4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Dari perubahan pola tanam tersebut adakah perbedaan yang dirasakan oleh petani dari segi sosial ekonomi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kehidupan Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi Petani

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Desa Sukajaya merupakan salah satu desa sentra produksi susu di Kecamatan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN TANPA SPO

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Komoditi hortikultura dalam negara agraris seperti Indonesia sangat besar,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

KUESIONER PENELITIAN. Identitas Diri : Nama : Pendidikan terakhir : Jumlah anggota keluarga :...orang Agama : Suku Bangsa : Alamat :

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PAPRIKA HIDROPONIK

I. PENDAHULUAN. perkembangan perekonomian Indonesia. Kekayaan alam Indonesia yang berlimpah

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

IDENTIFIKASI POTENSI EKONOMI DI PEDESAAN

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

III KERANGKA PEMIKIRAN

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. TERKAM (Budidaya Ternak dan Penggemukan Kambing Milik Individu)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

Dairi merupakan salah satu daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI PENDAPATAN USAHATANI JAMBU BIJI

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

III KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

BAB I PENDAHULUAN. Dimana penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar diperuntukkan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENGARUH PENDAPATAN TERHADAP POLA KONSUMSI PETANI PADI PADA KELOMPOK TANI NGUDI REJEKI DI DESA WONOREJO KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis, pelaksanaan penelitian ini menggunakan studi komparatif,

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

III KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL PELAKSANAAN MINAPADI DI DESA PAYAMAN NGANJUK

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

III. METODOLOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan penelitian.

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VII. PERAN KELEMBAGAAN TERHADAP KEMANDIRIAN, KESEJAHTERAAN PETANI, DAN KEBERLANJUTAN PERTANIAN STRAWBERRY

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini memiliki bentuk lahan dengan lereng yang rendah dan relief berombak (8-15%). Batuan induknya terdiri dari debu volkanik dan pasir dengan batuan dasar breksi volkanik, tuff, lava dan breksi lava serta tanahnya termasuk dalam tipe Typic Hapludand. Setiap tahunnya, lahan didaerah ini dimanfaatkan untuk lahan pertanian dataran tinggi yang ditanami tanaman pangan dan sayuran (Setyorini, 2010). 4.2. Karakteristik Petani Di Selo Ngisor, Batur, Getasan Petani organik umumnya memiliki lahan usaha sendiri dengan luas lahan rata-rata lebih dari 0,25 ha, dengan kondisi peralatan pertanian lebih baik dari pertanian non-organik. Petani organik membuka usahanya pada lahan yang jauh dari pertanian konvensional. Pertanian ini hanya memakai pupuk dan pestisida organik yang mereka buat sendiri. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, yang diperoleh dari kotoran sapi dan ayam. Pupuk kandang dibuat dengan mencampur kotoran sapi (minimal 40%) atau ayam (maksimal 25%) dengan power. Power ini terbuat dari campuran air kelapa, tetes tebu, nanas, tempe busuk dan kecambah. Sedangkan pestisida yang digunakan menggunakan campuran biji bengkoang (1kg) dengan fermentasi air kelapa (1liter). Petani disini biasanya memelihara hewan ternak berupa sapi dan ayam yang kotorannya dimanfaatkan sebagai pupuk. Tenaga kerja yang digunakan biasanya adalah anggota keluarga sendiri dan tenaga upahan. Rata-rata keuntungan yang diperoleh petani organik lebih tinggi dari pertanian konvensional. Di kebun sudah terdapat saluran irigasi dan screen house, air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan yang belum tercemar dan memanfaatkan air hujan pada musim penghujan, begitu juga dengan sistem pemasaran menggunakan kontrak sehingga harga cenderung stabil. 13

4.3. Perbedaan Kehidupan Sosial Sebelum dan Sesudah Menjadi Petani di Desa Selo Ngisor, Batur, Kopeng 4.3.1. Kesejahteraan Kesejahteraan petani adalah suatu keadaan dimana petani hidup berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pertanian organik dapat meningkatkan pendapatan petani, karena harga komoditi organik lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi konvensional sehingga kebutuhan hidup seharihari dapat terpenuhi. Sebelum menjadi petani organik pendapatan responden berkisar dari Rp 450.000 Rp 750.000 per bulan, sedangkan setelah menjadi petani organik pendapatan yang diperoleh antara Rp 1.200.000 Rp 1.800.000 per bulan. Jadi distribusinya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Jumlah Jumlah Prosentase (orang) (orang) Prosentase Sangat rendah (< Rp 900.000) 15 75% - - Rendah ( Rp 950.000 - Rp 1.500.000) 5 25% 4 20% Sedang ( Rp 1.550.000 - Rp 2.000.000) - - 16 80% Tinggi (> Rp 2.000.000) - - - - Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pendapatan semua responden meningkat dan terdapat perbedaan setelah menjadi petani organik. Dari peningkatan penghasilan tersebut maka responden mampu untuk lebih menyejahterakan keluarga, seperti dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemenuhan gizi, membeli TV, kendaraan bermotor, sapi, tanah. Hal ini sesuai dengan Iskandar (2006) yang menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan pendapatan yang rendah. Seiring dengan pendapatan yang diperoleh meningkat, maka biaya rumah tangga yang dikeluarkan juga meningkat. Rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan sebelum menjadi petani organik antara Rp 500.000 - Rp 1.700.000 per bulan, sedangkan sesudah menjadi petani organik berkisar Rp 1.000.000 - Rp 1.800.000 per bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian distribusi pengeluaran rumah tangga responden tertera sebagai berikut : 14

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga Jumlah Jumlah Prosentase (orang) (orang) Prosentase Sangat rendah (< Rp 900.000) 5 25% - - Rendah ( Rp 950.000 - Rp 1.500.000) 12 60% 14 70% Sedang ( Rp 1.550.000 - Rp 2.000.000) 3 15% 6 30% Tinggi (> Rp 2.000.000) - - - - Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sesudah menjadi petani organik pengeluaran rumah tangga responden untuk konsumsi, biaya pendidikan dan kebutuhan sehari-hari mengalami peningkatan. Pergeseran peningkatan pengeluaran yang tergolong sedang, sebelum menjadi petani organik sebanyak 3 orang, sesudah menjadi petani organik menjadi 6 orang, sehingga mengalami peningkatan sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan Sudana (2007) semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga, berarti tingkat kesejahteraan keluarga petani semakin tinggi. Tetapi ada beberapa keluarga yang pengeluaran rumah tangga mereka masih tetapi walaupun sudah beralih ke pertanian organik dan pendapatan yang diperoleh meningkat, hal ini disebabkan seiring dengan berjalannya waktu, mereka sekarang sudah tidak menyekolahkan anak, tanggungan keluarga berkurang. Selain itu mereka lebih memilih mengalokasikan uang mereka untuk membeli hewan ternak, rumah, tanah, menyekolahkan anak dan lain-lain. Seiring dengan pendapatan yang bertambah, maka responden dapat memperbaiki keadaan tempat tinggal mereka. Adapun gambaran mengenai keadaan tempat tinggal yang diteliti dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Keadaan Tempat Tinggal Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Non permanen - - - - Semi permanen 12 60% 4 20% Permanen 8 40% 16 80% Keadaan tempat tinggal responden yang tergolong permanen, sebelum menjadi petani organik sebanyak 8 orang, tetapi sesudah menjadi petani 15

organik bertambah menjadi 16 orang, sehingga mengalami peningkatan sebesar 50%. Rumah mereka berdinding tembok, jenis atap rumah genteng, dan jenis lantai semen atau keramik. Tetapi ada sebagian keluarga yang mempertahankan keadaan tempat tinggal masih semi permanen, walaupun pendapatan yang di peroleh sudah meningkat. Hal ini disebabkan karena mereka lebih memilih untuk membangun rumah lagi, membeli tanah dan hewab ternak, seperti sapi. Setelah mampu memperbaiki rumah, responden dapat melengkapi fasilitas tempat tinggal. Sehingga distribusinya dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Tempat Tinggal Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Sangat Kurang - - - - Kurang Lengkap 2 10% 1 5% Cukup Lengkap 18 90% 16 80% Lengkap - - 3 15% Dari data diatas dapat dilihat bahwa fasilitas tempat tinggal yang ada sebelum dan sesudah menjadi petani organik terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain sebelum menjadi petani organik fasilitas tempat tinggal tergolong cukup lengkap. Tetapi setelah menjadi petani organik, mereka dapat melengkapi fasilitas yang diperlukan seperti membeli barang elektronik, memiliki kendaraan pribadi yang lebih dari satu seperti sepeda motor, dan memiliki WC sendiri. Tetapi masih ada keluarga yang masih kurang dalam pemenuhan fasilitas tempat tinggalnya, karena di rumah hanya tinggal berdua dengan istrinya saja dan lebih memilih untuk dibelikan sapi dari pada barang elektronik dan lain-lain. Sejalan dengan adanya perubahan perekonomian, maka kesehatan anggota keluarga responden mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan responden sudah memiliki biaya untuk berobat. Distribusi dari kesehatan anggota keluarga dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini. 16

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kesehatan Anggota Keluarga Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Sangat Kurang - - - - Kurang 3 15% - - Cukup 17 85% 16 80% Bagus - - 4 20% Berdasarkan tabel diatas kesehatan anggota keluarga responden mengalami perubahan yang lebih baik, karena responden menjawab adanya perbedaan kesehatan sebelum mengkonsumsi sayuran organik dan sesudah mengkonsumsi sayuran organik. Sekarang responden jarang menderita sakit. Kalaupun sakit hanya flu atau batuk biasa. Menurut responden sebelum beralih ke organik sering mengalami sakit kepala (migren), flu, iritasi kulit, pegal - pegal. Hal ini sesuai bahwa pertanian organik menghasilkan makanan yang cukup aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat (Jayadinata, 1992). Kesehatan anggota keluarga memang sangat penting, berdasarkan data yang diperoleh sebelum menjadi petani organik susah memperoleh pelayanan kesehatan tetapi sesudah menjadi petani organik, mereka merasa lebih mudah memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini digambarkan pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Sulit - - - - Cukup 2 10% 1 5% Mudah 18 90% 15 75% Sangat mudah - - 4 20% Terlihat dari tabel diatas sebelum menjadi petani organik cukup mengalami kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tetapi sesudah menjadi petani organik, mereka merasa sangat mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan mereka sekarang sudah memiliki anggaran khusus untuk biaya kesehatan, seiring dengan pendapatan yang diperoleh meningkat. 17

Selanjutnya dengan kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, responden juga mendapatkan kemudahan untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan. Hal ini dapat digambarkan dalam tabel 4.7 distribusi mengenai kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan. Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Sulit - - - - Cukup 2 10% - - Mudah 18 90% 13 65% Sangat mudah - - 7 35% Dari tabel diatas terdapat adanya perbedaan kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Pada saat menjadi petani konvensional cukup mudah untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan, karena mahalnya biaya pendidikan sedangkan pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi sesudah menjadi petani organik mereka tidak mengalami kesulitan lagi untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan karena ditinjau dari segi biaya, jarak sekolah, prosedur penerimaan mudah dan pendapatan yang diperoleh juga meningkat. Selain hal tersebut juga didukung oleh program pendidikan yang bebas biaya atau sekolah gratis untuk SD, SMP sehingga memudahkan petani menyekolahkan anaknya. Selanjutnya yang akan dibahas adalah kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Hal ini dapat digambarkan pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Sulit - - - - Cukup 4 20% - - Mudah 16 80% 8 40% Sangat mudah - - 12 60% Dari tabel diatas terdapat perbedaan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, sesudah menjadi petani organik tergolong sangat mudah dengan 18

prosentase 60%. Sedangkan sebelum menjadi petani organik, responden merasa cukup mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan responden belum memiliki kendaraan pribadi, angkot masih jarang. Sehingga untuk memasarkan hasil panen, mereka harus menyewa mobil atau tengkulak yang datang ke rumah, bahkan harus menggendong hasil panen sampai pasar Getasan ataupun pasar terdekat dengan berjalan kaki. Sedangkan sekarang para petani organik sudah memiliki kendaraan pribadi. Terlihat pada tabel diatas bahwa responden menjawab sangat mudah mendapatkan fasilitas transportasi. Sejalan dengan adanya peningkatan pendapatan yang diperoleh, kualitas makanan yang dikonsumsi sehari-hari sudah memenuhi empat sehat lima sempurna sehingga kebutuhan gizi keluarga dapat terpenuhi. Distribusi pemenuhan gizi dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Gizi Jumlah (orang) Prosentase Jumlah (orang) Prosentase Tidak terpenuhi - - - - Kadang-kadang 2 10% - - Terpenuhi 16 80% 2 10% Sangat Terpenuhi 2 10% 18 90% Berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat bahwa mayoritas responden merasa bahwa kualitas makanan yang mereka konsumsi sehari-hari sudah memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan. Tetapi sesudah menjadi petani organik daya beli terhadap makanan yang lebih baik menjadi meningkat, hal ini dibuktikan dengan pergeseran jumlah responden dari 2 orang yang menyatakan kebutuhan gizi keluarga terpenuhi, menjadi 18 orang sehingga mengalami peningkatan sebesar 80%. Dengan demikian pertanian organik ini memberi dampak positif terhadap terpenuhinya gizi keluarga. Contohnya, daya beli terhadap makanan seperti daging dan ikan meningkat. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pemenuhan gizi dalam rumah tangga, sehingga menjadi indikator semakin sejahtera rumah tangga petani (Sudana, 2007). 4.3.2.Interaksi Sosial Interaksi sosial petani adalah bentuk hubungan petani secara umum yang dinamis menyangkut hubungan antara petani dengan petani, kelompok petani dengan kelompok tani atau petani dengan kelompok tani (Nawawi, 1998). Pertanian organik memberikan dampak positif terhadap interaksi sosial. 19

Mereka merasa terdapat perbedaan interaksi sosial sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10. Hasil Uji Paired Samples Interaksi Sosial Rata-rata Jumlah Signifikansi T-hitung Sebelum 2,650 20 Sesudah 3,665 20 0,000-21,026 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dalam interaksi sosial sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Terlihat jika ada peningkatan interaksi sosial sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -21,026, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh t hitung t tabel ( 21,026 2,093). Sehingga interaksi sosial petani organik lebih baik dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik, karena petani organik sering mengkuti penyuluhan yang diadakan sehingga intensitas pertemuan dengan penyuluh lebih sering, pertemuan dengan kelompok tani setiap satu bulan sekali pada tanggal 5 (malam tanggal 6). Dengan adanya penyuluhan pertanian, secara tidak langsung meningkatkan interaksi sosial antar masyarakat petani dan masyarakat sipil (IPB, 2002). Hasil uji menunjukkan signifikansi sebesar 0,000, dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan dan Ha diterima dengan menyimpulkan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara interaksi sosial sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Rospina (2009) yang menyatakan petani organik tergolong aktif dalam organisasi kemasyarakatan, antara lain : kelompok tani, organisasi yang ada dalam desa. 4.3.3.Kemampuan Manajemen Kemampuan manajemen merupakan keahlian petani organik dan konvensional dalam menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasi faktorfaktor produksi sayuran yang digunakan sehingga mampu menghasilkan produksi sayuran yang diharapkan. Setelah menjadi petani organik, mereka merasa jika terdapat perbedaan dalam kemampuan manajemen. Giles (1990) menyatakan kalau suatu kemampuan manajemen yang baik merupakan kunci keberhasilan, karena ternyata tidak mudah untuk meningkatkan kemampuan manajemen. Hasil pengolahan data kemampuan manajemen dapat dilihat pada tabel 4.11. 20

Tabel 4.11. Hasil Uji Paired Samples Kemampuan Manajemen Rata-rata Jumlah Signifikansi T-hitung Sebelum 2,650 20 Sesudah 3,430 20 0,000-11,487 Dari output ternyata ada perbedaan kemampuan manajemen sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Dari tabel diatas terlihat jika kemampuan manajemen sebelum dan sesudah menjadi petani organik mengalami peningkatan. Perbedaan tersebut dengan t = -11,48, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh t hitung t tabel ( 11,487 2,093). Sehingga kemampuan manajemen petani organik lebih maju dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Hal ini disebabkan pola tanam sebelum menjadi petani organik adalah seadanya, tetapi sesudah menjadi petani organik penanaman sudah diatur dan sesuai dengan permintaan konsumen. Begitu juga dengan produk sayuran diantar tepat waktu, setiap masalah mampu diselesaikan bersama-sama. Saat ini responden dalam budidaya sayuran sudah mengikuti trend komoditas yang disukai konsumen, seperti pada saat ini yaitu Buncis Prancis, Brokoli. Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas ( sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara kemampuan manajemen sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Khotidjah (2012) bahwa dengan pertanian organik, dapat meningkatkan kemampuan manajemen petani. 4.4. Aspek Ekonomi 4.4.1. Pendapatan Pendapatan petani adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh petani dari hasil penjualan produk sayuran yang dihitung dari selisih antara penerimaan dengan biaya produksi selama musim tanam lalu yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/ha/MT). Pendapatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pendapatan petani organik lebih tinggi jika dibandingkan sebelum menjadi petani organik. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel 4.12. 21

Tabel 4.12. Hasil Uji Paired Samples Pendapatan Rata-rata Jumlah Signifikansi T-hitung Sebelum 2,910 20 Sesudah 3,750 20 0,000-14,658 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pendapatan yang diperoleh sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Terlihat ada peningkatan pendapatan ketika menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -14,658, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh t hitung t tabel ( 14,658 2,093). Sehingga pendapatan yang diperoleh petani organik lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Hal ini karena harga sayuran sesuai dengan kontrak dan cenderung stabil sehingga petani merasa tidak dirugikan, harga sayuran organik lebih mahal dibandingkan sayuran konvensional. Sekarang untuk mencari sumber modal lebih mudah dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara pendapatan yang diperoleh sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini sesuai dengan Rahmad (2008) yang menyatakan bahwa pertanian organik meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan hasil per satuan luas. 4.4.2. Biaya Biaya produksi merupakan total pengeluaran petani yang diperlukan dalam melakukan proses produksi sayuran yang dinyatakan dalam satuan rupiah per hektar per musim tanam (Rp/ha/MT). Untuk biaya, didapatkan bahwa biaya pertanian organik lebih rendah dibandingkan dengan biaya pertanian konvensional. Munawar (2003) menyatakan bahwa pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menghindarkan diri dari input yang begitu tinggi. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel 4.13. Tabel 4.13. Hasil Uji Paired Samples Biaya Rata-rata Jumlah Signifikansi T-hitung Sebelum 2,070 20 Sesudah 2,030 20 0,000-15,785 22

Dari output diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk budidaya sayuran sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Terlihat dari tabel diatas adanya penurunan biaya. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -15,785, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh t hitung t tabel ( 15,785 2,093). Sehingga biaya yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman organik lebih rendah dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Hal ini disebabkan biaya pupuk lebih rendah, dengan menggunakan pupuk kandang, pembelian bibit lebih rendah karena petani organik melakukan pembibitan sendiri. Begitu juga dengan pestisida dan biaya tenaga kerja lebih murah, karena melibatkan keluarga untuk mengolah lahan sampai pemanenan. Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara biaya yang dikeluarkan untuk budidaya sayuran sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini didukung oleh Jayadinata (1992) yang menyatakan biaya produksi pertanian organik rendah karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. 4.4.3. Investasi Investasi petani adalah penanaman modal petani kedalam bentuk peralatan selama menjalankan usahatani, yang dimanfaatkan untuk menunjang keberlanjutan produksi sayuran dimasa yang akan datang. Terdapat perbedaan kepemilikan investasi sebelum dan setelah menjadi petani organik. Sesudah menjadi petani organik, responden memiliki investasi yang banyak. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada tabel 4.14. Tabel 4.14. Hasil Uji Paired Samples Investasi Rata-rata Jumlah Signifikansi T-hitung Sebelum 2,626 20 Sesudah 3,389 20 0,000-15,632 Dari output diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan investasi yang dimiliki sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Terlihat pada tabel diatas ada peningkatan investasi yang dimiliki sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -15,632, signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh t hitung t tabel ( 15,632 2,093). Sehingga investasi yang dimiliki petani organik lebih banyak dibandingkan 23

dengan sebelum menjadi petani organik. Hal ini dikarenakan petani organik memiliki hewan ternak seperti sapi, kambing yang dulunya mereka hanya gaduh sapi milik orang lain dan dapat membeli tanah. Selain itu responden sudah memiliki screen house dan membuat saluran irigasi yang dulunya tidak ada dikebun, memiliki kendaraan pribadi, dapat memperbaiki dan membangun rumah. Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara investasi yang dimiliki sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Selain itu keluarga yang memiliki investasi, lebih sejahtera dibandingkan keluarga yang tidak memiliki investasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Bryant (1990) bahwa keluarga yang memiliki investasi lebih banyak cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki investasi terbatas. 24