2015 PERBANDINGAN KONDISI SOSIAL EKONOMI ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI NON PLASMA DI KECAMATAN KERUMUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGANTAR GEOGRAFI Oleh: Djunijanto, S.Pd

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa Pandu Senjaya merupakan wilayah dengan potensi pengembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI DAERAH RIAU 1

BAB I PENDAHULUAN Indonesia menguasai ekspor pasar minyak sawit mentah dunia sebesar

BAB I PENDAHULUAN. tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi manusia, bisa digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN KELAPA SAWIT: DAMPAKNYA TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN DI DAERAH RIAU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 376/KPTS-II/1998 TENTANG KRITERIA PENYEDIAAN AREAL HUTAN UNTUK PERKEBUNAN BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara agraris yang terletak di daerah trofis dengan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

ADOPSI DAN DIFUSI TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT PETANI SWADAYA DI DESA SENAMA NENEK KECAMATAN TAPUNG. HULUKAMPAR

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KAJIAN KELAPA SAWIT DAN PEREKONOMIAN DESA DI DAERAH RIAU 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1986 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hartini Susanti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Hutan Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, artinya kegiatan pertanian

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor perkebunan sebagai bag ian dari. pengolahan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi nyata.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

2015 PENGARUH BUDIDAYA TANAMAN MENDONG

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

KEADAAN UMUM. Letak Geografi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung yang memiliki luas wilayah 3.921,63 km 2 atau sebesar 11,11% dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Pembangunan ekonomi

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PELALAWAN BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempercepat proses pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya upaya

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

I. PENDAHULUAN. sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara (BPS Aceh 2012). penduduk. Areal tanaman kelapa di Provinsi Aceh pada tahun 2004 seluas

Lahan Gambut Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

Pembangunan sektor pertanian seyogyanya memperhatikan. komponen-komponen serta seluruh perangkat yang saling berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ini berasal dari kemampuan secara mandiri maupun dari luar. mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

KELAPA SAWIT, POTENSI UNGGULAN KABUPATEN BANGKA BARAT POTENSI KELAPA SAWIT

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di

GUBERNUR BANK INDONESIA,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 1. Pengetahuan Dasar GeografiLATIHAN SOAL BAB 1. Daljoeni. R.Bintaro

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Naga Beralih adalah salah satu Desa yang ada di Kecamatan Kampar Utara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni Pemerintah Indonesia

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok selalu terjadi, baik secara

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi menguraikan tentang litosfer, hidrosfer, antroposfer, dan biosfer. Di dalam lingkup kajian geografi pula kita mengungkapkan gejala gejala yang ada dipermukaan bumi seperti lapisan ozon, air, udara, manusia dengan segala aktifitasnya, serta hewan dan tumbuhan, mengkaji interaksi dan interelasi, mengkaji persamaan dan perbedaan fenomena geosfer, serta mengkaji pemecahan masalah geografi. Geografi menguraikan permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil hasil yang diperoleh dari bumi. Salah satu prinsip geografi adalah adanya hubungan timbal balik antara gejala gejala fisik dan sosial di permukaan bumi. Melihat dari prinsip geografi tentang interaksi, kebutuhan konsumsi minyak kelapa sawit dunia yang sangat tinggi dan terus meningkat akan menyebabkan pertumbuhan produktifitas kelapa sawit yang nantinya berimbas pada kehidupan petani kelapa sawit. Maka dari itu unsur interaksi yang terjadi menyebabkan pembangunan perkebunan kelapa sawit lebih diarahkan oleh pemerintah dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa bagi negara. Karena tanaman kelapa sawit menyumbang 33 % minyak nabati dunia. Putra (dalam Goenadi, 2005, hlm.1) mengemukakan bahwa Tanaman ini tidak hanya menghasilkan minyak kelapa sawit tetapi juga terdapat produk turunannya yaitu minyak goreng, deterjen, kosmetik, sabun, dan beberapa produk kimia seperti: fatty acid, fatty alkohol, glycerine, metalic soap, stearic acid, methyl ester, dan stearin. Dalam mengkaji persamaan dan perbedaan geosfer, karakteristik suatu wilayah sangat ditentukan oleh perbedaan fenomena tersebut (Tika,2007,hlm7). Daerah Riau merupakan daerah tropis yang mempunyai banyak hutan hujan yang cocok di alih fungsikan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, selain itu kondisi iklim, hidrologi, dan jenis tanah juga sangat mendukung untuk penanaman kelapa sawit. Maka dari itu Sektor pertanian dikembangkan oleh Pemerintah daerah Riau

khususnya pada subsektor perkebunan sebagai salah satu alternatif pembangunan ekonomi pedesaan. Komoditi yang dikembangkan adalah kelapa sawit sebagai komoditi utama. Beberapa alasan kenapa Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit, diantaranya : Pertama, dari segi fisik dan lingkungan keadaan daerah Riau memungkinkan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit; Kedua, kondisi tanah yang memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit menghasilkan produksi lebih tinggi dibandingkan daerah lain; Ketiga, dari segi pemasaran hasil produksi daerah Riau mempunyai keuntungan, karena letaknya yang strategis dengan pasar internasional yaitu Singapura; Keempat, daerah Riau merupakan daerah pengembangan Indonesia Bagian Barat dengan dibukanya kerjasama Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS-GT) dan Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT), yang artinya terbuka peluang pasar yang lebih menguntungkan; dan kelima, berdasarkan hasil yang telah dicapai menunjukkan bahwa kelapa sawit memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya, seperti yang ditunjukan oleh table 1.1 dibawah ini. Tabel 1.1 Pendapatan Petani Perkebunan Tahun 2009 dan 2010 (Dalam Rupiah) No Komoditi 2009 2010 1 Kelapa sawit 37.793.685 39.526.001 2 Karet 12.797.010 12.802.263 3 Kelapa 9.502.305 9.665.058 Rata-rata 20.031.000 20.664.441 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2011 Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap sosial ekonomi wilayah, terutama dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Semakin berkembangnya

perkebunan kelapa sawit, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan sektor turunannya. Salah satu kabupaten di daerah Riau yang mengusahakan komoditi kelapa sawit adalah Kabupaten Pelalawan. Menurut sumber Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009, Kabupaten Pelalawan merupakan salah satu daerah pemekaran di Provinsi Riau tepatnya pemekaran dari Kabupaten Kampar. Terletak di pesisir Timur Pulau Sumatera, dengan wilayah daratan membentang di sepanjang bagian hilir Sungai Kampar, serta berdekatan dengan Selat Malaka yang corak perekonomiannya agraris karena wilayah ini beriklim tropis temperatur rata-rata 22 C 32 C, kelembaban nisbi 80-88%, dan curah hujan rata-rata 2.598 mm/tahun. Sebagian besar daratan wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan daratan rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang sehingga cocok untuk mengembangkan komoditi kelapa sawit. Berdasarkan lokasi Kabupaten Pelalawan terletak 48 km dari ibukota provinsi. Namun demikian, dihubungkan oleh aksesibilitas yang tinggi, baik melalui jalur darat atau jalur sungai sehingga banyak penduduk pendatang yang tinggal di kabupaten ini. Mereka para pendatang umumnya berasal dari Pulau Jawa dan Sumatera Barat. Kegiatan mata pencaharian para pendatang yang tinggal di Kabupaten Pelalawan sebagian besar sebagai petani kelapa sawit selain ada juga yang berprofesi sebagai pedagang, karyawan, dan pegawai pemerintah. Perkembangan pada sektor perkebunan kelapa sawit pada mulanya berkaitan dengan program pemerintah yang tercantum dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1986 tentang pengembangan perkebunan dengan pola perusahaan inti rakyat yang dikaitkan dengan program transmigrasi, sebagai berikut: Menyelenggarakan kerjasama dan koordinasi yang sebaik-baiknya dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan program-program kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan tanaman perkebunan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi, atau disingkat PIR-Trans.

Kerjasama dan koordinasi yang dimaksud adalah kerjasama dan koordinasi yang dilakukan oleh berbagai macam kementrian yang terkait dalam proyek PIR Trans ini seperti Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pertanian, Menteri Transmigrasi, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Kehutanan, Menteri Koperasi, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Keras, Gubernur Bank Indonesia, serta Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal yang pada waktu itu menjabat dan melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1986. Melalui pelaksanaan PIR-Trans petani berhak atas lahan kebun seluas 2 hektar dengan status lahan sertifikat hak milik (SHM). Pendapatan petani peserta program PIR-Trans meningkat setiap bulannya. Biasanya, porsi penggunaan hasil penjualan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi kebun petani plasma adalah: sebesar 30% untuk angsuran kredit, sebesar 20% disisihkan untuk biaya perawatan tanaman, biaya produksi dan biaya perawatan jalan, sedangkan sisanya sebesar 50% menjadi pendapatan bersih petani (Info Sawit,2010,hlm 23). Terdapat tiga unsur dalam pelaksanaan PIR-Trans yang disebutkan dalam Intruksi presiden tersebut, yaitu pemerintah, perusahaan inti, dan petani yang terdiri dari transmigran, penduduk, dan peladang berpindah setempat. Kecamatan Kerumutan yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Pelalawan adalah wilayah pengembangan PIR. Selain itu juga banyak terdapat perkebunan selain perkebunan PIR, yaitu perkebunan pribadi yang diusahakan secara perorangan dengan membuka lahan pribadi. Maka dari itu petani kelapa sawit di Kecamatan Kerumutan dibedakan dalam kategori petani plasma dan petani non plasma. Petani plasma adalah petani peserta proyek PIR Trans yang tiap petani mendapatkan kredit dari pemerintah dalam bentuk lahan sebesar 2,00 hektar yang manajemen pengelolaan perkebunannya diatur oleh SOP perusahaan, dan berkewajiban menjual Tandan Buah Segar (TBS) seluruhnya hanya kepada perusahaan inti sebagai perusahaan yang membangun dan mengelola kebun plasma, serta umumnya merupakan peserta Proyek PIR Trans pada awalnya.

Sedangkan petani non plasma adalah petani diluar petani plasma dan tidak terikat dengan jatah luas lahan karena pada dasarnya petani non plasma membuka lahan perkebunan secara pribadi dengan membuka hutan. Manajemen pengelolaan perkebunan oleh pribadi, sehingga bebas melakukan perawatan dan pemilihan pupuk sesuai keinginan dan kemampuan pribadi, serta bebas memasarkan hasil perkebunan kelapa sawit selain pada perusahaan inti dan umumnya bukan merupakan peserta proyek PIR Trans. Terdapat persamaan antara petani plasma dengan petani non plasma dari luas lahan yang relatif sama yaitu seluas 2 hektare, usia tanam yang relatif sama yaitu pada usia produktif, jumlah pohon yang sama dalam satuan lahan yaitu sekitar 240 sampai dengan 255 pohon, serta kemudahan mendapatkan pupuk yang sama pula baik dengan sistem Kredit koperasi maupun membeli secara cash di kios, dengan demikian Secara logika seharusnya produktifitas kelapa sawit akan relatif sama, sehingga berpengaruh pada pendapatan yang nantinya akan menciptakan kondisi sosial ekonomi yang tidak akan terdapat perbedaan kondisi antara petani plasma dengan petani non plasma terkait aspek kepemilikan luas lahan, produksi dan produktifitas, budidaya, dan input usaha tani, Berdasar pada latar belakang masalah, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kondisi sosial ekonomi antara petani plasma dengan non plasma yang melakukan usaha tani perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Kerumutan dengan topografi dan iklim yang sama. Penelitian ini juga akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah setempat dalam mengeluarkan kebijakan, terutama kebijakan dalam bidang perekonomian terhadap masyarakat daerah penelitian. B. Identifikasi Masalah Penelitian Melihat dari latar belakang penelitian yang telah penulis kemukakan, penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang timbul di daerah penelitian yaitu sebagai berikut : 1. Petani plasma dan non plasma akan berpotensi memiliki kesenjangan sosial ekonomi berkaitan dengan hasil usaha tani mereka.

2. Berpotensi terjadinya degradasi lahan gambut yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan ke perkebunan kelapa sawit yang dikhawatirkan berdampak besar terhadap kerusakan ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan karena beberapa bagian daerah Kerumutan merupakan hamparan lahan gambut. 3. Illegal logging yang terjadi akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. 4. Banyaknya pendatang yang akan masuk ke daerah Kerumutan karena ingin mengusahakan budidaya perkebunan kelapa sawit nantinya akan membuka ruang timbulnya konflik antar budaya penduduk asli dengan pendatang. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pemikiran dari identifikasi masalah yang telah penulis kemukakan, guna memperjelas dan membatasi kajian dalam pembahasannya maka butir - butir permasalahan dirumuskan kedalam bentuk pertanyaan berikut ini : 1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pada petani Plasma? 2. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pada petani Non Plasma? 3. Apakah terdapat perbedaan kondisi sosial ekonomi antara petani Plasma dengan Non Plasma? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini secara umum adalah untuk menambah wawasan penulis dan masyarakat tentang suku dan adat istiadat di Kabupaten Pelalawan, namun secara khusus sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi pada petani Plasma. 2. Mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi pada petani Non Plasma. 3. Menganalisis perbedaan kondisi sosial ekonomi antara petani Plasma dengan Non Plasma. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini sekiranya dapat bermanfaat luas kedepannya sebagai: 1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat terkait pengambilan keputusan dalam hal sosial ekonomi masyarakat.

2. Sebagai sumber data bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji masalah tingkat kesejahteraan petani di Kecamatan Kerumutan Kabupaten Pelalawan. 3. Sebagai bahan pengayaan dalam pembelajaran geografi kelas XI SMA pada bab antroposfer, dan untuk pembelajaran yang terkait lainnya. F. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI BAB I PENDAHULUAN Pada bab I menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta struktur organisasi skripsi. BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab II menguraikan berbagai teori yang terkait dengan permasalahan yang dibahas, yang meliputi pengertian kelapa sawit, sejarah perkembangan kelapa sawit di Indonesia, Perusahaan Inti rakyat Transmigrasi, parameter sosial ekonomi, petani, indikator kesejahteraan, transmigrasi, serta penelitian yang relevan. BAB III PROSEDUR PENELITIAN Pada bab III menjelaskan mengenai banyak hal yang berkaitan dengan kegiatan ataupun proses yang ditempuh dalam suatu penelitian. Kaitannya dengan hal tersebut, pada bab ini meliputi beberapa penjelasan mengenai lokasi penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV membahas mengenai pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan penemuan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi petani kelapa sawit di kecamatan Kerumutan Kabupaten Pelalawan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab V berupa penyajian dan pemaknaan peneliti terhadap hasil dari analisis penemuan penelitian dan saran yang diberikan dari hasil penelitian.