BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa. hilang kontak dengan kenyataan yaitu penderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang kehidupan

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik. gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI Kesenjangan. tenaga non-medis seperti dukun maupun kyai, (Kurniawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan

BAB 1. PENDAHULUAN. dunia menderita skizofrenia selama hidupnya, biasanya bermula dibawah usia 25 tahun, berlangsung

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN. mood, khususnya gangguan ansietas. 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

EXPRESSED EMOTION PADA KELUARGA PENDERITA GANGGUAN JIWA

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB III METODE PENELITIAN. berdasarkan angka-angka yang diperoleh dari hasil analitik statistik

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

KEHIDUPAN ACARA KHUSUS: GANGGUAN BIPOLAR DIBANDINGKAN DENGAN DEPRESI UNIPOLAR

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

PERAN KELUARGA PADA PEMULIHAN KESEHATAN JIWA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Gangguan bipolar dulunya dikenal sebagai gangguan manik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

berinteraksi dan menghadapi penyakit ODS, akan mempengaruhi baik atau buruknya perjalanan penyakit ODS.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik

Gangguan Mental Emosional pada Masyarakat di Rancabuaya Shelly Iskandar 1, Arifah Nur Istiqomah 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan laju modernisasi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang. kebebasan (American Psychiatric Association, 1994).

Transkripsi:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Skizofrenia Skizofrenia didefinisikan sebagai abnormalitas pada satu atau lebih dari lima domain berikut: waham, halusinasi, pikiran yang kacau (berbicara), perilaku yang abnormal atau sangat tidak teratur (termasuk katatonia), dan simtom negatif. Skizofrenia berlangsung selama minimal 6 bulan dan mencakup setidaknya 1 bulan dari simton fase aktif. 11 Di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup skizofrenia adalah sekitar 1 persen, yang berarti bahwa sekitar 1 dari 100 orang dapat menimbulkan skizofrenia dalam hidupnya. The Epidemiologic Catchment Area study yang disponsori oleh Institut Nasional Kesehatan Mental melaporkan prevalensi seumur hidup skizofrenia sebesar 0.6 sampai 1.9 persen. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of mental disorder Text Revision (DSM-IV-TR), kejadian tahunan skizofrenia berkisar 0.5 sampai 5.0 per 10.000, dengan beberapa variasi geografis (misalnya, insiden lebih tinggi untuk orang yang lahir di daerah perkotaan negara-negara industri). Skizofrenia ditemukan dalam semua masyarakat dan wilayah geografis, dan insiden dan prevalensi kira-kira sama di seluruh dunia. 1 Prevalensi skizofrenia adalah sama pada laki-laki dan perempuan. Tetapi, awitan dan perjalanan penyakit berbeda berdasarkan jenis kelamin. Awitan terjadi lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan. Lebih dari setengah dari semua pasien skizofrenik laki-laki, tetapi hanya sepertiga dari semua pasien skizofrenik perempuan, yang pertama kali dirawat di rumah sakit jiwa sebelum usia 25 tahun. Usia puncak awitan adalah 10 sampai 25 tahun untuk laki-laki, dan 25 sampai 35 tahun untuk perempuan. Awitan skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 60 tahun sangatlah jarang. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa lakilaki lebih cenderung mengalami gangguan gejala negatif daripada perempuan, dan perempuan lebih cenderung memiliki fungsi sosial yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Secara umum, hasil akhir terhadap pasien skizofrenik perempuan lebih baik daripada pasien skizofrenik laki-

laki. Ketika awitan terjadi setelah usia 45 tahun, gangguan ini disebut sebagai awitan lambat. 1 Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0.3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah mengalami skizofrenia. 12 II.2 Beban perawatan pada pasien skizofrenik Penyakit mental yang berat, seperti skizofrenia, memiliki konsekuensi yang luas bagi pasien dan keluarga mereka. Bagi pasien sendiri, perawatan diri mungkin akan terhambat, kapasitas untuk hubungan sosial berkurang, dan berkurangnya peluang pekerjaan. Penyakit mental menciptakan hambatan untuk hidup mandiri dan dapat mengurangi kepuasan hidup. Keluarga pasien mengalami perasaan kehilangan dan kesedihan. Mereka dihadapkan dengan ketidakpastian dan perasaan malu, bersalah, dan kemarahan. Seperti pasien skizofrenik sendiri, mereka merasa tersingkir dan terisolasi secara sosial. Hidup mereka dapat terganggu dengan memberikan perawatan lebih dari biasanya yang sesuai untuk usia pasien. Dalam kasus-kasus di mana timbal balik antara anggota keluarga tidak seimbang, perubahan perawatan normal berubah menjadi pengasuhan. Penambahan peran asuhan pada peran keluarga yang sudah ada dapat menjadi stres, baik secara psikologis maupun ekonomis. 13 Penderitaan dan beban dalam merawat anggota keluarga yang sakit mental dirasakan sangatlah tinggi. 14 Beban didefinisikan sebagai dampak negatif dari merawat orang yang mengalami gangguan yang dialami oleh pengasuh pada aktivitas mereka (beban objektif) atau perasaan (beban subjektif) yang melibatkan emosional, kesehatan fisik, kehidupan sosial, dan status keuangan. 7,10 Beban telah didefinisikan sejak tahun 1966. Grad dan Sainsbury pada tahun 1966 menyatakan bahwa beban adalah dampak negatif terhadap keluarga oleh karena merawat anggota keluarga yang sakit. Selanjutnya, beban itu dibagi ke beban objektif dan beban subjektif. 7,15

jiwa. 20 Expressed emotion merupakan pengukuran dari sikap keluarga Hoenig dan Hamilton mendefinisikan beban objektif sebagai suatu peristiwa atau kegiatan yang berhubungan dengan pengalaman negatif caregiver, sedangkan beban subjektif merupakan perasaan yang muncul pada caregiver yang disebabkan oleh pemenuhan pengasuhan dari fungsi caregiver. 8,16,17 Zarit, Reever & Bach-Peterson mendefinisikan beban caregiver sejauh mana caregiver merasakan emosional, kesehatan fisik, kehidupan sosial, dan status keuangan mereka sebagai akibat dari merawat kerabat mereka yang sakit. Mereka melihat suatu beban sebagai suatu hasil persepsi subjektif caregiver ketika merawat orang yang mengalami gangguan. 16,18,19 II.3 Pengaruh expressed emotion keluarga terhadap pasien skizofrenik Banyak faktor yang terlibat dalam kekambuhan skizofrenia. Salah satu faktor kontribusi yang secara konsisten ditemukan berhubungan dengan kekambuhan adalah emosional di dalam lingkungan rumah yang ditunjukkan oleh anggota keluarga pasien skizofrenik yang disebut sebagai expressed emotion. Secara umum, expressed emotion mengukur suasana emosional di dalam lingkungan rumah berdasarkan indeks adanya sikap kritis/ critical comments (CC), perilaku bermusuhan, dan keterlibatan emosional yang berlebihan (emotional over involved {EOI})/ sikap yang mengganggu ketika keluarga berbicara tentang pasien dalam sebuah wawancara yang dilakukan selama pasien di rawat di rumah sakit terhadap pasien psikotik dan juga terhadap emosional lingkungan dari keseluruhan pasien. Konsep expressed emotion diperkenalkan pada studi yang dilakukan oleh Brown dan kawan-kawan, dimana expressed emotion terbukti memiliki pengaruh pada kekambuhan pasien skizofrenik. Nilai prediktif expressed emotion dikonfirmasikan dalam studi replikasi dilakukan oleh Vaughn dan Leff. Beberapa respons emosi negatif

diungkapkan oleh keluarga, seperti permusuhan, kritikan dan keterlibatan emosional yang berlebihan, yang mendalam pada kasus penyakit mental yang disebabkan stigma sosial dan prilaku psikotik yang tidak terduga, secara signifikan berhubungan dengan kekambuhan pada pasien psikotik. Sejumlah penelitian telah dilakukan yang melibatkan tidak hanya pasien skizofrenik tetapi juga pasien dengan bentuk-bentuk psikosis, seperti gangguan afektif dan gangguan makan. Expressed emotion yang tinggi merupakan faktor risiko untuk kekambuhan dalam berbagai kondisi psikopatologis. 21 Expressed emotion ditetapkan sebagai pengukuran empiris yang dapat dipercaya sebagai beberapa aspek emosional kehidupan keluarga. Konsep ekspresi emosi didasarkan pada bagaimana keluarga pasien psikiatri secara spontan berbicara tentang pasien. Keluarga diklasifikasikan memiliki expressed emotion yang tinggi jika mereka memberikan komentar kritis lebih dari jumlah ambang yang ditentukan atau menunjukkan adanya tanda-tanda permusuhan atau ditandai keterlibatan emosional yang berlebihan. 4-5 Dalam dekade terakhir, studi tentang expressed emotion telah dilakukan pada berbagai sampel pasien, dan status expressed emotion pada umumnya telah terbukti menjadi prediktor yang baik bagi kekambuhan gangguan psikiatri. Misalnya, risiko terjadinya kekambuhan pada pasien skizofrenia setelah dirawat pada keluarga yang memiliki expressed emotion yang tinggi dua kali lebih besar dibandingkan pada pasien dengan expressed emotion keluarga yang rendah. 5,22 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Solomon dan kawankawan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa expressed emotion yang tinggi berhubungan dengan sikap pasien terhadap kepatuhan pengobatan dan kontak sosial. 4 Penelitian yang luas terhadap expressed emotion telah mampu menunjukkan dengan baik bahwa fenomena ini sebagai prediktor yang handal dan kuat terhadap berbagai kekambuhan gangguan yang bervariasi selain skizofrenia, termasuk gangguan mood, gangguan makan, alkohol, depresi, serta penyakit fisik. Bagaimanapun juga, sedikitnya

pemahaman tentang mekanisme dan proses ini mempunyai hubungan yang konsisten antara expressed emotion dan kekambuhan. Penelitian telah memberikan beberapa bukti dimana expressed emotion merupakan cerminan dari pola perilaku transaksional antara pasien dan gaya koping keluarga, dan menunjukkan hubungan dua arah. 4 Sebuah tinjauan pada 13 studi baru-baru ini yang meneliti hubungan antara expressed emotion dan atribusi dari pengasuh tentang perilaku pasien mendukung kesimpulan bahwa keyakinan pengasuh memainkan peran penting dalam proses kekambuhan dalam cara yang bervariasi. Oleh karena itu, informasi yang valid dari pendapat tersebut tampaknya penting untuk mengembangkan intervensi terapi pada keluarga yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka secara spesifik. 22 II.4 Hubungan antara beban perawatan dengan expressed emotion pada pasien skizofrenik Beban dan stres yang tinggi pada keluarga yang merawat pasien telah dilaporkan secara subjektif dan hal ini menyebabkan munculnya expressed emotion yang tinggi. Ikatan kekeluargaan yang kuat terlihat dapat mengurangi beban perawatan yang berdampak pada expressed emotion keluarga. 6 Expressed emotion yang tinggi pada keluarga yang mengalami penyakit kronik tampaknya lebih berkaitan dengan reaksi personal secara langsung dan tanggung jawab dalam perawatan, terutama pada psikosis episode pertama. Jika pengasuh dalam jangka waktu yang lama meyakini bahwa mereka tidak dapat merawat penyakit pasien, mereka lebih merasakan stres dan depresi, memiliki pandangan yang lebih negatif dari dampak perawatan, dan kurangnya strategi proaktif pada avoidant coping, sehingga kemungkinan besar dapat meningkatkan perasaan beban yang dirasakan. 10 II.5 Family Questionnaire (FQ) Meskipun banyak usaha untuk mengukur stres pada pengasuh pasien skizofrenia, beberapa penulis telah mengeksplorasi korelasi antara

penilaian keluarga dengan simtom dan tingkah laku stres psikologis dan beban yang mereka alami. Quinn dan kawan-kawan mengusulkan bahwa FQ memberikan penilaian yang dibutuhkan untuk mengukur perbedaan dimensi terhadap stres dalam merespons simtom pada pasien skizofrenik. 14 FQ merupakan skala laporan diri (selft-report scale) untuk menilai expressed emotion; dikembangkan dan divalidasi oleh Wiedemanna, Raykia, Feinsteinb, dan Hahlwegc departemen psikiatri dan psikoterapi dari Universitas Tubingen, di Jerman. Pengembangan versi awal pada FQ dilakukan oleh para ahli klinis yang berpengalaman, disusun berdasarkan pernyataan anggota keluarga penderita skizofrenia, mengenai interaksi dan cara bersosialisasi dalam keluarga. Kuesioner ini diperkenalkan pertama sekali pada tahun 2001 dan terdiri dari 130 pertanyaan, selanjutnya pada tahun 2002 mengalami pemampatan menjadi 30 butir dan pada akhirnya versi yang terbaru terdiri dari 20 pertanyaan. Di dalam FQ terdapat empat pilihan jawaban yang memungkinkan mulai dari tidak pernah/sangat jarang = 0; jarang = 1; sering = 2; hingga sangat sering= 3. Nilai titik potong (cutt of score) pada FQ adalah 23 (ekspresi emosi rendah 23 < ekspresi emosi tinggi). 23 Instrumen ini telah divalidasi di Indonesia oleh Nurtantri pada tahun 2005, dimana akurasi pengukuran FQ terhadap seseorang yang mempunyai expressed emotion tinggi adalah sebesar 94.3%. Sensitivitas alat ukur ini adalah sebesar 95.5% dengan spesifisitas 93.8%. 23 Pengembangan versi akhir FQ terdiri dari 20 butir pertanyaan, yang mencakup 2 dimensi (domain) yang berbeda dari expressed emotion keluarga pasien skizofrenik, yaitu: kritik/ critical comments dan keterlibatan emosional yang berlebihan/ emotional over involvement. Critical comments didasari oleh isi dan/atau intonasi suara. Kata-kata yang menyatakan kritik apabila keluarga tidak menyukai, tidak menyetujui atau sikap/ perilaku yang menampakkan kemarahan. Emotional over involvement didasari oleh terdapatnya respons emosional yang berlebihan terhadap penyakit pasien, ditandai dengan pengorbanan diri yang tidak

Cina. 25 Zarit Burden Interview versi bahasa Indonesia telah divalidasi oleh biasa dan perilaku sayang/ setia yang berlebihan, atau memberikan perlindungan yang sangat berlebihan. Hasil dari analisis faktor menunjukkan 2 underlying construct dari ke 20 butir pertanyaan FQ. Faktor ke-1 mempunyai korelasi yang kuat pada butir-butir pertanyaan 3, 5, 9, 13, 17, dan 19, yang sesuai dengan butir pertanyaan pada komponen EOI. Faktor ke-2 mempunyai korelasi yang kuat pada butirbutir pertanyaan 2, 4, 12, dan 16 yang sesuai dengan butir pertanyaan pada komponen CC. II.6 Zarit Burden Interview (ZBI) The Zarit Burden interview (ZBI) merupakan suatu instrumen yang dikembangkan oleh Profesor Steven H. Zarit dari Universitas Pennsylania yang sering digunakan untuk menilai beban perawatan. Instrumen ini sudah diadaptasi dalam berbagai bahasa dan digunakan di berbagai negara antara lain Amerika Utara dan Eropa. Kesahihan dan keandalan instrumen ini juga telah dilakukan antara lain di Jepang, Korea, dan Rahmat LAE pada tahun 2009 dengan : 25 a. Validitas Kemampuan mendeteksi adanya caregiver dengan beban perawatan sebesar 75.7% (sensitivitas) dan mendeteksi adanya caregiver tanpa beban perawatan sebesar 83.6% (spesifitas) Dengan keakuratan pengelompokan tersebut sebesar 79.2% b. Realibilitas Didapatkan nilai cronbach alpha adalah 0.837 ( Z=0.351, p > 0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa ZBI andal dalam mengukur beban caregiver Instrumen ini dapat digunakan dengan cara self-rating maupun sebagai bagian dari wawancara. Pada caregiver ditanyakan 22 pertanyaan mengenai dampak dalam merawat lanjut usia dengan

disabilitas dalam kehidupan mereka, akan dinilai seberapa jauh merasa terbeban. Caregiver diminta untuk berespon terhadap 22 pertanyaan tersebut. Dalam setiap pertanyaan, caregiver diminta menandai seberapa sering mereka merasakan hal tersebut. Setiap butir pertanyaan dinilai dari 0 sampai 4, 0 = tidak pernah, 1 = jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = agak sering dan 4 = hampir selalu. Butir pertanyaan terakhir tentang bagaimana responden merasakan beban sehubungan peran mereka sebagai carer dinilai dari 0 sampai 4. Angka 0 = tidak sama sekali, 1 = sedikit, 2 = sedang, 3 = berat & 4 = sangat berat. Nilai total dihitung dengan cara menambahkan setiap butir dengan nilai bervariasi antara 0 sampai 88. Tidak ada skor cutoff tetapi semakin tinggi nilai yang didapat berarti semakin tinggi beban caregiver. Pedoman interpretasi nilai yang diperoleh sebagai berikut: 0-20 beban sedikit atau tidak ada, 21-40 beban ringan sampai sedang, 41-60 beban sedang sampai berat, 61-88 beban berat. 24-25 Ada dua skala pada ZBI yaitu tekanan pribadi (personal strain) dan tekanan peran (role strain). Tekanan pribadi meliputi pertanyaan nomor 1, 4, 5, 8, 9, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21 sedangkan tekanan peran meliputi pertanyaan nomor 2, 3, 6, 11, 12, 13. Tekanan pribadi menggambarkan bagaimana pengalaman tersebut dirasakan oleh pengasuh secara pribadi sebagai penuh dengan tekanan, dan tekanan peran adalah stres yang diakibatkan karena konflik dalam peran atau kelebihan beban dari pengasuh. 25

Kerangka Teori Pasien skizofrenik Keluarga pasien skizofrenik Beban subjektif: distres perasaan kehilangan kekhawatiran Beban perawatan Beban Objektif: kesehatan ekonomi kehidupan sosial Expressed emotion

Kerangka Konsep Pasien skizofrenik Keluarga pasien skizofrenik Tekanan pribadi Tekanan peran Beban perawatan critical comments emotional over involvement Expressed emotion