BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dalam industri (Heinrich, 1980). Pekerjaan konstruksi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara


BAB 1 : PENDAHULUAN. perhatian dan kerja keras dari pemerintah maupun masyarakat.

Amris Dzulfiqar 1) Putri Handayani 2)

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari resiko yang relatif sangat kecil dibawah tingkatan tertentu, dan hal

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, selain dapat meningkatkan perekonomian nasional juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. eksis. Masalah utama yang selalu berkaitan dan melekat dengan dunia kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan kesehatan seperti kelelahan kerja.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah-masalah baru yang harus bisa segera diatasi apabila perusahaan tersebut

BAB 1 : PENDAHULUAN. teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan kerja secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.Unimus.ac.id

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Proses industrialisasi telah mendorong tumbuhnya industri diberbagai sektor dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHSAS menyebutkan risiko

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh tenaga kerja di bengkel las (Widharto, 2007). Industri pengelasan merupakan industri informal yaitu industri yang

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan perlu melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB I PENDAHULUAN. melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan menyebabkan traumatic injury.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran aspek..., Aldo Zaendar, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan taraf hidup serta mengurangi pengangguran. Kehadiran

BAB I PENDAHULUAN. kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat manusia serta nilainilai

HUBUNGAN KEPATUHAN INSTRUKSI KERJA DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA BAGIAN PRODUKSI DI PT. ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dan dikondisikan oleh pihak perusahaan. Dengan kondisi keselamatan kerja

BAB I PENDAHULUAN. setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja.

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu upaya

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditandai dengan semakin berkembangnya prindustrian dengan mendayagunakan

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa arus globalisasi tersebut membawa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 Ditetapkan bahwa Setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan nasional, titik berat pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari masa ke masa. Dengan demikian, setiap tenaga kerja harus dilindungi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tempo kerja pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga dan pikiran

RUHYANDI DAN EVI CANDRA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi 6,4 sampai dengan 7,5 persen setiap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dunia perindustrian di era globalisasi mengalami perkembangan yang semakin pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. dan keahlian serta lingkungan. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe act)

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

I. PENDAHULUAN. serasi dan manusiawi. Pelaksanaannya diterapkan melalui undang- undang No. 13

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,

BAB I PENDAHULUAN. Temperature merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat. pertukaran panas diantara tubuh dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. dipelihara dan dikembangkan.oleh karena itu karyawan harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. memakai peralatan yang safety sebanyak 32,12% (Jamsostek, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. Potensi bahaya dan risiko kecelakaan kerja antara lain disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dunia industri erat kaitannya dengan proses produksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kemauan hidup sehat bagi seluruh penduduk. Masyarakat diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk upaya

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penduduk usia kerja di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 160

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI PADA PEKERJA PENGELASAN DI KECAMATAN GALANG KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan teknologi maju tidak dapat dielakkan, banyak perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN th > 49 th 2 9. Tidak Tamat SD - - Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT - -

BAB 1 PENDAHULUAN. yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang menjadi penentu pencapaian dan kinerja suatu perusahaan. Jika dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan suatu bangsa dan negara tentunya tidak bisa lepas dari peranan

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman yang serba modern ini, hampir semua pekerjaan manusia telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilakukan karena menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi 464,2 TWh pada tahun 2024 dengan rata-rata pertumbuhan 8,7% per

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Labour Organizatiom (ILO) 2013, 1 pekerja. pekerja kehilangan nyawa (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. namun penerapan alat pelindung diri ini sangat dianjurkan (Tarwaka,2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organisasi) dan. GATT (General Agremeent on Tariffs and Trade) yang akan berlaku tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produk yang akan dihasilkan untuk memenuhi persaingan pasar. Dalam masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan dan keselamatan kerja. Industri besar umumnya menggunakan alat-alat. yang memiliki potensi menimbulkan kebisingan.

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas yang sering dilakukan oleh manusia Peter Vi, (2000) dalam Tarwaka

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

BAB I PENDAHULUAN. (K3), karena dalam Standarisasi Internasional unsur Keselamatan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury. Secara keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja didefinisikan sebagai ilmu penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dengan memberikan perlindungan K3 diharapkan dapat bekerja dengan aman, sehat, dan produktif (Konradus, 2006). Menurut Ridley (2004), kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yangdapat menimbulkan korban manusia atau harta benda. Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang merugikan fisik orang lain. Kecelakaan yang disebabkan oleh kontak secara langsung yang disebabkan karena kontak dengan suatu energi listrik, panas, getaran dan kebisingan yang melewati ambang batas melalui tubuh manusia. Angka kecelakaan kerja berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) tahun 2014, diseluruh dunia terjadi lebih dari 337 juta kecelakaan dalam pekerjaan per tahun.setiap hari, 6.300 orang meninggal karena kecelakaan kerja atau penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Sekitar 2,3 juta kematian per tahun terjadi di seluruh dunia.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tergolong cukup tinggi. Berdasarkan data Jamsostek (2014), angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2014 mencapai 129.911 kasus. Dari jumlah kecelakaan tersebut sebagian besar atau sekitar 69,59 persen terjadi di dalam perusahaan ketika mereka bekerja. Sedangkan yang di luar perusahaan sebanyak 10,26 persen dan sisanya atau sekitar 20,15 persen merupakan kecelakaan lalu lintas yang dialami para pekerja. Menurut Henrich pada Kurniawidjaja menjelasakan bahwa penyebab utama dalam kecelakaan kerja adalah perilaku kerja tidak aman (unsafe act) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe conditions).kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja tidak aman (unsafe act).berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan (Kurniawidjaja, 2012). Beberapa pendekatan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cidera akibat kecelakaan. Beberapa pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja menunjukan bahwa perilaku mencapai hasil yang paling berhasil untuk mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti dengan pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, kemudian pendekatan engineering control sebesar 29% (Geller, 2001). Pentingnya pendekatan perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang

berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe behavior) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja (Geller, 2001). Pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan (Geller, 2001). Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktor-faktor yang berhubungan, diantaranya faktor dari dalam (internal) seperti : susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, tingkat pengetahuan, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti : lingkungan fisik/non fisik, iklim, sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003) Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak aman diantaranya penilitian yang dilakukan Hendrabuawana (2007), yang dilakukan pada Departemen Cor PT. Pindad Persero Bandung dengan penelitian deskriptif yang menggunakan metode cross sectional diperoleh 45,1% (23 orang) berperilaku kerja selamat dan 54,9% (28 orang) berperilaku tidak selamat. Sedangkan variabel yang berhubungan dengan perilaku bekerja selamat adalah pengawasan, peraturan, dan lingkungan.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Retnaini (2013), pada pekerja PT. Pupuk Kalimantan Timur dengan jumlah pekerja sebanyak 31 orang yang terdiri 10 orang personil kantor dan 21 orang personil lapangan dengan menggunakan penelitian deskriptif dan pendekatan cross sectionaldiperoleh 94% responden dalam kategori baik berperilaku aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan, motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan manajemen terhadap perilaku aman. Penelitian lainnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni (2014), pada pekerja Departemen Utility and Operation PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Devisi Bogasari Flour Mills tahun 2009 diperoleh responden yang berperilaku aman sebanyak 60% sedangkan yang tidak berperilaku aman sebanyak 40%. Usaha pengelasan merupakan salah satu sektor informal yang mempunyai tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja. Pekerjaan ini berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi, kebisingan (noise). Disamping itu, akan terjadi pula percikan-percikan api dan kerak-kerak logam pada pemotongan berbagai logam. Semua keadaan ini dapat menimbulkan bahaya kecelakaan atau penyakit akibat kerja (PAK) seperti terbakar, penyumbatan saluran pernafasan/paru-paru, sakit mata atau bahkan bisa menimbulkan kebutaan dan cacat permanen. Selain pekerja pengelasan itu sendiri, bahaya pengelasan juga mengenai orang yang berada disekitar lingkungan bengkel las, sebagai contoh sederhana penglihatan seseorang bisa terganggu apabila terkena percikan api pengelasan (Suharno, 2008).

Konstruksi las banyak sekali digunakan, pelaksanaan pekerjaan las makin besar sehingga kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan dengan pengelasan menjadi makin banyak. Kecelakaaan umumnya disebabkan karena pekerja tidak menerapkan safety act pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang kurang benar, pengaturan lingkungan yang tidak tepat. Untuk menghindari kecelakaan tersebut, perlu penguasaan tertentu dan mengetahui tindakan-tindakan yang menyebabkan faktor-faktor tersebut (Cary, 2005) Berdasarkan hasil studi kasus industri pengelasan di Bali oleh Syaaf (2008) diketahui bahwa kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh langkah kerja yang tidak aman, peralatan kerja yang tidak memadai, dan kondisi lingkungan fisik yang buruk. Studi memperlihatkan bahwa 50% dari pekerja mengalami pegal pada punggung setelah bekerja, 30% mengalami hearing loss (berkurangnya kemampuan pendengaran), dan 20% pengetahuan mereka juga kurang serta tingkat pendidikan maksimal setingkat SMA. Setelah melakukan observasi & wawancara yang dilakukan pada 6 bengkel las di sentra bengkel las wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat; maka dapat diketahui jumlah keseluruhan pekerja dari 6 bengkel las adalah 39 pekerja, umur rata-rata keseluruhan pekerja adalah 25 tahun, lama bekerja rata-rata adalah ± 1 30 tahun. Kemudian sebagian pekerja bengkel las yang mengetahui terkait tingkat pengetahuan serta persepsi terhadap bahaya & resiko yang ada pada bengkel las adalah 30% dan sisanya 70% tidak mengetahui terkait tingkat pengetahuan serta persepsi terhadap bahaya & resiko. Menurut pekerja las tersebut proses pengelasan berjalan sesuai prosedur, pada saat melakukan pengelasan tidak merasa aman

& nyaman, serta selalu memperhatikan lingkungan sekitar jika sedang bekerja. Sebagian besar pekerja las tersebut tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan alat pelindung diri (APD). Hasil observasi menunjukan bahwa sebagian besar pekerja las bekerja dengan tidak sesuai prosedur; banyak yang tidak memperhatikan keselamatan & kesehatan pada dirinya sendiri, seperti : tidak memakai alat pelindung diri khusus untuk pengelasan (safety welding) yaitu kacamata las berbahan trivex & tidak memakai masker khusus pengelasan. Selain itu, faktor dari ergonomi adalah melakukan pengelasan dengan cara membungkuk dan menjongkok dibandingan berdiri. Kemudian, tidak tersedianya air minum disekitar bengkel las; perilaku pekerja yang sudah menjadi kebiasaan, bekerja sambil merokok dan sikap pekerja yang tidak mau diatur, semaunya sendiri (dalam arti menggunakan APD yang sesuai bahaya oleh pemilik bengkel las). Dan yang terakhir ialah latar belakang pendidikan pekerja bengkel las sangat berhubungan besar dalam melakukan proses pengelasan. Kemudian sikap dalam bekerja pada pekerja bengkel las tersebut yang tidak aman mengakibatkan risiko kecelakaan akibat pengelasan. Kurangnya motivasi dan semangat dari atasan maupun rekan kerja menjadi kendala dalam berperilaku aman pada saat bekerja. Peran sesama pekerja bengkel las pun masih terbilang kurang terkait bahaya dan risiko terhadap pekerjaan pengelasan. Sebagian besar pekerja las bekerja dengan baik dan benar hanya dengan pengawasan dari atasan atau pemilik bengkel las. Meskipun peraturan telah diberitahukan oleh pemilik bengkel las, seringkali pekerja bengkel las mengabaikan peraturan tersebut.

Dalam kurun waktu tertentu terdapat pekerja bengkel las yang mengalami kecelakaan kerja, yaitu tangan yang hampir terpotong dan mata pekerja bengkel las terkena percikan api dari alat las berakibat kebutaan. Setelah ditelaah, hal tersebut berkaitan dengan perilaku dalam bekerja yang buruk. Seperti kelalaian dalam penggunaan APD, acuh terhadap bahaya dan risiko, serta sikap dalam bekerja yang tidak sesuai. Kurangnya peran pemerintah, khusunya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam memberikan penyuluhan maupun pelatihan terkait keselamatan dan kesehtan kerja dapat juga meningkatkan angka kecelakaan pada bidang jasa pengelasan. Berdasarkan masalah di atas maka penulis tertarik meneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 1.2 Identifikasi Masalah Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda (Notoatmodjo, 2007). Faktor penentu perilaku terbagi atas 2 bagian : a. Faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, misalnya tingkat pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Faktor eksternal, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun nonfisik, seperti iklim, manusia, sosial, budaya, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang. Jadi, pada dasarnya perilaku manusia dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal.perilaku berbeda dengan tindakan atau aksi. Tindakan atau aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. 1.3 Pembatasan Masalah Berdasarkan teori dan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis menunjukan pengetahuan, sikap, persepsi, ketersediaan APD serta masa kerja sangat berhubungan dengan perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir Jakarta Pusat. Seperti yang yang dikatakan Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan, sikap, persepsi, serta masa kerja merupakan faktor internal dan ketersediaan APD merupakan faktor eksternal yang dimiliki oleh manusia dalam menentukan perilaku pada manusia tersebut. Terutama dalam berperilaku terkait keselamatan pada dirinya sangatlah berhubungan sangat besar. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah Seberapa jauh faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir?

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 1.5.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran perilaku keselamatan pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 2. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, persepsi, ketersediaan APD dan masa kerja pekerja bengkel las tentang perilaku keselamatan di wilayah Pejompangan, kelurahan Bendungan Hilir 3. Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, persepsi, ketersediaan APD dan masa kerja terhadap perilaku keselamatan pada pekerja bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 1.6 Manfaat penelitian 1.6.1 Bagi Mahasiswa Mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan pada pekerja industri usaha kecil menengah yaitu bengkel las yang terdapat di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 1.6.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Dapat memberikan masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku keselamatan pada pekerja industri usaha kecil menengah yaitu bengkel las di wilayah Pejompongan, kelurahan Bendungan Hilir. 1.6.3 Bagi Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Jakarta Dapat menjadi masukan dalam rangka mempromosikan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Jakarta khususnya pada kelurahan Bendungan Hilir dengan memberikan penyuluhan pada bengkel las maupun usaha kecil menengah (UKM) informal yang bergerak dibidang jasa agar pekerja senantiasa mimiliki perilaku berbasis keselamatan untuk menjadi acuan agar senantiasa melakukan pekerjaan dengan rasa aman, nyaman, dan selamat.