TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan kedelai di Indonesia selalu mengalami peningkatan seiring

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

PENGARUH WAKTU PENCUCIAN DAN VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif dan generatif. Stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak tanaman

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

BAHAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PADA KEDALAMAN MUKA AIR DAN LEBAR BEDENGAN DI LAHAN MINERAL DAN MINERAL BERGAMBUT SYAFINA PUSPARANI

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh air dilakukan dengan cara sub surface irrigation (Wiroatmodjo et al., 1990). Budidaya jenuh air adalah cara penanaman di atas bedengan dengan memberikan pengairan terus menerus di dalam parit. sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh air. namun tidak menggenang (Purwaningrahayu et al., 2004). Menurut Mulatsih et al. (2000) budidaya jenuh air diselenggarakan dengan membuat kondisi bedengan jenuh air secara terus menerus sejak 2 MST sampai masak fisiologis. Caranya adalah dengan mengalirkan air melalui saluran di antara petak-petak percobaan dengan tinggi genangan dipertahankan maksimum 15 cm di bawah permukaan tanah. Tinggi muka air dalam budidaya jenuh air dipertahankan terus menerus dengan menberikan air pada ketinggian 5, 10, dan 15 cm di bawah permukaan tanah yang dimulai pada saat tanaman kedelai berumur 14 hari sampai dengan panen (Suwarto et al., 1994). Budidaya jenuh air dilakukan dengan cara pengairan yang terus menerus sejak tanaman berumur dua minggu sampai polong mencapai masak fisiologis. Tinggi air disaluran dipertahankan ± 5 cm di bawah permukaan tanah untuk membuat petak penanaman jenuh air (Ghulamahdi dan Aziz, 1992). Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi terus menerus dan membuat tinggi muka air tanah tetap (sekitar 5 cm dibawah permukaan air tanah) sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Air diberikan sejak tanaman kedelai berumur 14 hari sampai polong berwarna coklat (Hunter et al., 1980). Tinggi muka air tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya (Natahnson et al., 1984).

5 Budidaya jenuh air tidak tergenang melainkan sudah melebihi kapasitas lapang. Air diberikan secara terus-menerus sejak tanaman berumur dua minggu hingga masak fisiologis. Air dialirkan melalui saluran-saluran diantara petakanpetakan dan tingginya dijaga tetap berada beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah. Sistem ini dapat diterapkan pada lahan dengan irigasi cukup baik maupun yang berdrainase kurang baik. Disamping itu, pada lahan sawah yang dalam satu musim (tahun) selalu ditanami padi, sistem ini cukup baik untuk memperbaiki pola tanam yang sudah ada (Soertojo, 1993). Penerapan budidaya jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik maupun pada areal dengan drainase kurang baik. Penanaman palawija pada areal dengan drainase kurang baik menggunakan sistem surjan. Sistem surjan memerlukan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan budidaya jenuh air, karena bedengannya cukup tinggi (Ghulamahdi, 1999). Tanggap Varietas terhadap Budidaya Jenuh Air Pertumbuhan bintil akar aktif pada budidaya jenuh air berlangsung lebih lama daripada budidaya biasa. Pada budidaya biasa pertumbuhan bintil akar aktif mencapai maksimum pada umur 6 minggu setelah tanam (MST), sedangkan pada budidaya jenuh air masih tetap meningkat sampai umur 9 MST (Ghulamahdi, 1990). Pertumbuhan kedelai setelah aklimatisasi ditunjukkan oleh banyaknya akar dan bintil akar yang muncul pada tanah yang jenuh air. selanjutnya daun menjadi hijau dengan laju pertumbuhan lebih tinggi pada budidaya basah dibandingkan pada budidaya biasa (Avivi, 1995). Budidaya jenuh air meningkatkan komponen hasil dan hasil benih serta memperbaiki keragaan variabel mutu fisik dan mutu fisiologis benih kedelai. Budidaya basah walaupun tidak selalu meningkatkan viabilitas benih, tetapi tidak berbahaya untuk produksi benih (Raka et al., 1995). Budidaya jenuh air nyata meningkatkan ACC (1-aminocyclopropane-1- carboxylic acid) akar, etilen akar, glukosa akar, lingkar leher akar, bobot kering bintil, aktivitas nitrogenase, serapan hara daun, bobot kering tanaman, dan bobot

6 kering biji. Pada budidaya jenuh air kandungan ACC akar lebih tinggi pada umur 5, 7, dan 8 MST dan kandungan etilen lebih tinggi pada umur 6 MST (Ghulamahdi, 1999). Kondisi jenuh air dapat meningkatkan jumlah bintil akar tanaman. Jika kondisi tanah jenuh air terjadi pada saat tanaman berumur 15-30 hari setelah tanam (HST) maka pertumbuhan tertekan dan hasil menurun 15-25% dibanding tanpa kondisi jenuh air (Adisarwanto, 2001). Budidaya jenuh air dapat meningkatkan panjang akar, bobot kering bintil akar, luas daun, laju transpirasi, lebar bukaan stomata daun, kandungan air nisbi daun, laju asimilasi bersih, dan laju pertumbuhan nisbi tanaman. Pada budidaya jenuh air bobot kering total tanaman, jumlah polong isi, hasil biji, indeks panen, dan efisiensi penggunaan air lebih tinggi pada varietas berumur sedang dibanding varietas berumur genjah. Peningkatan hasil biji kedelai dengan penerapan teknologi budidaya jenuh air atau budidaya basah berkisar antara 85-229% (Purwaningrahayu et al., 2004). Pemberian jumlah air berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum pemberian jumlah air semakin sedikit menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Batang tanaman memendek, daun menyempit, dan semakin sedikit, bobot kering tajuk semakin rendah, dan jumlah polong semakin sedikit pada pemberian air yang makin sedikit (Zen et al., 1993). Bobot kering bintil akar pertanaman pada budidaya jenuh air di media dengan tinggi muka air 15, 10, dan 5 cm lebih tinggi daripada di media kontrol. Bobot kering bintil akar tertinggi diperoleh dari tanaman di media dengan tinggi muka air 15 cm tanpa dipupuk nitrogen, sedangkan bobot biji per tanaman tertinggi diperoleh dari tanaman yang ditumbuhkan di media dengan tinggi muka air 15 cm dan dipupuk nitrogen (Suwarto et al., 1994). Menurut Savitri et al. (2002) berdasarkan ukuran biji yang berhubungan dengan daya toleransi varietas terhadap kondisi budidaya basah atau penjenuhan, bahwa kedelai berukuran biji besar lebih toleran terhadap penjenuhan dibandingkan dengan kedelai berukuran biji sedang dan berukuran biji kecil.

7 Lahan Pasang Surut Lahan pasang surut adalah lahan yang terbentuk dari endapan marin dan fluviomarin dan dicirikan oleh adanya lapisan tanah yang mengandung pirit. Lapisan tanah ini kemudian dijadikan dasar dalam pengelompokkan lahan. Lahan sulfat masam bersulfida dangkal memiliki kedalaman lapisan pirit < 50 cm, sehingga tidak sesuai untuk tanaman palawija, sedangkan lahan sulfat masam bersulfida dalam memiliki kedalaman lapisan pirit > 50 cm, sehingga relatif aman dan sesuai untuk budidaya kedelai (Rachman et al., 1985). Menurut Humairil dan Khairullah (2000) luas lahan pasang surut di Indonesia mencapai 20.15 juta hektar. Dari luas tersebut 9.45 juta hektar sesuai untuk kegiatan pertanian dan baru sekitar 3.59 juta hektar yang dimanfaatkan, sedangkan Sabran et al. (2000) menyatakan bahwa sekitar 5.6 juta hektar lahan pasang surut sesuai untuk kegiatan pertanian dan dari luasan tersebut 2.6 juta hektar berpotensi untuk pengembangan dalam skala besar. Lahan pasang surut memiliki reaksi tanah yang masam sebagai hasil dari proses oksidasi lapisan sulfida (pirit). Budidaya kedelai di lahan pasang surut yang masam akan menghadapi kemungkinan keracunan Al, kahat hara N, P, dan K serta drainase yang buruk. Alumunium berasal dari degradasi mineral liat yang hancur akibat kemasaman tanah yang tinggi. Walaupun kadar bahan organik cukup tinggi, N tersedia pada umumnya rendah karena proses mineralisasi bahan organik terhambat akibat tanah masam dan lembab. Unsur hara P tidak tersedia karena diikat oleh Al dan Fe membentuk senyawa komplek yang mengendap. Sedangkan ketersediaan hara K rendah karena mengalami pencucian setelah terdesak dari komplek jerapan. Drainase buruk diakibatkan oleh permukaan air tanah yang dangkal, sehingga diperlukan saluran drainase yang lebih intensif (Rachman et al., 1985). Di lahan pasang surut pada kondisi kering biasanya akan terjadi proses oksidasi lapisan pirit yang menyebabkan tanah menjadi masam, kelarutan unsur beracun (Al, Fe, dan Mn) meningkat dan miskin hara. Kondisi tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman, produksi menjadi rendah, dan tidak menguntungkan bagi petani. Akibatnya petani tidak lagi mengusahakan lahan

8 tersebut dan dibiarkan menjadi lahan tidur. Jika air tersedia cukup, maka petak sawah akan digenangi air dan dapat menghambat oksidasi lapisan pirit. Selain itu, gerakan air pasang surut dan besarnya curah hujan akan mempercepat proses pencucian unsur beracun sepperti Al, Fe, Zn, dan Mn dari petakan sawah. Oleh karena itu, pengelolaan air menjadi faktor kunci keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman (Alwi dan Nazemi, 2003). Menurut Sabran et al. (2000) kedelai pada umumnya diusahakan di lahan pasang surut tipe C (tidak terluapi oleh pasang besar) dengan pola tanam padikedelai atau kedelai palawija lain. Petani transmigrasi memperkenalkan sistem surjan yang memungkinkan untuk mengusahakan kedelai pada lahan pasang surut tipe B (terluapi oleh pasang besar). Kendala usahatani kedelai di lahan pasang surut adalah genangan air. Tanaman kedelai pada umumnya tidak toleran tanah tergenang. Genagan air yang berkepanjangan akan mengurangi ketersediaan oksigen di lapisan perakaran. Respirasi akar akan terganggu, yang dalam jangka panjang dapat mematikan tanaman. Selain itu, genangan yang terjadi setelah biji ditanam menghambat difusi oksigen sehingga respirasi biji terganggu. Karena itu, kedelai tidak bisa ditanam di lahan pasang surut yang tegenang (Sabran et al., 2000). Jangkauan air pasang masuk ke lahan pertanian di lahan pasang surut berbeda-beda sesuai dengan tipe luapan air di lahan tersebut. Perbedaan tersebut menyebabkan perlunya penyesuaian antara tipe luapan dengan pola tanam. Setiap tipe luapan air membutuhkan sistem pengelolaan air yang spesifik. Sistem pengelolaan air di setiap tipe luapan air tersebut dapat menyebabkan perubahan sifat kimia tanah. Perubahan tersebut berbeda antara satu sistem pengelolaan air dengan sistem yang lain. Oleh karena itu, perlu dipelajari dan didapatkan sistem pengelolaan air spesifik yang mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan berdasarkan dinamika sifat kimia tanah (Alwi dan Nazemi, 2003).