BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah alat komunikasi antar anggota masyarakat.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

KLASIFIKASI EMOSIONAL DALAM UNGKAPAN BAHASA INDONESIA YANG MENGGUNAKAN KATA HATI

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

ANALISIS MORFOLOGI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII D SMP MUHAMMADIYAH 5 SURAKARTA. Naskah Publikasi Ilmiah

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM KARANGAN SISWA KELAS X AK 3 SMK NEGERI 1 KOTA JAMBI. Oleh Tuti Mardianti ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

MORFOLOGI MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Dosen Dr. Prana D Iswara

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. hasratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan alat berupa bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia mempunyai pengaruh dalam. Bahasa Karo, merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB II LANDASAN TEORI. tertulis (Marwoto, 1987: 151). Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. 2. Penelitian dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa pada Surat Pembaca

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA

KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI. Surat Pembaca Edisi Maret sampai April 2012 dengan penelitian sebelumnya,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

VERBA YANG BERKAITAN DENGAN AKTIVITAS MULUT: KAJIAN MORFOSEMANTIK

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna, manusia dibekali dengan akal dan pikiran. Dengan akal dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB II KAJIAN TEORI. Idiom berasal dari bahasa Yunani yaitu idios yang berarti khas, mandiri,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Terhadap Masalah yang Relevan Sebelumnya

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

Transkripsi:

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985: 46). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep, yaitu konsep morfologi, verba, dan verba majemuk. 2.1.1 Morfologi Dalam bahasa Indonesia, kata morfologi berasal dari kata morphology. Kata morphology merupakan kata asing yang mengalami pengondisian bahasa menjadi morfologi, bentukan kata ini berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan logi yang berarti ilmu. Jadi, morfologi menurut asal katanya adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata dari suatu bahasa. Menurut Ramlan, (1978: 16) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.

2.1.2 Verba Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (KBBI, 2007: 1260). Menurut Gorys Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata sifat. Kata kerja atau verba dibatasi sebagai berikut. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64). Sedangkan menurut Alisjahbana (dalam Muslich, 2008: 110) kata kerja (verba) adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku. Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri berikut: a. Verba memiliki fungsi utama sebagai perdikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti paling. Verba seperti mati, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati. d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.

Keraf (1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan: me-, ber-, -kan, di-, -i, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata-kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata-kata tersebut dibubuhi afiks yang berfungsi sebagai pembentuk verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut: 1. prefiks me- 14. kombinasi afiks memper-kan 2. simulfiks N 15. kombinasi afiks diper-kan 3. prefiks ber- 16. kombinasi afiks N-in 4. konfiks ber-r 17. konfiks ber-an 5. prefiks per- 18. konfiks ber-r-an 6. prefiks ter- 19. konfiks ber-kan 7. prefiks ke- 20. konfiks ke-an 8. sufiks -in 21. kombinasi afiks ter-r 9. kombinasi me-i 22. kombinasi afiks per-kan 10. kombinasi di-i 23. kombinasi afiks per-i 11. kombinasi me-kan 24. prefiks se- 12. kombinasi afiks memper- 25. kombinasi afiks ber-r 13. kombinasi afiks diper- 2.1.3 Verba Majemuk Para pakar linguistik telah mencoba memberikan rumusan mengenai kata majemuk dan proses pemajemukan. Menurut Kridalaksana (1996: 104), yang dimaksud dengan perpaduan atau pemajemukan atau komposisi ialah proses penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata. Out put proses itu

disebut paduan leksem atau kompositium yang menjadi calon kata majemuk. Menurut Muslich (2008: 56), pemajemukan/komposisi adalah peristiwa bergabungnya dua morfem dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Hasilnya adalah bentuk majemuk. Menurut Ramlan (1978: 67), kata majemuk adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu, ada juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai unsurnya, misalnya daya tahan, daya juang, kamar tunggu, kamar kerja, ruang baca, tenaga kerja, kolam renang, jarak tembak, lempar lembing, potong leher, ikat pinggang, dan ada pula yang terdiri dari pokok kata semua, misalnya lomba lari, jual beli, simpan pinjam, dan masih banyak lagi. Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang dasarnya terbentuk melalui proses pemajemukan dua morfem asal atau lebih; atau verba yang berafiks yang digabungkan dengan kata atau morfem terikat sampai mencapai satu kesatuan makna. Alwi dkk. (2003: 151) menyatakan bahwa verba majemuk adalah verba yang terbentuk melalui proses penggabungan satu kata dengan kata lain. Karena proses seperti ini dapat pula menimbulkan kelompok lain yang dinamakan idiom, perlu dijelaskan perbedaan antara verba majemuk dengan idiom. Dalam verba majemuk, penjejeran dua kata atau lebih itu menumbuhkan makna yang secara langsung masih bisa ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Sebagai contoh, kata terjun dan kata payung dapat digabungkan menjadi terjun payung. Makna dari perpaduan ini masih bisa ditelusuri dari makna kata terjun dan kata payung, yakni melakukan terjun dengan memakai alat

semacam payung. Perpaduan seperti ini dinamakan pemajemukan dan verba yang dihasilkannya adalah verba majemuk. Idiom juga merupakan perpaduan dua kata atau lebih, tetapi makna dari perpaduan ini tidak dapat secara langsung ditelusuri dari makna masing-masing kata yang tergabung. Kata naik, misalnya, dapat dipadukan dengan kata darah sehingga menjadi naik darah. Akan tetapi, perpaduan ini telah menimbulkan makna tersendiri yang terlepas dari makna naik maupun darah. Makna naik darah tidak ada kaitannya dengan darah yang naik. Kata-kata seperti naik haji, makan hati (dalam arti menderita ), angkat kaki, dan gulung tikar adalah idiom juga. Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 151), apabila dipakai formula untuk membedakan idiom dengan verba majemuk maka perbedaan itu adalah : Idiom : A + B menimbulkan makna C Kata majemuk : A + B menimbulkan makna AB Salah satu ciri lain dari verba majemuk adalah urutan komponennya seolaholah telah menjadi satu sehingga tidak dapat dipertukarkan tempatnya. Bentuk pada kolom kiri berikut tidak dapat digantikan dengan bentuk pada kolom kanan. temu wicara siap tempur tatap muka *wicara temu *tempur siap *muka tatap Karena keeratan hubungannya, verba majemuk juga tidak dapat dipisahkan oleh kata lain. Bentuk temu wicara, siap tempur, dan tatap muka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *temu untuk wicara, *siap guna tempur, dan *tatap dengan muka.

Verba majemuk harus pula dibedakan dari frasa verba. Frasa verba juga terdiri dari dua kata atau lebih, tetapi hubungan antara kata-kata tadi bersifat sintaksis. Perhatikan (a) verba majemuk dan (b) frasa verba berikut. (a) terjun payung temu wicara hancur lebur salah hitung (b) sudah terjun bertemu untuk berbicara benar-benar hancur salah dalam perhitungan Verba majemuk, seperti kata majemuk lainnya, mempunyai ciri yang membedakannya dari frasa. Muslich (1990: 54) menyatakan bahwa ciri-ciri tersebut adalah berikut ini. (1) Bermakna satu, (2) karena merupakan satu makna, bila diberi keterangan, keterangan itu berlaku untuk semua unsur, (3) komponen kata majemuk tidak bisa diperluas lagi, (4) konstruksi komponennya tidak bisa dibolak-balik, dan (5) komponen verba majemuk tidak dapat dipisahkan. Verba majemuk dapat dibagi berdasarkan bentuk morfologis dan hubungan komponennya. Berdasarkan bentuk morfologisnya, verba majemuk terbagi atas (1) verba majemuk dasar, (2) verba majemuk berafiks, dan (3) verba majemuk berulang. Berdasarkan hubungan komponen-komponennya, verba majemuk terbagi atas (i) verba majemuk bertingkat dan (ii) verba majemuk setara. Verba majemuk bertingkat ialah verba majemuk yang salah satu komponennya merupakan inti. Verba majemuk setara ialah verba majemuk yang kedua komponennya merupakan inti. Ramlan (1976: 72) menyatakan bahwa ada beberapa kata majemuk yang salah satu dari unsurnya berupa morfem unik. Morfem unik adalah morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu satuan tertentu. Misalnya kata simpang

siur, sunyi senyap, dan gelap gulita. Kata simpang, sunyi, dan gelap merupakan morfem bebas sedangkan siur, senyap, dan gulita merupakan morfem unik. 2.2 Landasan Teori Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini dipergunakan teori struktural yang diambil dari buku Hasan Alwi dkk. (2003) yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisantulisan lain terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba majemuk seperti buku Ramlan yang berjudul Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif, Harimurti Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia dan Mansur Muslich dalam bukunya Garis-Garis Besar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis verba majemuk termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga oleh Hasan Alwi dkk. ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan jenis verba majemuk sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. berikut. Jenis Verba Majemuk Jenis verba majemuk berdasarkan bentuk morfologisnya adalah sebagai

a. Verba majemuk dasar Verba majemuk dasar ialah verba majemuk yang tidak berafiks dan tidak mengandung komponen berulang, serta dapat berdiri sendiri dalam frasa, klausa, atau kalimat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut. 1. Komisi II DPR akan temu wicara dengan wartawan. 2. Kenapa kamu maju mundur terus? Verba majemuk seperti temu wicara dan maju mundur adalah verba majemuk dasar. Contoh lain: i) mabuk laut ii) kurang makan iii) hancur lebur geger otak berani mati pulang pergi jumpa pers berani sumpah hilang lenyap terjun payung salah dengar ikut campur tatap muka salah hitung jual beli bunuh diri kurang pikir jatuh bangun Verba majemuk dasar pada umumnya terdiri atas leksikal bebas (bunuh diri, salah hitung, jual beli). Ada pula yang terdiri atas morfem asal bebas dan morfem leksikal terikat (lepas landas, simpang siur, lalu lalang). Sebagaimana dapat dilihat pada contoh di atas, ada tiga pola verba majemuk dasar yang paling umum, yaitu: (i) komponen pertama berupa verba dasar dan komponen kedua berupa nomina dasar, seperti mabuk laut, dan gegar otak; (ii) komponen pertama berupa adjektiva dan komponen kedua berupa verba, seperti kurang makan dan berani mati;

(iii) kedua komponen berupa verba dasar, seperti hancur lebur dan pulang pergi. b. Verba majemuk berafiks Verba majemuk berafiks ialah verba majemuk yang mengandung afiks tertentu, seperti yang terdapat pada kalimat berikut. 1. Mereka menyebarluaskan berita itu ke seluruh desa. 2. Belakangan ini dia lebih banyak berdiam diri. 3. Anggota partai itu mengikutsertakan keluarganya. 4. Dia telah mendarmabaktikan segalanya kepada bangsa. 5. Orang yang berakal budi tidak akan bertindak demikian gegabah. 6. Pemerintah mungkin akan mengambil alih perusahaan itu. 7. Ejekan itu memerahpadamkan wajahnya Verba majemuk seperti menyebarluaskan, berdiam diri, mengikutsertakan, berakal budi, mengambil alih, dan memerahpadamkan adalah verba majemuk berafiks. Jika diperhatikan dasar afiksasi pada contoh di atas, akan terlihat bahwa ada verba seperti sebar luas yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Karena paduan morfem dasar seperti itu tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat, verba tadi harus selalu berafiks. Ada juga yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa afiks, seperti ambil alih, tetapi lebih lazim dipakai dengan afiks terutama dalam bahasa baku. Ada pula yang dasarnya berupa nomina majemuk, seperti darma bakti dan akal budi, dan adjektiva majemuk, seperti merah padam. Dengan kata

lain, kata majemuk yang bukan verba dapat juga dibuat menjadi verba majemuk dengan menambahkan afiks verba tertentu. Berdasarkan uraian di atas, verba majemuk berafiks dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut. (i) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang tidak dapat berdiri sendiri dalam kalimat disebut verba majemuk terikat. Contoh: beriba hati berkembang biak bertolak pinggang bertutur sapa (ii) Verba majemuk berafiks yang pangkalnya berupa bentuk majemuk yang dapat berdiri sendiri disebut verba majemuk bebas. Dasar kata majemuk ini dapat berupa (i) verba, (ii) nomina, atau (iii) adjektiva. Contoh: (a) melipatgandakan (b) menganaktirikan (c) menghitamlegamkan menaikturunkan berinduk semang mengawetmudakan membagi rata merataptangisi memerahpadamkan membalas budi memberi tahu menggarisbawahi mendarmabaktikan memukul mundur Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa berbagai afiks dapat ditambahkan untuk membentuk verba majemuk berafiks. Jika pangkal majemuk diapit prefiks dan sufiks (kombinasi afiks dan konfiks) maka komponen majemuk itu

dirangkaikan menjadi satu, seperti babak belur membabakbelurkan. Tetapi, jika afiks itu hanya berupa prefiks atau sufiks, komponennya tetap dituliskan terpisah, seperti daya guna berdaya guna dan tanda tangan tanda tangani. (iii) Verba majemuk berafiks yang komponennya telah berafiks lebih dahulu. Di bawah ini diberikan beberapa contoh dari jenis tersebut. Contoh: haus kekuasaan hilang ingatan hilang pikiran c. Verba majemuk berulang Verba majemuk berulang adalah verba majemuk yang intinya adalah verba dan verba tersebut diulang (direduplikasi). Verba majemuk dalam bahasa Indonesia dapat direduplikasi jika kemajemukannya bertingkat dan jika intinya adalah bentuk verba yang dapat diredupikasikan pula. Contoh: naik pangkat naik-naik pangkat pulang kampung pulang-pulang kampung goyang kaki goyang-goyang kaki pindah tangan pindah-pindah tangan Dari contoh di atas tampaklah bahwa hanya komponen verba yang mengalami reduplikasi.

2.3 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai verba maupun mengenai kata majemuk bukanlah baru pertama kali ini dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut. Namun, yang meneliti khusus verba majemuk dalam novel belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Sirait (1995) dengan skripsinya yang berjudul Analisis Kata Gabung dan Kata Depan dalam Novel Lembah Membara Karya Moerwanto meneliti penulisan kata gabung dan kata depan yang terdapat dalam novel tersebut. Dia menyimpulkan bahwa penulisan kata gabung yang terpisah terdiri dari kata majemuk dan istilah khusus, kata maha yang diikuti kata berimbuhan, kata gabung yang diikuti awalan, kata gabung yang diikuti akhiran. Selain kata gabung yang penulisannya terpisah, ada juga kata gabung yang penulisannya dirangkaikan dan mempergunakan kata hubung. Kata depan yang diperoleh dari novel tersebut adalah di, ke dan dari. Angkat (1996) dengan judul skripsi Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya. Sihite (2007) dengan skipsinya yang berjudul Kata Majemuk dalam Bahasa Batak Toba menyimpulkan bahwa ciri kata majemuk dalam bahasa Batak Toba ada tiga, yaitu ciri prakategorial, morfologis, dan sintaksis. Wujudnya berupa kata majemuk dasar, kata majemuk berimbuhan, dan kata majemuk berulang. Sedangkan polanya ada yang berpola D-D, D-M, dan M-D. Maknanya adalah

jamak, jumlah, tempat, alat, menyerupai, berulang-ulang, memakai, memiliki, menanam, memelihara, saling, kausatif, dan sifat. Herwanto (2009) dengan skripsinya yang berjudul Kategori Verba pada Harian Analisa menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling banyak muncul adalah tipe XI sedangkan tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I. Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, kata majemuk, maupun penelitian pemakaian bahasa pada novel dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian kali ini. Penelitian kata majemuk sebelumnya hanya membedakan kata majemuk dengan frasa, sedangkan idiom masih digolongkan ke dalam kata majemuk. Sedangkan penelitian ini selain membedakan kata majemuk dengan frasa, juga membedakannya dengan idiom. Kata majemuk tidak sama dengan idiom. Penelitian di atas hanya menggunakan metode kualitatif. Sedangkan penelitian ini, di samping menggunakan metode kualitatif juga menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk melihat seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba majemuk yang terdapat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.