INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KAJIAN RENCANA TEKNIK REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI DAS BATULICIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

NERACA SUMBER DAYA HUTAN NASIONAL TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN PROPINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

Analisis Kebijakan Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

disampaikan oleh: Direktur Perencanaan Kawasan Kehutanan Kementerian Kehutanan Jakarta, 29 Juli 2011

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

S M U BE B R E D R A D Y A A Y A TA T N A A N H

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

BAB I PENDAHULUAN. alam baik itu berupa sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Identifikasi Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

PELUANG IMPLEMENTASI REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

Transkripsi:

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sistem penyangga kehidupan sehingga kelestariannya harus dijaga dan dipertahankan dengan pengelolaan hutan yang tepat. Kondisi hutan, dilihat dari penutupan lahan/vegetasi, megalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk dan pembangunan di luar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan alam tropika di Indonesia. Kerusakan hutan tersebut diperkirakan seluas 900 ribu hektar setiap tahunnya yang disebabkan oleh kegiatan perluasan perkebunan (500 ribu ha/tahun), kegiatan proyek-proyek pembangunan (250 ribu ha/tahun), kegiatan logging (80 ribu ha/tahun), dan kebakaran (70 ribu ha/tahun) (Haeruman, 1989). Menurut data selama sepuluh tahun (1987-1998) angka degradasi dan deforestasi adalah 1,6 juta ha/tahun sebagai akibat penebangan liar, pencurian kayu, perambahan hutan, kebakaran hutan, lahan dan kebun serta sistem pengelolaan hutan yangkurang tepat (Badan Planologi Kehutanan dan PErkebunan, 1999). Selama kurun waktu tersebut, kebakaran hutan memberikan kontribusi terbesar terhadap tingginya tingkat deforestasi dan degradasi, yaitu seluas + 3,2 juta ha merupakan kebakaran hutan pada tahun 1997 di Kalimantan Timur (Badan Planologi Kehutanan & Perkebunan, 1998). Sumber daya hutan yang telah mengalami kerusakan perlu direhabilitasi. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan peranan hutan sebagai ekosistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam identifikasi awal ini indikasi lokasi dan luas kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Identifikasi yang dilakukan pada tahun 2001 ini merupakan penyempurnaan dari kw\egiatan yang sama pada tahun 2000. Identifikasi tahun 2000 hanya dilakukan pada kawasan hutan dengan menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1996-1998 berdasarkan 2 (dua) kelompok kelas penutupan lahan yaitu hutan, dan non hutan. Identifikasi tahun 2001 dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan dengan menggunakan data hasil penafsiran citra Landsat liputan tahun 1999/2000 (kecuali Irian Jaya) menggunakan 24 kelas penutupan lahan diantaranya hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, semak/belukar, pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, pemukiman, dll. Selanjutnya, pada identifikasi tahun 2001, kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dibedakan dalam 3 (tiga) kelompok disesuaikan dengan perlakuan (treatment) yang akan dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan RHL dapat berupa reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik tergantung pada kelompok penutupan lahan tersebut. Hasil identifikasi adalah informasi luas kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi, serta informasi lokasi dan sebarannya yang disajikan dalam bentuk peta indikasi RHL. HAsil ini telah digunakan sebagai dasar penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta diharapkan dapat menjadi acuan perencanaan kegiatan rehabilitasi di daerah.

B. Pengertian Umum 1. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap; 2. Penutupan Lahan (land cover) adalah kondisi permukaan bumi yang menggambarkan kenampakan vegetasi; 3. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah tangkapan air mulai dari hulu sampai dengan hilir yang merupakan satu kesatuan tata air sebagai penyangga kehidupan yang utuh; 4. Reboisasi adalah kegiatan penanaman pohon di dalam kawasan hutan; 5. Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas, dan pernanannya dalam emndukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga; 6. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang telah ditetapkan peruntukannya utnuk memproduksi hasil hutan dan hasil hutan ikutan; 7. Hutan Produksi Terbatas adalah Hutan Produksi yang hanya dieksploitasi dengan cara tebang pilih; 8. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang karena sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah; 9. Kawasan Konservasi adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di lautan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya; 10. Sistem Informasi Geografis adalah teknologi pengelolaan (input, updating, analisa, dan penyajian) data spasial/non spasial yang modern, terintegrasi dengan menggunakan perangkat yang terkomputerisasi. C. Tujuan dan Sasaran Tujuan Melakukan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi dalam rangka penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan LAhan (MP-RHL) serta perencanaan kegiatan rehabilitasi. Sasaran Tersedianya data luas peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi berdasarkan kelompok penutupan lahan dan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) pada unit manajemen administrasi Propinsi dan Kabupaten. D. Ruang Lingkup 1. Kegiatan identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi diarahkan pada areal di dalam dan di luar kawasan hutan di seluruh Indnesia. 2. Hasil identifikasi berupa data luas dan sebaran lokasi indikasi areal yang perlu dilakukan rehabilitasi yang disajikan dalam bentuk peta dalam satuan per pulau, per propinsi disertai perhitungan luas pada unit administrasi Propinsi, Kabupaten, dan DAS. 3. Luas dan peta indikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi adalah merupakan hasil awal yang bersifat umum, indikatif dan masih perlu didetilkan sesuai kondisi ekosistem dan pengelolaan di daerah terkait. 4. Untuk mempermudah dalam implementasinya, indikasi kawasan hutan danlahan yang perlu dilakukan rehabilitasi disajikan pada peta indikasi RHL 1 : 250.000 dalam bentuk kelompok luas yang masing-masing diberi warna berbeda-beda, yaitu kawasan RHL dengan luas : < 10.000 Ha 10.000-20.000 Ha > 20.000 Ha E. Kriteria Kegiatan identifikasi ini masih bersifat umum karena bergantung pada ketersediaan data yang sangat terbatas. Hasil identifikasi ini akan disempurnakan dengan dat ayang lebih akurat, terkinan dan komprehensif. Memperhatikan ketersediaan data yang masih terbatas tersebut, untuk kegiatan ini dipergunakan kriteria sebagai berikut : 1. Kawasan Hutan dan Lahan : Identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi dilaksanakan pada kawasan hutan yang meliputi kawasan hutan lindung,

hutan konservasi, hutan produski (HP, HPT, HPK), serta lahan di luar kawasan hutan (APL). 2. Penutupan Lahan : identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi diarahkan pada hutan dan lahan kurang/tidak produktif. BErdasarkan kelas penutupan lahan dari hasil penafsiran citra landsat 1999/2000. 3. Kepekaan Lahan : hasil identifikasi kawasan hutan dan lahan yang perlu dilakukan rehabilitasi didasarkan pada kriteria lahan kritis dengan tingkat erosi dan sedimentasi tinggi, digambarkan dan didekati dengan penggunaan data DAS dan DAS prioritas berdasarkan SK Menhut No. 284/Kpts-II/99 tanggal 7 Mei 1999. Ketiga kriteria tersebut di atas digunakan dengan pertimbangan bahwa RHL secara indikatif akan dilakukan pada kawasan hutan dan lahan yang tidak produktif dan peka terhadap erosi. BAB II METODOLOGI A. Data dan Sumber 1. Data KAwasan Hutan : Dipergunakan : a. Peta Penunjukan KAwasan Hutan dan Perairan yang sudah ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan (23 Propinsi) b. Peta TGHK untuk propinsi yang belum selesai proses penunjukannya (3 propinsi meliputi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah) 2. Data Penutupan Lahan : dipergunakan data penutupan lahan hasil interpretasi citra satelit (Landsat 7 ETm+) seluruh Indonesia tahun 1999/2000. HAsil identifikasi dibedakan ke dalam 3 (tiga) kelompok penutupan lahan yang disesuaikan dengan perlakuan (treatment) kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Ketiga kelompok tersebut meliputi : Kelompok I : terdiri dari jenis penutupan tanah terbuka, semak/belukar, pertanian, lahan keringbercampur semak. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan pada kelompok ini adalah kegiatan reboisasi dan penghijauan. Kelompok II : terdiri dari jenis penutupan hutan lahankering sekunder, hutan rawa sekunder, hutan mangrove sekunder. Kegiatan RHL yang dapat diarahkan pada kelompok ini adalah rehabilitasi melalui kegiatan pengayaan tanaman. Kelompok III : terdiri dari jenis penutupan savana, pertanian lahan kering, transmigrasi, sawah, pertambangan, dan permukiman. Kegiatan RHL diasumsikan tidak dilakukan pada seluruh areal dan dapat dilakukan melalui kegiatan teknik konservasi tanah. 3. Data DAS : Dipergunakan data digital DAS dari Ditjen RLPS dengan pemilahan DAS prioritas berasarkan SK Menhut No. 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999. Prioritas I : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas tertinggi Prioritas II : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas kedua Prioritas III : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut mempunyai prioritas ketiga DAs bukan prioritas : Wilayah DAS yang berdasarkan lahan, hidrologi, sosek, investasi dankebijaksanaan pembangunan wilayah tersebut tidak perlu diberikan prioritas dalam penanganannya. 4. Data Administrasi : Dipergunakan data administrasi pemerintahan propinsi dan Kabupaten bersumber data BPS tahun 2000. B. Pengolahan dan Penyajian Data Proses pengolahan data dari penyiapan dat asampai dengan tersajinya hasil luas indikasi kawasan hutan danlahan yang perlu dilakukan rehabilitasi beserta peta indikasi adalah sebagaimana tersaji pada Bagan Alur Proses pada Gambar 1. Gambar 1. Bagan Alur Proses Identifikasi Kawasan Hutan dan Lahan yang perlu dilakukan Rehabilitasi.

BAB III HASIL ANALISA 1. Hasil identifikasi RHL menunjukkan bahwa kawasan hutan dan lahan Indonesia (belum termasuk Papua/Irian Jaya) yang perlu perlakuan (treatment) kegiatan RHL seluas 96,3 juta Ha (+ 50,3% dari luas daratan Indonesia) terdiri atas Kelompok I seluas 43,60 juta Ha Kelompok II seluas 36,36 juta Ha Kelompok III seluas 16,37 juta Ha (diantaranya dalam Kelompok III terdapat savana 1,07 juta Ha) 2. Hasil identifikasi RHL berdasarkan fungsi hutannya, kawasan hutan yang perlu perlakuan kegiatan RHL seluas 54,6 juta Ha yang terdiri dari : Hutan Lindung 9,7 juta Ha Suaka Alam dan Pelestarian Alam 3,9 juta Ha Hutan Produksi Tetap 17,9 juta Ha Hutan Produksi Terbatas 12,5 juta Ha Hutan Produksi yang dapat Dikonversi 10,6 juta Ha 3. Sedangkan areal di luar kawasan hutan yang perlu perlakuan kegiatan RHL seluas 41,7 juta Ha, terdiri atas : Kelompok I : 23,53 juta Ha Kelompok II : 5,58 juta Ha Kelompok III : 12,58 juta Ha 4. Berdasarkan DAS Prioritas, areal indikasi yang perlu perlakuan kegiatan RHL adalah sbb : DAS Prioritas I seluas 11,3 juta Ha DAS Prioritas II seluas 24,1 juta Ha DAS Prioritas III seluas 20,3 juta Ha DAS bukan prioritas seluas 40,6 juta Ha 5. Hasil Penghitungan disajikan pada : Tabel 1. Rekapitulasi Luas Indikasi RHL per Pulau/Kelompok Pulau Tabel 2. Rekapitulasi Luas Indikasi RHL dalam Kawasan Hutan per Pulau/Kelompok Pulau Hasil Perhitungan secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 1, dan untuk peta indikasi RHL per Propinsi disajikan pada Lampiran 2.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Hasil awal yang disampaikan pada laporanini perlu dditerjemahkan dengan hati-hati sesuai dengan kondisi ekosistem dan pengelolaan kawasan pada propinsi atau daerah terkait, terutama dalam hubungannya dengan kelompok penutupan vegetasinya. 2. Sesuai dengan kondisi penutupan lahan/vegetasinya : a. Kelompok I seluas 43,60 juta Ha perllu menjadi prioritas dalam kegiatan RHL dengan pola reboisasi. b. Kelompok II seluas 36,36 juta Ha yang merupakan kelompok penutupan vegetasi yang terdiri dari hutan sekunder dapat dimasukkan dalam kegiatan rehabilitasi denganpola pengayaan tanaman atau permudaan alam. c. Kelompok III seluas 16,37 juta Ha yang kebanyakan berada di luar kawasan hutan dapat dilakukan rehabilitasi dengan pola penghijauan, dan sesuai dengan kondisi biofisik (iklim, tanah) kelompok III yang diantaranya terdapat savana 1,07 juta Ha tidak perlu dilakukan rehabilitasi. SARAN 1. HAsil identifikasi awal kawasan hutan dan lahan yang perlu dialkukan rehabilitasi masih bersifat indikatif. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian berkaitan denganhasil identifikasi ini adalah : Penunjukan Kawasan Hutan an PEriaran untuk 3 Propinsi belum tuntas sehingga dalam identifikasi ini masih menggunakan Peta TGHK Penyesuaian dengan data DAS dan batas administrasi pemerintahan yang lebih kini Data persebaran penduduk dan sosial budaya setempat Berbagai data, informasi dan masukan dari daerah ataupun unit kerja lain yang sesuai dengankonidisi ekosistem danpengelolaan kawasan setempat Perlu dilakukan ceking lapangan terhadap hasil identifikasi ini. 2. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran lebih detil yang bukan hanya berupa persebaran lokasi dan luas RHL melainkan juga kondisi areal yang berkaitan dengan fisik dan infrastruktur setempat yang tersedia.