3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

WAKTU PERENDAMAN DAN PERIODE BULAN : PENGARUHNYA TERHADAP KEPITING BAKAU HASIL TANGKAPAN BUBU DI MUARA SUNGAI RADAK, PONTIANAK

RANCANG BANGUN BUBU LIPAT UNTUK MENANGKAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DIDIN KOMARUDIN

IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BENTUK MATA JARING DAN SUDUT KEMIRINGAN YANG BERBEDA

EFEKTIVITAS CELAH PELOLOSAN (ESCAPE GAP) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR UNTUK MENUNJANG KELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN

MODIFIKASI KONSTRUKSI PERANGKAP LIPAT UNTUK MENANGKAP KEPITING BAKAU MODIFICATION OF COLLAPSIBLE POT CONSTRUCTION TO CAPTURE MANGROVE CRABS

REKONSTRUKSI PINTU MASUK BUBU LIPAT LOBSTER DAN PENGARUH PENGGUNAAN TUTUPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN

3 METODOLOGI. 3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari persiapan penelitian, penelitian pendahuluan, dan penelitian utama.

3 METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 4 Urutan dan penempatan bubu pada tali utama

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN

ANALISIS TINGKAH LAKU KEPITING BAKAU (SCYLLA SERRATA) TERHADAP PERBEDAAN SUDUT KEMIRINGAN PINTU MASUK DAN CELAH PELOLOSAN BUBU (SKALA LABORATORIUM)

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU (SKALA LABORATORIUM)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Pelaksanaan Penelitian Penentuan stasiun

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

Sumber: [2 Agustus 2010] Posisi pengoperasian alat tangkap pada tiap setting

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu variabel tak bebas (dependent

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

PERSAMAAN GARIS LURUS

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot)

1. Mendeskripsikan proses pelolosan ikan pada tiga jenis BRD yaitu TED super shooter, square mesh window dan fish eye

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan tingkat

BAB III METODE PENELITIAN. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Analisis koefisien gesek statis dan kinetis berbagai pasangan permukaan bahan pada bidang miring menggunakan aplikasi analisis video tracker

METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

PENGGUNAAN BENTUK DAN POSISI CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU. Shape and Position Escape Gap Application of Collapsible Mud Crab Trap

Kajian Matematika SMP Palupi Sri Wijiyanti, M.Pd Semester/Kelas : 3A3 Tanggal Pengumpulan : 14 Desember 2015

Analysis Modification of Traps with Escaped Gap Used Diferent Baits Toward Catching Crabs Mangrove (Scylla serrata) Rembang Waters Area

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT KOTAK DENGAN BUBU LIPAT KUBAH TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN

BAB II. Landasan Teori

Analisis Pengaruh Nilai Ujian Masuk terhadap Indeks Prestasi Mahasiswa

STUDI KASUS TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH ANALISIS KUANTITATIF

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus)

BAB IV PERHITUNGAN GAYA-GAYA PADA STRUKTUR BOX

BAB 4 HASIL PENELITIAN. penelitian ini, terlebih dahulu dideskripsikan karakteristik responden secara

BAB 2 LANDASAN TEORI. satu variabel yang disebut variabel tak bebas (dependent variable), pada satu atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU

BAB 2 LANDASAN TEORI

Comparison of catch with Trapsand Modified TrapsTo Catch Mangrove Crab (Scylla serrata) in Mangrove Ecosystem Sayung, Demak

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan peundang-undangan. Hal tersebut

Oleh : Fuji Rahayu W ( )

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS TINGKAH LAKU KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA UMPAN DAN STADIA UMUR YANG BERBEDA (SKALA LABORATORIUM)

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB 2 LANDASAN TEORI. disebut dengan bermacam-macam istilah: variabel penjelas, variabel

BAB IV PROSES PENGERJAAN DAN PENGUJIAN

PERBEDAAN JENIS UMPAN DAN WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DENGAN BUBU LIPAT SKALA LABORATORIUM

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dilakukan peramalan, Oleh karena itu perlu diperkirakan atau diramalkan situasi apa dan

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Pengumpulan Data

BAB 2 LANDASAN TEORI

II. BAHAN DAN METODE

GERAK ROTASI. Hoga saragih. hogasaragih.wordpress.com

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP 1) : Memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

III. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Metode Kerja

Gambar 3 Lampu tabung.

MATERI DAN METODE. Tabel 1. Jumlah Kuda Delman Lokal Berdasarkan Lokasi Pengamatan. Kuda Jantan Lokal (ekor) Minahasa

BAB III METODE PENELITIAN. Bursa Efek Indonesia (BEI). S edangkan waktu yang digunakan dalam melakukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAB II LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regressison analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun persamaan

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan lapangan. Penelitian di

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sasaran penelitian ini berkaitan dengan obyek yang akan ditulis, maka

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kualiitatif yang merujuk pada data deskriptif ( deskriptif

Soal Babak Penyisihan OMITS 2008

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN SIDAT DENGAN MENGGUNAKAN BUBU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI POSO SULAWESI TENGAH

Berikut ini adalah gambar secara skematis karangka pemikiran penelitian :

III. METODE PENELITIAN. data laporan keuangan perbankan tahun , yang diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai dengan

Bab V Metode Penelitian

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

Transkripsi:

25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan ukuran mata jaring dan sudut kemiringan lintasan masuk bubu. Tahap kedua adalah penentuan konstruksi pintu masuk bubu, sedangkan tahap ketiga adalah pengujian pintu masuk bubu atas dasar hasil percobaan sebelumnya. Penelitian tahap pertama dilakukan antara bulan Desember 2011-April 2012, sedangkan penelitian tahap kedua dan ketiga dilaksanakan antara bulan Mei-Agustus 2012. Seluruh penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan (TAP), Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran mata jaring lintasan, sudut kemiringan lintasan masuk, ukuran dan bentuk pintu masuk bubu meliputi 1 unit akuarium berukuran 150 50 50 (cm) sebagai wadah percobaan, 1 unit akuarium berukuran 90 60 50 (cm) sebagai wadah filter air, 1 unit akuarium berukuran 60 60 45 (cm) sebagai wadah penampung kepiting bakau (Scylla serrata), empat model lintasan masuk bubu yang terbuat dari jaring polyethylene (PE) 210/D6 berkerangka kawat galvanis berukuran 47,5 20,5 (cm) dengan ukuran mata jaring masing-masing 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci (Gambar 14), video camera, busur derajat, penggaris, 1 unit termometer, timbangan dan jangka sorong. Pengujian pintu masuk bubu menggunakan beberapa peralatan, seperti bak percobaan berdiameter 1,5 m dengan tinggi 0,75 m, 2 unit bubu yang dimodifikasi pintu masuknya, 2 unit bubu standar (nelayan) untuk uji coba pintu masuk, 1 unit filter, busur derajat, penggaris, 1 unit termometer, timbangan dan jangka sorong. Bubu lipat nelayan dan hasil modifikasi memiliki ukuran 48 30,5 18 (cm). Bahan yang digunakan secara keselurahan dalam penelitian ini adalah 40 kepiting bakau dan 1800 l air laut.

26 Gambar 14 Model lintasan berupa jaring dengan ukuran mata 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode percobaan. Percobaan yang dilakukan meliputi penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk, sudut kemiringan lintasan masuk bubu, ukuran dan bentuk pintu masuk bubu. Selain itu, dilakukan uji coba konstruksi bubu yang telah dimodifikasi dan bubu standar di dalam bak percobaan. Seluruh proses penelitian dilakukan di laboratorium. 3.3.1 Penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu Penelitian ditujukan untuk mendapatkan ukuran mata jaring yang mudah dilintasi oleh kepiting bakau. Ukuran mata jaring yang di uji coba adalah 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci. Ukuran mata jaring yang terpilih dijadikan sebagai ukuran mata jaring pada lintasan masuk bubu dan digunakan pada pengujian sudut kemiringan lintasan masuk bubu. Urutan percobaannya mengikuti tahapan berikut: 1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan masuk yang terbuat dari jaring dengan ukuran mata 0,5 inci di tengah akuarium percobaan membentuk sudut kemiringan α = 20 o standar; 2. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan; yang merupakan sudut kemiringan dari bubu 3. Bagian belakang model lintasan masuk ditempatkan umpan untuk menarik kepiting bakau agar mau bergerak melewati lintasan; 4. Kepiting bakau dibiarkan bergerak melintasi lintasan dan seluruh

27 pergerakannya di atas lintasan diamati secara visual; 5. Pengujian diulang tiga kali untuk kepiting bakau yang sama; 6. Sebanyak enam kepiting bakau dengan ukuran lebar karapas mulai dari 6,28-9,8 cm digunakan untuk proses pengujian ini; dan 7. Tahapan kerja yang sama juga dilakukan dengan menggunakan lintasan yang terbuat dari jaring dengan ukuran mata 0,75; 1 dan 1,25 inci. Pada Gambar 15 dijelaskan ilustrasi posisi kepiting bakau di dalam akuarium pada uji penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu. Arah gerak α Gambar 15 Ilustrasi posisi kepiting bakau, jaring lintasan dan umpan pada uji penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu 3.3.2 Penentuan sudut kemiringan lintasan masuk bubu Percobaan bertujuan untuk mendapatkan sudut kemiringan pada lintasan masuk bubu yang mudah dilalui kepiting bakau saat memasuki bubu. Sudut kemiringan yang digunakan sebesar 20 o, 40 o dan 60 o. Dasar penggunaan sudutsudut tersebut untuk mendapatkan hasil yang berbeda secara signifikan. Sudut kemiringan yang terpilih dari percobaan digunakan pada lintasan masuk bubu modifikasi. Tahap percobaan dalam menentukan sudut kemiringan lintasan masuk sebagai berikut: 1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan masuk yang terbuat dari jaring dengan ukuran mata jaring 1 inci (diperoleh dari percobaan sebelumnya) di tengah akuarium dengan sudut kemiringan α = 20 o ; 2. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan masuk; 3. Umpan diletakkan di belakang model lintasan masuk supaya kepiting bakau bergerak mendekati dan melintasi model lintasan; 4. Kepiting bakau dibiarkan bergerak melintasi model lintasan dan setiap

28 pergerakannya diamati secara visual; 5. Hasil pengujian dan pengamatan dicatat pada datasheet; 6. Pengujian dilakukan sebanyak 18 ulangan dengan menggunakan 8 kepiting bakau yang memiliki ukuran mulai dari 6,28-10,1 cm; dan 7. Tahapan uji coba yang sama dilakukan pada 2 sudut selanjutnya, yaitu 40 o dan 60 o. Berikut adalah ilustrasi posisi kepiting bakau dalam penentuan sudut kemiringan lintasan yang ditunjukkan pada Gambar 16. Arah gerak α Gambar 16 Ilustrasi posisi kepiting bakau, jaring lintasan dan umpan pada uji penentuan sudut kemiringan lintasan masuk bubu 3.3.3 Penentuan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu Percobaan dilakukan untuk mendapatkan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu yang mudah dilalui kepiting bakau, tapi kepiting bakau tidak dapat keluar dari pintu masuk bubu. Ukuran dan bentuk pintu masuk bubu disesuaikan dengan tingkah laku dan ukuran kepiting bakau, yaitu tebal tubuh kepiting bakau yang sudah layak tangkap. Urutan proses penentuan ukuran dan bentuk mulut masuk bubu sebagai berikut: 1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan di tengah akuarium membentuk sudut kemiringan α = 20 o dengan jaring yang memiliki ukuran mata 1 inci; 2. Sekeping kaca diletakkan di atas model lintasan hingga membentuk sebuah celah yang lebarnya disesuaikan dengan ketebalan kepiting bakau layak tangkap; 20 o, 40 o dan 60 o 3. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan masuk;

29 4. Umpan diletakkan di belakang model lintasan supaya kepiting bakau mau bergerak dan melewati celah mulut yang terbentuk; 5. Kepiting bakau dibiarkan bergerak dan seluruh pergerakannya diamati secara visual; 6. Ketinggian dan posisi keping kaca dapat dirubah untuk membentuk suatu celah yang mudah dilewati kepiting bakau dan sulit kembali ke posisi semula; 7. Posisi keping kaca dan model lintasan yang membentuk celah masuk digambar agar tidak terjadi pengulangan; 8. Ukuran dan bentuk mulut masuk tersebut dijadikan acuan untuk merancang mulut masuk bubu; dan 9. Pengujian dilakukan tiga kali ulangan dengan menggunakan tiga kepiting bakau yang memiliki ukuran mulai dari 6,86-9,05 cm. Berikut adalah ilustrasi posisi kepiting bakau dalam menentukan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu yang ditunjukkan pada Gambar 17. Kaca Tinggi pintu masuk Arah gerak α Model lintasan masuk Gambar 17 Ilustrasi susunan jaring lintasan dan kepingan kaca pada penentuan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu 3.3.4 Perbandingan jumlah kepiting yang tertangkap pada bubu lipat standar (S) dan bubu lipat modifikasi (M) Percobaan ini dilakukan setelah semua pengujian di atas selesai dilakukan. Percobaan yang dilakukan di dalam bak percobaan ini bertujuan untuk membandingkan jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu standar dengan bubu modifikasi. Banyaknya kepiting bakau yang tertangkap, tingkah laku dan kemudahan kepiting bakau saat memasuki bubu akan menggambarkan

30 keefektifan dari kedua bubu dalam menangkap kepiting bakau. Berikut adalah tahapan pengujian efektivitas bubu lipat: 1. Dua bubu standar dan dua bubu modifikasi ditempatkan di dalam bak percobaan dengan posisi masing-masing bubu yang sama saling berhadapan. Setiap bubu diisi umpan; 2. Sebanyak 30 kepiting bakau dengan ukuran yang bervariasi, baik ukuran kecil, sedang dan besar yang telah diketahui ukuran panjang, lebar dan tebal karapasnya dimasukkan ke dalam bak percobaan (Lampiran 1); 3. Pergerakan kepiting bakau di dalam bak percobaan diamati; 4. Percobaan dilakukan sebanyak 20 kali ulangan; 5. Setiap percobaan diberi waktu 20 menit; dan 6. Kepiting-kepiting yang tertangkap di dalam bubu dihitung dan dicatat pada datasheet. Pada Gambar 18 dijelaskan susunan dari kedua jenis bubu di dalam bak percobaan. Ø 1,5 m T bak = 0,75 m T air = 0,3 m S Masuk M M S M M Gambar 18 Ilustrasi posisi bubu standar (S) dan bubu modifikasi (M) pada pengujian keefektifan bubu dalam menangkap kepiting bakau

31 3.4 Analisis Data Analisis data yang digunakan pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Masing-masing analisis data disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Analisis data No. Tujuan 1. Menentukan kenormalan ukuran kepiting bakau yang akan digunakan pada percobaan di laboratorium Analisis Regresi 2. Menentukan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu Deskriptif 3. Menentukan sudut kemiringan lintasan masuk bubu Deskriptif 4. Menentukan bentuk dan ukuran pintu masuk bubu Deskriptif 5. Menentukan posisi, bentuk dan ukuran celah pelolosan 6. Membandingkan jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu lipat standar dan bubu lipat modifikasi Deskriptif Uji Kolmogorov- Smirnov 3.4.1 Analisis regresi Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan yang di dalamnya terdapat sebuah variabel dependent (tergantung) dan variabel independent (bebas). Analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi linear tunggal. Persamaan regresi adalah formula matematika yang mencari nilai variabel dependent dari nilai variabel independent yang diketahui (Santoso 1999). Model umum untuk analisis regresi tersebut adalah (Matjik dan Sumertajaya 2000): Y = β 0 + β 1 x + ε Keterangan : Y : Peubah tak bebas/peubah respon; β 0 : Intersep/perpotongan dengan sumbu tegak; β 1 : Kemiringan/gradient; x : Peubah bebas/peubah penjelas; dan ε : Galat. Analisis regresi yang digunakan pada penelitian ini untuk menentukan hubungan antara lebar L karapas-tebal T tubuh kepiting, tebal T tubuh kepiting- panjang P karapas dan tebal T tubuh kepiting-berat B tubuh kepiting bakau.

32 Variabel terikat (dependent) pada penelitian ini adalah tebal karapas kepiting bakau yang harus dicari besarannya. Adapun panjang, lebar karapas dan berat kepiting bakau menjadi variabel bebas (independent). Variabel terikat digambarkan pada sumbu y dan variabel bebas digambarkan pada sumbu x. Keeratan hubungan dari panjang P, tebal T, lebar L dan berat B kepiting bakau dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Apabila nilai koefisien korelasi (r) kurang dari 0,6, maka model regresi terkait hubungan antar variabel dapat dianalisis (Wicaksono 2006). 3.4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov Uji Kolmogorov-Smirnov merupakan salah satu uji yang termasuk pada uji data dua sampel yang tidak berhubungan (independent). Uji ini berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan untuk dua sampel yang independent (Santoso 1999). Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu modifikasi dan bubu standar. Hipotesis pada kasus ini sebagai berikut: 1. H o : Kedua populasi identik (jumlah kepiting bakau yang tertangkap oleh kedua bubu tidak berbeda secara signifikan); dan 2. H 1 : Kedua populasi tidak identik (jumlah kepiting bakau yang tertangkap oleh kedua bubu berbeda secara signifikan). Dasar pengambilan keputusan pada kasus ini sebagai berikut: 1. Jika probabilitas > 0,05, maka H o diterima; dan 2. Jika probabilitas < 0,05, maka H o ditolak.