1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang masih tradisional dan skala kepemilikan rendah menyebabkan produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Menurut data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya mencapai 1.017.930 ton/tahun, sedangkan kebutuhan susu dalam negeri yaitu sebesar 3.120.000 ton/ tahun. Pembangunan peternakan sebagai industri yang dikendalikan oleh manusia mencakup empat komponen, yaitu peternak sebagai subjek, ternak sebagai objek, lahan sebagai basis ekologi budidaya serta lingkungan dan teknologi sebagai alat. Pembangunan usaha peternakan diarahkan dalam rangka meningkatkan penerimaan peternak. Program peningkatan usaha peternakan sapi perah tradisional agar lebih maju dan menguntungkan dapat dilakukan melalui penerapan inovasi teknologi. Adopsi teknologi merupakan suatu jembatan dalam upaya meningkatkan produktivitas suatu usaha. Demikian juga pada usaha ternak sapi perah, peternak harus mengadopsi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan peternak. Dengan kata lain, inovasi teknologi merupakan alat untuk memecahkan persoalan yang terjadi di kalangan peternak. Kecamatan Ciater merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Subang. Sejak Tahun 2007 wilayah ini sudah dikenal sebagai wilayah peternakan sapi perah. Usahaternak sapi perah di Kecamatan Ciater didominasi oleh peternak
2 rakyat. Persoalan yang sering muncul didalam usahaternak sapi perah rakyat diantaranya yaitu rendahnya skala kepemilikan sapi perah, rendahnya pendapatan peternak, produktivitas ternak yang masih rendah dan tingginya tingkat biaya produksi. Adopsi teknologi peternak sapi perah dalam bidang breeding, feeding dan manajemen di Kecamatan Ciater pun masih rendah, sehingga rata-rata produksi susu yang dihasilkan masih rendah. Maka, untuk meningkatkan produksi susu perlu adanya inovasi teknologi dalam bidang breeding, feeding dan manajemen. Upaya-upaya yang dilakukan oleh peternak sapi perah di Kecamatan Ciater yakni diantaranya dengan mengganti bibit dengan bibit yang telah diseleksi, melakukan perubahan pada bangunan kandang dan melakukan teknologi pakan yakni berupa penambahan silase dalam pemberian pakan. Kegiatan tersebut merupakan upaya dalam peningkatan faktor genetik dan faktor lingkungan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak. Penggantian bibit, perubahan kandang dan pelaksanaan teknologi pakan merupakan rangkaian program dari PT. Danone Dairy Indonesia yang diberi nama Dairy Development in Ciater Programs. DDCP merupakan proyek pemberdayaan peternak sapi perah di wilayah Ciater yang dimulai pada Tahun 2011. DDCP didanai oleh Danone Dairy Indonesia yang diimplementasikan oleh Yayasan Sahabat Cipta bekerjasama dengan Koperasi Peternak Susu Bandung Utara. Program bibit bergulir, perubahan kandang dan pemberian silase dilakukan dalam waktu yang berbeda. Perubahan kandang dilaksanakan pada Tahun 2011 dengan perubahan kandang secara keseluruhan dengan jumlah penerima 11 orang peternak. Program perubahan kandang diberi nama Demo-Farm atau kandang percontohan. Peternak yang tidak mendapatkan program Demo-Farm tetap
3 mendapatkan perubahan kandang, namun hanya pada bagian bak pakan dan bak minum. Hampir keseluruhan peternak sapi perah di Kecamatan Ciater mendapatkan perubahan bak pakan dan bak minum. Program bibit bergulir dilaksanakan pada Tahun 2011 dan 2013, sedangkan pelaksanaan teknologi pakan berupa penambahan pemberian silase pada manajemen pemberian pakan peternak yang dilaksanakan pada Tahun 2014. Ketersediaan hijauan pada musim kemarau tidak sama seperti pada saat musim penghujan. Peternak akan mencari hijauan semakin jauh dari biasanya. Semakin jauh peternak mencari hijauan, semakin besar juga biaya yang dikeluarkan untuk transportasi. Teknologi pakan dapat mengatasi kurangnya hijauan pada saat musim kemarau dan mengurangi biaya produksi. Teknologi pakan yang dapat diterapkan antara lain silase. Silase dapat menggunakan berbagai macam bahan baku hijauan seperti rerumputan, legume maupun limbah pertanian. Semakin bagus kualitas bahan yang digunakan, maka semakin bagus juga kandungan dan kualitas silase yang dihasilkan. Silase yang digunakan di Kecamatan Ciater ini yaitu silase tanaman jagung. Tanaman jagung dapat digunakan sebagai alternatif hijauan pada musim kemarau karena pemanfaatan tanaman jagung pasca panen belum termanfaatkan secara optimal. Nilai kecernaan pada kulit jagung dan tongkol jagung cukup tinggi sama dengan nilai kecernaan rumput gajah, sehingga pemanfaatan tanaman jagung dapat mencukupi kebutuhan hijauan ternak. Sehingga dengan penggunaan silase jagung dapat meningkatkan kualitas dan produksi susu. Kandang yang dibuat semakin layak dan nyaman untuk ternak dapat meningkatkan produksi susu. Disamping itu penyediaan bibit bergulir sebagai upaya perbaikan genetik dalam peningkatan produksi ternak di Kecamatan Ciater
4 ini. Produksi yang semakin meningkat akan berpengaruh juga terhadap penerimaan peternak. Semakin tinggi produksi yang dihasilkan maka semakin tinggi penerimaan usaha. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan maksud untuk mengetahui seberapa besar pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Ciater. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh inovasi teknologi (pakan, kandang dan bibit) terhadap penerimaan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Ciater 2. Seberapa besar tingkat efisiensi teknis faktor produksi usaha ternak sapi perah di Kecamatan Ciater 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh inovasi teknologi (pakan, kandang dan bibit) terhadap penerimaan usaha peternak sapi perah di Kecamatan Ciater 2. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat efisiensi teknis faktor produksi usaha ternak sapi perah di Kecamatan Ciater
5 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Sebagai informasi dalam rangka usaha pengembangan peternak sapi perah pada masa mendatang 2. Sebagai informasi dasar bagi penelitian lebih lanjut 1.5 Kerangka Pemikiran Usahaternak sapi perah pada prinsipnya diupayakan untuk mencapai produktivitas seoptimal mungkin dengan manajemen yang sebaik-baiknya. Produktivitas usaha sapi perah sama dengan usaha komersial lainnya yaitu ditentukan oleh faktor produksi dan besarnya hasil produksi. Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia khususnya dari susu setiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan data Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, bahwa terdapat peningkatan konsumsi susu dari 2.964.000 ton/tahun pada Tahun 2011 menjadi 3.120.000 ton/tahun pada Tahun 2012. Berdasarkan informasi yang diperoleh, produksi susu peternak sapi perah di Kec. Ciater masih belum optimal. Pada Tahun 2009 produksi susu hanya mencapai 6,8 liter/ekor/hari, namun pada Tahun 2010 produksi susu rata-rata meningkat menjadi 9,2 liter/ekor/hari (Tawaf dan Surianingrat, 2011).
6 Berdasarkan penelitian yang sudah ada, produksi susu rata-rata peternak sapi perah di Indonesia masih rendah hanya sekitar 8-10 liter/ hari (Subandriyo, 2006). Semua kegiatan usaha termasuk usahaternak sapi perah diarahkan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya maka produksi yang dihasilkan harus tinggi. Hal itu dapat dilakukan dengan adanya peningkatan faktor produksi dan adopsi berbagai teknologi. Peningkatan produksi susu dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan berproduksi susu dari sapi-sapi perah induk dengan cara perbaikan faktor genetik dan faktor lingkungan. Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: bangsa atau rumpun sapi, lama bunting, besar sapi, estrus atau birahi, umur sapi, masa kering, kandang, frekuensi pemerahan, tatalaksana pemberian pakan (Sudono dan Setiawan, 2003). Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Dalam rangka membangun usaha peternakan, pada Tahun 2011 PT. Danone Dairy Indonesia membuat satu program yang diberi nama Dairy Development in Ciater Programs (DDCP). DDCP bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknis peternak, memperbaiki kebiasaan makan dan pelayanan medis untuk sapi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas susu. Adapun program-program yang dilaksanakan yaitu penyediaan kredit bibit yang telah diseleksi, perubahan kandang, dan penggunaan teknologi pakan berupa penambahan pakan silase pada manajemen pemberian pakan di peternak. Inovasi teknologi yang dilakukan haruslah memiliki prinsip Terlihat, Terdengar dan Terasa. Selain dapat dilihat bagaimana inovasinya, hasil dari penerapan inovasi tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh peternak. Program
7 DDCP dilaksanakan dengan menggunakan metode Learning by Doing, yang artinya belajar sambil melakukan. Peternak diharapkan dapat belajar melalui perbuatan langsung yang dilakukan langsung oleh peternak secara aktif baik individual maupun kelompok. Apabila inovasi dianggap menguntungkan atau bermanfaat, maka peternak akan menerapkan inovasi tersebut. Keuntungan tersebut dapat berupa keuntungan langsung yaitu berupa peningkatan produktivitas atau pendapatan usahatani, atau keuntungan tidak langsung lainnya (Sudana, 1988). Pakan merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Makanan menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi baik untuk hidup pokok maupun untuk pertumbuhan dan produksi. Sapi perah yang unggul tidak akan berproduksi secara optimal apabila kebutuhan makannya tidak terpenuhi. Ransum sapi perah terdiri dari dua jenis yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Hijauan merupakan pakan pokok dan konsentrat sebagai pakan penguat atau sumber protein dan energi. Tinggi rendahnya produksi susu umumnya disebabkan oleh ketersediaan pakan serta penentuan hijauan sebagai pakan utama ternak ruminansia yang masih kurang baik (Winugroho, dkk., 2005). Peningkatan produksi susu sapi perah sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Apabila kebutuhan pakan ternak baik secara kuantitas dan kualitasnya terpenuhi, maka ternak akan berproduksi secara maksimal. Adanya teknologi pakan yakni berupa penambahan silase pada manajemen pemberian pakan di peternak akan membuat kebutuhan makan ternak semakin terpenuhi. Dengan menggunakan silase, peternak tidak perlu khawatir akan pemenuhan hijauan ternak pada saat musim kemarau. Dengan penggunaan pakan
8 silase ditambah dengan pemberian konsentrat akan mengakibatkan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan semakin meningkat. Pelaksanaan inovasi teknologi kandang diharapkan dapat meningkatkan produksi ternak, karena kandang yang baik dan nyaman akan membuat ternak berproduksi secara maksimal. Ruang kandang yang cukup dan kebersihannya terjaga akan sangat berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Persyaratan umum untuk kandang sapi perah yaitu sirkulasi udara cukup, tempat pakan yang lebar sehingga memudahkan sapi dalam mengkonsumsi pakan yang disediakan, tempat air dibuat agar selalu tersedia sepanjang hari (Sudono dan Setiawan, 2003). Masalah lain yang terdapat di peternak Kecamatan Ciater adalah kurangnya modal dan rendahnya faktor genetik ternak (Tawaf dan Surianingrat, 2011). Faktor bibit merupakan faktor produksi yang penting, sebab 30% dari tingkat produksi yang dapat dicapai ditentukan oleh faktor bibit (genetik) dari ternak tersebut. Bibit yang unggul bila ditunjang oleh keadaan lingkungan yang cocok maka akan sangat menunjang dalam pencapaian tingkat produksi susu yang tinggi. Solusi untuk mengatasi masalah rendahnya faktor genetik ternak di peternak sapi perah di Ciater yaitu dengan adanya inovasi bibit. Inovasi bibit yakni berupa pemberian kredit sapi secara bergulir untuk peternak sapi perah di Kecamatan Ciater. Dalam pelaksanaan program perbibitan bergulir ini, peternak dapat membayar kredit dengan hasil penjualan pedet dan pemotongan dari hasil susu yang disetorkan. Program bibit bergulir ini sangat membantu peternak dalam pemenuhan bibit untuk replacement stock.
9 Aplikasi teknologi pakan dan kandang merupakan upaya untuk meningkatkan faktor lingkungan, dan aplikasi teknologi bibit merupakan upaya peningkatan dalam faktor genetik. Faktor lingkungan mempengaruhi 70% produksi susu dan 30% oleh faktor genetik ternak. Adanya peningkatan faktor genetik dan faktor lingkungan yang semakin baik, maka produksi yang dihasilkan akan semakin meningkat. Peningkatan produksi akan sangat mempengaruhi jumlah penerimaan usaha peternak. Semakin tinggi produksi maka semakin tinggi penerimaan usaha yang didapat oleh peternak. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil hipotesis bahwa terdapat pengaruh positif dari adanya pelaksanaan teknologi pakan, kandang dan bibit pada usaha peternakan sapi perah yakni berupa kenaikan penerimaan usaha peternak yang disebabkan oleh adanya peningkatan produksi susu. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di peternak sapi perah selama satu bulan yaitu pada 15 Mei sampai dengan 15 Juni 2015 yang bertempat di Kecamatan Ciater Kabupaten Subang.