HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat
|
|
- Indra Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Ciater adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 7.819,87 Ha. Batas administratif wilayah Kecamatan Ciater adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Jalancagak Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat Sebelah Timur berbasatasan dengan Kecamatan Kasomalang Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sagalaherang Wilayah Kecamatan Ciater terdiri dari 7 desa yaitu Desa Ciater, Desa Cibeusi, Desa Cibitung, Desa Cisaat, Desa Nagrak, Desa Palasari dan Desa Sanca dengan luas wilayah masing-masing adalah 1.094,250 Ha, 780,100 Ha, 832,400 Ha, 1.834,090 Ha, 954,000 Ha, Ha dan 1.284,030 Ha. Suhu udara di Kecamatan Ciater sendiri berkisar antara 22 C sampai 32 C dengan jumlah curah hujan tahunan berfluktuasi rata-rata adalah mm/tahun yang diiringi pola iklim basah sepanjang tahun dan kelembaban 60-70% (Monografi Kecamatan Ciater, 2004). Berdasarkan iklim tersebut daerah Ciater potensial untuk pengembangan sapi perah, mengingat kondisi klimatologis yang mendukung untuk pemeliharaan sapi perah FH di Indonesia yaitu tempat berketinggian m dari permukaan laut dan bersuhu C dengan kelembaban 55% (Firman, 2007). Selain menjadikan Ciater sebagai salah satu sentral sapi perah di Jawa Barat, hal tersebut menjadi daya tarik Ciater sebagai tempat pelaksanaan penelitian khususnya mengenai sapi perah.
2 31 Demo Research Silage Program adalah suatu program yang dilaksanakan oleh PT. Danone Dairy Indonesia dengan menunjuk Yayasan Sahabat Cipta sebagai pelaksananya. Tujuan dari program ini sendiri adalah untuk menekan biaya ransum, meningkatkan kualitas pakan dengan cara melakukan inovasi teknologi pakan, dan meningkatkan produktivitas sapi perah dalam rangka meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas sapi perah meliputi produksi dan kualitas susu. Aspek ekonomis dihitung berdasarkan keuntungan kenaikan produksi susu yang dibandingkan tiap perlakuan. Pembuatan silase biomassa jagung dilakukan dalam tong plastik dengan tujuan untuk fleksibilitas dalam distribusi dan pemakaiannya. Jagung tiap perlakuan silase dilakukan dengan cara fermentasi selama minimal 21 hari dan didistribusikan kepada peternak untuk diberikan pada sapi-sapi yang terpilih dalam Demo Research Silage Program sehingga peternak akan mengetahui langsung terhadap setiap perubahan hasil Demo Research Silage Program ini. Demo Research Silage Program dilaksanakan di peternakan rakyat Ciater. Proses pembuatan silase dilaksanakan di lokasi milik KPSBU di Ciater, Subang atau di Manoko, Lembang. Sumber bahan baku silase diambil dari petani setempat di Ciater, KPSBU, atau di petani di tempat lain. Harapan yang ingin dicapai dari Demo Research Silage Program itu sendiri diantaranya adalah memberikan informasi kepada peternak mengenai inovasi pakan sehingga motivasi peternak dalam menjalankan usahanya dapat bertambah seiring dengan berbagai kendala yang sering dihadapi yaitu kurang baiknya kualitas pakan dan ketersediaan pakan yang sedikit. Pelaksanaan teknis Demo Research Silage Program bertempat di masingmasing kandang peternak. Hal tersebut menyebabkan peternak bisa mengetahui
3 32 hasil penelitian dan ikut terjun langsung ke dalam pelaksanaanya. Namun disisi lain, perbedaan daerah tiap peternak dengan iklim dan manajemen pemeliharaan yang berbeda menyebabkan hasil penelitian khususnya dalam aspek teknis berbeda pula. Tabel 2. Lokasi Kandang Peternak Demo Research Silage Program No. Nama Peternak Lokasi Kandang (Desa) 1. Anang Bin Ondi Panaruban 2. Tisnawati Panaruban 3. Dedi Mulyadi Panaruban 4. Ade Sapji Cigeureung 5. Carman Cigeureung 6. Rusman Cigeureung 7. Nandang Cigeureung 8. Mamat Sutialarang Cicadas 9. Ujang Rohendi Cicadas 10. Enos Supriatna Curug Rendeng 11. Yunan Bin Karmi Gunung Nutug Bangunan kandang tiap peternak pada dasarnya adalah sama, menggunakan bangunan kandang dengan sistem kandang perah tradisional yakni bangunan atap kandang terbuat dari genteng dengan penopang kayu kemudian memakai alas dari semen dihampari karpet yang terbuat dari karet. Perbedaan bangunan kandang hanya dari bentuk tempat minum. Seluruh peternak yang mengikuti Demo Research Silage Program menggunakan tempat minum adlibitum kecuali Peternak Tisnawati. Bentuk tempat minum dari tiap peternak dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3 dibawah ini.
4 33 Tabel 3. Bentuk Tempat Minum Tiap Peternak No. Nama Peternak Bentuk Tempat Minum 1. Anang Bin Ondi Adlibitum 2. Tisnawati Tidak Adlibitum 3. Dedi Mulyadi Adlibitum 4. Ade Sapji Adlibitum 5. Carman Adlibitum 6. Rusman Adlibitum 7. Nandang Adlibitum 8. Mamat Sutialarang Adlibitum 9. Ujang Rohendi Adlibitum 10. Enos Supriatna Adlibitum 11. Yunan Bin Karmi Adlibitum Berdasarkan Tabel 3 hanya Peternak Tisnawati yang tidak menggunakan tempat minum adlibitum. Hal tersebut disebabkan karena peternak Tisnawati tidak bersedia mendapatkan bantuan berupa perubahan tempat minum yang dilaksanakan oleh PT. Danone tahun 2007, sementara peternak lain yang terdapat dalam Tabel 3 bersedia untuk merubah tempat minum yang semula tidak adlibitum menjadi adlibitum. Selanjutnya, pengggunaan pakan dari tiap peternak pada dasarnya adalah sama yaitu menggunakan rumput sebagai bahan pakan utama dan konsentrat sebagai bahan pakan penguat. Namun selain konsentrat, ada pula peternak yang menambahkan beberapa macam pakan lain sebagai pakan tambahan. Pakan tambahan yang digunakan tiap peternak berbeda-beda. Hal tersebut didasarkan
5 34 pada berbagai faktor. Pakan tambahan apa saja yang digunakan tiap peternak untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Pakan Tambahan yang Digunakan Peternak No. Nama Peternak Pakan Tambahan 1. Anang Bin Ondi Ampas singkong 2. Tisnawati Ampas singkong 3. Dedi Mulyadi Ampas singkong 4. Ade Sapji Ampas tahu 5. Carman Ampas tahu, ampas singkong 6. Rusman Ampas tahu, ampas singkong 7. Nandang Ampas singkong 8. Mamat Sutialarang Dedak halus 9. Ujang Rohendi Kulit singkong 10. Enos Supriatna Ampas singkong 11. Yunan Bin Karmi Dedak halus, kulit singkong Pakan tambahan yang digunakan peternak dalam usaha ternaknya selain rumput dan konsentrat adalah ampas singkong, ampas tahu, dedak dan kulit singkong. Ampas singkong yang dimaksud adalah limbah parutan singkong setelah diperas saripatinya masih dalam keadaan basah, peternak biasa menyebutnya gabeng dan didapatkan dengan cara membeli. Sementara ampas tahu yang dimaksud adalah limbah sisa dari pembuatan makanan olahan kedelai, yaitu tahu. Sama seperti ampas singkong, ampas tahu juga didapatkan peternak dengan cara membeli. Dedak yang digunakan Peternak Mamat dan Peternak Yunan adalah dedak halus yang didapat dari sistem barter dengan warga sekitar. Kemudian, kulit singkong yang dimaksud adalah limbah hasil pembuatan keripik singkong di daerah Ciater. Alasan tiap peternak menggunakan pakan tambahan disebabkan karena sapi yang hanya diberi pakan rumput dan konsentrat terkesan
6 35 tidak mencukupi, sehingga susu yang dihasilkan pun akan cenderung sedikit. Akibat daripada itu peternak menambahkan pakan lain selain rumput dan konsentrat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Mengenai kepemilikan ternak, tiap peternak memiliki jumlah ternak yang berbeda. Rata-rata peternak memiliki lebih dari 2 ekor sapi laktasi, meskipun ada juga peternak yang tidak memiliki sapi laktasi. Lebih jelasnya mengenai jumlah kepemilikan ternak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Skala Usaha Tiap Peternak No Nama Peternak Skala Usaha (ekor) Jumlah Perah Kering Dara Anak Jantan (ekor) 1. Anang Bin Ondi Tisnawati Dedi Mulyadi Ade Sapji Carman Rusman Nandang Mamat Sutialarang Ujang Rohendi Enos Supriatna Yunan Bin Karmi Skala usaha peternakan sapi perah digambarkan oleh jumlah kepemilikan ternak sapi perah, disamping kriteria luas tanah, jumlah tenaga kerja, penerimaan, keuntungan dan hal-hal lain yang digunakan untuk mengukur suatu skala usaha. Beberapa penelitian menyebutkan terdapat kecenderungan bahwa banyaknya sapi perah yang dipelihara akan meningkatkan pendapatan yang diterima peternak, dengan asumsi bahwa semakin banyak sapi yang dipelihara akan semakin banyak produksi susu yang dijual. Suamba (1994) menyatakan bahwa jumlah kepemilikan
7 36 sapi perah berpengaruh nyata terhadap rataan produksi susu per ekor sapi betina produktif per hari. Dengan usaha peternakan sapi perah yang masih merupakan usaha peternakan rakyat, maka didominasi peternak kecil atau amatir dengan kepemilikan 2-4 ekor sangat besar pengaruhnya, sedang peternak professional dengan rata-rata pemilikan 10 ekor atau lebih belum fenomenal (Lacto Media, 2001) dalam (Yunasaf, 2008). Peternak yang amatir ini selain tingkat kepemilikan sapi produktifnya rendah (1-2 ekor), juga pengetahuan dalam teknik beternaknya sangat minim. Demikian juga pandangan ekonominya dalam usaha peternakan sangat sedikit (Sjahir, 2003) dalam (Yunasaf, 2008). Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi perah yang dipelihara minimal 6 ekor, walaupun tingkat efisiensi dapat dicapai dengan minimal pengusahannya 2 ekor dengan rata-rata produksi susu sebanyak 15 liter/hari. Persentase sapi laktasi merupakan faktor yang penting yang tak dapat diabaikan dalam tata laksana yang baik dalam suatu peternakan untuk menjamin pendapatan peternak. Peternakan sapi perah yang mempunyai sapi yang laktasi sebanyak > 60% adalah yang paling menguntungkan (Sudono, 1999). Berdasarkan Tabel 5. Ada 6 peternak yang memiliki sapi diatas 6 ekor adalah Peternak Ade, Carman, Rusman, Mamat, Ujang dan Yunan. Setelah dihitung persentase jumlah sapi laktasi dari jumlah kepemilikan 6 peternak tersebut, hanya Peternak Rusman yang memiliki sapi laktasi dibawah 60% dari total jumlah sapi kepemilikannya. Selain itu, ada 5 peternak yang tidak memberikan keuntungan pada usahanya disebabkan kepemilikan sapi dibawah 6 ekor, yakni Peternak Anang, Tisnawati, Dedi, Nandang dan Enos. Peternak Enos tidak memiliki sapi laktasi disebabkan pada bulan Oktober 2014, 2 ekor sapi laktasi miliknya mati
8 37 berurutan dalam selang waktu 3 minggu. Uraian mengenai skala kepemilikan sapi tiap peternak diatas menjadikan gambaran bahwa pendapatan sebagian besar peternak di Ciater masih tergolong menengah kebawah. 4.2 Identitas Informan Usia Usia peternak adalah lama peternak hidup hingga penelitian ini dilaksanakan. Berdasarkan komposisi penduduk, usia penduduk dikelompokan menjadi 3, yaitu usia < 15 tahun termasuk golongan usia belum produktif atau muda, umur termasuk golongan usia produktif, dan usia > 64 termasuk usia tidak produktif atau tua (Badan Pusat Statistika, 2009). Pada golongan usia produktif biasanya seseorang lebih aktif dalam melakukan aktivitas seperti aktivitas bertani, beternak, jasa, dan buruh. Sejalan dengan pernyataan tersebut, jika dilihat pada Tabel 6. maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peternak yang mengikuti Demo Research Silage termasuk ke dalam golongan usia produktif. Usia dari tiap peternak dapat dilihat selengkpanya pada Tabel 6. Tabel 6. Usia Peternak No Nama Peternak Usia (Tahun) 1 Anang Bin Ondi 62 2 Tisnawati 42 3 Dedi Mulyadi 30 4 Ade Sapji 49 5 Carman 55 6 Rusman 36 7 Nandang 41 8 Mamat Sutialarang 50 9 Ujang Rohendi Enos Supriatna Yunan Bin Karmi 35
9 38 Menurut pendapat Ibrahim dkk (2003) penggolongan adopter berdasarkan kecepatan adopsi dibagi menjadi 5 golongan, yaitu innovator (golongan perintis), biasanya didominasi oleh umur setengah baya dan jumlahnya sangat sedikit. Early adopter (golongan pengetrap dini), umunya berumur tahun. Golongan ini dapat dijadikan mitra dalam menyebarkan inovasi teknologi pakan silase sehingga mempercepat proses adopsi inovasi. Early majority (golongan pengetrap awal), golongan ini pada umunya memiliki umur lebih dari 40 tahun dan berpengalaman. Golongan ini biasanya memperhitungkan dengan teliti keputusannya untuk menerima atau tidak sebuah inovasi. Late majority (golongan pengetrap akhir) dan laggard (golongan penolak) biasanya berumur lanjut, yaitu 60 tahun atau lebih. Tabel 7. Persentase Usia Peternak Berdasarkan Golongan No. Golongan Usia Jumlah orang Persentase % 1. Golongan Perintis Golongan Pengetrap Dini 4 36,36 3. Golongan Pengetrap Awal 5 45,45 4. Golongan Pengetrap Akhir Golongan Penolak 2 18,18 Jumlah Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada 81,81% peternak ada pada golongan pengetrap dini dan pengetrap awal. Dengan demikian peternak akan lebih memperhitungkan dengan teliti dalam menerima adopsi inovasi berupa teknologi pakan silase. Penolakan adopsi teknologi pakan silase kemungkinan bisa terjadi pada peternak golongan penolak dengan persentase 18,18% Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan merupakan lama pendidikan yang ditempuh peternak pada bangku sekolah. Peternak dengan pendidikan yang relatif tinggi akan
10 39 cenderung terbuka menerima hal-hal baru dan berani mencoba hal tersebut. Tingkat pendidikan tiap peternak yang mengikuti Demo Research Silage dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Peternak No Nama Peternak Tingkat Pendidikan Status 1. Anang Bin Ondi SD Tamat 2. Tisnawati SD Tamat 3. Dedi Mulyadi SMP Tamat 4. Ade Sapji SD Tamat 5. Carman SD Tamat 6. Rusman SD Tamat 7. Nandang SD Tamat 8. Mamat Sutialarang SD Tamat 9. Ujang Rohendi SMP Tamat 10. Enos Supriatna SD Tamat 11. Yunan Bin Karmi SMP Tamat Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan Tabel 8 informan memiliki tingkat pendidikan minimal SD dimana tingkat pendidikan tersebut merupakan syarat penunjang dalam memperlancar suatu pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik juga tingkat penyerapan pengetahuan saat pelaksanaan Demo Research Silage.
11 40 Peningkatan pendidikan akan menghasilkan peningkatan pendapatan di kemudian hari. Hal tersebut disebabkan oleh sumber daya manusia mampu meningkatkan kualitas hidup melalui suatu proses pendidikan, latihan dan pengembangan yang akan menjamin produktivitas kerja yang semakin meningkat (Tarigan, 2006). Dengan tingkat pendidikan yang semakin baik maka peternak akan dipandang mudah untuk memahami tujuan dari pelaksanaan Demo Research Silage Program, berbeda halnya dengan peternak yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, mereka akan dipandang kurang bisa untuk mengetahui kelebihan dan manfaat yang bisa didapat dengan mengikuti Demo Research Silage Program. 8 orang peternak yang hanya mengenyam pendidikan pada tingkat SD menunjukkan kesadaran peternak akan pentingnya pendidikan formal masih rendah. Hal itu mengindikasikan penyerapan adopsi teknologi mengenai silase kemungkinan tidak seluruhnya dapat diterima oleh peternak. Sebagai upaya tambahan dalam memberikan pemahaman lebih kepada peternak, tim pelaksana Demo Research Silage Program melaksanakan kegiatan Penyuluhan. Kegiatan Penyuluhan tersebut dibarengi dengan cara penyampaian informasi yang baik dan mudah dimengeti oleh peternak. Selama Demo Research Silage dilaksanakan, pihak pelaksana melaksanakan kegiatan penyuluhan dengan interval 1 kali setiap 2 minggu program berjalan dengan tujuan seperti yang diutarakan sebelumnya Mata Pencaharian Mata pencaharian dari tiap informan adalah seorang peternak sapi perah yang tergabung ke dalam beberapa kelompok, dimana beternak sapi perah adalah
12 41 pekerjaan pokok dari keseluruhan informan. Selain beternak sapi perah, ada beberapa informan mempunyai pekerjaan sampingan seperti berdagang, bertani, dsb. Tabel 9. Mata Pencaharian Peternak No Nama Peternak Mata Pencaharian Utama Mata Pencaharian Sampingan 1. Anang Bin Ondi Peternak Buruh tani 2. Tisnawati Peternak - 3. Dedi Mulyadi Peternak - 4. Ade Sapji Peternak Buruh tani 5. Carman Peternak - 6. Rusman Peternak - 7. Nandang Peternak Pedagang 8. Mamat Sutialarang Peternak Buruh tani 9. Ujang Rohendi Peternak Pedagang 10. Enos Supriatna Peternak Buruh tani 11. Yunan Bin Karmi Peternak - Berdasarkan Tabel 9 Ada 6 orang peternak yang memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok mereka yaitu beternak sapi perah. Beberapa diantara peternak yang memiliki pekerjaan sampingan disebabkan karena usaha peternakan sapi perah miliknya masih tidak mencukupi untuk biaya kehidupan sehari-hari. Peternak Anang, Mamat dan Ujang hanya memiliki sapi perah laktasi kurang dari 60% total jumlah kepemilikan sapi mereka, bahkan Peternak Enos tidak memiliki sapi laktasi sama sekali. Banyaknya sapi laktasi berhubungan dengan produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak sapi laktasi, semakin banyak susu yang dihasilkan.
13 42 Jika dikaitkan dengan usia peternak pada bahasan sebelumnya, hubungan antara mata pencaharian peternak dengan usia ternyata tidak berpengaruh. Peternak Enos dan Anang dengan umur diatas 60 tahun masih memiliki mata pencaharian sampingan. Secara golongan usia, 2 orang peternak tersebut sudah hampir memasuki masa usia tidak produktif. Kemungkinan skala usaha dengan kepemilikan sapi yang sedikit menjadi faktor penyebab adanya mata pencaharian sampingan yang harus dikerjakan oleh kedua orang peternak tersebut. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa skala usaha, khususnya kepemilikan sapi laktasi berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan dan pendapatan yang diperoleh. Artinya 2 orang peternak tersebut, dan peternak lain yang memiliki mata pencaharian sampingan, kemungkinan tidak memperoleh pendapatan yang sesuai, sehingga tidak menjadikan usaha peternakan sapi perah sebagai tulang punggung pendapatannya Pengalaman Beternak Berikut Tabel 10 merupakan lama pengalaman beternak dalam satuan tahun dari masing-masing peternak yang mengikuti Demo Research Silage Program. Tabel 10. Pengalaman Beternak No Nama Peternak Pengalaman beternak (Tahun) 1 Anang Bin Ondi 23 2 Tisnawati 14 3 Dedi Mulyadi 7 4 Ade Sapji 22 5 Carman 19 6 Rusman 9 7 Nandang 14 8 Mamat Sutialarang 7 9 Ujang Rohendi 7 10 Enos Supriatna 7 11 Yunan Bin Karmi 7
14 43 Pengalaman beternak menunjukkan lamanya seseorang dalam mengusahakan ternak. Pengalaman peternak tersebut dapat mempengaruhi keterampilan mereka dalam mengelola usaha ternak sapi perah, sehingga peternak yang mempunyai pengalaman lebih lama, relatif akan lebih mampu dalam mengelola usaha sapi perah dibandingkan dengan peternak yang memiliki pengalaman kurang. Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa seluruh peternak sudah menjalankan usaha ternaknya dalam jangka waktu yang cukup lama, diatas 7 tahun. Ada 5 peternak yang pengalaman beternaknya lebih dari 10 tahun yaitu Anang, Tisnawati, Ade, Carman dan Nandang. Jika dibandingkan dengan 6 peternak lainnya, 5 peternak tersebut dipandang akan lebih mampu dan lebih mudah untuk mengadopsi inovasi teknologi pakan berupa silase. Lama beternak dengan kepemilikan ternak ternyata tidak berpengaruh. Peternak dengan lama beternak diatas 10 tahun, ternyata tidak menjadikan jumlah kepemilikan ternak mereka diatas peternak lainnya. Jika dilihat kembali Tabel 5. hanya peternak Carman yang memiliki jumlah kepemilikan ternak jauh diatas peternak lainnya yaitu 20 ekor. Sementara berdasarkan Tabel 10, yang memiliki pengalaman beternak diatas 10 tahun ada 5 orang, yaitu Peternak Anang, Tisnawati, Ade Sapji, Carman dan Nandang. Bahkan Peternak Anang dan Tisnawati memiliki kepemilikan ternak paling rendah, yaitu 3 ekor. Apabila hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai manajemen pemeliharaan, tentu tidak mungkin, karena peternak sudah berkecimpung di dunia sapi perah cenderung lama dibandingkan peternak lainnya. Kemungkinan tuntutan ekonomi yang menyebabkan hal tersebut. Peternak harus menjual ternaknya akibat kebutuhan yang banyak dan beragam, sementara pendapatan yang
15 44 dihasilkan dari usaha ternkanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 4.3 Manfaat Finansial Penggunaan Ransum Berbasis Silase Biomasa Jagung Pada Peternakan Sapi Perah Dalam suatu usaha ternak, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi perlu terus diupayakan, diantaranya dengan memperbaiki tatalaksana pemberian pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sehingga memberikan nilai tambah pada usaha ternak tersebut. Parameter nilai tambah tersebut dapat dilihat dari nilai net income change hasil analisis anggaran parsial. Net income change menunjukkan selisih antara total keuntungan dan total kerugian yang diakibatkan oleh adanya perlakuan. Total keuntungan merupakan penjumlahan dari biaya yang dihemat dengan tambahan pola perlakuan pemberian berbagai tingkat silase biomassa jagung, sedangkan total kerugian merupakan penjumlahan dari tambahan biaya pemberian silase biomasa jagung. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai net income change yang bervariasi dari tiap peternak. Hal tersebut disebabkan oleh selisih antara jumlah biaya dari penggunaan silase dan tanpa silase lebih besar dibandingkan dengan selisih antara pendapatan dengan penggunaan silase dan tanpa silase. Hal ini terlihat dari sisi produksi, seluruh peternak tidak mendapatkan kenaikan produksi susu sebagai akibat dari penggunaan silase berbasis biomasa jagung, kecuali Peternak Rusman. Disamping itu, biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan ransum berbasis silase biomasa jagung lebih kecil daripada biaya pakan yang sebelumnya digunakan oleh peternak. Selain itu faktor bulan laktasi yang berbeda pada tiap sapi perlakuan bisa menjadi faktor bervariasinya nilai net income change tersebut. Berikut merupakan hasil perhitungan net income change dari tiap peternak.
16 45 Tabel 11. Nilai Net Income Change Tiap Peternak No Nama Perlakuan Nilai net income change Kesimpulan Peternak 1. Anang R1 Rp 2.445,37/ ekor/ hari Memberikan 2. Nandang R1 Rp ,08/ ekor/ hari Tidak memberikan 3. Enos R1 Rp 5.655,75/ ekor/ hari Memberikan 4. Tisnawati R2 Rp ,50/ ekor/ hari Tidak memberikan 5. Ade R2, R3 Rp ,96/ 2 ekor/ hari Tidak memberikan 6. Rusman R2, R3 Rp ,30/ 2 ekor/ hari Memberikan 7. Yunan R2, R3 Rp 9.985,73/ 2 ekor/ hari Memberikan 8. Dedi R3 Rp 9.351,13/ ekor/ hari Memberikan 9. Carman R4 Rp ,40/ ekor/ hari Memberikan 10. Mamat R4 Rp ,93/2 ekor/ hari Tidak memberikan 11. Ujang R4 Rp ,49/ ekor/ hari Memberikan Berdasarkan nilai net income change pada Tabel 11, didapat hasil yang bervariasi. Jika dilihat satu demi satu, tiap peternak memiliki komponen nilai perhitungan net income change yang berbeda (dapat dilihat selengkapnya pada bagian lampiran perhitungan nilai net income change). Secara keseluruhan, tidak ada peternak yang mendapatkan komponen tambahan pendapatan lebih besar dari komponen berkurangnya pendapatan. Meskipun demikian, terdapat hasil perhitungan nilai net income change yang positif. Hal tersebut jika dilihat dari hasil perhitungan, kemungkinan disebabkan karena adanya penghematan biaya
17 46 akibat penggunaan silase biomasa jagung pada tiap perlakuan dengan komposisi ransum yang berbeda. Penurunan pendapatan yang dialami peternak pada tiap perlakuan mungkin disebabkan terjadi karena beberapa faktor. Jika dikaitkan dengan faktor pakan, produksi susu yang menurun adalah akibat dari penggunaan silase dalam ransum. Namun bila dipandang lebih jauh aspek teknisnya dan dikaitkan dengan faktor laktasi, penurunan produksi dan kualitas susu tersebut (dapat dilihat pada lampiran produksi dan kualitas susu dengan atau tidak menggunakan silase) kemungkinan diakibatkan karena sapi sudah melewati masa puncak laktasi. Masa laktasi adalah masa sapi itu sedang menghasilkan susu antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi 2 bulan. Demikian pula kadar lemak susu mulai menurun setelah 1-2 bulan masa laktasi, dan setelah 2-3 bulan masa laktasi maka kadar lemak susu mulai konstan dan naik sedikit (Sudono, 1999). Pada peternak dengan perlakuan R1 dengan komposisi ransum 60% Silase % rumput + 0% konsentrat, tiap peternak mengalami penurunan pendapatan akibat penggunaan silase biomassa jagung. Namun, penurunan pendapatan tersebut diiringi dengan penurunan biaya yang dikeluarkan, sehingga tetap mendapatkan keuntungan, terkecuali peternak Nandang. Peternak Nandang mengalami penurunan pendapatan sebesar Rp ,32/ekor/hari, sedangkan biaya yang dihemat adalah sebesar Rp 8.289,23/ekor/hari. Dengan demikian Peternak Nandang mengalami penurunan pendapatan yang lebih besar dan tidak sebanding dengan pengeluaran biaya, sehingga diduga itu menyebabkan net income change menjadi negatif. Peternak Nandang mendapatkan perolehan nilai
18 47 terendah diantara tiap peternak yang mendapat perlakuan R1, juga diantara 11 peternak yang mengikuti Demo Research Silage Program. Perbedaan tiap peternak mengenai jumlah ekor sapi yang mendapat perlakuan didasarkan pada kepemilikan jumlah sapi laktasi ke-2 sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Ade, Rusman dan Yunan memiliki 2 ekor sapi perah laktasi ke-2 pada saat Demo Research Silage Program belum dilaksanakan, sehingga 2 ekor sapi milik mereka digunakan, dan itulah sebabnya 3 orang peternak tersebut mendapatkan 2 perlakuan yang berbeda. Sementara itu 8 peternak yang lain hanya memiliki 1 ekor sapi perah laktasi ke-2. Selain hal tersebut, keinginan peternak mengikuti Demo Research Silage Program merupakan faktor keikutsertaan 11 peternak tersebut diantara seluruh peternak di wilayah Ciater, Subang. Pada peternak yang mendapat perlakuan R2 dengan komposisi ransum 60% Silase % rumput + 30% konsentrat atau R3 dengan komposisi ransum 60% Silase % rumput + 20% konsentrat atau yang mendapat 2 perlakuan R2 dan R3, peternak Rusman mendapatkan nilai net income change tertinggi sebesar Rp30.661,30/2ekor/hari atau senilai dengan Rp ,65/ekor/hari. Hal tersebut disebabkan akibat pengurangan biaya pakan yang semula Rp /2 ekor/hari menjadi Rp ,22/2ekor/hari, artinya ada penghematan biaya sebesar Rp ,78/2 ekor/hari atau Rp ,89/ekor/hari. Penghematan biaya tersebut adalah yang terbesar dibandingkan dengan peternak lain yang mendapat perlakuan R2 atau R3 atau R2 dan R3. Pada perlakuan R4 dengan komposisi ransum 60% Silase % rumput + 10% konsentrat, hanya peternak Mamat yang mendapatkan nilai net income change negatif yaitu senilai Rp ,93/2 ekor/hari atau senilai dengan besaran Rp ,96/ekor/hari. Hal tersebut diakibatkan karena penurunan pendapatan
19 48 sebesar Rp ,59/2 ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dengan biaya dihemat sebesar Rp 8.279,66/ 2 ekor/hari. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai net income change pada tiap peternak menunjukkan nilai terbesar pada peternak Rusman dengan nilai Rp30.661,30/2ekor/hari atau senilai dengan Rp ,65/ ekor/ hari. Sedangkan nilai net income change terendah adalah pada peternak Nandang dengan nilai Rp ,08/ekor/hari. Secara keseluruhan didapat 4 peternak yang memberikan nilai net income change negatif, dan sisanya yaitu 7 peternak memberikan nilai net income change positif. Keempat peternak yang mendapatkan nilai negatif adalah 1 peternak dengan perlakuan R1, 1 peternak dengan perlakuan R2, 1 peternak dengan perlakuan R2, R3, dan 1 peternak dengan perlakuan R4. Secara garis besar, dilihat dari sudut pandang per perlakuan, R4 adalah perlakuan terbaik karena menghasilkan diatas perlakuan lainnya. Peternak Rusman memang mendapatkan perlakuan R3 dengan nilai net income change tertinggi, namun nilai net income change dari 3 peternak lain yang mendapat perlakuan R3 masih dibawah dari yang mendapatkan perlakuan R4. Kemudian meskipun ada 1 orang peternak yang mendapatkan nilai net income change negatif, perlakuan R4 tetap menjadi perlakuan yang terbaik yang memberikan manfaat fnansial. Hal itu disebabkan karena nilai net income change negatif yang didapat peternak Mamat masih lebih besar dibandingkan dengan nilai net income change negatif yang didapat peternak Nandang pada perlakuan R1, peternak Tisnawati pada perlakuan R2, dan peternak Ade pada perlakuan R2 dan R3. Perlakuan R4 menjadi perlakuan yang direkomendasikan untuk penerapan di lapangan dengan komposisi ransum 60% S3 (70% cacahan jagung + 30% konsentrat) + 30% rumput + 10% konsentrat.
Manfaat Finansial Penggunaan Ransum Berbasis Silase... Andrian Lutfiady
MANFAAT FINANSIAL PENGGUNAAN RANSUM BERBASIS SILASE BIOMASA JAGUNG PADA PETERNAKAN SAPI PERAH FINANCIAL BENEFITS OF BIOMASS SILAGE RATION CORN BASED ON SMALL HOLDER DAIRY FARMS Andrian Lutfiady*, Rochadi
Lebih terperinci1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Ciater terbagi kedalam 7 desa dengan luas wilayahnya, antara lain:
37 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 1.1.1 Keadaan Fisik Wilayah Penelitian Secara administratif, Ciater merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Subang, Jawa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Keadaan Fisik Daerah Penelitian Kecamatan Ciater merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Subang. Sebelumnya, Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. sapi perah sehingga kebutuhan susu tidak terpenuhi, dan untuk memenuhi
1 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi susu terus meningkat seiring dengan meningkatnya populasi dan kesejahteraan penduduk. Peningkatan permintaan susu tersebut
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi Wilayah Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug, yang terdiri dari Kampung Nyalindung, Babakan dan Cibedug, merupakan bagian dari wilayah Desa Cikole.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung Tilu, dengan ketinggian antara 1000-
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Wilayah Kerja KPBS Pangalengan Wilayah kerja KPBS dikelilingi oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Malabar, Gunung Papandayan, dan Gunung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dimiliki oleh petani masih dalam jumlah yang sangat terbatas.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan pembangunan dalam usaha dibidang pertanian, khusunya peternakan dapat memberikan pembangunan yang berarti bagi pengembangan ekonomi maupun masyarakat. Pembangunan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah,
35 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinci1 III METODE PENELITIAN. (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program
18 1 III METODE PENELITIAN 1.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian ini adalah peternak sapi perah anggota KPSBU (Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara) Jabar yang telah mengikuti program pembinaan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian 4.1.1 Kabupaten Subang Kabupaten Subang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat terletak di antara 107 o 31 107 0 54 Bujur Timur dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu komoditi utama subsektor peternakan. Dengan adanya komoditi di subsektor peternakan dapat membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu, yakni selama 10 bulan antara saat beranak hingga masa kering kandang. Biasanya peternak akan mengoptimalkan reproduksi
Lebih terperinciHUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT
HUBUNGAN PERSEPSI PETERNAK TERHADAP SIFAT INOVASI KARPET KANDANG DENGAN LAJU ADOPSI PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT (Kasus pada peternakan sapi perah anggota KPSBU di TPK Ciater, Kabupaten Subang) SKRIPSI
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat
Lebih terperinciFORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN
AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil
9 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Peternakan Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil susu. Susu didefinisikan sebagai sekresi fisiologis dari kelenjar ambing. di antara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah
Lebih terperinciJURNAL INFO ISSN : TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI
TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENCUKUPI KONTINUITAS KEBUTUHAN PAKAN DI KTT MURIA SARI M. Christiyanto dan Surahmanto Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Email korespondensi: marrychristiyanto@gmail.com
Lebih terperinciIV. ANALISIS DAN SINTESIS
IV. ANALISIS DAN SINTESIS 4.1. Analisis Masalah 4.1.1. Industri Pengolahan Susu (IPS) Industri Pengolahan Susu (IPS) merupakan asosiasi produsen susu besar di Indonesia, terdiri atas PT Nestle Indonesia,
Lebih terperinciKAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG
KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciVIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. yang memiliki luas 589,946 HA, terletak pada Koordinat Bujur Timur 107,575, dan
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian TPK Sukamenak merupakan salah satu TPK yang berada diwilayah kerja KPBS, yang terletak di Desa Pangalengan Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Desa Sukajaya mempunyai luas 3.090,68 Ha dan jumlah penduduk
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan
Lebih terperinciDitulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58
Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi bulan basah (musim hijauan) pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar
PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan
Lebih terperinciPENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE
PENGGEMUKAN SAPI POTONG POLA LOW EXTERNAL INPUT SUSTAINABLE AGRICULTURE (LEISA) DI DESA GAYAM KECAMATAN GONDANG WETAN KABUPATEN PASURUAN DALAM RANGKA MENDUKUNG UPSUS SIWAB 2017 Mokhammad Ali Fakhri, Dewi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berkembang paling pesat di negara-negara berkembang. Ternak seringkali dijadikan sebagai aset non lahan terbesar dalam
Lebih terperincipeternaknya Mencari pemasaran yang baik Tanah dan air VIII
Faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternaknya sendiri. Dia harus tahu bagaimana dan bila menanam modal untuk usaha peternakannya serta dia harus dapat
Lebih terperinciANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga
VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,
Lebih terperinciPengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di Indonesia, dihadapkan pada kendala pemberian pakan yang belum memenuhi kebutuhan ternak. Ketersediaan
Lebih terperinciHUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR
HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR Oleh: Iis Soriah Ace dan Wahyuningsih Dosen Jurusan Penyuluhan Peternakan, STPP Bogor ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciDAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan
TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
108 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan mengenai prospek pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut, maka
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga
Lebih terperinciVI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
VI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Dalam rangka memudahkan analisis maka peternak sapi perah (responden) di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Cibedug dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan satuan ternak (ST)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari. Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Kerja KSU Tandangsari Koperasi Serba Usaha (KSU) Tandangsari berlokasi di Komplek Pasar Tanjungsari No. 50, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum PT. UPBS Pangalengan 4.1.1. Kondisi Lingkungan Perusahaan PT. UPBS (Ultra Peternakan Bandung Selatan) berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dimulai dengan pengimporan sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, Milking
10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Usahaternak Sapi Perah Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi prinsip sebagai penghasil susu. Susu merupakan sekresi fisiologis dari kelenjar susu yang merupakan
Lebih terperinciV. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar
V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan
Lebih terperinciEVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG
EVALUASI KONDISI PERKANDANGAN DAN TATALAKSANA PEMERAHAN PADA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DI KPSBU LEMBANG EVALUATION OF HOUSING CONDITION AND MILKING PROCEDURES ON DAIRY FARMER GROUP IN KPSBU LEMBANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA
PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1. Ternak Penelitian Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode laktasi 2 dengan bulan ke-2 sampai bulan ke-5 sebanyak
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciTabel 1. Keadaan Iklim Desa Cikole Kecamatan Lembang. Temperatur Maksimal Temperatur Minimal Kelembaban 80,5 %
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Sejarah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT SP dan HMT) Cikole berdiri sejak tahun 1952 dengan
Lebih terperinciPENGGEMUKAN SAPI Oleh : Arif fachul anam BP3K Binangun
. I. Syarat lokasi kandang PENGGEMUKAN SAPI Oleh : Arif fachul anam BP3K Binangun Sumber air tercukupi 1. Minum 2. Mandi 3. Sanitasi atau Kebersihan Terpisah dari rumah hunian atau padat penduduk Perijinan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA...
DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI..... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Desa Sumber Makmur yang terletak di Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung memiliki luas daerah 889 ha. Iklim
Lebih terperinciTERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya
TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Pusat Pembibitan dan Penggemukan Ternak Wonggahu pada tahun 2002 dikelola oleh Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung
22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden
Lebih terperinciANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK
ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK Susy Edwina, Dany Varian Putra Fakultas Pertanian Universitas Riau susi_edwina@yahoo.com
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan susu nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya.
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi susu sangat menentukan bagi perkembangan industri susu sapi perah nasional. Susu segar yang dihasilkan oleh sapi perah di dalam negeri sampai saat ini baru memenuhi
Lebih terperinciKomparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas
Komparasi Antara Silase dan Hay Sebagai Teknik Preservasi Daun Rami Menggunakan Model Respon Produktivitas Kambing Peranakan Etawah (LAPORAN Hibah Bersaing Tahun-1) Dr. Despal, SPt. MSc.Agr Dr. Idat G.
Lebih terperinciTabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman
IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari
Lebih terperinciKEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero
KEADAAN UMUM LOKASI Peternakan Kambing Perah Cordero Peternakan kambing perah Cordero merupakan peternakan kambing perah yang dimiliki oleh 3 orang yaitu Bapak Sauqi Marsyal, Bapak Akhmad Firmansyah, dan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Purwokerto, Jawa Tengah. Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat sebagai sumber protein hewani karena hampir 100% dapat dicerna.
Lebih terperincidisusun oleh: Willyan Djaja
disusun oleh: Willyan Djaja 0 PENDAHULUAN Produksi sapi perah dipengaruhi oleh factor genetic, lingkungan, dan interaksi genetic dan lingkungan. Factor genetic berpengaruh sebesar 30 % dan lingkungan 70
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,
Lebih terperinci