BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa di zaman ini telah menjadi bagian wajib dari kehidupan manusia. Sadar atau tidak, media massa telah menempati posisi penting untuk memuaskan kebutuhan manusia akan informasi. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua memiliki kebutuhan informasi mereka sendiri-sendiri. Tengok saja majalah, koran, radio, acara televisi, sampai media online yang berkembang dengan segmentasinya masing-masing. Ada media yang fokus untuk anak-anak, ada yang fokus untuk komunitas tertentu, media untuk kawula muda, media bagi wanita dewasa, dan bagi segmentasi lainnya. Kehadiran para media massa yang masih berjalan hingga sekarang menjadi bukti bahwa informasi dibutuhkan oleh masyarakat. Namun, perlu diingat bahwa beda orang bisa jadi beda kebutuhan informasinya sehingga pada akhirnya media massa melakukan segmentasi ketika akan memasarkan produknya. Menurut Nurudin (2007 : 139) media massa sendiri menjadi syarat mutlak bagi saluran komunikasi massa. Menurut Bittner, yang dikutip dari buku Psikologi Komunikasi karya Jalaludin Rakhmat (2005 : 188), komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar khalayak.
Bicara soal komunikasi massa, Nurudin (2007 : 206) menyatakan bahwa komunikasi massa tentu mempunyai efek bagi audiensnya. Bisa berupa efek primer atau sekunder. Efek primer meliputi terpaan, perhatian, dan pemahaman dari audiens, sementara efek sekunder meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan pengetahuan dan sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih) audiensnya. Ketika masyarakat mengonsumsi media massa, maka secara otomatis terjadilah komunikasi massa. Komunikasi massa ini akan menghasilkan efek primer atau sekunder yang bisa menjadi semacam pengukuran untuk mengetahui bagaimana atau sejauh mana respon audiens akan informasi dari media massa. Melihat media massa, audiens, serta komunikasi massa yang terjadi, akan timbul pertanyaan seperti apakah audiens menerima mentah-mentah setiap informasi yang disampaikan oleh media massa? Atau apakah audiens menolak setiap informasi yang disampaikan oleh media massa? Atau mungkin juga gabungan keduanya? Menjawab pertanyaan ini bisa dilakukan melalui analisis resepsi, yang mencoba untuk menelaah di manakah posisi audiens. McQuail (1997) menyatakan bahwa analisis resepsi menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi sosial budaya dan proses pemberian makna melalui persepsi audiens atas pengalaman dan produksinya. Intinya, analisis resepsi memposisikan audiens dalam konteks dimana banyak faktor yang bisa mempengaruhi bagaimana audiens membaca serta menciptakan makna dari teks. Hall, seperti dikutip Baran dan Davis (2000 : 262), mengusulkan tiga model pemaknaan yang mengkategorikan hubungan antara pembuat pesan dengan
audiens dan bagaimana pesan itu dimaknai. Pertama, dominant hegemonic, dimana penulis menggunakan kode-kode yang dapat diterima umum dan pembaca akan menafsirkan serta membaca pesan tersebut dengan pesan yang telah diterima secara umum. Singkatnya, tidak ada perbedaan penafsiran antara penulis dan pembaca. Kedua, negotiated meaning, dimana penulis menggunakan kode yang dipunyai khalayak, namun khalayak menerima dan membacanya tidak dalam pengertian umum, melainkan cenderung menggunakan keyakinannya dan mengkompromikannya dengan kode yang disampaikan penulis. Singkatnya, khalayak memiliki alternatif interpretasi, dimana mereka bisa saja salah menginterpretasi atau tidak setuju dengan beberapa aspek yang dimaksud penulis. Ketiga, oppositional coding, dimana penulis tidak menggunakan acuan budaya atau keyakinan khalayak pembacanya sehingga pembaca akan menggunakan acuan budaya dan keyakinan mereka sendiri. Singkatnya, pembaca menolak secara penuh apa yang disampaikan penulis. Dari pernyataan di atas, bisa dibilang jika audiens memiliki tiga kemungkinan posisi sebagai audiens media massa. Apakah dia menerima secara penuh, menerima sebagian dan menyesuaikan dengan karakter audiens-nya, dan menolak secara penuh setiap informasi yang disampaikan. Salah satu media massa yang cukup populer adalah majalah. Majalah sendiri termasuk mudah ditemui di toko-toko buku yang ada di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit pedagang keliling yang menjajakan majalah dari satu tempat ke tempat lainnya. Jenis majalah sendiri terbagi oleh sasaran dari media
massanya, seperti majalah anak, majalah remaja, majalah bagi pria penyuka otomotif, sampai majalah wanita. Bila menilik majalah wanita, rasanya tidak salah jika mengaitkan majalah wanita dengan fashion. Ya, hampir semua majalah wanita memberikan informasi mengenai fashion di dalamnya. Mulai dari informasi mengenai gaya berpakaian sampai cara berdandan atau make-up yang sedang menjadi trend. Lalu apakah itu fashion? Malcom Barnard (1996 : 11-13) dalam bukunya yaitu Fashion sebagai Komunikasi menyatakan bahwa fashion sendiri memiliki banyak definisi. Ada salah satu definisi yang tepat untuk menunjukkan fashion sekarang, yaitu definisi dari Polhemus dan Procter seperti yang dikutip oleh Malcom Barnard (1996 : 13) yang mengartikan fashion adalah sama dengan dandanan, gaya dan busana. Ada juga pemahaman lain mengenai fashion yang dikemukakan Brent D.Ruben (2006 : 167-168) yang mengartikan bahwa fashion adalah bagian dari apperance (penampilan). Ada beberapa faktor yang memberikan kontribusi pada penampilan, yaitu hair (rambut), physique (fisik), dress (pakaian), adornment (aksesoris / perhiasan), dan artifacts (artifak). Fashion juga bisa dilihat dari sudut rambut, pakaian, dan aksesoris. Melihat pada definisi tersebut, sepertinya tepat jika menyatakan bahwa wanita dan fashion berkaitan. Ini disebabkan kata dandanan, gaya, dan busana memiliki hubungan yang lebih intim dengan wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia sendiri banyak pusat perbelanjaan dan jika melirik pada
apa yang disuguhkan di sana, jauh lebih banyak yang ditawarkan pada wanita dibandingkan pada pria. Hal sederhana yang bisa kita lihat adalah majalah fashion yang ada di Indonesia. Berapa banyak majalah fashion untuk wanita yang beredar, bila dibandingkan dengan majalah fashion untuk pria? Dari sini saja bisa ditarik kesimpulan bahwa wanita dan fashion adalah dua hal yang erat hubungannya. Tentu dengan tambahan jika mereka tidak erat hubungannya, maka sudah sejak lama majalah fashion wanita akan hilang dari peredaran. Salah satu majalah fashion yang cukup populer di Indonesia adalah Elle Indonesia. Elle Indonesia sendiri merupakan majalah wanita Indonesia yang memberikan informasi seputar dunia fashion, baik itu fashion di Indonesia ataupun di luar negeri. Secara garis besar isi majalah Elle Indonesia merupakan ulasan mengenai trend dari para desaigner, cara memadukan pakaian, aksesoris, gaya dari para bintang Hollywood, fashion highlights, workbook yang menceritakan tokoh wanita yang bisa bekerja dengan pakaian kerja yang fashionable, inspirasi gaya untuk liburan, tips untuk menggunakan warna yang tepat, dan iklan-iklan mengenai fashion di hampir setiap lembar. Selain informasi fashion, ada beberapa artikel yang mengangkat kisah atau kehidupan public figure di Indonesia dan luar negeri. Ada pula informasi lainnya, namun kadar materi fashion-nya masih menempati posisi yang dominan. Majalah Elle juga beroperasi di banyak negara lain dan menjadi salah satu majalah fashion yang diperhitungkan di dunia. Lalu fakta majalah ini masih aktif
hingga sekarang adalah bahwa majalah ini sudah memiliki tempat tersendiri bagi para audiensnya. Melihat fenomena ini, yaitu bagaimana majalah fashion di Indonesia masih beroperasi dan memiliki tempat tersendiri bagi audiens, peneliti ingin mengetahui di manakah posisi audiens menggunakan analisis resepsi. Pada penelitian Tren Fashion dalam Majalah di Mata Pembaca Wanita: Studi Fenomenologi Wanita Pembaca Elle Indonesia Periode Maret-Mei 2013 di Bandar Lampung, peneliti akan memfokuskan penelitian pada posisi audiens wanita dari majalah Elle Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.) Di manakah posisi khalayak wanita terhadap materi fashion dalam majalah Elle Indonesia periode Maret Mei 2013 dilihat dari sudut pandang studi resepsi? 2.) Mengapa khalayak wanita tersebut memposisikan dirinya di posisi dominant, negotiated reading, atau oppositional? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui posisi khalayak wanita terhadap materi fashion dalam majalah Elle Indonesia periode Maret Mei 2013 menggunakan studi resepsi dan sebab-sebab yang membentuk khalayak pembaca wanita tersebut berada di posisi dominant, negotiated reading, atau oppositional.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Akademik: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu di bidang komunikasi, khususnya dalam studi resepsi audiens terhadap materi fashion. 1.4.2. Signifikansi Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai bagaimana posisi audiens wanita majalah Elle Indonesia, serta faktor pendorong yang membuat khalayak pembaca perempuan mengambil posisi tersebut.