BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB I PENDHULUAN. dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan yaitu dengan mengawasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

Kata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang


PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi TB Paru di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah Kecamatan Palmerah terletak 0,5 2 meter dari permukaan laut dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk agar mewujudkan derajat Kesehatan yang optimal (Depkes RI,1992). Untuk itu pemerintah selalu berupaya melakukan pencegahan untuk meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukan angka kematian nomor satu dari seluruh golongan penyakit infeksi. WHO (2000) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus tuberkulosis baru dan kematian mencapai 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penduduk baru dengan BTA positif. Kriteria yang menyatakan bahwa di suatu negara tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah bila hanya terdapat satu kasus BTA (+) per satu juta penduduk. Sampai hari ini belum ada satu negarapun di dunia yang telah memenuhi kriteria tersebut, artinya belum ada satu negarapun yang bebas tuberkulosis. Bahkan untuk negara maju, yang pada mulanya angka tuberkulosis telah menurun, tetapi belakangan ini naik lagi sehingga tuberkulosis disebut sebagai salah satu reemerging diseases. Untuk Indonesia tuberkulosis bukanlah reemerging diseases, penyakit ini belum pernah menurun jumlahnya di negara kita, dan bukan tidak mungkin meningkat (Suradi 2001). 1

2 Laporan Internasional (1999) bahkan menunjukan Indonesia adalah penyumbang kasus penderita tuberkulosis terbesar ke tiga di dunia sesudah Cina dan India ( Suradi 2001). Padahal pada tahun 1980 berdasarkan survei Departemen Kesehatan tergolong empat besar (Bahar 1990). Menurut prediksi WHO pada saat sekarang ini Indonesia menduduki peringkat pertama, sehingga WHO telah menyarankan untuk diterapkannya program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) di negara kita. WHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis adalah menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse), yang telah teruji ampuh di berbagai negara. Karena itu, pemahaman tentang DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) merupakan hal yang amat penting agar tuberkulosis dapat ditanggulangi dengan baik (Aditama, 2001). Pada tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar (Depkes,2008) DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi pengobatan pasien TB dengan menggunakan paduan obat jangka pendek dan diawasi langsung oleh seorang pengawas yang dikenal sebagai PMO (pengawas menelan obat).(mustapa,2008). PMO harus dikenal, dipercaya, dan disetujui oleh petugas kesehatan maupun penderita. Tugas dari PMO antara lain mengawasi penderita tuberculosis paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan penderita untuk periksa

3 dahak/sputum pada waktu yang telah ditentukan dan memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan (Depkes,2008). Diharapkan dengan adanya PMO penderita Tuberkulosis Paru akan berinisiatif untuk menelan obatnya secara teratur. Akan tetapi Pelaksanaan program Tuberculosis paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) masih menghadapi kendala baik dipuskesmas, rumah sakit swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya, sehingga hasil yang diharapkan belum maksimal, Salah satu kendala yang masih sering ditemui pada upaya penekanan jumlah penderita TBC di Indonesia, menurut Carmelia (2006), adalah kurangnya pemahaman masyarakat. Masih banyak masyarakat yang kurang memiliki akses informasi sehingga terkadang tidak mengetahui jika pemerintah telah menyediakan pelayanan pengobatan secara gratis untuk penyakit ini. banyak penderita TBC yang enggan berobat ke rumah sakit atau puskemas karena takut harga obatnya mahal atau tidak punya dana. Penyebab lain, juga masih adanya sebagian masyarakat penderita TBC yang malu untuk berobat. Di puskesmas kendala yang dihadapi ialah terbatasnya Akses penderita pada pengobatan dan ketidakdisiplinan penderita dalam konsumsi obat. Kurangnya kesabaran penderita untuk menjalani pengobatan yang mana pengobatan TBC untuk dibutuhkan waktu minimal 6 bulan dengan kombinasi obat lebih dari empat jenis, sedangkan dilapangan banyak pasien yang baru melakukan dua bulan pengobatan dan kondisinya membaik sudah merasa sehat dan menghentikan pengobatannya (Irawan,2010). Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan

4 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Lukman Ali et al, 1999). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang (overt behavior), karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmojo,2003). Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo,2003). Melihat teori tentang kepatuhan di atas, sebagai perawat komunitas diharapkan lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan bimbingan pada penderita agar penderita menjadi sadar, tertarik dan mempunyai pertimbangan yang matang dan mau mencoba, sehingga obat Tuberculosis Paru tersebut merupakan kebutuhan yang penting bagi dirinya. Berdasarkan survei yang didapat bahwa pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang sudah efektif, yang mana salah satunya ialah jika pasien/keluarga pasien belum/tidak dapat mengambil obat pada waktu yang telah di tentukan maka petugas kesehatan (PMO) akan mengantarkan obat tersebut kerumah pasien. Jarak waktu pengambilan obat untuk tiap pasien adalah 8 hari untuk 8 butir obat. Tiap mengambil obat pasien/keluarga pasien akan menandatangani sebagai tanda pengambilan obat pada buku obat. Pemeriksaan mikroskopik yang berupa sputum/dahak telah dilakukan seperti data yang didapat dari tahun 2008-2009 dengan jumlah yang berbeda-beda. Namun masalah yang di hadapi di wilayah kerja puskesmas dinoyo adalah adanya ketidakpatuhan penderita.

5 Berdasarkan data yang terdapat di Puskesmas Dinoyo tahun 2008-2009 jumlah penderita TBC Paru yang diobati sebanyak 103 orang, jumlah penderita yang patuh 87 orang ( 84,46% ). dan yang drop out/putus berobat 16 orang ( 15,53% ). tidak tercapainya target pengobatan tuberkulosis paru yang diobati (gagal/putus) dengan strategi DOTS disebabkan oleh ketidakpatuhan dan kurangnya kesadaran penderita dalam melaksanakan program pengobatan penyakitnya yang ditandai dengan adanya pasien yang DO (putus berobat) tanpa sebab sebanyak 3 orang di tahun 2010. Melihat fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan dan petugas/pmo dengan tingkat kepatuhan penderita Tuberculosis Paru dalam melaksanakan program pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) penelitian ini dilakukan di Puskesmas Dinoyo Malang karena angka penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Dinoyo cukup tinggi 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: a. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang? b. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang?

6 c. Apakah ada hubungan antara pekerjaan penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang? d. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan penderita dalam melaksanakan program pengobatan dengan strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang? e. Apakah ada hubungan antara faktor petugas (PMO) dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan dan petugas/pmo dengan tingkat kepatuhan penderita Tuberkulosis Paru dalam melaksanakan program pengobatan dengan strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo malang 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang. b. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang.

7 c. Mengetahui hubungan antara pekerjaan penderita dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang d. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan penderita dalam melaksanakan program pengobatan dengan strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang e. Mengetahui hubungan antara faktor petugas (PMO) dengan tingkat strategi DOTS di Puskesmas Dinoyo Malang 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi pelayanan kepearawatan umumnya dan pada puskesmas Dinoyo Malang khususnya dalam mengelola dan memberikan penyuluhan pada klien TB paru terutama pada aspek kepatuhan menjalani pengobatan, sehingga angka kegagalan berobat menjadi berkurang. 1.4.2. Bagi institusi pendidikan keperawatan Untuk meningkatkan pengembangan pengetahuan yang berkaitan dengan pengobatan TB Paru 1.4.3. Bagi peneliti Merupakan bahan/sumber data penelitian berikutnya dan pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

8 1.4.4. Bagi masyarakat Diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat khususnya penyembuhan Tuberculosis Paru. 1.5. Keaslian penelitian Berdasarkan telaah literatur yang dilakukan oleh penulis, sejauh ini belum ada yang meneliti faktor-faktor yang berhaubungan dengan tingkat kepatuhan penderita dalam melaksanakan program pengobatan dengan strategi DOTS. Namun ditemukan penelitian yang terkait dengan masalah TB paru, antara lain penelitian yang berjudul pengaruh sikap keluarga terhadap perilakunya dalam pencegahan resiko tertular tuberculosis paru di rumah sakit paru Batu Malang yang dilakukan oleh Matrahman, (2003). Dengan desain penelitian ini adalah analitik observasional. Pendekatan dalam penelitian analitik observasional menggunakan cross sectional, sampel menggunakan teknik non probability Quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap keluarga dalam pencegahan resiko tertular tuberculosis paru setengahnya (50%) bersikap kurang baik dan perilaku keluarga dalam pencegahan resiko tertular tuberculosis paru sebagian besar (76,3%) berperilaku kurang baik. Dari uji analisis didapatkan bahwa sikap keluarga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku keluarga dalam pencegahan resiko tertular tuberculosis paru, dengan derajat hubungan cukup kuat.