BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBAYARAN KLAIM PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN PADA BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penanganan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. mendukung sistem perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan apabila menghadapi masalah hukum. Class action merupakan contoh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 31 Tahun 1992 TLN Nomor 3472, Pasal 4. Aditya Bakti, 2003), hal 86. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kondisi perbankan yang tidak sehat diturunkan melalui Bank Indonesia sebagai Bank

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara dan dapat dikatakan sebagai pusat dari sistem perekonomian negara. Hal ini dikarenakan bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian (Hermansyah, 2008:7). Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Abdulkadir Muhammad, 2000:33). Bank mendapatkan sumber dana terbesar dari dana masyarakat yang dipergunakan bagi kelangsungan operasional bank. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat merupakan salah satu pilar yang harus dijaga untuk mempertahankan eksistensi bank yang ada. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank, selain itu setiap bank juga harus mempunyai image yang baik di dalam masyarakat agar suatu bank dapat dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan perbankan. Dengan adanya image baik ini, suatu bank dapat memiliki nasabah yang banyak dan tetap eksis di tengah masyarakat. Pada tanggal 25 Maret 1992 hukum perbankan telah mengalami perubahan yang sangat mendasar dengan disahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Setelah enam tahun mulai dari berlakunya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 mengalami perubahan untuk pertama kalinya. Perubahan tersebut merupakan salah satu program pelaksanaan reformasi

2 perbankan, yakni menyempurnakan perangkat hukum di bidang perbankan dan pendirian lembaga dana penyangga simpanan, yang pada gilirannya akan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional terhadap sistem perbankan kita. Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tersebut dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Perbankan). Undang-Undang ini disahkan oleh Presiden pada tanggal 10 Nopember 1998 (Rachmadi Usman, 2001:2). Selain itu juga terdapat beberapa sumber hukum lain yang mendukung Undang-Undang Perbankan, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Bank Indonesia, Surat Edaran Bank Indonesia, dan peraturan pelaksaan lainnya. Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan (tertulis) yang mengatur mengenai perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Perbankan, bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Kemudian dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Perbankan menyebutkan bahwa Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya dalam Pasal 29 ayat (3) disebutkan bahwa Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat, dengan kata lain agar selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Prinsip kehati-hatian ini harus dijalankan oleh bank bukan hanya karena

3 dihubungkan dengan kewajiban bank agar tidak merugikan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada masyarakat, yaitu sebagai bagian dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja. Prinsip kehati-hatian ini bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar dengan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan, agar bank yang bersangkutan selalu dalam keadaan sehat sehingga masyarakat semakin mempercayainya (Rachmadi Usman, 2001:18-19). Penerapan prinsip kehati-hatian ini membuat bank tidak dapat melakukan kegiatan yang merugikan baik untuk bank itu sendiri ataupun kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank tersebut. Bank harus dapat menjaga dan menjamin pengelolaan dana para nasabah sehingga memberikan rasa aman bagi nasabah untuk memberikan kepercayaan penuh bagi bank dalam menyimpan dan mengelola dananya. Image suatu bank dalam masyarakat menentukan kualitas dari suatu bank. Apabila kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank menurun maka akan mempengaruhi sistem perbankan tersebut. Para nasabah akan melakukan penarikan dana besar-besaran ketika mereka kehilangan kepercayaan (Dhian Indah Astanti, 2012) Kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan Indonesia mengalami penurunan drastis di tahun 1997-1998 yaitu pada saat terjadinya krisis moneter. Indonesia s banking sector was devasted by the crisis that began in October 1997. Of the largest banks-the seven original state banks and the ten largest formerly private banks-none managed to remain solvent, and those that still operate under their original names do so only because they were bailed out by the goverment.yang diterjemahkan secara bebas: Sektor perbankan Indonesia sangat terpukul dengan adanya krisis yang dimulai pada bulan Oktober 1997. Bank terbesar-tujuh bank negara dan sepuluh bank swasta terbesar-tidak berhasil membayar hutangnya, dan mereka masih beroperasi dibawah nama asli mereka karena mereka dijamin oleh pemerintah (George Fane and Ross H.Mcleod, 2002:277)

4 Krisis moneter menyebabkan 16 bank tidak diperbolehkan untuk beroperasi lagi dan terjadi penarikan dana oleh masyarakat yang jumlahnya cukup besar. Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa pemberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard atau tindakan kurang hati-hati terhadap resiko, baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Dalam hal ini, pengelola bank menjadi kurang hati-hati dalam mengelola dana masyarakat, sementara masyarakat dalam hal ini adalah nasabah, tidak peduli untuk mengetahui kondisi keuangan bank karena simpanannya dijamin secara penuh oleh bank. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Melihat pentingnya mengatur penjaminan dana nasabah penyimpan oleh adanya krisis moneter dan juga berdasarkan sistem penjamin yang telah ada pada waktu itu (blanket guarantee), dilakukan penyesuaian terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan melalui pengundangan Undang-Undang Perbankan. Dalam Pasal 37B ayat (1) Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Dalam ketentuan tersebut, kewajiban menjamin simpanan nasabah penyimpan merupakan kewajiban bank berdasarkan perjanjian penyimpanan antara bank dan nasabah penyimpan dana. Pasal 37B ayat (2) menyebutkan bahwa Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan. Tanggal 22 September 2004 secara resmi dibentuk suatu lembaga yang menjamin dana nasabah penyimpan yaitu Lembaga Penjamin Simpanan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagai pelaksanaan amanat dari Pasal 37B ayat (2) Undang-

5 Undang Perbankan. Undang-Undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga secara operasional Lembaga Penjamin Simpanan dimulai pada tanggal 22 September 2005. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank agar masyarakat tetap memiliki keyakinan dalam menyimpan dana yang dimiliki di bank. Urgensi yang terpenting pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan ini adalah untuk upaya menjaga stabilitas ekonomi nasional. Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, Lembaga Penjamin Simpanan akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank (Jamal Wiwoho, 2011:146) Akhir-akhir ini mulai ditemui beberapa kasus bank gagal di Indonesia. Salah satunya adalah PT. BPR Tripanca Setiadana yang beralamat di Jalan Laksamana Malahayati Nomor 138 Teluk Betung, Bandar Lampung. Bank ini dinyatakan sebagai bank gagal dan dicabut izin usahanya pada tanggal 24 Maret 2009 berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.11/15/KEP.GBI/2009 tentang pencabutan izin usaha PT. BPR Tripanca Setiadana (DL). Kegagalan bank ini disebabkan karena adanya fraud yang dilakukan oleh PSP/Pengurus berupa kredit topengan yang dananya digunakan untuk keperluan pribadi dan karena kesulitan likuiditas pemilik (Grup Usaha Tripanca) uang juga pemilik BPR sehingga tidak dapat membayar kewajiban kepada supplier karena pembayaran dilakukan atas beban rekening tabungan PSP yang ada di BPR (http://www.lps.go.id/bank-yang-dilikuidasi/-/asset_publisher/z7el//content/ptbpr-tripanca-setiadana-dl: diakses tanggal 23 Maret 2016). Sugiharto Wiharjo alias Alay, pemilik PT. BPR Tripanca Setiadana terbukti membobol bank miliknya sendiri sebesar Rp 735.000.000.000,00 (Tujuh Ratus Tiga Puluh Lima Miliar Rupiah). Alay bersama terdakwa lain telah melanggar Pasal 49 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perbankan. Alay dan dua

6 direksi PT. BPR Tripanca Setiadana telah melakukan tindak pidana perbankan dengan cara membuat kredit fiktif dalam pembukuan PT. BPR Tripanca Setiadana. Perbuatan tersebut dilakukan Alay untuk mengajukan kredit fiktif atas nama 177 debitur. Setelah cair, dana kredit ditransfer ke rekening pribadi Alay bernomor 100001555 dan rekening PT. BPR Tripanaca Setiadana nomor 100003555. Kedua rekening tersebut terdapat di PT. BPR Tripanaca Setiadana. Praktek membobol bank milik sendiri tersebut telah menyebabkan PT. BPR Tripanaca Setiadana ambruk. Aksi pembobolan ini diketahui setelah Bank Indonesia melakukan audit dan investigasi menyeluruh (http://www.ekonomiorangwarasdaninvestigasi.blogspot.com/2010/01/mengukurkekuatan-lembaga-asuransi.html?m=1 diakses pada 1 Juni 2016) Ketika bank gagal dan harus dicabut izin usahanya maka kewajiban pencairan aset dan pencairan aset dan penagihan piutang dilakukan oleh Tim Likuidasi yang pelaksanaannya diawasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan ini wajib membayar klaim penjaminan dari bank yang dicabut izin usahanya. Terkait dengan pembayaran klaim penjaminan di PT. BPR Tripanca Setiadana ini muncul beberapa kasus yang kemudian dibawa ke pengadilan salah satunya adalah kasus antara Lembaga Penjamin Simpanan melawan Kurator PT. Tripanca Group dan PT. BPR Tripanca Setiadana dimana dalam proses penyelesaiannya sendiri antara putusan tingkat pertama dan putusan kasasinya terlihat sangat berbeda sekali terkait dengan besar dana yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Kemudian muncullah pertanyaan bagaimana prosedur mengenai pembayaran klaim penjamin nasabah penyimpan oleh Lembaga Penjamin Simpanan pada bank gagal yang dicabut izin usahanya dan bagaimana prakteknya. Dari beberapa ulasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih dalam guna menyusun skripsi dengan judul: PEMBAYARAN KLAIM PENJAMINAN NASABAH PENYIMPAN PADA BANK GAGAL OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011)

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan 2 (dua) pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut : a. Bagaimana prosedur pembayaran klaim penjaminan nasabah penyimpan pada bank gagal? b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam kasus antara Lembaga Penjamin Simpanan melawan Kurator PT. Tripanca Group dan PT. BPR Tripanca Setiadana terkait dengan sengketa pembayaran klaim penjaminan? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, yang terkait dengan perumusan masalah dan judul dari penelitian itu sendiri.tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan hukum ini terdiri dari tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan obyektif adalah tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subyektif berasal dari peneliti. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui prosedur mengenai pembayaran klaim penjamin nasabah penyimpan pada bank gagal oleh Lembaga Penjamin Simpanan. b. Mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus kasus antara Lembaga Penjamin Simpanan melawan Kurator PT. Tripanca Group dan PT. BPR Tripanca Setiadana terkait dengan sengketa pembayaran klaim penjaminan tersebut. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah wawasan pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teoriteori hukum yang penulis peroleh selama kuliah di Fakultas Hukum, sehingga bermanfaat bagi penulis dan memberi kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

8 b. Melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi para pihak. Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi banyak pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diperoleh oleh penulisan hukum ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum perdata. b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum perdata. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitianpenelitian yang sama (sejenis) pada tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan bagi semua pihak terkait dengan masalah yang diteliti, serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. b. Menjadi sarana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. c. Sebagai masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum. Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014:60)

9 Tujuan penelitian hukum adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya dilakukan, bukan membuktikan kebenaran hipotesis. Preskripsi itu harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan. Ilmu hukum merupakan ilmu terapan maka penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:69). Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki (2014:55) legal research atau rechtsonderzoek selalu normatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum yang digunakan menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku (act)- bukan perilaku (behavior)-individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:41-42). Sedangkan suatu ilmu terapan memang hanya dapat diterapkan oleh ahlinya. Sama halnya dengan masalah hukum, yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:67). 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum, terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan tersebut ada agar peneliti dapat memperoleh informasi dari berbagai aspek

10 mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133). Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan undangundang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Sedangkan pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menjadi kajian pokok didalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133-134). Penelitian hukum ini juga menggunakan pendekatan sejarah (historical approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti untuk mengungkap filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari. 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahanbahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan -catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

11 yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud, 2014:181) Sumber bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sumber bahan hukum sekunder, yaitu penulis peroleh dari kepustakaan, yang dalam hal ini dibedakan menjadi dua yaitu: a. Bahan Hukum Primer 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang; 4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan; 5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan; 6) Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan; 7) Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011. b. Bahan Hukum Sekunder Meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan penelitian penulis. 5. Teknik Pengumpulan Data Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam menguraikan bahan hukum yang telah diperoleh untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal sehingga pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi

12 kepustakaan. Teknik pengumpulan bahan hukum ini, penulis akan lakukan dengan cara mempelajari literatur, catatan perundang-undangan serta bukubuku yang berkaitan dengan penelitian penulis. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis dalam penelitian hukum ini menggunakan teknik analisis silogisme deduksi. Penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis minor. Dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusio (Peter Mahmud, 2014:89). Premis mayor tersebut merupakan penarikan suatu aturan hukum sedangkan premis minor adalah fakta hukum yang dapat ditemukan baik pada peraturan perundang-undangan dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistemika laporan penulisan hukum yang disusun oleh penulis adalah sebagai berikut: BAB I BAB II : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai kerangka dari teori, penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi tinjauan tentang perbankan, tinjauan tentang nasabah, tinjauan tentang Lembaga Penjamin Simpanan, dan tinjauan tentang Bank Gagal. Penelitian yang relevan menguraikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Kerangka pemikiran akan menjelaskan mengenai gambaran dari alur pemikiran penulis dalam meneliti permasalahan pada penelitian

13 hukum (skripsi), alur pemikiran ini akan digambarkan dengan bagan dan tulisan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai uraian dan sajian pembahasan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah yaitu, mengenai prosedur pembayaran klaim penjaminan dan pertimbangan hakim dalam kasus antara Lembaga Penjamin Simpanan melawan Kurator PT. Tripanca dan BPR PT. Tripanca Setiadana terkait dengan sengketa pembayaran klaim pembayaran sehubungan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 615 K/Pdt.Sus/2011tersebut. BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisi beberapa simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN