EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

dokumen-dokumen yang mirip
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan

Karakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

Penyiapan Mesin Tetas

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

Itik Petelur - Itik Indian Runner (Malaysia dan Cina) - Itik Khaki Cambell (Inggris) - Itik lokal tersebar di Indonesia (Itik Cirebon, Itik Tegal, Iti

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

Gambar 1. Itik Alabio

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

PENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI

RINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik

PENGARUH SEX RATIO AYAM ARAB TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%

LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL

INVENTARISASI FERTILITAS, DAYA TETAS TELUR, DAN BOBOT TETAS DOC BERDASARKAN UMUT INDUK AYAM SENTUL BAROKAH ABADI FARM CIAMIS

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

PENDAHULUAN. Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting. dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela

Pengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan Cihateup Alabio

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Transkripsi:

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS DURING HATCHING PROCESS Adi Ageng Mustawa*, Endang Sujana, Iwan Setiawan Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 e-mail: adimustawa@gmail.com ABSTRAK Penelitian mengenai Evaluasi Telur Tetas Itik CRp (Cihateup x Rambon) yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Selama Proses Penetasan telah dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2015. Penelitian dilakukan di Indigenous Ducks Breeding Station Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Telur yang digunakan adalah telur yang dihasilkan itik hasil persilangan antara Itik Cihateup dan Itik Rambon. Koleksi telur dilakukan selama 9 hari yang dibagi menjadi 3 periode dan proses penetasan dilakukan selama ±28 hari. Parameter yang diukur meliputi setting egg, fertilitas dan kematian embrio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan setting egg mencapai 85,40%, rataan fertilitas sebesar 89,94%, dan rataan kematian embrio sebesar 41,89%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa telur yang dihasilkan oleh itik CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara pada kondisi minim air secara umum termasuk baik sebagai telur tetas. Kata Kunci : Itik CRp, pemeliharaan minim air, setting egg, fertilitas, kematian embrio. ABSTRACT This Reasearch on evaluation of hatching egg of CRp (Cihateup x Rambon) duck raised on minimum water conditions during hatching process has been done on February until March 2015. This reasearch has been conducted in Indigenous Ducks Breeding Station, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. The collected eggs issued from crossbreed ducks (Cihateup Ducks x Rambon Ducks). Collection of eggs has done for 9 days, divided into 3 periods and hatching process for ±28 days. The parameters observed were setting egg, fertility, and embryo mortality. The results of this reasearch showed that the average value of setting egg was 85.40%, fertility was 89.94%, and embryo mortality was 41.89%. Based on the results it can be concluded that the eggs produced by CRp Duck raised on minimum water conditions were generally good as hatching egg. Keywords : CRp duck, minimum water conditions, setting egg, fertility, embryo mortality. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1

Pendahuluan Itik merupakan jenis unggas air yang memiliki keunggulan daya tahan tubuh lebih baik dibandingkan dengan jenis unggas lainnya. Itik banyak dibudidayakan untuk tujuan memenuhi kurangnya kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Itik yang banyak dibudidayakan di Indonesia pada umumnya menghasilkan daging dan telur. Telur itik dapat menjadi alternatif sumber protein hewani dan disukai banyak orang dari berbagai kalangan. Itik dipelihara menggunakan sistem pemeliharaan intensif atau dikandangkan dengan tujuan mencapai produktivitas telur optimal. Sistem ini memudahkan dalam pemberian pakan, pemberian obat, pengumpulan telur, dan memudahkan pengaturan ketersediaan air. Itik yang menggunakan sistem pemeliharaan intensif ini dipelihara dengan kondisi minim air, hal ini berkaitan dengan efisiensi air karena ketersediaan air hanya untuk kebutuhan minum itik saja tanpa membuat kolam untuk berenang. Itik tidak hanya dinilai kemampuan memproduksi telurnya saja namun juga dinilai dari hasil tetasnya guna menghasilkan bibit baru. Keberhasilan penetasan dapat ditingkatkan dengan bantuan mesin tetas. Mesin tetas membantu upaya mempercepat perkembangan populasi itik CRp dengan memperhatikan proses penetasan yang meliputi setting egg, fertilitas dan kematian embrio. Kualitas telur tetas akan menentukan kualitas bibit yang dihasilkan pada generasi selanjutnya baik dari sisi pertumbuhan maupun produksi telurnya. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan melalui persilangan antara dua jenis ternak berbeda yang masing-masing memiliki sifat unggul. Persilangan merupakan salah satu cara untuk menurunkan sifat-sifat baik dari induk untuk keturunannya guna mendapatkan bibit baru dengan hasil produktivitas dan mutu yang lebih baik dari rata-rata tetuanya. Persilangan ini bisa dilakukan antara itik Cihateup jantan dan itik Rambon betina dengan tujuan dihasilkan bibit baru yang memiliki produktivitas dan mutu telur yang lebih baik dari rataan tetuanya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Panuntun (2014), telur tetas itik Cihateup memiliki rata-rata fertilitas sebesar 91,5% dan rata-rata kematian embrio sebesar 31,7%. Sedangkan Telur tetas itik Rambon memiliki rata-rata fertilitas sebesar 97,5% dan ratarata kematian embrio sebesar 30,77% (Parwati, 2014). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2

Bahan dan Metode 1. Objek Penelitian (1). Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur tetas Itik CRp yang dikoleksi selama 9 hari, formalin 40 % dan kalium permanganat (KMnO 4) untuk fumigasi mesin tetas, serta air bersih untuk menjaga kelembaban mesin tetas. (2). Alat penelitian Alat yang digunakan sebagai penunjang pada penelitian ini adalah Egg tray, Candler, Mesin tetas, Thermohygrometer digital, Lampu bohlam, Timbangan digital, Baki air, dan Water sprayer (alat penyemprot air). 2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara deskriptif, pengambilan data dilaksanakan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Pengamatan dilakukan terhadap sampel telur itik yang telah diseleksi dari hasil pengumpulan selama 9 hari produksi dan ±28 hari masa penetasan. Telur yang digunakan adalah telur hasil itik persilangan CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara secara intensif dalam kondisi minim air. Ransum yang diberikan memiliki kandungan energi sebesar 2966,4 kkal/kg dan protein kasar sebesar 18,08 persen. 3. Peubah yang Diamati (1) Setting Egg (%) Merupakan persentase jumlah telur yang layak untuk ditetaskan berdasarkan kualitas kerabang, bentuk telur, dan bobot telur, dihitung dengan cara membandingkan jumlah telur terseleksi dengan jumlah total telur tetas yang diperoleh. Setting Egg = x 100% (2) Fertilitas (%) Fertilitas merupakan persentase telur fertil dari jumlah seluruh telur yang terseleksi. Pengamatan fertilitas dilakukan dengan proses candling pada hari ke-3. Fertilitas = x 100% Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3

Evaluasi Telur Tetas Itik CRp (Cihateup x Rambon)... Adi A. M. (3) Kematian Embrio (%) Merupakan persentase jumlah embrio fertil yang tidak berkembang, diamati pada hari ke-15 dan hari ke-26. Dihitung dengan cara membandingkan jumlah embrio fertil yang tidak berkembang dengan jumlah telur fertil. Pengamatan dilakukan dengan proses candling. Kematian embrio = x 100% (4) Analisis Statistik Analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif terhadap nilai rata-rata. Rata-rata Untuk data kuantitatif dihitung dengan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya data. Keterangan : n = Rata-Rata = Jumlah data x ke-i = Jumlah data = Hasil dan Pembahasan 1. Kondisi umum kandang Indigenous Ducks Breeding Station Kandang Indigenous Ducks Breeding Station berlokasi di kawasan SLTP ( Sustainable Livestock Techno Park) Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Wilayah ini merupakan dataran tinggi sehingga suhunya terbilang sejuk dengan kelembaban relatif tinggi. Ketinggian wilayah ini berkisar antara 725-800 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan rata-rata per-tahun mencapai 492,64 milimeter, suhu rata-rata 27 o C dengan kelembaban rata-rata mencapai 60 persen. Terdapat beberapa jenis itik yang dipelihara di kandang ini yakni Itik Cihateup, Itik Rambon dan Itik Magelang. Sistem pemeliharaan yang dilakukan merupakan sistem pemeliharaan intensif dengan kondisi minim air. Kandang yang digunakan berbetuk postal agar memungkinan itik tetap dapat bergerak dengan leluasa. Alas kandang menggunakan sekam padi atau jerami kering untuk menjaga kondisi kandang tidak lembab. Kolam atau genangan air tidak disediakan untuk aktivitas itik berenang. Suhu didalam kandang rata-rata 29 o C dengan kelembaban 65-80 persen. Pakan yang diberikan pada ternak terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak, grit, mineral dan premix. Pakan ini mempunyai kandungan energi sebesar 2966,4 kkal/kg dan protein kasar sebesar 18,08 persen mengacu pada petunjuk teknis Pengembangan Usaha Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4

Agribisnis Pedesaan BPTP Jawa Barat (2010) yaitu pak an untuk periode layer mempunyai imbangan energi 2700 kkal/kg dan protein kasar 17-19 persen. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari, sedangkan air minum diberikan secara ad-libitum pada tempat minum yang telah disediakan. 2. Setting Egg Telur Itik CRp Nilai Setting Egg hasil telur tetas itik persilangan CRp disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Setting Egg Telur Itik Persilangan CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Jumlah Telur Telur Terseleksi Telur Terafkir Setting Egg ------------------------------butir----------------------------- % 1 2 62 84 56 73 6 11 90,32 86,90 3 87 70 17 80,45 Jumlah 233 199 34 Rataan 77,67 66,33 11,33 85,40 Berdasarkan Tabel 1, nilai setting egg telur itik persilangan CRp yang diperoleh selama penelitian yakni sebesar 90,32% pada periode pertama, 86,90% pada periode kedua, dan 80,45% pada periode ketiga dengan rataan sebesar 85,40%. Nilai setting egg tertinggi diperoleh pada periode pertama dan terus menurun pada periode kedua dan ketiga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan saat proses koleksi telur dari kandang, pada saat periode kedua dan ketiga banyak ditemukan kumpulan telur dengan kondisi terkubur dibawah sekam sehingga lebih sulit untuk dikoleksi. Diduga hal tersebut merupakan tindakan naluri dari induk untuk menyembunyikan telurnya dan/atau karena telur keluar lebih awal sehingga selang waktu sampai proses koleksi dari kandang menjadi lebih panjang sehingga secara tidak langsung karena pergerakan itik yang dinamis mengakibatkan banyak litter yang berhamburan dan menimbun telur. Telur yang terkubur tersebut banyak ditemukan dalam kondisi retak sehingga harus diafkir sebagai telur tetas. Setting egg dilakukan untuk menyeleksi telur-telur yang diperkirakan layak dimasukan ke dalam mesin tetas. Telur-telur yang tidak terseleksi diafkir sebagai telur tetas untuk untuk menghindari kegagalan dalam penetasan, dan dijadikan telur konsumsi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Suprijatna, dkk. (2008) bahwa telur yang akan ditetaskan terlebih dahulu harus diseleksi sesuai dengan kriteria tertentu, telur yang tidak memenuhi persyaratan tidak jarang mengakibatkan kegagalan penetasan. Telur yang telah melalui proses seleksi diharapkan mampu Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5

mengurangi kematian embrio serta dapat meningkatkan daya tetas dibandingkan dengan telur tanpa melalui proses seleksi. Kartasudjana dan Suprijatna (2010) menyatakan bahwa keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan untuk mempertahankan daya tetas telur. Hanya telur dengan kualitas eksterior baik yang dapat menunjang daya tetas yang baik pula. Telur dengan kualitas eksterior buruk akan menyebabkan meningkatnya kematian embrio sehingga terjadi kegagalan dalam proses penetasan. Rataan setting egg yang cukup tinggi mencapai 85,40% menunjukkan bahwa telur itik persilangan CRp yang dipelihara pada kondisi minim air masih tergolong memiliki kualitas eksterior yang baik dan berpotensi untuk ditetaskan. 3. Fertilitas Telur Itik CRp Nilai fertilitas telur itik persilangan CRp yang diperoleh disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Fertilitas Telur Itik Persilangan CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Jumlah Telur Telur Infertil Telur Fertil Fertilitas -------------------------------butir--------------------------- % 1 2 56 73 11 6 45 67 80,35 91,78 3 70 3 67 95,71 Jumlah 199 20 179 Rataan 66,33 6,67 59,67 89,94 Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai fertilitas telur itik persilangan CRp yang diperoleh berturut-turut sebesar 80,35% pada periode pertama, 91,78% pada periode kedua, dan 95,71% periode ketiga. Berdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh dari proses candling pada hari ke-3 masa penetasan, fertilitas telur itik CRp yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan sebesar 89,94%. Rataan fertilitas telur itik persilangan CRp ini masih lebih rendah dari rataan fertilitas tetuanya. Hasil penelitian yang telah dilakukan Panuntun (2014) menunjukan fertilitas itik Cihateup yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan 91,50%, sedangkan fertilitas itik Rambon yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan 97,50% (Parwati 2014). Itik persilangan CRp pada periode pertama memiliki fertilitas dengan nilai terendah yakni sebesar 80,35% lalu meningkat pesat menjadi 91,78% pada periode kedua dan 95,71% pada periode ketiga. Rendahnya nilai fertilitas pada periode pertama diduga karena lama waktu bercampurnya jantan dan betina (masa perkawinan) relatif pendek. Telur yang dikoleksi pa da periode pertama merupakan telur yang dihasilkan oleh induk yang dicampurkan dengan jantan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6

(masa perkawinan) selama 1 minggu dengan sex ratio 1:5. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010) bila pejantan dan betina dikawinkan secara individu, fertilitas yang cukup tinggi diperoleh 2-3 hari setelah perkawinan. Namun bila pejantan dikawinkan dengan sekelompok betina, koleksi telur tetas biasanya dilakukan setelah 2 minggu pejantan berada dalam kandang betina. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan nilai fertilitas tinggi pada sekelompok betina diperlukan waktu perkawinan dan proses adaptasi yang lebih lama dibandingkan dengan perkawinan secara individu. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya fertilitas telur tetas yang dihasilkan itik persilangan CRp yang dipelihara pada kondisi minim air yakni kualitas pakan yang diberikan memiliki imbangan nutrisi yang baik. Pemberian pakan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sistem reproduksi ternak jantan maupun betina. Kualitas pakan yang baik akan meningkatkan motilitas sperma pejantan untuk membuahi ovum dalam proses fertilisasi. Pakan yang diberikan pada itik persilangan CRp periode layer telah sesuai dengan kandungan nutrisi standar yang ditetapkan. BPTP Jawa Barat (2010) menetapkan bahwa pakan untuk pemeliharaan itik periode layer memiliki imbangan energi 2966,4 kkal/kg, protein 18%, kandungan kalsium 2,03% dan kandungan fosfor 0,96%. Hasil penelitian Pratiwi (2013) di Village Breeding Center Desa Solokan Jeruk, Bandung menunjukan bahwa rataan fertilitas itik Cihateup yang dipelihara secara ekstensif tercatat hanya sebesar 55,23%. Berbeda dengan itik Persilangan CRp yang dipelihara secara intensif dengan kondisi minim air yang memiliki rataan fertilitas hingga mencapai 89,94%. Perbedaan persentase fertilitas yang sangat jauh ini berkaitan dengan perbedaan sex ratio antara sistem pemeliharaan ekstensif dan sistem pemeliharaan intensif. Sex ratio di Village Breeding Center Desa Solokan Jeruk dipelihara secara ekstensif dengan sex ratio hingga 1:20, sedangkan itik persilangan CRp dipelihara secara intensif dengan sex ratio 1:5. Hal ini dikarenakan sistem pemeliharaan secara intensif lebih mudah dalam mengatur perkawinan dan mampu memberikan fertilitas telur yang tinggi meskipun dipelihara dengan kondisi minim air. 4. Kematian Embrio Telur Itik CRp Nilai kematian embrio telur tetas itik persilangan CRp selama proses penetasan disajikan pada Tabel 3. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7

Tabel 3. Kematian Embrio Telur Itik CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Kematian Embrio Berdasarkan Tingkat Telur Umur Pengeraman Telur (hari) Jumlah Kematian Fertil 4-15 16-26 27-30 Embrio ------------------------------butir------------------------------ % 1 45 4 5 8 17 37,77 2 3 67 67 8 13 11 2 9 15 28 30 41,79 44,77 Jumlah 179 25 18 32 75 Rataan 59,67 8,33 6 10,67 25 41,89% Berdasarkan Tabel 3, nilai kematian embrio telur tetas itik persilangan CRp selama proses penetasan sebesar 37,77% pada periode pertama, 41,79% pada periode kedua, dan 44,77% pada periode ketiga dengan nilai rataan sebesar 41,89%. Data kematian embrio tersebut didasarkan atas hasil candling pada hari ke 15 dan hari ke 26 periode penetasan. Kematian embrio yang dialami oleh telur tetas itik persilangan CRp ini lebih tinggi dari rataan kematian embrio kedua tetuanya. Hasil penelitian yang dilakukan Panuntun (2014) menunjukkan bahwa rataan kematian telur tetas itik Cihateup yang dipelihara pada kondisi minim air adalah sebesar 31,70%, sedangkan kematian embrio telur tetas itik Rambon yang dipelihara pada kondisi minim air mencapai 30,77% (Parwati, 2014). Kematian embrio yang tinggi pada penelitian ini disebabkan karena kondisi suhu dan kelembaban di dalam mesin tetas yang tidak stabil. Mesin tetas yang digunakan seringkali mengalami penurunan suhu dan kelembaban secara drastis. Selama masa penetasan tercatat suhu di dalam mesin tetas terendah mencapai 35,81 o C dan suhu tertinggi mencapai 38,25 o C dengan kelembaban mesin berkisar antara 59,81% sampai 83,94% (data suhu dan kelembaban selama proses penetasan terlampir). Paimin (2008) menyatakan embrio di dalam telur unggas akan cepat berkembang selama suhu telur pada kondisi yang sesuai dan akan berhenti berkembang jika suhunya kurang dari yang dibutuhkan. Temperatur optimum untuk menetaskan telur itik yaitu 38-39 o C dengan kelembaban 70-85 persen, pada kondisi tersebut didapatkan daya tetas dan hasil tetas tinggi dengan mortalitas embrio rendah (Ningtyas, dkk., 2013). Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan kematian embrio yang tinggi pada minggu terakhir disebabkan karena terjadinya pengeringan selaput telur pada saat bakal anak itik berhasil menerobos kerabang ( pipping). Kerabang telur yang terbuka mengakibatkan panas masuk kedalam telur sehingga selaput didalam telur lebih cepat mengering. Kondisi ini mengakibatkan bakal anak itik kesulitan mengeluarkan seluruh tubuhnya dari kerabang karena menempel pada selaput telur yang telah mengering. Selain itu, kondisi selaput telur yang telah mengering lebih sulit untuk ditembus oleh bakal anak itik sehingga sering mengakibatkan kematian. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Samosir (1983) yang dikutip oleh Parwati (2015) bahwa pada telur itik, bakal anak yang telah menerobos kerabang telur ( pipping) dapat mati akibat pengeringan selaput telur. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa telur yang dihasilkan itik CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara pada kondisi minim air tergolong baik sebagai telur tetas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai setting egg, fertilitas, dan kematian embrio dengan rataan secara berturut-turut 85,40%, 89,94%, dan 41,89%. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai tatalaksana penetasan telur itik yang tepat berikut dengan standar kualitas mesin tetas yang akan digunakan untuk menurunkan tingkat kematian embrio. Ucapan Terimakasih Penulis dengan rasa hormat dan bangga mengucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada tim dosen pembimbing, rekan tim penelitian, dan asisten laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membantu dan memfasilitasi dalam menyelesaikan penelitian ini. Daftar Pustaka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Itik. Departemen Pertanian. Bandung. 5-6. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2010. Jakarta. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Ningtyas, M. S., Ismoyowati dan I. H. Sulistyawan. 2013. Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrincos). Jurnal Ilmiah Peternakan. Purwokerto. Paimin, F. B. 2008. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Panuntun, D. K. A. 2014. Karakterisasi Hasil Tetas Telur Yang Dihasilkan Itik Cihateup Populasi Dasar Yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Parwati, E. D. 2014. Karakterisasi Hasil Tetas Telur Itik Rambon Populasi Dasar Yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9

Pratiwi, A. 2013. Evaluasi Performa Tetas Telur Itik Magelang, Cihateup, dan Padjadjaran Asal Village Breeding Center. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Samosir, D. J. 1983. Ilmu Ternak Itik. Gramedia. Jakarta. 6. Suprijatna, E., U. Atmomrsono & R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10