BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

Harian Kontan 14/07/2016, hal. 24 Chubb Life Fokus Digital EX-CC-AAJI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB I PENDAHULUAN. industri dalam lima tahun terakhir yaitu periode , terdapat kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jenis Jaminan Kesehatan Jumlah (Jiwa) Persentase TOTAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN SEMESTA DIY TAHUN 2013 MENUJU BPJS 2014 DINAS KESEHATAN D.I.YOGYAKARTA

RINGKASAN INFORMASI INHEALTH MANAGED CARE*) PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia. 1.6 Usia Peserta 15 (lima belas) hari 64 (enam puluh empat) tahun.

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TRANSFORMASI PT. ASKES (PERSERO) PT. Askes (Persero)

Bisnis Indonesia 02/03/2017, Hal. 22 Indonesia Re Incar Pasar Asean

ESENSI DAN UPDATE RENCANA PENYELENGGARAAN BPJS KESEHATAN 1 JANUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN. mekanisme asuransi atau pertanggungan. Undang-Undang Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. bukan komersial. Potensi pengembangan industri asuransi di Indonesia sangat

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN PERSI DAN PERSI DAERAH. Dr.dr.Sutoto,M.Kes

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. secara berkelanjutan, adil dan merata menjangkau seluruh rakyat.

IMPLEMENTASI JKN DAN MEKANISME PENGAWASANNYA DALAM SISTEM KESEHATAN NASIONAL. dr. Mohammad Edison Ka.Grup Manajemen Pelayanan Kesehatan Rujukan

PERKEMBANGAN BPJS DAN UNIVERSAL COVERAGE DENGAN SISTEM PEMBAYARAN PROVIDER DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN. Yulita Hendrartini

Dr Gede Subawa. M. Kes. AAAK

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)

BAB I PENDAHULUAN. terakhir terus mengalami peningkatan. Puluhan perusahaan lokal maupun

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan pokok yang harus diperhatikan setiap

INSURANCE OUTLOOK 2016: NAVIGATING FINANCIAL MARKET VOLATILITY Jakarta, 24 November 2015

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Rumah Sakit menjadi

OPSI ALTERNATIF: PERCEPATAN CAKUPAN SEMESTA ASURANSI KESEHATAN SOSIAL DI INDONESIA*

BAB I PENDAHULUAN. 28H dan pasal 34 Undang-Undang Dasar Dalam Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

RINGKASAN INFORMASI INHEALTH GROUP PERSONAL ACCIDENT*) PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pernafasan dan prematuritas, kemudian angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2015). Sedangkan kesehatan menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009

Peran PERSI dalam upaya menyikapi Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit tidak bangkrut. Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016

BAB I PENDAHULUAN. BPJS sebagai salah satu subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional yaitu fungsi

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Republik pasal 246, Asuransi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KESIAPAN & STRATEGI RUMAH SAKIT SWASTA MENGHADAPI JKN

Bisnis Indonesia 04/04/2017, Hal. 22 Asuransi dan Dapen Belum Kecipratan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu

QUO VADIS JAMKESDA KULON PROGO? Drg. Hunik Rimawati, M.Kes

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)

DR. UMBU M. MARISI, MPH PT ASKES (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam bidang kesehatan. World Health Organization (WHO)

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.05/2015 TENTANG PRODUK ASURANSI DAN PEMASARAN PRODUK ASURANSI

- 2 - PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga

Accidental & Health. Hospital Income& Surgical Benefit

BAB 1 PENDAHULUAN. megancam perekonomian negara-negara berkembang, termasuk industri asuransi.

BAB I PENDAHULUAN. berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. yang tidak mampu untuk memelihara kesehatannya maka pemerintah mengambil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun Pada tahun 1985

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)

Investor Daily 16/05/2017, Hal. 23 Sequis Life Bukukan Premi Rp 2,9 Triliun

BAB I PENDAHULUAN. secara global dalam konstitusi WHO, pada dekade terakhir telah disepakati

Investor Daily 18/01/2017, Hal. 23 Aset Asuransi Syariah Naik 28%

Bisnis Indonesia 01/03/2017, Hal. 22 Bancassurance Jadi Andalan

ASURANSI KESEHATAN. Oleh : AEP NURUL HIDAYAH (RKM ) REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN POLITEKNIK TEDC BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar, Pertanggungan Tambahan dan Alokasi Investasi)

DALAM SISTEM. Yulita Hendrartini

RINGKASAN ILUSTRASI ANDA (Pertanggungan Dasar dan Pertanggungan Tambahan)

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Bisnis Indonesia 15/07/2016, hal. 7 Asuransi Tawarkan Alternatif EX-CC-AAJI

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Accident & Health Hospital Income & Surgical Benefit

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /POJK.05/2015 TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KOORDINASI MANFAAT DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Data Bisnis Asuransi dan Reasuransi Syariah TW IV 2014

Dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA., AAK

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1992 pasal 3 ayat 2, dan pasal 4 ayat 1 dan 2 tentang Program

PELAKSANAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

WALIKOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN INFORMASI INHEALTH CREDIT LIFE*) Inhealth Credit Life (Asuransi Jiwa Berjangka). PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi kesehatan swasta memainkan peran besar dan meningkat di seluruh dunia. Pengalaman internasional dan menunjukkan bahwa peran asuransi kesehatan swasta signifikan di negara-negara dengan disparitas tingkat pendapatan dan struktur sistem kesehatan yang sangat tinggi. Pada negara-negara dengan tingkat pengeluaran pribadi yang sangat tinggi, para pembuat kebijakan menyadari peran asuransi kesehatan swasta dalam sistem kesehatan mereka dan mengatur sektor ini dengan tepat sehingga mendukung tujuan tercapainya cakupan universal dan ekuitas (Sekhri, 2014). Bagaimana Peran Asuransi Kesehatan Swasta dalam Kebijakan Kesehatan Negara Berkembang. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem asuransi kesehatan swasta yang buruk memang bisa memperparah ketidaksetaraan, menyediakan cakupan hanya untuk muda dan sehat, dan menyebabkan eskalasi biaya Namun, ketika diatur dengan baik, asuransi kesehatan swasta dapat memainkan peran positif dalam meningkatkan akses dan pemerataan di banyak negara. Akhirnya, asuransi kesehatan swasta terus menjadi penting bahkan di negara-negara di mana cakupan universal telah dicapai. Peran Asuransi swasta akan melengkapi system public karena mereka berkembang. (Sekhri, 2014) Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) maka Indonesia mengalami reformasi dalam pembiayaan Kesehatan meskipun demikian kebijakan ini tetap memberikan peluang kepada Asuransi Komersial untuk bersinergi melaksanakan JKN sebagai mitra dengan melaksanakan skema Coordination of Benefit (COB). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per 31 Desember 2013, jumlah perusahaan perasuransian yang memiliki izin usaha untuk beroperasi di Indonesia adalah 400 perusahaan, terdiri atas 140 perusahaan asuransi dan reasuransi, dan 260 perusahaan penunjang asuransi. Jumlah premi bruto industri asuransi pada 1

2 tahun 2013 mencapai Rp193,06 triliun, meningkat 9,76% dari angka tahun sebelumnya Rp 175,89 triliun. Datam lima tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto adalah sekitar 16,3%. Hwang dan Greenford (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan industri perasuransian di China memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap perkembangan ekonomi makro negara tersebut. Menurut hasil penelitian Beck dan Levine (2004), negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan industriyang tinggi, asuransi berpengaruh secara positif terhadap faktor produksi, tabungan dan akumulasi modal investasi. Bukti lain pentingnya peran industri asuransi juga ditunjukkan oleh Feyen et al (2011) yang melakukan pengujian dan analisis antar negara (cross country analysis) tentang kontribusi industri asuransi terhadap perkembangan perekonomian 15 negara Eropa. Hasil studi Ward dan Zurbruegg (2002) di negara-negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan bahwa, terdapat hubungan kausalitas yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan asuransi. Di Australia, sejak diperkenalkannya asuransi kesehatan masyarakat di pertengahan tahun 1980-an, proporsi masyarakat Australia yang dijamin oleh asuransi komersial mengalami penurunan sehingga pemerintah Australia membuat kebijakan pada tahun 1990-an dengan memberikan subsidi premi sebesar 30% untuk tetap menaikkan proporsi asuransi komersial(stavrunova, Yerokhin, 2014). Berbeda dengan Di Uganda, setelah skema)national Health Insurance (NHI) yang bersifat wajib diterapkan maka 44% pekerja dan 65% pemberi kerja akan meninggalkan asuransi komersial untuk beralih ke NHI karena potensi kerjasama dan saling melengkapi antara keduanya tidak mungkin terjadi (Zikusooka, et al, 2009) Penelitian di Ghana menunjukkan bahwa 61,1% responden saat ini sedang terdaftar di NHIS, 23,9% tidak diperpanjang asuransi mereka setelah mendaftar pemerintah dan 15% belm pemah terdaftar. Alasan adalah kualitas layanan yang buruk (58%), keterbatasan financial (49%) dan provider (23%). Jenis kelamin, status perkawinan, agama dan persepsi status kesehatan responden secara

3 signifikan mempengaruhi keputusan mereka untuk mendaftarkan diri dan tetap NHIS (Boateng, Awunyor-Vitor, 2013). Pengenalan Undang-Undang Asuransi Kesehatan (HIA) pada tahun 2006 merupakan langkah penting menuju peraturan persaingan datam sistem kesehatan Belanda. Pilihan asuransi merupakan prasyarat penting untuk efisiensi datam sistem kesehatan berdasarkan peraturan tersebut. Selain asuransi dasar yang bersifat wajib, sekitar 90% dari penduduk Belanda memiliki asuransi sukarela. Penanggung dapat menerapkan risk rating dan seleksi risiko asuransi sukarela, tetapi tidak untuk asuransi dasar. Karena hampir semua perusahaan asuransi Belanda menawarkan asuransi dasar dan asuransi sukarela sebagai produk bersama, pilihan konsumen perusahaan asuransi untuk asuransi dasar dapat dibatasi oleh asuransi sukarela (Due imelinck, van de Ven, 2014). Pada era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), perusahaan asuransi komersial ikut bersinergi datam mensukseskan pelaksanaan JKN dengan menjadi mitra dan melakukan koordinasi manfaat atau Coordination Of Benefit (COB) serta telah dibuktikan dengan ditandatangani kesepakatan bersama antara PT ASKES (Persero) dengan AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) dan AAUI (Asosiasi Asuransi Umum Indonesia) No 260/SPK/1113 jo. No. 774/AAJI/2013 jo. No. 02/Moll/AAUI-ASKES/2013 tentang Koordinasi Manfaat dalam Implementasi Jaminan Sosial Bidang Kesehatan pada tanggal 14 November 2013. Industri asuransi menjadi salah satu pilar dalam pertumbuhan ekonomi menurut data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Tahun 2015, Maka di Indonesia jumlah masyarakat yang memiliki polis private health insurance di Indonesia cukup besar, tetapi pada periode implementasi JKN jumlah tertanggung dan premi cenderung mengalami penurunan.

4 Tabel 1. Data Kepesertaan Private Health Insurance di Indonesia Parameter Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Q2 2015 Total Tertanggung (orang) 53.402.017 41.659.335 40.436.925 40.420.163 Total Premi (dalam jutaan rupiah) 21.581.789 18.811.138 19.983.331 10.595.239 Total Klaim (dalam jutaan rupiah) 5.998.655 6.124.697 7.109.837 4.043.778 Catatan: Tahun 2015 data realisasi sampai dengan Bulan Juni 2015 Sumber :Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Tahun 2015 Ada 19 perusahaan asuransi jiwa dan 11 perusahaan asuransi umum yang telah melakukan koordinasi manfaat dengan BPJ S kesehatan. Koordinasi manfaat adalah suatu proses koordinaasi, pelayanan kesehatan diantara dua atau lebih asuradur yang menjamin orang yang sama, tujuannya untuk mencegah terjadinya Pembayaran yang berlebih dari biaya yang harus dibayarkan kepada provider atau tertanggung. Koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB) antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi asuransi, memiliki peran ganda. selain, dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi program JKN, kalangan asuransi swasta diijinkankan memasarkan produk kesehatan itu. Intinya, koordinasi manfaat berlaku apabila peserta BPJS Kesehatan membeli asuransi kesehatan tambahan dari Penyelenggara Program Asuransi Kesehatan Tambahan atau badan penjamin lainnya yang notabene asuransi komersial yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Koordinasi manfaat yang diperoleh peserta BPJS Kesehatan tidak melebihi total jumlah biaya pelayanan kesehatannya artinya mempunyai dua asuransi tidak menyebabkan peserta mendapatkan keuntungan dari sakit yang dideritanya. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang sesuai kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asuransi komersial(samosir, 2014). Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, pada pasal

5 24 dimana peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya dapat mengikuti asuransi kesehatan tambahan. Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya atas kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat dibayar oleh peserta yang bersangkutan, Pemberi kerja, atau Asuransi kesehatan tambahan. Dijelaskan datam Peraturan Direksi BPJS nomor 04 tahun 2014 pada pasal 1 ayat 2 bahwa BPJS Kesehatan merupakan penjamin utama atas program jaminan kesehatan. Permasalahan yang terjadi pada koordinasi manfaat program jaminan kesehatan adalah mekanisme pelayanan yang meliputi sistem rujukan berjenjang. sistem rujukan berjenjang diberlakukan oleh BPJS Kesehatan tujuannya untuk memastikan bahwa kasus yang dirujuk adalah benar-benar diperlukan secara medis dan ditentukan oleh dokter sehingga, bukan merupakan keinginan sendiri dari pasien (tanpa indikasi medis) karena pelayanan kesehatan yang diberikan tanpa indikasi medis adalah salah satu pelayanan yang tidak dijamin BPJS Kesehatan. Fasilitas kesehatan tingkat pertama tersebut akan merujuk ke rnmah sakit yang dituju dengan jenjang diatasnya. peserta pemilik duajaminan kesehatan BPJS Kesehatan dan asuransi komersial tidak dapat langsung mengawinkan manfaat dari kedua jaminan tersebut. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dituju dan asuransi komersial, peserta koordinasi manfaat tidak bisa memilih rumah sakit sesuai dengan keinginannya. Selain permasalahan sistem rujukan dan terbatasnya fasilitas kesehatan yang melayani peserta koordinasi manfaat, ada permasalahan double cost yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan dimana perusahaan harus membayar premi dua asuransi bagi karyawannya namun manfaat yang didapatkan hanya satu. Sesuai dengan prinsip koordinasi manfaat BPJS Kesehatan, koordinasi manfaat yang diperoleh peserta tidak melebihi total jumlah biaya pelayana kesehatannya artinya jika jumlah biaya perawatan yang diklaim rumah sakit Iebih besar dari tarif Indonesia Case Based Groups (Ina CBG's), asuransi tambahan yang akan membayar selisihnya namun jika tidak melebihi dari tarif Ina CBG maka tidak akan ada pembayaran dari asuransi tambahan sebagai penjamin kedua. Salah satu contoh asuransi komersial yang telah melakukan koordinasi

6 manfaat dengan BPJS Kesehatan adalah Asuransi Mandiri Inhealth (PT. AJII). Hal ini dapat dilakukan karena Asuransi Mandiri Inhealth mempunya Produk Managed Care dimana mempunyai pola pelayanan rujukan berjenjang, seperti pola yang diterapkan dalam program JKN. B. Rumusan Masalah Rumusan Masalah : 1. Bagaimana mekanisme pembiayaan peserta Asuransi dalam kerangka COB di Rumah Sakit swasta di semarang. 2. Bagaimana Persepsi Peserta terhadap pembiayaan dan pelayanan COB. 3. Bagaimana Persepsi Manajemen rumah Sakit terhadap pembiayaan COB. C. Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian : 1. Mengkaji pelaksanaan koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan Asuransi Mandiri Inhealth. 2. Mendeskripsikan proporsi pembiayaan pada Program COB Antara PT. Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia dan BPJS Kesehatan 3. Mengetahui persepsi peserta asuransi dan manajemen Rumah Sakit terhadap pelaksanaan koordinasi manfaatantara BPJS Kesehatan dengan Asuransi Mandiri Inhealth. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Asuransi Mandiri Inhealth a. Memberikan informasi mengenai implementasi program COB. b. Memberikan Informasi tentang persepsi peserta dan manajemen Rumah Sakit. c. Memberikan masukan dalam hal pengembangan produk COB. 2. Bagi Penulis Memperluas pengetahuan tentang pelaksanaan koordinasi manfaat dan

7 proporsi pembiayaan antara BPJS Kesehatan dengan PT. Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia E. Keaslian Penelitian Penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya tentang penetapan premi, antara lain: 1. (Irse Desy Yana, 2012) Analisa Sistem Koordinasi Manfaat Jaminan Kesehatan antara PT. Jasa Raharja dan Bapel Jamkesos Propinsi DIY. a. Penelitian ini mengkaji proses COB pada kasus kecelakaan lalu lintas, sedangkan penelitian Saya untuk semua kasus yang dijamin oleh PT. AJ. Inhealth Indonesia. b. Pelaksanaan koordinasi manfaat antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan Bapel Jamkesos Propinsi DIY dan Penelitian Saya antara BPJS Kesehatan dengan PT. AJ. Inhealth Indonesia.