PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGOMPOSAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN SLURRY DARI FERMENTASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Kompos Dengan Variasi Penambahan Dosis Abu Boiler Serta Penggunaan Bioaktivator EM-4

STUDI PENGARUH PENCAMPURAN SAMPAH DOMESTIK, SEKAM PADI, DAN AMPAS TEBU DENGAN METODE MAC DONALD TERHADAP KEMATANGAN KOMPOS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS.

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I Putu Gde Suhartana Kajian Proses Fermentasi Sludge

SNTMUT ISBN:

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

PENGOLAHAN SAMPAH SAYUR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAKAKURA SERTA PENGARUH EM4 DAN STATER DARI TEMPE PADA PROSES PEMATANGAN KOMPOS.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH ORGANIK DARI PASAR TRADISIONAL DI BANDAR LAMPUNG SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN KOMPOS DAN BIOGAS

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh penambahan EM-

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pengaruh Variasi Tinggi Tumpukan Pada Proses Pengomposan Limbah Lumpur Sawit Terhadap Termofilik

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 3 No. 2, Juni 2015,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

SNTMUT ISBN:

Mochamad Arief Budihardjo *)

EFEKTIVITAS PENGKOMPOSAN SAMPAH KOTA DENGAN MENGGUNAKAN KOMPOSTER SKALA RUMAH TANGGA

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT

Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : MUTIARA RAHAYU

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

EFEKTIVITAS PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH DAUN DENGAN TIGA SUMBER AKTIVATOR BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

TINJAUAN PUSTAKA II.

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A PENGEMBANGAN PROSES DEGRADASI SAMPAH ORGANIK UNTUK PRODUKSI BIOGAS DAN PUPUK

EMBRYO VOL. 6 NO. 1 JUNI 2009 ISSN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Fisik. dapat digunakan sebagai tolak ukur kinerja dekomposisi, disamping itu juga untuk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

PENGARUH PENAMBAHAN SERPIHAN KAYU TERHADAP KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK SEJENIS DALAM KOMPOSTER RUMAH TANGGA

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

PERBEDAAN FISIK DAN KIMIA KOMPOS DAUN YANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL DAN EM 4

OPTIMASI PEMATANGAN KOMPOS DENGAN PENAMBAHAN CAMPURAN LINDI DAN BIOAKTIVATOR STARDEC

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

STUDI OPTIMASI TAKAKURA DENGAN PENAMBAHAN SEKAM DAN BEKATUL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

PEMBEKALAN KKN -PENGOLAHAN LIMBAH PIAT UGM- Bidang Energi dan Pengelolaan Limbah Pusat Inovasi Agroteknologi UGM 2017

EVALUASI PROSES KOMPOSTING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI KOMPOS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa) Irvan, Permata Mhardela, Bambang Trisakti Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater Kampus USU, Medan 20155, Indonesia Email :i_v_a_n_mz@yahoo.com Abstrak Proses sekam padi (oryza sativa) dengan menambahkan berbagai aktivator telah dilakukan di Pusdiklat LPPM, Universitas Sumatera Utara. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh variasi pemberian slurry dan bakteri (ragi dan EM4) terhadap hasil sekam padi. Adapun parameter yang diamati yaitu perubahan suhu, kandungan air, rasio C/N dan perubahan ph. Pada hasil akhir menunjukkan bahwa dengan penambahan slurry, ragi dan EM4 dapat menurunkan suhu dan rasio C/N, dan dengan penambahan ragi dan 2 liter slurry dapat mempercepat proses dekomposisi kompos. Kata kunci: sekam padi,, EM4, slurry Abstract Composting process of rice husk (Oryza sativa) by adding various activators have been carried out in LPPM Training Center, University of Sumatera Utara. The purpose of this study was to compare the effect of variation of slurry and bacteria (yeast and EM4) on rice husk composting results. The parameters observed were changes in temperature, water content, C/N ratio, and ph. At the end of the composting results showed that the addition of slurry, yeast and EM4 can lower the temperature and C / N ratio, and with the addition of yeast and 2 liters of slurry can speed up the process of decomposition of compost. Keywords : rice hulk, composting, EM4, slurry Pendahuluan Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Selama ini, sekam padi merupakan bahan buangan yang biasanya hanya dibakar. Namun praktek semacam ini menyebabkan timbulnya persoalan pencemaran udara [1]. Peningkatan produksi komoditas padi setiap tahunnya secara langsung meningkatkan jumlah sekam padi. Pada tahun 2008 produktivitas padi mencapai 0.279.897 ton. Dengan demikian produksi sekam padi sebesar 20-30% dari proses penggilingan padi dapat mencapai 12.055.979 hingga 18.083.99 ton [4]. Sekam padi dengan jumlah yang besar tersebut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu upaya untuk membantu mengatasi permasalahan limbah pertanian adalah melakukan upaya daur ulang dengan penekanan pada proses. Kelebihan lain dari pengolahan limbah menjadi kompos adalah aman bagi produk dan lahan pertanian, kompos dapat dibuat sendiri oleh masyarakarat luas dengan bahan baku yang cukup sederhana dan mudah dijumpai serta proses pembuatannya yang tidak terlalu rumit [13]. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mempercepat proses dengan melakukan berbagai perlakuan dalam yaitu penambahan slurry, pembalikan dan penambahan aktivator dengan mikroorganisme yang berbeda sehingga dapat dilihat perbandingan dari kualitas kompos yang dihasilkan []. Permasalahan pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah mampukah aktivator yang digunakan (slurry, ragi dan EM4) mempercepat proses pematangan kompos dari sekam padi. Teori Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik. Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi [5]. Proses tergantung pada : a. Karakteristik bahan yang dikomposkan b. Aktivator yang dipergunakan c. Metode yang dilakukan [7] Slurry adalah residu dari input yang keluar dari lubang pengeluaran setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerobik di dalam digester pada proses pembuatan biogas dari limbah bahan organik. Bahan organik dikonversi menjadi biogas 50-0%, yang tersisa adalah lumpur. Slurry mengalami penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD Slurry sebesar 0,37. Nilai ini lebih kecil dari perbandingan BOD/COD limbah cair sebesar 0,5. Slurry juga mengandung lebih sedikit 5

Temperatur ( 0 C) bakteri pathogen sehingga aman untuk digunakan sebagai pupuk [13]. Proses ala keranjang Takakura merupakan proses aerob, dimana udara dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme yang menguraikan sampah menjadi kompos. Media yang dibutuhkan dalam proses yaitu dengan menggunakan keranjang berlubang. Proses metode ini dilakukan dengan cara memasukkan sampah organik idealnya sampah organik tercacah ke dalam keranjang setiap harinya dan kemudian dilakukan kontrol suhu dengan cara pengadukan dan penyiraman air [10]. Penelitian ini menggunakan keranjang Takakura sebanyak 5 buah, dan dilakukan berbagai perlakuan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan penelitian berdasarkan penambahan slurry dan aktivator (ragi dan EM4) pada berbagai volume selama proses Perlakuan Volume slurry (Liter) Vol. Aktivator (Liter) Waktu penambahan 1 1 - Setiap 3 hari 2 1,5 - Setiap 3 hari 3 2 - Setiap 3 hari 4-3 (ragi+em4) Di awal 5-3 (ragi) Di awal Hasil dan Pembahasan a. Penambahan Slurry pada Berbagai Volume Selama Proses Pengomposan Selama proses dilakukan pembalikan 2 kali sehari dan penambahan kompos halus sebanyak 1 kg untuk masing-masing keranjang. Gambar 1. Keranjang Takakura [3]. Enzim maupun mikroorganisme tertentu dapat ditambahkan sebagai aktivator pada proses. Mikroorganisme yang dapat digunakan pun beragam sehingga diperlukan mikroorganisme yang tepat terhadap proses sehingga karakteristik kompos yang dihasilkan pun memiliki kualitas yang baik [7]. 31 29 27 Metodologi Penelitian Bahan yang digunakan adalah sekam padi, slurry, EM4 dan ragi serta bahan untuk analisa kompos meliputi larutan K 2 Cr 2 O 7 0,1 N; H 2 SO 4(p) ; H 3 PO 4 85%; NaF 4%; larutan Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 0,5 N; C H 4 OHCOOH. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah variabel tetap yaitu jumlah sekam padi dan variabel bebas yaitu volume slurry dan aktivator (ragi dan EM4). Parameter yang diamati dan dianalisa pada penelitian ini antara lain temperatur, kadar air, ratio C/N dan ph kompos. Penelitian dilakukan selama 0 hari di Pusdiklat LPPM. Pengukuran temperatur kompos dilakukan setiap hari, kemudian dilakukan pembalikan bahan kompos. Pembalikan dilakukan 2 kali dalam sehari. Gambar 2. Pengaruh Penambahan Volume Slurry Selama Proses Pengomposan terhadap Suhu Gambar 2 memperlihatkan bahwa suhu maksimum yang dapat dicapai untuk tumpukan kompos di keranjang 1adalah 29,2 o C, keranjang 2 adalah 28,5 o C sedangkan pada keranjang 3 adalah 30,8 o C. Pada penelitian ini, volume slurry yang ditambahkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada temperatur. Adapun warna yang ditunjukkan pada akhir pada pengamatan visual, bukanlah menunjukkan tejadinya penguraian, namun berasal dari warna pekat slurry. Selain itu Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu mengalami fluktuasi. Menurut teori, kisaran temperatur yang menunjukkan aktivitas yang baik yaitu antara 30-0 o C, oleh sebab itu dapat

Temperatur ( 0 C) Rasio C/N ph Kadar Air (%) dilihat bahwa hasil yang diperoleh tidak menunjukkan terjadinya proses yang baik [12]. 40 30 Gambar 3. Pengaruh Penambahan Volume Slurry Selama Proses Pengomposan terhadap Kadar Air Gambar 3 memperlihatkan nilai kadar air yang diperoleh tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Berdasarkan volume slurry yang digunakan, dimana kadar air untuk tiap variasi kompos berkisar antara 27,7,1%. Nilai kadar air tersebut sesuai dengan kadar air dalam SNI 19-7030- 2004 [2] yaitu kurang dari 50%. Kadar air terendah terdapat pada keranjang 1 sebesar 27,7% dan tertinggi pada variasi keranjang 3 yaitu sebesar,1%. Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin banyak volume slurry yang ditambahkan maka semakin besar kadar air yang diperoleh. Sehingga timbunan bahan yang dikomposkan perlu dijaga kelembabannya karena bila kelebihan air akan mengakibatkan volume udara jadi berkurang. Semakin basah timbunan tersebut maka harus semakin sering diaduk untuk menjaga dan mencegah pembiakan bakteri anaerobik yang akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap seperti asam-asam organik, amonia dan H 2 S [8]. 8 4 2 0 perlakuan 1 perlakuan 2 perlakuan 3 Gambar 4. Pengaruh Penambahan Volume Slurry Selama Proses Pengomposan terhadap Rasio C/N Dari Gambar 4 memperlihatkan pengaruh penambahan volume slurry selama proses terhadap rasio C/N tertinggi terdapat pada keranjang 3 dengan nilai 7,58 dan terendah pada keranjang 2 yaitu 3,48. Nilai tersebut lebih kecil dari 10. Nilai C/N tersebut tidak sesuai dengan rasio C/N dalam SNI 19-7030-2004 yaitu antara 10-20 [2]. Gambar 4 juga menunjukkan penurunan nilai C/N bahan akibat dari semakin meningkatnya aktivitas mikroorganisme yang melakukan proses perombakan bahan organik. Timbunan yang bernitrogen terlalu sedikit (zat yang dibutuhkan mikroorganisme penghancur untuk tumbuh dan berbiak) sehingga tidak akan menghasilkan panas untuk membusukkan material dengan cepat [8]. 9.7 9.5 9.3 9.1 Gambar 5. Pengaruh Penambahan Volume Slurry Selama Proses Pengomposan terhadap ph Gambar 5 memperlihatkan bahwa pada keranjang 1, 2 dan 3 dilakukan penambahan slurry setiap 3 hari dan dapat dilihat dimana terjadi peningkatan ph. Pada perlakuan 1 diperoleh ph sebesar 9,29, perlakuan 2 diperoleh ph 9,51 dan perlakuan 3 dengan ph 9,59 sehingga keadaan kompos berubah menjadi basa. Nilai kisaran ph yang diperoleh tidak sesuai dengan dengan SNI 19-7030-2004 [2]. Pada Gambar 5 diperoleh ph dalam kondisi basa, hal ini disebabkan asam asam organik sederhana yang terbentuk pada dekomposisi awal tadi dikonversi menjadi metan dan CO 2 oleh bakteri pembentuk metan [9]. b. Perbandingan Antara Pemberian Ragi dan Tanpa Ragi (Menggunakan EM4) 32.5 30 27.5 perlakuan 4 Gambar. Pengaruh Perbandingan Pemberian Ragi dan Tanpa Ragi (Menggunakan EM4) terhadap Suhu 7

Rasio C/N ph Kadar Air (%) Gambar memperlihatkan fluktuasi suhu selama proses. Pada gambar dapat dilihat temperatur maksimum yang dapat dicapai kompos pada keranjang 4 adalah 33,4 0 C dan untuk keranjang 5 adalah 32,8 0 C. Menurut teori, kisaran temperatur yang menunjukkan aktivitas yang baik yaitu antara 30-0 o C [12]. Pada penelitian ini pemberian dan tanpa pemberian ragi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap temperatur. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh belum menunjukkan terjadinya proses yang baik. 38 32 29 2 23 20 Gambar 7. Pengaruh Perbandingan Pemberian Ragi dan Tanpa Ragi (Menggunakan EM4) terhadap Kadar Air Gambar 7 memperlihatkan bahwa nilai kadar air yang diperoleh tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kadar air terendah diperoleh pada keranjang 5 yaitu sekitar 24,5% dan nilai kadar air tertinggi diperoleh pada keranjang 4 yaitu dengan nilai,08%. Nilai kadar air tersebut sesuai dengan teori yaitu kurang dari 50% [2]. 7.2 7.8..4.2 5.8 5. Perlakuan 4 Perlakuan 4 Gambar 8. Pengaruh Perbandingan Pemberian Ragi dan Tanpa Ragi (Menggunakan EM4) terhadap Rasio C/N Gambar 8 memperlihatkan bahwa nilai rasio C/N yang diperoleh mengalami penurunan dengan pemberian ragi, dimana dari gambar diatas dapat dilihat bahwa rasio C/N terendah diperoleh pada keranjang 5 yaitu sekitar,21 dan nilai kadar air tertinggi diperoleh pada keranjang 4 yaitu sekitar 7,05. Nilai C/N tersebut tidak sesuai dengan rasio C/N dalam SNI 19-7030-2004 yaitu antara 10-20 [2]. Penurunan rasio C/N dapat terjadi karena proses perubahan pada nitrogen dan karbon selama proses. Perubahan kadar nitrogen menurut teori dikarenakan pada proses terjadi penguraian senyawa organik kompleks menjadi asam organik sederhana yang dilanjutkan dengan penguraian bahan organik yang mengandung nitrogen [9]. 9.2 9. 9.58 9.5 9.54 9.52 Perlakuan 4 Gambar 9. Pengaruh Perbandingan Pemberian Ragi dan Tanpa Ragi (Menggunakan EM4) terhadap ph Gambar 9 memperlihatkan bahwa nilai ph tertinggi terdapat pada keranjang 5 yaitu 9, dan nilai ph terendah terdapat pada keranjang 4 yaitu dengan nilai 9,55. Untuk mencapai dekomposisi secara aerobik yang optimal pada proses maka ph yang dibutuhkan adalah 7-7,5 [11]. Rentang maksimum ph untuk kebanyakan bakteri adalah -7,5. Sedangkan untuk jamur 5-8. Berdasarkan uraian tersebut maka kondisi optimum ph adalah 7 atau mulai dari 5 sampai 8 [12]. Oleh sebab itu ph yang diperoleh pada akhir tidaklah menunjukkan bahwa berjalan dengan baik. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa konsidi kompos yang hampir memenuhi kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 yaitu terdapat pada perlakuan 3, dimana suhu maksimum yang diperoleh yaitu 32,8 o C, kadar air,1%, rasio C/N 7,58 dan ph 9,59. Penelitian juga menyimpulkan bahwa semakin besar volume slurry yang digunakan maka semakin besar pula ph yang diperoleh. Berdasarkan hasil di atas disimpulkan bahwa penambahan slurry dari fermentor biogas pada sekam padi dapat mempercepat pematangan kompos sehingga kompos lebih mudah terurai atau terdekomposisi. 8

Daftar Pustaka [1] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sekam Padi sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga Petani, http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table.1. shtml, 2008, diakses pada 11 Agustus 2013. [2] Badan Standarisasi Nasional (BSN), Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, SNI 19-7030-2004. [3] Bapelkes, Pembuatan Kompos dengan Metode Takakura, http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/i mages/stories/kurmodttg/pengelolaansampah/ modul/modulpembuatankomposmetodetakakura. pdf, diakses pada 1 juli 2013. [4] Biro Pusat Statistik, Area Produksi, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia, http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table.1. shtml, 2008, diakses pada 11 Agustus 2013. [5] Crawford. J.H, Composting of Agricultural Waste, in Biotechnology Applications and Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed), 2003, p. 8-77. [] Fitrah Mulyana, Perbedaan Kualitas Sampah Organik Menggunakan Sekam Padi (Oryza sativa) Anatara Penambahan Orgadec dengan EM4, Jurnal Makara Sains Vol 14 No. 1, Jakarta, 2009. [7] Isroi, Pengomposan Limbah Padat Organik, http://www.ipard.com/art_perkebun/komposlim bahpadatorganik.pdf, diakses pada 1 Juli 2013. [8] Murbandono, H. S, Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta, 1997. [9] Polprasert. Chongkrak, Organik Waste Management: Technology and Management, John Willey Sons, Chichester, Inggris, 199. [10] Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan 2007, Membuat Keranjang Takakura Sendiri, Universitas Surabaya, http://keranjangtakakura.blogspot.com, diakses pada 1 Juli 2013. [11] Tchobanoglous. G, Theisen.H, and Vigil. S.H, Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues, International Edition, Mc Graw Hill, New Tork, 1993. [12] Wahyono. Sri, Sahwan. L Firman, Suryanto. Freddy, Mengolah Sampah Menjadi Kompos, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT, Jakarta, 2003. [13] Widodo, dkk, Pemanfaatan Limbah Industri Organik Pertanian Untuk Energi Biogas, Prosiding Konferensi Nasional 2007: Pemanfaatan Hasil Samping Industri Etanol Serta Peluang Pengembangan Industri Integratednya, Jakarta, 2007. 9