Revitalisasi Komponen Strategis Kemaritiman Untuk Mewujudkan Kedaulatan Dan Ketahanan Maritim Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

BAB V PENUTUP. rahim kedaulatan internal sebuah negara pantai / kepulauan atas territorial laut dan

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB I IMPLEMENTASI ASAS CABOTAGE PADA INPRES RI NO 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERDAYAAN INDUSTRI PELAYARAN NASIONAL DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D. Fakultas Hukum UI PUSANEV_BPHN

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Penataan Industri Perikanan Dilakukan Bertahap Jumat, 07 Oktober 2016

Oleh. Capt. Purnama S. Meliala, MM

Hukum Laut Indonesia

BAB IV UPAYA UPAYA INDONESIA UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN ILLEGAL FISHING DI NATUNA PADA MASA PRESIDEN JOKO WIDODO

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

JAKARTA (4/3/2015)

STRATEGI GEOPOLITIK DAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

MEMPERKUAT MEKANISME KOORDINASI DALAM PENANGANAN ABK DAN KAPAL IKAN ASING

UPAYA PENGEMBANGAN MINAPOLITAN KABUPATEN CILACAP MELALUI KONSEP BLUE ECONOMY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

BAB I PENDAHULUAN. 2 menurut kecamatan menunjukan bahwa Kecamatan Serasan menempati urutan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 115 TAHUN 2015 TENTANG SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN PENANGKAPAN IKAN SECARA ILEGAL (ILLEGAL FISHING)

BAB I PENDAHULUAN. berkelahi di laut dan saling bakar kapal-kapal penangkap ikannya. 1

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71/2010), aset adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

Bab I. Pendahuluan. Globalisasi mencerminkan hubungan tanpa batas antara negara satu

Penenggelaman Kapal Asing dalam Upaya Perlindungan Sumber Daya Laut di Indonesia: Perspektif Hukum Indonesia dan Hukum Internasional 1

Medan, Desember 2015 Pejabat Rektor. Prof. Subhilhar, Ph.D

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia luasnya sekitar 7000 km 2 dan memiliki lebih dari 480 jenis

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN LAUT

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

xii hlm / 14 x 21 cm

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

PENGELOLAAN PERBATASAN SEBAGAI GARDA TERDEPAN KEDAULATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan (archipelagic

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

Visi Kemaritiman Melalui Pembenahan Sistem Keamanan Maritim

Modul ke: 09TEKNIK GEOPOLITIK. Nanang Ruhyat. Fakultas. Program Studi Teknik Mesin

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

Yth. Bapak Jusuf Kalla Wakil Presiden RI; Hadirin sekalian peserta Forum Saudagar Bugis Makassar ke XV

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

Transkripsi:

Revitalisasi Komponen Strategis Kemaritiman Untuk Mewujudkan Kedaulatan Dan Ketahanan Maritim Indonesia Maulana Ridho Aryanto, Siti Nur Umami, dan Mahmudi Universitas Airlangga; barlancattery@gmail.com Universitas Airlangga; umami5171@gmail.com Universitas Airlangga; mahmudysoc@gmail.com Abstrak. Negara Indonesia memiliki 17.500 pulau yang terdata oleh badan statistik, akan tetapi PBB hanya memberikan data sebesar 13.466 pulau di Indonesia. Mengapa demikian karena banyak aparat berwenang yang tidak peduli dengan kondisi Indonesia. Timbul berbagai permasalahan Mulai dari illegal fishing Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 20 miliar per tahun menurut data Bank Dunia. Penggunaan jaring pukat trawl yang dapat merusak ekosistem lingkungan laut. Dalam hal ini untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan maritim, maka pertama diperlukan penguatan terhadap perundang-undangan kemaritiman (asas cabotage), yaitu asas yang diakui di dalam hukum dan praktik pelayaran seluruh dunia serta merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengurus dirinya sendiri. Kedua, kekuatan diplomasi dan kerja sama dan kerja sama bilateral.ketiga, pemahaman geomaritim untuk pelestarian laut Indonesia melalui penanaman paradigma geomaritim di masyarakat dapat menjadi dorongan pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut berserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan. Kata Kunci: Diplomasi, Indonesia, Kemaritiman, Laut, Pulau

1.1 Pendahuluan Negara Indonesia memiliki 17.500 pulau yang terdata oleh badan statistik, akan tetapi PBB hanya memberikan data sebesar 13.466 pulau di Indonesia. Mengapa demikian karena banyak aparat berwenang yang tidak peduli dengan kondisi Indonesia, mereka hanya peduli tentang eksploitasi kekayaan Indonesia untuk kepentingan pribadi. Siapa yang salah dan benar? Ya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Kita harus bisa merapikan hal ini karena data itu menyangkut identitas negara di mata internasional. Apabila Indonesia memiliki data valid yang dapat dipertanggungjawabkan, hal ini dapat mempengaruhi kedaulatan di mata internasional sehingga Indonesia mampu mengembangkan sektor kelautan dan perikanan lebih optimal dibanding saat ini. Potensi kelautan Indonesia masih sedikit yang tergarap. Padahal potensinya sangat besar. Kita harapkan melalui peran aparat berwenang dan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia mampu mewujudkan kemaritiman yang berdaulat. 1.2 Latar Belakang Kedaulatan Indonesia masih belum bisa dikatakan sangat baik karena sampai sekarang banyak pulau di Indonesia yang belum bernama maupun

diklaim atau dihak miliki oleh negara lain. Sedangkan pengelolaan Maritim Indonesia dari dulu masih dibawah standar dikarenakan para penjaga perairan Indonesia masih lemah, regulasi tidak pasti, dan lemahnya diplomasi. Dewasa ini, pemerintah mencannagkan cita-cita menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Ibu Susi Pudjiastuti yang kini menjabat sebagai Menteri Kelautan melakukan beberapa perubahan terhadap pengelolaan semua permasalahan kemaritiman di Indonesia. Mulai dari permasalahan illegal fishing Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 20 miliar per tahun menurut data Bank Dunia. Penggunaan jaring pukat trawl yang dapat merusak ekosistem lingkungan laut.

1.3 Tujuan Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis komponen-komponen yang mengambil peran dalam menciptakan kedaulatan dan ketahanan maritim Indonesia. Disamping itu, penjabaran beberapa aturan-aturan diharapkan dapat menambah wawasan pembaca akan Indonesia sebagai Negara Kepulauan sehingga mampu berperan aktif dan paradigm geomaritim dalam meningkatkan ketahanan maritim Indonesia. Di lingkup nasional, aparat yang berwenang dapat membenahi sistem yang sudah bagus dengan langkah evaluasi dan integrasi bersinergi, serta menciptkan keselarasan antara undang-undang dengan implementasi lapangan. Di lingkup internasional, tercipta diplomasi-diplomasi dan kerja sama bilateral untuk menghindari kesalahpahaman dan konflik. 2. Studi Literatur 2.1 Pertahanan kedaulatan wilayah maritime melalui Asas Cabotage Cabotage Principle merupakan asas yang diakui di dalam hukum dan praktik pelayaran seluruh dunia serta merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk mengurus dirinya sendiri, dalam hal ini pengangkutan dalam negeri (darat, laut dan udara), sehingga tidak dapat begitu saja dianggap sebagai proteksi, yaitu perlindungan atau perlakuan istimewa yang kurang wajar bagi perusahaan domestik sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Beberapa negara menggunakan Asas Cabotage sebagai landasan untuk memperkuat sistem kemaritiman. Contohnya saja Amerika Serikat yang sangat protektif terhadap industri angkutan lautnya dengan memberlakukan cabotage principle secara ketat. Melalui Jones Act 1920, asas Cabotage mempersyaratkan bahwa pelayaran laut nasional Amerika

Serikat harus menggunakan kapal berbendera Amerika (US Registered), kapal yang dibuat di Amerika (US Built) dan dimiliki oleh warga negara Amerika (US Owned), di samping itu dioperasikan oleh perusahaan yang dikendalikan oleh warga negara Amerika (US Controlled Companies), dengan awak warga negara Amerika (US Crew). Di India, asas cabotage, ditetapkan di Bab XIV Pasal 406 & 407 dari Merchant Shipping Act 1958 tapi tidak mutlak. Menurut ketentuan ini, hanya kapal bendera India yang dapat mengangkut muatan dari satu pelabuhan di India ke pelabuhan India lainnya. Namun, izin dapat diberikan ke kapal berbendera asing untuk mengangkut muatan antara pelabuhan India jika kapal berbendera India yang tidak tersedia. Filipina termasuk negara yang sudah lama memberlakukan asas cabotage melalui Republic Act (RA) 1937 atau The Tariff and Customs Code of the Philippines, dan RA 9295 atau The Domestic Shipping Development Act of 2004. Malaysia memperkenalkan asas ini pada tahun 1980 melalui amandemen Merchant Shipping Act 1952 Pasal 65A untuk memproteksi dan membantu mengembangkan kapasitas perdagangan domestik dan logistik Malaysia. Lain halnya dengan negara pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Canada dengan panjang garis pantai 95.181 km, Indonesia tercatat pernah mengalami kejayaan di bidang transportasi laut pada tahun 1960an setelah proses nasionalisasi sebuah perusahaan pelayaran Belanda, NV. KPM (Koninklijk Paketvaart Maatschappij), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1960 Tanggal 24 September 1960. Tapi kemudian meredup seiring dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri No 57 Tahun 1984 yang melarang pengoperasian kapal di atas usia 25 tahun. Hal ini menyebabkan pengusaha harus menggunakan kapal asing untuk mengisi kekosongan alat angkut dan ini terjadi setidaknya sampai dengan tahun 2005.

Asas Cabotage di Indonesia dimulai dari Instruksi Presiden (Inpres) No 5 Tahun 2005 mengenai Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. Sebagai tindak lanjut dari Inpres No 5/2005, diterbitkanlah Keputusan Menteri Perhubungan No 71 tahun 2005 mengenai 13 jenis komoditas yang harus diangkut oleh kapal-kapal berbendera merah putih. Asas cabotage ini kemudian diakomodir dalam Undang-Undang Pelayaran No 17 Tahun 2008 (Pasal 8 ayat 1 dan 2). UU ini juga memuat sanksi atas pelanggaran asas cabotage, yaitu sanksi administratif dan pidana. Namun demikian, berdasarkan Keputusan Menteri No 48 Tahun 2011 tentang Penerapan asas Cabotage Hulu Migas, pemerintah masih memberikan dispensasi pengoperasian kapal asing untuk kegiatan lepas pantai dan pengerjaan bawah air hingga akhir tahun ini. Selain itu, dispensasi penggunaan kapal asing untuk kegiatan pengeboran lepas pantai juga berakhir pada Desember 2015. Substansial tata peraturan perundang-undangan kemaritiman Indonesia lebih rumit dari negara-negara lain, mengalami perubahan, serta terjadinya tumpang tindih peraturan satu dengan peraturan lainnya menyebabkan terjadinya dispensasi dan lemahnya perundang-undangan. Tidak sedikit nelayan-nelayan yang melanggar undang-undang dan asas cabotage yang dijalankan Indonesia karena tidak ada pengawasan berkelanjutan di lapangan. 2.2 Pertahanan Diplomasi Guna Mewujudkan Kedaulatan Indonesia mencatat pengakuan internasional Indonesia terhadap konsepsi negara kepulauan dalam bidang hukum laut dan memperkokoh kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ketika pada tanggal 13 Desember 1957 Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja mengeluarkan sebuah deklarasi mengenai wilayah perairan Indonesia yang sekarang dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Pengumuman

pemerintah Indonesia yang menyatakan Indoensia sebagai negara kepulauan dalam Deklarasi Djuanda mendapat protes dari Amerika Serikat, Australia, Inggris, Belanda, dan New Zealand, tetapi medapat dukungan dari Uni Soviet, Republik Rakyat Cina, Filipina, dan Ekuador. Meskipun demikian Indonesia terus melanjutkan kebijakan tersebut karena kedaulatan wilayah maritim beserta sumber daya yang terkandung dengan dipertegas secra yuridis formil oleh Undang Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang perairan Indonesia Dalam tataran masyarakat Internasional melalui Perserikatan Bangsa- Bangsa terus melakukan berbagai upaya kodifikasi hukum laut melalui konferensi-konferensi Internasional, yaitu Konferensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 (United Nations Conference on the Law of the sea UNCLOS). Konferensi ini dilakukan sebanyak tiga kali karena hasilnya selalu gagal menemui kata sepakat karena adanya kepentingan dari berbagai macam negara hingga pada UNCLOS III berhasil membentuk sebuah Konvensi PBB tentang hukum laut 1982. Indonesia adalah negara kepuluan. Negara Kepulauan adalah suatu Negara yang seluruh wilayahnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Kepulauan berarti suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan diantaranya, dan wujud ilmiah lain yang erat hubungannya sehingga membentuk suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki. Indonesia secara yuridis formis sudah sangat kuat, konsekuensinya Indonesia harus mampu mempertahankan penegakan kedaulatan di atas negara-negara lain. Pertahanan ini sangat penting adanya supaya tidak terjadi perebutan wilayah. Sebagaimana permasalahan yang pernah terjadi, seperti lepasnya Pulau Pasir serta Pulau Sipadan dan Ligitan. Diplomasi politik antar negara memiliki andil fundamental dalam konsepsi ini. 2.3 Kedaulatan Kemaritiman Berbasis Geomaritim

Indonesia patut bangga menjadi Negara Kepulauan, tapi bangga saja tidak cukup. Indonesia harus menjaga dan memanfaatkan kekuatan maritimnya, sumber daya alamnya maupun kedaulatannya. Apabila Indonesia tidak mampu menjaga sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, maka semakin banyak kasusu illegal fishing, perompakan, pencemaran, perusakan secara terus menerus. Olek karena itu, pembentukan pola pikir geomaritim memiliki urgensi dalam masyarakat dewasa ini. "Kebijakan pemerintah dalam rangka poros maritim harus bersamaan dengan membangun paradigma geomaritim. Masyarakat harus diberikan pemahaman dulu pentingnya pengetahuan geomaritim," kata Ketua Umum Ikatan Geograf Indonesia (IGI) Hartono. Geomaritim merupakan kosep untuk menjembatani dunia akademis dan masyarakat dalam membangun kemaritiman Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kemaritiman, sumber daya maritime, sosial-ekonomi maritime, budaya, kewarganegaraan, dan konstelasi global maritim. 3. Pembahasan

3.1 Pertahanan kedaulatan wilayah maritim melalui Asas Cabotage Implementasi asas cabotage yang terintegrasi dan sinergi, yaitu terciptanya kemandirian untuk mengambil keputusan dan bertindak di dukung dengan komponen-komponen yang saling bersinergi memperkuat pertahanan maritime Indonesia. Namun, Indonesia belum sepenuhnya mengimplementasikan asas cabotage yang terintegrasi dan sinergi. Marthin Hadiwinata, Kepala Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan DPP KNTI menyatakan bahwa Inefektifitas pengawasan laut ini juga disebabkan oleh permasalahan tumpang tindih kewenangan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah laut. Situasi ini terjadi antara berbagai lembaga negara yang meliputi: Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI AL, Kejaksaan, Kepolisian, Menteri Luar Negeri, Bakamla sendiri dan berbagai lembaga lainnya yang mencapai 13 lembaga negara. Akibat dari ini tidak ada pengelolaan anggaran yang efektif, efisien, tepat sasaran, tepat guna, perbedaan standar yang melemahkan pengawasan laut. Pengawasan laut guna memastikan perundang-undangan dan asas cabotage berjalan beriringan dengan kenyataan di lapangan juga megalami keterbatasan dalam hal ketersediaan bahan bakar minyak dan armada patroli. Maka dari itu, sinergi antar aparat yang berwenang dengan kewenangan masing-masing serta optimalisasi partisipasi peran aktif organisasi nelayan melindungi wilayah perikanannya dapat meningkatkan ketahanan dan kedaulatan maritim Indonesia. 3.2 Pertahanan Diplomasi Guna Mewujudkan Kedaulatan Dewasa ini Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti meningkatkan peran pemerintah dalam meneggakkan kedaulatan dan ketahannan maritime Indonesia. Salah satunya dengan dikeluarkannya moratorium bagi kapal eks-asing. Nantinya, setelah masa moratorium selesai, proses perizinan bagi kapal eks-asing akan kebali semula dengan

menyertakan syarat-syarat seperti mendapat hasil analisis wilayah penegelolaan perikanan (WPP) Data Penenggelaman kapal ikan hasil tangkapan per Oktober 2015 Sumber data:kompas.com N o Negara Jumlah (kapal) 1. Malaysia 6 2. Filipina 34 3. China 1 4. Thailand 21 5. Vietnam 33 6. Papua New Guinea 2 7. Indonesia 4 Total 101 Penenggelaman tersebut terkait dengan pelanggaran-pelanggaran beberapa ketentuan, diantaranya: 1. Menggunakan nahkoda dan ABK berkewarganegaraan asing. 2. Tidak mendaratkan ikan di pelabuhan pangkalan 3. Melakukan tindak pidana perdagangan orang dan perbudakan. 4. Menggunakan BBM illegal 5. Melanggar jalur penangkapan ikan. 6. Tidak mengaktifkan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) online 7. Menggunakan alat tangkap tidak sesuai Surat Izin Penangkapan (SIPI). 8. Melakukan ekspor impor barang tanpa izin kepabeanan 9. Melakukan alih muat illegal (illegal transhipment) di tengah laut. 10. Tidak membangun/bermitra dengan unit pengelola ikan (UPI) Selain sinergi aparat yang berwenang, optimalisasi partisipasi peran aktif organisasi nelayan, diplomasi menjadi benteng pertahanan terkuat maritim Indonesia. Masuknya kapal-kapal asing secara ilegal, maupun lepasnya beberapa pulau di Indonesia termasuk klaim Republik Rakyat Cina terhadap Pulau Natuna tidak terlepas dari peran diplomasi antar

negara. Kerja sama dan MoU guna mempublikasikan perundang-undangan yang tegas dan pemahaman regulasi laut agar tidak ada kesalahpahaman dalam hubungan bilateral. 3.3 Kedaulatan Kemaritiman Berbasis Geomaritim Ketahanan dan kedaulatan tidak melingkupi perundang-undangan dan diplomasi saja, akan tetapi peran pengelolaan tidak terlepas dari penigkatan ketahanan menujudkan kedaulatan maritim. Penanaman paradigma geomaritim di masyarakat dapat menjadi dorongan pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut berserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan. Konsep geomaritim ini tidak lepas dari peran akademisi di bidang kelautan, pemahaman masyarakat tentang bagaimana harus mengelola sumberdaya yang terkandung, penggunaan jaring pukat trawl yang dapat merusak ekosistem atau alat tangkap yang tidak sesuai dengan UPI, serta peningkatan sumber daya manusia nelayan Indonesia. Sebagai wujud nyata, Asosiasi Industri Boatyard Indonesia (AIBINDO), yaitu kerja sama 36 galangan kecil sebagai wadah kerjasama mereka yang akan dideklarasikan resmi pada Hari Nusantara, 13 Desember 2015. Program asosiasi akan memprioritaskan pada kerjasama dalam desain dan pembangunan, tenaga kerja serta menetapkan standartisasi mutu produk boat. Kapal yang berhasil ditangkap terkait IUU fishing Sumber data:kompas.com No Negara Jumlah (kapal) 1. Indonesia 60 2. Malaysia 6 3. Filipina 17 4. Thailand 7 5. Vietnam 46 Total 136

Dari tabel diatas masih banyak kapal-kapal dari Indonesia sendiri yang melanggar undang-undang dan aturan-aturan yang berlaku. Oleh karenanya, peran aktif seluruh komponen dapat mendorong terciptanya kedaulatan dan ketahanan maritim Indonesia, baik aparat yang berwenang, diplomasi, dan paradigma geomaritim diharapkan dapat mendukung terciptanya kedaulatan dan ketahanan maritime Indonesia sebagai upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. "Jalesveva Jayamahe" mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. 4. Penutup Indonesia adalah negara kepuluan. Negara Kepulauan adalah suatu Negara yang seluruh wilayahnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Kepulauan berarti suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan diantaranya, dan wujud ilmiah lain yang erat hubungannya sehingga membentuk suatu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki. Dalam hal ini untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan maritim maka diperlukan penguatan terhadap perundang-undangan kemaritiman (asas cabotage), kekuatan diplomasi dan kerja sama bilateral, dan pemahaman geomaritim untuk pelestarian laut Indonesia.

5. Referensi 1. Redaksi Kompas, Paradigma Geomaritim, Strategi Mewujudkan Poros Maritim, http://print.kompas.com/baca/2015/10/24/paradigma- Geomaritim%2c-Strategi-Mewujudkan-Poros-Ma? utm_source=bacajuga, diakses pada 8 Desember 2015, 7.37 WIB 2. AQson, Mengingat (lagi) Asas Cabotage, http://jurnalmaritim.com/2015/12/mengingat-lagi-asas-cabotage/, diakses pada 8 Desember 2015, 7.22 WIB 3. Indi Catur, Makalah Hukum Laut dan Kemaritiman UNCLOS III (1982), https://www.scribd.com/doc/53863181/9/undang-%e2%80%93- UNDANG-NOMOR-17-TAHUN-1985, diakses pada 8 Desember 2015, 7.11 WIB