlah Kasus Persentase Di Sekolah ,20% Di Luar Sekolah ,80% Total %

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan orang tersebut berusaha untuk mengatasi demand dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Proses tersebut berhubungan dengan bagaimana cara seseorang mengatasi permasalahan dan tekanan dari lingkungan. Sedangkan Arkoff (dalam Tuttle, 2004) mengatakan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses dimana seseorang berusaha menyeimbangkan kondisi diri sendiri dengan kondisi yang diharapkan dari lingkungan. Ketika seseorang mengalami suatu permasalahan di dalam hidupnya, maka orang tersebut harus mencocokkan kondisi diri sendiri dengan apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini bertujuan agar seseorang dapat melakukan proses personal adjustment dengan baik. Ward (2001) bersama rekannya yang lain mendefinisikan personal adjustment sebagai respon afektif yang memotivasi individu untuk lebih menyesuaiakan diri terhadap lingkungan dalam upaya untuk mencapai well being. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan dan tantangan dari lingkungan dengan cara menyeimbangkan kondisi diri

sendiri dengan kondisi lingkungan tersebut dalam upaya untuk mencapai wellbeing. 2. Aspek Personal Adjustment Personal Adjustment merupakan usaha untuk menyeimbangkan kondisi lingkungan dengan kondisi diri sendiri. Proses tersebut bermula dari bagaimana seorang individu mengidentifikasi diri sendiri, kemudian mengidentifikasi kondisi lingkungan, hingga akhirnya individu tersebut berusaha menyeimbangkan kedua hal tersebut. Ketiga hal tersebut melibatkan beberapa aspek di dalamnya. Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan bahwa ada 3 aspek yang terlibat dalam proses personal adjustment, yaitu : 1. Stress and Coping Stress 2. Interpersonal Realm 3. Developmental Transition Pada dasarnya ketika aspek tersebut saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Kemunculan salah satu aspek dalam proses personal adjustment dapat disebabkan oleh aspek yang lain. Artinya, ketiga aspek tersebut saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain. Hubungan ketiga aspek tersebut yang akhirnya membentuk personal adjustment. Di lain sisi, ketiga aspek personal adjustment bukanlah sebuah tahapan yang harus dijalani satu demi satu. Dalam proses personal adjustment, ketiga aspek tersebut dapat muncul satu demi satu dan dapat juga muncul secara bersamaan dalam waktu yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses personal

adjustment tidak memiliki tahapan, melainkan sesuai dengan kondisi atau situasi yang sedang dihadapi. 2.1. Stress dan Coping Stress Weiten & Lloyd (2006) mendefinisikan stress sebagai sebuah suatu hal yang dipersepsikan mengancam well being seseorang dan mengharuskan seseorang tersebut menggunakan kemampuan mereka dalam mengatasi stress tersebut. Sedangkan, Sarafino (2011) mendefinisikan stress sebagai suatu hal yang menimbulkan ketidakseimbangan antara demand dari lingkungan dengan sumber daya atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Weiten & Lyod (2006) membagi sumber stress ke dalam 4 bagian utama, yaitu: a. Frustation Frustation dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dapat menimbulkan stress ketika seseorang tidak mampu mendapatkan apa yang diinginkan (Weiten & Lloyd, 2006). Ketika ada sebuah stimulus yang menghambat seseorang mencapai sebuah tujuan, maka pada saat itu seorang individu akan merasa frustasi. b. Conflict Konflik merupakan suatu kondisi atau keadaan yang terjadi ketika dua atau lebih stimulus (motivation dan behavior) tidak sesuai antara satu dengan yang lain yang menyebabkan seseorang mengalami hambatan dalam berekspresi atau memilih stimulus tersebut. Semakin besar level konflik yang dihadapi seseorang,

maka semaking tinggi pula resiko mengalami stress (Laura King & Robert Emmons, dalam Weiten & Lloyd, 2006). c. Change Weiten & Lloyd (2006) menjelaskan change sebagai segala bentuk perubahan yang terjadi dalam diri seorang individu yang mengharuskan individu tersebut untuk melakukan penyesuaian diri kembali. Change dapat bersumber dari lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan masyarakat secara umum. Perubahan-perubahan yang terjadi pada dasarnya akan menimbulkan stress bagi individu yang menghadapinya. d. Pressure Pressure merupakan sebuah kondisi yang meliputi demand terhadap seseorang untuk melakukan sesuatu. Pressure dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu pressure to perform dan pressure to conform. Perform dapat diartikan sebagai adanya tuntutan-tuntutan dari luar untuk melakukan suatu hal dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan Conform adalah tekanan yang datang dari lingkungan sekitar yang mengharuskan seseorang berprilaku sesuai dengan apa yang kebanyakan orang lakukan. Ketika individu menghadapi sebuah stimulus yang dianggap menimbulkan stress, maka individu tersebut akan berusaha melakukan penilaian terhadap stimulus tersebut. Penilaian yang dilakukan disebut sebagai appraisal. Appraisal dibagi menjadi 2, yaitu primary appraisal dan secondary appraisal (Lazarus, 1999). Primary Appraisal bertujuan untuk melakukan penilaian terhadap situasi atau stimulus yang menimbulkan stress. Secondary Appraisal bertujuan untuk

melihat sumber daya (resource) yang dimiliki seseorang dalam menghadapi demand dari situasi atau stimulus yang menimbulkan strees. Ketika individu telah selesai melakukan penilaian terhadap situasi yang dianggap menimbulkan stress, maka oreng tersebut akan melakukan proses coping. Sarafino (2011) menjelasakan coping stress sebagai sebuah upaya untuk memanagemen ketidakseimbangan antara demand lingkungan dengan resource yang dimiliki. Lazarus (1999) membagi coping strategy menjadi dua bagian utama, yaitu : a. Problem Focused Constructive Coping Problem focus coping bertujuan untuk mengurangi demand dari lingkungan atau meningkatkan sumber daya yang dimiliki seseorang untuk menghadapi suatu situasi yang dapat menimbulkan stress (Lazarus, 1999). Ada banyak cara yang dapat dilakukan sesuai dengan stimulus yang dihadapi. Misalnya, ketika seseorang mengalami stress ketika ia tidak memiliki sumber ekonomi yang cukup, maka ia dapat mengatasi stimulus tersebut dengan cara bekerja. Artinya, cara yang dilakukan untuk mengubah stimulus yang mengakibatkan stress akan berbeda pada setiap orang tergantung pada sumber stress yang mereka hadapi. b. Emotion Focused Constructive Coping Emotion focus coping bertujuan untuk mengubah respon emosional yang diberikan seseorang terhadap situasi yang dapat menimbulkan stress. Dalam hal ini, seseorang berusaha mengontrol emosi yang dirasakan dalam menghadapi suatu permasalahan tertentu. Hal tersebut dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan kognitif dan behavior. Dalam pendekatan kognitif,

control emosi dapat dilakukan dengan cara berpikir positif mengenai permasalahan yang akan dihadapi. Ketika seseorang mampu berpikir positif, maka emosi yang dirasakan juga positif. Di dalam pendekatan behavior, seseorang dapat mengontrol emosi mereka dengan cara melakukan suatu kegiatan atau aktivitas yang dapat mengalihkan stress atau membantu mengurangi stress seperti mencari dukungan emosional dari orang lain. Penggunaan emotion focused coping dapat juga mengarah kepada defense mechanism, yaitu bentuk pola pikir yang salah mengenai realita atau permasalahan yang dihadapi dalam upaya untuk mengurangi stress yang dihadapi. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang merasa masalah atau stimulus yang dihadapi terlalu berat dan tidak mampu untuk menghadapi permasalahan tersebut. Bentuk defense mechanism yang sering digunakan adalah denial dan avoidance. 2.2. Interpersonal Realm Weiten dan Lloyd (2006) mengungkapkan bahwa interpersonal realm adalah salah satu aspek personal adjustment dimana seseorang dalam proses penyesuaian dirinya berusaha untuk membangun hubungan social dengan lingkungan sekitar. Interpesonal realm mengacu pada hubungan yang dimiliki individu dengan individu yang lain. Beberapa hal yang termasuk ke dalam interpersonal realm diantaranya adalah : a. Self Perception and Other Perception Self Perception menjelaskan bagaimana seseorang individu memandang dan mempersepsikan dirinya sendiri. Pandangan individu terhadap dirinya sendiri

akan menentukan bagaimana seseorang individu berinteraksi dengan orang lain dan terlebih lagi akan mempengaruhi proses penyesuaian diri yang dilakukan. Ada 4 komponen utama ketika mempersepsikan diri sendiri, diantaranya adalah : Self Concept, merupakan gambaran atau keyakinan mengenai diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa individu telah memiliki skema mengenai diri sendiri. Self- Esteem, merupakan penghargaan terhadap diri sendiri. Penghargaan individu terhadap dirinya sendiri akan mempengaruhi cara yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Self Regulation, menggambarkan cara yang dilakukan untuk mmengarahkan dan memanagemen prilaku dan pikiran yang dimiliki. Self Presentation, menjelaskan cara yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya di dalam lingkungan social. Other Perception lebih mengarah kepada persepsi individu terhadap pemikiran orang lain mengenai dirinya. Ketika individu tersebut memiliki persepsi bahwa orang lain memandang dia buruk, maka dia akan berusaha menghindari hubungan social dan sebaliknya. b. Interpersonal Communication and Friendship Komunikasi personal menjelaskan cara yang dilakukan individu untuk membangun hubungan dengan orang lain. Kemampuan individu dalam berkomunikasi akan menentukan keberhasilannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi personal yang baik mampu mengubah pandangan orang lain terhadap individu tersebut dan sebaliknya. Biasanya, komunikasi

interpersonal bertujuan untuk membentuk hubungan yang baru dengan orang lain, seperti pertemanan, rekan, dan sebagainya. Friendship lebih mengarah kepada hubungan perteman antara satu orang dengan orang lain. Hubungan pertemanan sangat mempengaruhi hubungan social seorang individu serta sangat mempengaruhi proses personal adjustment. Dalam hal ini, individu yang melakukan proses penyesuaian diri sudah memiliki pihak yang dapat membantu mereka dalam upaya melakukan proses tersebut. c. Social Pressure and Prejudice Prejudice merupakan sikap negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Seseorang yang yang menjadi target prejudice biasanya akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, seperti ejekan, cemooh, bahkan beresiko didiskriminasi oleh orang lain. Orang yang terkena prejudice tidak mengalami penolakan dari masyarakat. Seseorang yang terkena stigma tersebut cenderung akan menerima tekanan secara social dari lingkungan tempat ia berada. d. Love and Marriage Bagian lain dari interpersonal realm adalah membangun hubungan intim atau hubungan romantis. Hal ini mencerminkan bahwa proses personal adjustment yang dilakukan seseorang sudah sampai ke tahap yang lebih tinggi. 2.3. Developmental Transition Developmental Transition merupakan perubahan yang terjadi selama seorang individu melakukan proses penyesuaian diri dengan lingkungan.

Perubahan tersebut terjadi ketika seorang individu berhasil menyeimbangkan Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat pada beberapa hal, diantaranya adalah: a. Perubahan dalam peran gender dan prilaku. Dalam proses personal adjustment, perubahan akan jelas tampak pada prilaku serta peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Akan ada perbedaan pada peran dan prilaku yang ditunjukkan sebelum dan sesudah seseorang berhasil melakukan proses penyesuaian diri tersebut. b. Transisi dalam dunia pekerjaan, dimana akan ada perbedaan dalam menentukan pekerjaan sebelum dan sesudah seseorang dalam memlih pekerjaan. Transisi dalam perkerjaan mencerminkan apakah seseorang sudah berhasil melakukan personal adjustment atau tidak. Semakin baik pekerjaan yang berhasil diperoleh, maka semakin berhasil proses personal adjustment dan sebaliknya. c. Perubahan dalam kehidupan seksual. Kehidupan seksual seseorang ditentukan pada upaya yang dilakukan individu tersebut selama melakukan penyesuaian diri. Kehidupan seksual yang baik mencerminkan personal adjustment yang baik, dan sebaliknya. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Personal Adjustment Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi personal adjustment, baik itu memberikan pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Ward (2001) membagi faktor tersebut ke dalam tiga bagian besar, yaitu :

a. Perubahan kehidupan Perubahan kehidupan meliputi lingkungan yang baru, budaya yang baru, kondisi yang baru termasuk ekonomi dan sosial. Ketika seseorang berada dalam satu lingkungan yang baru, maka proses adjustment akan menjadi lebih susah. Hal ini dikarenakan stimulus yang diterima oleh seseorang individu pada dasarnya berbeda antara satu lingkungan dengan lingkungan yang lain. Artinya, butuh kontribusi lebih sampai seseorang mampu menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya. b. Faktor kepribadian Karakteristik individu menjadi faktor yang membedakan kemampuan penyesuaian diri antara individu. Tipe kepribadian seseorang sangat menentukan bagaimana cara yang mereka lakukan dalam melakukan penyesuaian diri. c. Dukungan sosial Dukungan sosial menjadi salah satu faktor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap keberhasilan penyesuaian diri. Individu dengan individu yang tidak mendapatkan dukungan sosial. Individu tersebut tidak akan mampu untuk menyesuiakan diri dan membutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan individu yang mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial yang tinggi memiliki tingkat keberhasilan yang besar dalam proses penyesuaian diri. Hal ini sesuai jika dibandingkan dengan Faktor lain yang mempengaruhi personal adjustment menurut Weiten & Lloyd (2006) adalah :

a. Culture and Religion, dimana perbedaan budaya akan menentukan cara orang melakukan suatu hal, termasuk dalam melakukan penyesuaian diri. b. Self Esteem, semakin tinggi self esteem seseorang, maka semakin besar kemungkinan dia berhasil dalam proses penyesuaian dirinya, dan sebaliknya. Self Esteem sangat mempengaruhi aspek Interpersonal Realm. c. Social Activity, keterlibatan dalam aktivitas social akan mempengaruhi cara seseorang dalam melakukan penyesuian diri. Semakin sering seseorang terlibat dalam satu aktivitas social, maka semakin besar kemungkinan keberhasilan dalam proses penyesuaian diri. Selain itu, kesehatan, pernikahan, pekerjaan, dan kepribadian juga mempengaruhi tercapainya tujuan dari penyesuaian diri tersebut. B. Pekerja Seks Komersial (PSK) Mudjijono (2005) memberikan batasan pekerja seks sebagai wanita yang pekerjaan utamanya sehari-hari memuaskan nafsu seksual laki-laki atau siapa saja yang sanggup memberikan imbalan tertentu yang biasa berupa uang atau benda berharga lainnya. Sedangkan menurut Ellis dkk (dalam Koentjoro, 2004) pekerja seks komersial adalah seorang yang berprofesi memuaskan nafsu seksual orang lain. Selain itu, aktivitas seksual yang dilakukan bisa bermacam-macam tergantung pada jasa pelayanan yang diberikan oleh seorang PSK.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa PSK adalah seseorang yang berprofesi sebagai pemuas nasfsu orang lain dengan imbalan uang. C. Mantan Pekerja Seks Komersial (PSK) 1. Definisi Mantan PSK Mantan PSK adalah seseorang yang pernah berprofesi sebagai pekerja seks komersial dan telah meninggalkan pekerjaan tersebut. Penggunaan kata mantan untuk menekankan bahwa seseorang pernah menjalani kegiatan atau aktivitas tersebut. Artinya, orang yang pernah menjalani kegiatan tersebut sudah benarbenar meninggalkan pekerjaannya dan tidak kembali lagi ke dalam dunia tersebut. Mantan PSK berbeda dengan masyarakat umum pada lainnya, karena mereka cenderung mendapat stigma negatif dari masyarakat secara umum. Rosenberg (2008) menjelaskan bahwa mantan PSK adalah orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat yang tidak memiliki penghargaan dan cenderung mengalami penolakan. Sihombing (2009) mengatakan bahwa masyarakat akan memandang mereka negatif tanpa peduli apakah mereka sudah keluar atau belum dari prostitusi. Hal-hal tersebut membuat seorang mantan PSK akan mengalami kesulitan ketika mencoba masuk kembali ke dalam masyarakat. Ketika seseorang telah menjadi mantan PSK, akan terjadi perubahan besar dalam kehidupannya. Koentjoro (2004) menjelaskan bahwa perubahan yang paling tampak adalah perubahan ekonomi dan hubungan sosial. Perubahan tersebut akan berdampak pada gaya hidup yang biasa dilakukan oleh individu

tersebut. Dalam perubahan ekonomi, seorang mantan PSK tidak akan dapat memperoleh penghasilan sebanyak dan semudah pekerjaan sebelumnya. Hal tersebut kemudian mempengaruhi gaya hidup individu tersebut yaitu dimulai dari gaya hidup mewah berubah menjadi gaya hidup sederhana. Perubahan tersebut biasanya mengakibatkan seorang mantan PSK memiliki keraguan untuk kembali ke pekerjaan lama sebagai PSK atau tetap bertahan menjalani kehidupannya sebagai seorang mantan PSK. Dalam hal hubungan sosial biasanya seorang mantan PSK akan membatasi hubungan dengan orang lain. Hal ini terjadi karena mantan PSK mendapat penolakan dari masyarakat sehingga mantan PSK cenderung tidak memiliki keberanian dan malu berinteraksi dengan masyarakat umum. Hal tersebut sangat berbeda ketika mereka masih bekerja sebagai PSK, mereka tidak peduli bagaimana hubungan dengan orang lain. 2. Faktor yang Mendorong Keluar Dari Prostitusi Adapun faktor yang dapat mendorong seseorang berhenti menjadi seorang PSK adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi perasaan bersalah, penyesalan, harapan, dan lain-lain. Perasaan-perasaan positif yang muncul dari dalam individu memberikan kontribusi yang besar pada individu yang ingin keluar dari prostitusi. Ketika faktor yang mendorong adalah faktor internal, maka seseorang akan lebih gampang meninggalkan prostitusi daripada seseorang yang mendapat dukungan secara eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan termasuk keluarga dan masyarakat. Dukungan sosial dari pihak terdekat akan sangat membantu seseorang pergi meninggalkan prostitusi,

misalnya keluarga. Semakin tinggi dukungan yang diperoleh seseorang, maka semakin besar kemungkinan dia berhasil meninggalkan prostitusi. Ajzen (1988) menejelaskan bahwa ada tiga hal yang dapat mendorong seseorang keluar dari prostitusi : a. Sikap, yaitu bagaimana pandangan seorang mantan PSK untuk keluar dari prostitusi, dapat bersifat positif maupun negative. Sikap terhadap motivasi keluar dari prostitusi sangat dipengaruhi oleh belief system yang dimiliki oleh seorang mantan PSK. b. Norma subjektif, berkaitan dengan orang-orang di sekitar subjek yang memiliki pengaruh dan dianggap signifikan bagi diri seorang mantan PSK. Dalam menghadapi kondisi-kondisi tertentu, subjek diasumsikan akan mempertimbangkan harapan dan keinginan orang-orang tersebut. Oleh karena itu, hal lain yang turut mempengaruhi pembentukan norma subjektif adalah motivasi subjek untuk mematuhi harapan dan keinginan orang-orang tersebut. c. Perceived behavioral control, berhubungan dengan persepsi subjek terhadap kondisi yang memudahkan atau menyulitkan untuk berhenti menjadi wanita tuna susila. 3. Faktor yang Menghambat Keluar Dari Prostitusi Koentjoro (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menghambat seseorang keluar dari prostitusi. Faktor tersebut antara lain adalah : a. Faktor Ekonomi, dimana pada saat menjadi PSK, individu dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar daripada pekerjaan yang lain.

b. Faktor kenyamanan, dimana seorang PSK yang sudah merasa nyaman di tempat dirinya bekerja cenderung membuat dia lebih senang berada di dalam prostitusi daripada keluar. c. Faktor kecemasan. Individu dengan tingkat kecemasan tinggu akan masa depan cenderung bertahan di dalam prostitusi (Batubara, 2007). Menurut Koentjoro (2004) faktor-faktor tersebut akan sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk keluar dari prostitusi. Ketika seorang individu merasa tidak sanggup menerima perubahan yang akan terjadi ketika dia keluar dari prostitusi, maka individu tersebut cenderung untuk bertahan dalam prostitusi. D. Personal Adjustment Pada Mantan PSK Personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan orang tersebut berusaha untuk mengatasi demand dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari (Weiten & Llyod, 2006). Proses adjustment tersebut memiliki 3 aspek utama, yaitu coping stress, interpersonal realm, dan developmental transition. Pada mantan PSK, proses personal adjustment memliki perbedaan dengan masyarakat biasa pada umumnya. Proses tersebut memiliki hambatan yang lebih besar pada mantan PSK. Hal tersebut disebabkan karena mantan PSK mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Mantan PSK dianggap sebagai sampah masyarakat dan biasanya dikucilkan serta ditolak dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan PSK untuk menjalani proses tersebut.

Hal tersebut pada dasarnya akan membuat seorang mantan PSK merasa tertekan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu perbedaan mantan PSK dengan masyarakat umum yang lain. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari mantan PSK memiliki suatu ketakutan tertentu. Artinya, dalam menjalani proses personal adjusttment, mantan PSK harus dapat mengatasi ketakutan tersebut. Hal tersebut menjadi tantangan bagi mantan PSK untuk kembali ke dalam masyarakat. Tekanan dan tantangan yang dihadapi oleh seorang mantan PSK akan sangat mempengaruhi keputusan yang akan mereka ambil. Ketika mantan PSK merasa bahwa ia tidak sanggup menghadapi itu semua, maka besar kemungkinan ia akan memutuskan kembali ke dalam prostitusi, dan sebaliknya ketika ia memutuskan menghadapi tantangaan dan tekanan dari lingkungan tersebut, maka besar kemungkinan ia akan kembali ke masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses personal adjustment yang dilakukan oleh mantan PSK akan memiliki dua hasil yang berbeda. Kegagalan berarti kembali ke dalam prostitusi dan sebaliknya keberhasilan berarti masuk kembali ke dalam masyarakat. Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mantan PSK akan memiliki tantangan yang lebih berat dalam proses personal adjustment dibandingkan dengan masyarakat lain pada umumnya. Mantan PSK akan memiliki lebih banyak permasalahan, bukan hanya dari dalam diri sendiri melainkan dari lingkungan juga berkontribusi menambah permasalahan mereka. Hal tersebut mengakibatkan mantan PSK memiliki usaha yang lebih besar dalam

menjalani proses personal adjustment karena hal tersebut akan mempengaruhi apakah ia kembali atau tetap bertahan sebagai mantan PSK.

E. Paradigma Teoritis Mantan PSK Terjun ke dalam masyarakat umum Permasalahan / Tantangan dari lingkungan Berupa Stigma negative Diskriminasi Ekonomi Menghambat usaha kembali ke dalam masyarakat Berusaha mengatasi hambatan tersebut Personal Ajdusment Aspek Weiten & Lloyd (2006) Faktor Ward (2001) Stress and Coping Stress Interpersonal Realm Developmental Transition Perubahan Kepribadian Dukungan Sosial Conflict, Pressure, Frustrassion, change Self Interpersonal Relation Work Change Role Change Problem Emotion Coping Stereotype /Prejudice Sexual Change