BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. Pada metode Bina Marga (BM) ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan

BAB III LANDASAN TEORI. jalan, diperlukan pelapisan ulang (overlay) pada daerah - daerah yang mengalami

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum 2.2 Dasar Teori Oglesby, C.H Hicks, R.G

Menetapkan Tebal Lapis Perkerasan

Gambar 3.1. Diagram Nilai PCI

BAB II1 METODOLOGI. Berikut ini adalah bagan alir (Flow Chart) proses perencanaan lapis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DITERBITKAN OLEH YAYASAN BADAN PENERBIT PU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR KONSTRUKSI JALAN RAYA. 1. Nama Proyek : Pembangunan Jalan Spine Road III Bukit Sentul

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR ( FLEXIBEL PAVEMENT) PADA PAKET PENINGKATAN STRUKTUR JALAN SIPIROK - PAL XI (KM KM. 115.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Hot Rolled Asphalt Sebagai Alternatif Lapisan Tambahan Perkerasan pada Ruas Jalan Pacitan Glonggong di Pacitan. Sri Wiwoho M, ST, MT

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB V VERIFIKASI PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TUGAS AKHIR. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh:

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

BAB V EVALUASI V-1 BAB V EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Matakuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

ANALISA DAMPAK BEBAN KENDARAAN TERHADAP KERUSAKAN JALAN. (Studi Kasus : Ruas Jalan Pahlawah, Kec. Citeureup, Kab. Bogor) Oleh:

BAB II DASAR TEORI BAB 2 DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN KOTA BULUH BTS. KOTA SIDIKALANG KM KM TUGAS AKHIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

Agus Surandono 1) Rivan Rinaldi 2)

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERKERASAN DAN PELEBARAN RUAS JALAN PADA PAKET HEPANG NITA DENGAN SYSTEM LATASTON

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KORELASI DAYA DUKUNG TANAH DENGAN INDEK TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN SIMPANG BULOH LINE PIPA STA , PEMKOT LHOKSEUMAWE 1 Romaynoor Ismy dan 2 Hayatun Nufus 1

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III. oleh: NIM NIM.

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Jalan Raya

7.1. PERKERASAN JALAN (PAVEMENT)

ANALISA PENGUJIAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

BAB IV STUDI KASUS BAB 4 STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data

Re-Desain Lapisan Perkerasan Lentur Pada Ruas Jalan Lingkar Timur Baru STA STA 4+040,667 di Kabupaten Sidoarjo. A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perencanaan tebal perkerasan yang mempunyai lingkup perencanaan bahan dan

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISA KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DITINJAU DARI DAYA DUKUNG TANAH DAN VOLUME LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN JALAN RAYA

Program Studi Diploma III Teknik Sipil Bangunan Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN

STUDI STUDI PERENCANAAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN TAMBAHAN (OVERLAY) PADA RUAS JALAN MOTAHARE-RAILACO (STA STA ) TIMOR LESTE

DIVISI 4 PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN SEKSI 4.1 PELEBARAN PERKERASAN

PERENCANAAN ULANG TEBAL PERKERASAN BERDASARKAN FOKTOR-FAKTOR KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus: Jalan Lapang Ujung Barasok, Kecamatan Johan Pahlawan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI. A. Perkerasan Lentur

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

PERANCANGAN PERKERASAN CONCRETE BLOCK DAN ESTIMASI BIAYA

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN TUBAN BULU KM KM JAWA TIMUR DENGAN PERKERASAN LENTUR

Perbandingan Kekerasan Kaku I Gusti Agung Ayu Istri Lestari 128

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Major of Civil Engineering Scholar Script [Even] Terms Year (2005/2006)

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SUSUNAN PERKERASAN JALAN PADA TIGA RUAS JALAN ARTERI DI SEMARANG

PROGRAM KOMPUTER UNTUK DESAIN PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS TEBAL LAPISAN PERKERASAN LENTUR JALAN LINGKAR MAJALAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS KOMPONEN SNI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kasifikasi Jalan Perencanaan peningkatan ruas jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten ini nantinya akan berubah status dari Jalan Kolektor menjadi Jalan Nasional. Daerah ini merupakan jalur penghubung lintas selatan yang sudah tertinggal jauh jika dibandingkan dengan jalur lintas utara (pantura) baik dari segi pembangunan maupun prasarana jalannya. Ruas jalan ini juga menghubungkan arah Pelabuhan Ratu dan daerah pariwisata lainnya yang nantinya diharapkan dapat menambah devisa Negara. Oleh karena itu, dengan alasan tersebut pemerintah bermaksud untuk melakukan peningkatan ruas jalan di Provinsi Banten ini yang salah satunya adalah Ruas Jalan Bayah Cikotok. Sebagai informasi, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi atas : 1. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan dibatasi secara efisien. 2. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. II-1

Sedangkan menurut kelasnya, klasifikasi jalan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat (MST), Ton Arteri Kolektor I > 10 II 10 III A 8 III A 8 III B Kecepatan rencana jalan menurut fungsinya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Fungsi Kecepatan Rencana VR (Km/Jam) Datar Bukit Pegunungan Arteri 70-120 60-80 40-70 Kolektor 60-90 50-60 30-50 Lokal 40-70 30-50 20-30 Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh : 1. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan dikedua sisi jalan. 2. Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan. 3. Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah muka jalan. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) dibatasi oleh : 1. Jalan Arteri minimum 20 meter. 2. Jalan Kolektor minimum 15 meter. 3. Jalan Lokal minimum 10 meter. II-2

Lebar Lajur Ideal untuk masing-masing kelas jalan berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut : Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal (meter) I 3,75 Arteri II, III A 3,50 Kolektor III A, III B 3,00 Lokal III C 3,00 2.2 Perkerasan Jalan Perkerasan Jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah, batu belah, batu kali dll. Sedangkan bahan ikat yang dipakai adalah aspal, semen, dll. Pada umumnya perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas, yaitu : Lapisan tanah dasar (sub grade) Lapisan pondasi bawah (subbase course) Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan permukaan / penutup (surface course) Gambar 2.1. Lapisan Perkerasan Jalan II-3

Prinsip perkerasan pada saat tanah dibebani, maka beban tersebut akan menyebar ke dalam tanah dalam bentuk tegangan tanah. Tegangan ini menyebar sedemikian sehingga dapat menyebabkan lendutan dan akhirnya keruntuhan tanah. Pada gambar dibawah ini diperlihatkan visualisasi bagaimana beban lalu lintas didistribusikan ke tanah dasar (sub grade) melalui perkerasan (pavement). Gambar 2.2 Distribusi Beban Lalu Lintas Po adalah beban kendaraan dan P 1 adalah beban yang diterima oleh tanah dasar. Secara teoritis, besaran P 1 yang diterima tanah dasar tergantung pada kualitas dan tebal lapis perkerasan. Kualitas material yang baik dan atau tebal perkerasan yang besar akan memberikan nilai P 1 yang rendah. Jika material yang diberikan baik dan kondisi tanah dasarnyapun baik, maka untuk beban yang sama akan menghasilkan tebal perkerasan yang lebih tipis. II-4

Dalam dunia jalan raya, terdapat tiga macam lapisan perkerasan yang dikelompokkan sesuai dengan jenis bahan ikat yang dipakai yaitu : 1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement), yaitu : Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisanlapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. 2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement), yaitu : Perkerasan yang menggunakan bahan ikat semen Portland, pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Perkerasan Gabungan (Composite Pavement), yaitu : Gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlu ada persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya. Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis permukaan tanpa aspal. Perkerasan gabungan ini sering digunakan sebagai runway landasan lapangan terbang. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku. II-5

Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur 1 Desain sederhana namun pada bagian 1 Perancangan sederhana dan dapat disambungan perlu perhitungan lebih gunakan untuk semua tingkat volume teliti. Kebanyakan digunakan hanya lalu lintas dan semua jenis jalan berdapada jalan-jalan dengan volume lalu sarkan klasifikasi jalan raya. lintas tinggi, serta pada perkerasan lapangan terbang. 2 Rancangan Job mix lebih mudah untuk 2 Kendali kualitas untuk Job mix agak dikendalikan kualitasnya. Modulus rumit karena harus diteliti baik di laboelastisitas antara lapis permukaan dan ratorium sebelum dihampar, maupun pondasi sangat berbeda. setelah dihampar di lapangan. 3 Rongga udara didalam beton tidak dapat 3 Rongga udara dapat mengurangi tegangmengurangi tegangan yang timbul an yang timbul akibat perubahan volume akibat perubahan volume beton. Pada campuran aspal. Oleh karena itu tidak umumnya diperlukan sambungan untuk diperlukan sambungan. Sulit untuk bermengurangi tegangan akibat perubahan tahan terhadap kondisi drainase yang temperatur. Dapat lebih bertahan ter- buruk. hadap kondisi yang lebih buruk. 4 Umur rencana dapat mencapai 15-40 4 Umur rencana relatif pendek 5-10 tahun. tahun. Jika terjadi kerusakan maka kerusakan tidak merambat ke bagian kerusakan tersebut cepat dan dalam konstruksi yang lain, kecuali jika perwaktu singkat dapat meluas. kerasan terendam air. 5 Indeks Pelayanan tetap baik hampir 5 Indeks Pelayanan yang terbaik hanya selama umur rencana, terutama jika pada saat selesai pelaksanaan konstruksi, sambungan melintang dikerjakan dan setelah itu berkurang seiring dengan dipelihara dengan baik. waktu dan frekwensi beban lau lintasnya. 6 Pada umunya biaya awal konstruksi tinggi. 6 Pada umumnya biaya awal rendah. 7 Pelaksanaan relatif sederhana kecuali 7 Pelaksanaan cukup rumit disebabkan pada sambungan-sambungan. kendali kualitas harus diperhatikan pada sejumlah paramater. 8 Sangat penting untuk melaksanakan 8 Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan pemeliharaan terhadap sambungan- mencapai lebih kurang dua kali lebih sambungan secara rutin. besar dari pada perkerasan kaku. 9 Kekuatan konstruksi perkerasan kaku 9 Kekuatan konstruksi perkerasan lentur ditentukan oleh keuatan lapisan beton ditentukan oleh kemampuan penyebasendiri (tanah dasar tidak begitu me- ran tegangan setiap lapisan dan ditennentukan). tukan oleh tebal setiap lapisan. 10 Yang dimaksud dengan tebal perkerasan 10 yang dimaksud dengan tebal konstruksi kaku adalah tebal lapisan beton tidak perkerasan lentur adalah tebal seluruh termasuk pondasi. lapisan yang ada diatas tanah dasar dipadatkan termasuk pondasi. II-6

2.3 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Jenis perkerasan yang akan digunakan untuk perencanaan jalan ini adalah perkerasan fleksibel/lentur (Flexible pavement). Karena kondisi teknis tanah dasar yang digunakan untuk tanah pondasi bervariasi, maka direncanakan tebal perkerasan secara typical. Metode yang dipakai adalah Metode Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Bina Marga, yaitu Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987 sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 1732-1989-F. Bagian perkerasan jalan yang paling dasar adalah Tanah Dasar. Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Oleh karena itu kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik. d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu. II-7

Namun secara khusus, bagian lapisan dari suatu rencana perkerasan lentur jalan umumnya meliputi : 1. Lapisan pondasi bawah (sub base coarse) Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain : a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda. b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relative murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi). c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi. d. Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar. Bermacam-macam tipe bahan tanah setempat (CBR 20%, PI 10%) yang relative jauh lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portand dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar didapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan. 2. Lapisan pondasi (base coarse) Lapis Pondasi adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). II-8

Fungsi lapis pondasi antara lain : a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda. b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan. Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR 50%, PI 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. 3. Lapisan permukaan (surface coarse) Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan jalan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain : a. Sebagai lapis perkerasan untuk menahan beban roda. b. Sebagai lapisan kedap air, agar air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut. c. Sebagai lapisan aus (wearing course), maksudnya sebagai lapisan ulang yang langsung menderita gesekan akibat roda kendaraan. Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. II-9

Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Yang dimaksud perkerasan lentur (fleksibel pavement) dalam perencanaan ini adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran aspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapis bawahnya. Mengingat jenis perkerasan yang direncanakan adalah flexible pavement (lentur), dibawah ini terdapat beberapa jenis Aspal yang dapat digunakan sebagai lapis permukaan yang sering ditemukan pada pembangunan jalan, diantaranya : Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup. II-10

Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Hot Roller Asphalt (HRA) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Laburan Aspal (BURAS) adalah merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 9,6 mm atau 3/8 inch. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm. Laburan Batu Dua Lapis (BURDA) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS) adalah lapis pondasi perkerasan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH) adalah pada umumnya merupakan lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat dan II-11

aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan dipadatkan pada temperatur tertentu. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR) adalah merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Aspal Macadam adalah merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan / atau agregat pengunci bergradasi terbuka atau seragam yang dicampur dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin. 2.4. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Perencanaan tebal perkerasan yang akan diuraikan disini adalah merupakan dasar dalam menentukan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan untuk suatu jalan, yang meliputi : 2.4.1 Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Baru Desain struktur perkerasan lentur pada dasarnya ialah menentukan tebal lapis yang mempunyai sifat-sifat mekanis yang telah ditetapkan sedemikian rupa, sehingga menjamin tegangan-tegangan dan regangan-regangan pada semua tingkat yang terjadi karena beban lalu II-12

lintas, pada batas-batas yang dapat ditahan dengan aman oleh beban tersebut. Lapisan tebal perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu-lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada jalan itu sendiri sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlu dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi jalan seperti : 1. Fungsi jalan. 2. Kinerja perkerasan. 3. Umur rencana. 4. Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan. 5. Sifat tanah dasar. 6. Kondisi lingkungan. 2.4.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Overlay Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya dan telah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan perlu diberikan lapis ulang untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan, tingkat kekedapan terhadap air, dan tingkat kecepatan mengalirkan alir. Sebelum perencanaan tebal lapis ulang dapat terlaksana perlu dilakukan terlebih dahulu survey kondisi permukaan dan permukaan kelayakan structural konstruksi perkerasan. II-13

1. Survey Kondisi Permukaan Survey ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan (rideability) permukaan jalan saat ini. Survey dapat dilakukan secara visual ataupun dengan bantuan alat mekanis. Survey secara visual meliputi : - Penilaian kondisi lapisan permukaan dikelompokkan menjadi : baik, kritis atau rusak. - Penilaian kenyamanan berkendaraan dikelompokkan menjadi : nyaman, kurang nyaman, dan tidak nyaman. - Penilaian tingkat kerusakan yang terjadi secara kualitas dan kuantitas. Penilaian dilakukan terhadap kerusakan jalan meliputi retak (creking), lubang (pot hole), alur (rutting), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis ulang (stripping), keriting (corrugation), amblas (depression), jembul (upheavel), bleeding dan sungkur (shoving). Sedangkan survey dengan bantuan alat yaitu dengan menggunakan alat roughmeter yang ditempelkan pada sumbu belakang roda kendaraan penguji. Prinsip dasar alat ini adalah mengukur jumlah gerakan vertical sumbu pada kendaraan tertentu. 2. Survey Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan Kelayakan structural konstruksi perkerasan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu secara destruktif dan secara non destruktif. Pemeriksaan destruktif yaitu pemeriksaan dengan cara membuat test pit pada II-14

perkerasan jalan lama. Mengambil sampel ataupun mengadakan pemeriksaan dengan cara ini kurang begitu disukai karena mengakibatkan kerusakan kondisi perkerasan jalan lama. Sedangkan pemeriksaan secara non destruktif yaitu suatu cara dengan mempergunakan alat yang diletakkan di atas permukaan jalan sehingga tidak mengakibatkan rusaknya konstruksi perkerasan jalan. Alat yang umum dipergunakan di Indonesia saat ini adalah alat Benkelman Beam. 2.4.3 Memaksimalkan Lapisan Pondasi Atas & Lapisan Pondasi Bawah Seperti diketahui bersama, bahwa lapisan perkerasan lentur terdiri dari tanah dasar, lapisan pondasi bawah, lapisan pondasi dan lapisan permukaan. Namun dalam laporan Tugas Akhir, penulis akan mencoba memberikan alternative perencanaan tebal perkerasan jalan baru dengan cara memaksimalkan lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi bawah. Yang dimaksud dengan memaksimalkan lapisan pondasi atas adalah memaksimalkan lapis permukaan, sehingga diharapkan dapat lebih melindungi lapisan dibawahnya serta lapisan atas yang menerima beban langsung. Namun memaksimalkan lapis pondasi disini tidak menghapus salah satu bagian lapisan konstruksi perkerasan, hanya untuk mengetahui kemungkinan lain agar lebih murah tanpa mengurangi nilai kekuatan konstruksi. II-15

2.5 Faktor-Faktor Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk menganalisa tebal perkerasan yang disebutkan tadi diatas, berikut ini hal-hal yang mendukung dalam perencanaan tebal perkerasan yaitu : 2.5.1 Daya Dukung Tanah (DDT) dan California Bearing Ratio (CBR) Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi gambar 2.3. Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR rata-rata dari suatu seksi atau ruas jalan. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan. CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay). CBR laboratorium ini biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut : a. Tentukan harga CBR terendah. b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR. c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. Jumlah lainnya merupakan persentase dari 100 %. d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah. II-16

e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90 %. Hubungan antara nilai CBR dan DDT dapat dilihat pada gambar 2. 3 dibawah ini : Gambar 2.3 Korelasi DDT dan CBR II-17

2.5.2 Faktor Regional (FR) Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata per tahun. Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya, maka pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) seperti pada Tabel 2.1 dibawah ini : Tabel 2.1 Faktor Regional (FR) Kelandaian I (< 6%) Kelandaian II (6-10%) Kelandaian III ( >10% ) % Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat 30% > 30% 30% > 30% 30% > 30% Iklim I < 900 mm/th Iklim II > 900 mm/th 0,5 1.0-1.5 1,0 1.5-2.0 1,5 2.0-2.5 1,5 2.0-2.5 2,0 2.5-3.0 2,5 3.0-3.5 Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 II-18

2.5.3 Indeks Permukaan Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini : IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan. IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin. IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih baik. IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup baik. Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan factor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lintas Ekivalen Reencana (LER). Hubungan antara IP dan LER dapat dilihat seperti pada tabel dibawah ini. Tabel 2.2 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP t ) akhir LER = Lintas Ekivalen Rencana Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0-1,5 1,5 1,5-2,0-10 - 100 1,5 1,5-2,0 2,0-100 - 1000 1,5-2,0 2,0 2,0-2,5 - > 1000-2,0-2,5 2,5 2,5 Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 II-19

Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut tabel dibawah ini. Tabel 2.3 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness (mm/km) LASTON 4 1000 3,9-3,5 > 1000 LASBUTAG 3,9-3,5 2000 3,4-3,0 > 2000 HRA 3,9-3,5 2000 3,4-3,0 > 2000 BURDA 3,9-3,5 < 2000 BURTU 3,4-3,0 < 2000 LAPEN 3,4-3,0 3000 2,9-2,5 > 3000 LATASBUM 2,9-2,5 - BURAS 2,9-2,5 - LATASIR 2,9-2,5 - JALAN TANAH 24 - JALAN KERIKIL 24 - Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 2.5.4 Tinjauan Lalu Lintas 1. Umur Rencana (UR) Umur Rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai diperlukan perbaikan berat atau di anggap perlu diberi lapis permukaan yang baru. Umur Rencana ditetapkan berdasarkan kemampuan jalan menampung jumlah II-20

kendaraan sejak jalan tersebut direncana sampai diperkirakan volume kendaraan yang melalui jalan tersebut melampaui kapasitas jalan. Sesuai kerangka acuan kerja, umur rencana yang akan diterapkan adalah 10 tahun setelah jalan tersebut dibuka. 2. Jalur Rencana (JR) Jalur Rencana merupakan lajur lalu lintas yang akan menerima beban terberat dari lebar jalur jalan dimana dapat terdiri dari satu lajur atau lebih seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.4 Lajur Lalu Lintas Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) L < 5,50 m Jumlah Jalur (n) 1 Jalur 5,50 m L 8,25 m 2 Jalur 8,25 m L 11,25 m 3 Jalur 11,25 m L 15,00 m 4 Jalur 15,00 m L 18,75 m 5 Jalur 18,75 m L 22,00 m 6 Jalur Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 Distribusi kendaraan yang akan menempati lajur rencana terbagi dalam kendaraan ringan dan kendaraan berat. Yang termasuk kedalam kendaraan ringan adalah : Berat total < 5 Ton : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran. Yang termasuk kedalam kendaraan berat adalah : Berat total 8,16 Ton : bus, truck, traktor, semi trailer, trailer. Koefisien Distribusi Kendaraan (C) pada lajur rencana dapat dilihat pada tabel berikut ini : II-21

Tabel 2.5 Koefisien Distribusi Kendaraan (C) Jumlah Lajur Kendaraan Ringan Kendaraan Berat 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 Lajur 1.00 1.00 1.00 1.00 2 Lajur 0.60 0.50 0.70 0.50 3 Lajur 0.40 0.40 0.50 0.475 4 Lajur - 0.30-0.45 5 Lajur - 0.25-0.425 6 Lajur - 0.20-0.40 Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standard sumbu tunggal seberat 8,16 Ton (18.000 lb). Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan dari masing-masing sumbu adalah : a. Angka Ekivalen Sumbu Tunggal E = (beban satu sumbu tunggal dalam Kg) 4 8160 b. Angka Ekivalen Sumbu Ganda E = 0.086 (beban satu sumbu tunggal dalam Kg) 4 8160 Angka ekivalen beban sumbu dari persamaan diatas adalah : II-22

Tabel 2.6 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Bab II Tinjauan Pustaka Beban Sumbu Angka Ekivalen Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2205 0,0002-2000 4409 0,0036 0,0003 3000 6614 0,0183 0,0016 4000 8818 0,0577 0,0050 5000 11023 0,1410 0,0121 6000 13228 0,2933 0,0251 7000 15432 0,5415 0,0466 8000 17637 0,9328 0,0794 8160 18000 1,0000 0,0860 9000 19841 1,4798 0,1273 10000 22046 2,2555 0,1940 11000 24251 3,3022 0,2840 12000 26455 4,6770 0,4022 13000 28660 6,4419 0,5540 14000 30864 8,6447 0,7452 15000 33069,0 11,4184 0,9820 16000 35276 14,7815 1,2712 Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 4. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen a. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan. LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal Umur Rencana (UR), yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masingmasing arah pada jalan dengan median. II-23

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas Ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. LEP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n LEP = LHR j x C j x E j,, dimana j = Jenis Kendaraan j = 1 c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. LEA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n LEA = LHR j (1+i) UR x C j x E j j = 1 dimana, i = Perkembangan lalu lintas dan j = Jenis Kendaraan d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana. LET dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : LET = LEP + LEA 2 e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana. II-24

LER dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Bab II Tinjauan Pustaka LER = LET x FP, FP = UR, dimana FP = Faktor Penyesuaian 10 5. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien kekuatan relative (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahanlapis pondasi bawah). Nilai Koefisien Kekuatan Relatif untuk masing-masing jenis bahan lapisan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.7 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien Kekuatan Relatif a1 a2 a3 Kekuatan Bahan MS (kg) Kt (Kg/cm) II-25 CBR (%) Jenis Bahan 0,4 - - 744 - - Laston 0,35 - - 590 - - 0,32 - - 454 - - 0,30 - - 340 - - 0,35 - - 744 - - Lasbutag 0,31 - - 590 - - 0,28 - - 454 - - 0,26 - - 340 - - 0,30 - - 340 - - HRA 0,26 - - 340 - - Aspal Macadam 0,25 - - - - - Lapen (mekanis) 0,20 - - - - - Lapen (manual) - 0,28-590 - -

MS Kt CBR a1 a2 a3 Jenis Bahan (kg) (Kg/cm) (%) - 0,26-454 - - Laston Atas - 0,24-340 - - - 0,23 - - - - Lapen (mekanis) - 0,19 - - - - Lapen (manual) - 0,15 - - 22 - Stab tanah dengan semen - 0,13 - - 18 - - 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A) - 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B) - 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C) - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A) - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B) - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C) - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 6. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Untuk batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dibagi menjadi 2 bagian, seperti pada tabel dibawah ini : Tabel 2.8 Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan Lapis Permukaan : ITP Tebal Minimum (cm) Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 II-26 Bahan < 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda) 3,00-6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag Laston 6,71-7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag Laston 7,50-9,99 7,75 Lasbutag, Laston 10,00 10 Laston

Lapis Pondasi : ITP Tebal Minimum (cm) < 3,00 5 Bahan Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur 3,00-7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur 10 Laston Atas 7,55-9,99 20,0 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam 15 Laston Atas 10-12,14 20,0 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas 12,25 25 Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar. Lapis Pondasi Bawah : Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum = 10 cm Sumber : SNI 1732 1989 F / SKBI 2.3.26.1987 2.6 Kondisi Wilayah Studi 2.6.1 Kondisi Existing Ruas Jalan Bayah Cikotok merupakan jalan dengan lebar bervariasi dari 4,5 sampai dengan 5 meter, lokasi ruas jalan merupakan lokasi lalu lintas ringan dengan kendaraan didominasi oleh kendaraan sepeda II-27

motor dan kendaraan pribadi. Pada ruas jalan ini terdiri dari 1 segmen dengan 2 jalur. Bahan perkerasan badan jalan didominasi sebagian besar oleh Asphalt Concrete, walaupun demikian kondisinya masih cukup bagus tetapi ada beberapa segmen jalan dengan kondisi kerusakan sedang menuju berat. Pada sebagian besar saluran samping kurang terpelihara dan sebagian lagi tidak ada, namun demikian limpasan air hujan pada permukaan jalan masih dapat dialirkan ke saluran-saluran drainase yang ada. Ruas Jalan Bayah Cikotok merupakan akses jalan penghubung menuju jalur Pantai Selatan, hal tersebut sesuai dengan program Pemerintah yang akan meningkatkan status dan kondisi jalan-jalan yang ada di Jawa Barat Selatan dan Banten khususnya jalan sepanjang Pantai Selatan yang akan berubah status dari jalan Kolektor menjadi jalan Nasional. Dengan peningkatan jalan tersebut diharapkan dapat memicu pertumbuhan penduduk di Pantai Selatan yang sekaligus mengimbangi pertumbuhan penduduk dan lalu lintas di Pantai Utara yang sudah begitu padat. Untuk mendukung program Pemerintah tersebut diperlukan adanya perbaikan atau peningkatan jalan-jalan yang mengakses ke Pantai Selatan, salah satu jalan akses yang akan ditinjau dan akan direncanakan adalah ruas Jalan Bayah Cikotok yang berada di Provinsi Banten. Mengingat ruas Jalan Bayah Cikotok adalah salah satu jalan akses ke Pantai Selatan, maka perlu adanya peningkatan jalan tersebut diatas II-28

untuk memenuhi perkembangan dan pertumbuhan penduduk dan transportasi di Pantai Selatan dan yang akan melalui jalan tersebut untuk menuju bagian Tengah dan Utara atau transportasi yang bergerak sebaliknya dari arah Utara dan Tengah menuju Selatan. 2.6.2 Kondisi Topografi. Pengelompokan dan klasifikasi kondisi topografi disesuaikan dengan buku standard yang ada, dalam survey pendahuluan permukaan bumi dikelompokan ke dalam tiga kriteria, hal tersebut dilakukan dengan menilai permukaan bumi arah tegak lurus terhadap sumbu pengukuran (as rencana jalan). Klasifikasi kondisi topografi tersebut adalah : Kemiringan Lereng Melintang (%) Kondisi Topografi ± 15.00 Datar ± 25.00 Perbukitan ± 60.00 Pegunungan II-29