LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 29 TAHUN 2004 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 13 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DONGGALA NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 8 TAHUN 1989 SERI : D.5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 3 TAHUN 1985 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. Baduy merupakan salah satu suku adat di Indonesia yang sampai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH NOMOR : 08 TAHUN 2000 SERI : NOMOR : 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 09 TAHUN 2000

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA NOMOR : 44 TAHUN 2001 SERI: D NOMOR : Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 Tentang

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASIR NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2001 PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTADAT DAN LEMBAGA ADAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 19 TAHUN 2001 PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 1 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT BANGGAI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 2 TAHUN 1989 SERI : B.1

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

KONFLIK PEMANFAATAN SUMBERDAYA TANAH ULAYAT BADUY PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG YULIYA HASANAH A

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2000 SERI D NOMOR SERI 6

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 9 TAHUN : 1983 SERI D

PERATURAN DESA NITA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERDAYAAN PELESTARIAN, PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN KEDAMANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 10 TAHUN 1989 SERI : B 6

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2001 PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 2 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBAGA ADAT MARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 14 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

Create PDF with GO2PDF for free, if you wish to remove this line, click here to buy Virtual PDF Printer

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2000 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG LAMBANG DAERAH KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adat Baduy dalam perjalanannya sebagai masyarakat adat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi, Objek dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 5 TAHUN : 1991 Seri : D. 5.

2015 KEHID UPAN MASAYARAKAT BAD UY LUAR D I D ESA KANEKES KABUPATEN LEBAK BANTEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GARUT

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 10 TAHUN 2001 PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kata sapaan..., Annisa Rahmania, FIB UI, 2009

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 16 TAHUN : 1996 SERI : D.8.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 19 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 11 TAHUN : 1983 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 1 TAHUN : 1991 SERI : D1.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 23 TAHUN : 1997 SERI : D.16.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 19 TAHUN 1982 Seri D Nomor 16 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 38 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN : 1999 SERI : C.1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMYU

UNIVERSITAS PADJAJARAN Jln. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Jawa Barat.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN : 1993 SERI D.4

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BUOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 3 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN/ATAU PENGGABUNGAN DESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NO. 13 TAHUN 1994 SERI D NO. 2

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

FUNGSI DAN PERAN WANITA DALAM MASYARAKAT BADUY

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II S U M E D A N G NOMOR : 7 TAHUN 1989 SERI : D 4.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SUMEDANG NOMOR : 3 TAHUN 1984 SERI D

DAFTAR PUSTAKA. Abdurahman., binsaid.wordpress. com/2008/10/09/teori-motivasi/

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO LEMBARAN DAERAH NOMOR : 12 TAHUN 2000 SERI : NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 13 TAHUN 2000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR NOMOR: 9 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB II KONDISI OBJEKTIF MASYARAKAT BADUY MUSLIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI KAUR PROPINSI BENGKULU

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK Nomor : 1 Tahun 1991 Seri D PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK NOMOR : 13 TAHUN 1990 T E N T A N G PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT MASYARAKAT BADUY DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II LEBAK Menimbang : a. bahwa adat istiadat masyarakat Baduy adalah merupakan seperangkat nilai-nilai kaidah-kaidah dan kepercayaan sosial yang tumbuh sejak semula bersamaan dengan pertumbuhan masyarakat Desa Kanekes, telah dikenal, dihayati dan diamalkan serta dipertahankan oleh warga masyarakat Desa Kanekes yang bersangkutan, sehingga adat istiadat masyarakat Baduy yang telah terwadahi dalam suatu Lembaga adat dan telah merupakan Milik Nasional dapat lebih berdaya guna; b. bahwa adat-istiadat masyarakat Baduy yang telah mengakar dan milik Nasional itu dapat menunjang kelangsungan pembangunan serta telah menciptakan Ketahanan Nasional agar dilestarikan, dibina serta dikembangkan kebudayaan secara terus menerus; dengan tidak merubah nilai aslinya; c. bahwa untuk keperluan pada butir a dan b tersebut di atas perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara; 2. Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1984 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat istiadat di Tingkat Desa/Kelurahan; 6. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 1989 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat di Wilayah Desa/Kelurahan; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 2/PD-DPRD/1997 tentang Tata cara membuat Peraturan Daerah dan Penerbitan Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT MASYARAKAT BADUY DI KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK B A B I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

a. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak; b. Bupati Kepala Daerah adalah Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lebak; c. Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum; d. Adat istiadat masyarakat Baduy adalah merupakan nilai-nilai dan kaedah-kaedah serta kepercayaan Sosial Masyarakat Baduy di Desa Kanekes yang hidup serta dipertahankan di dalam hidup sehari-hari masyarakat Baduy yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; e. Lembaga Adat Baduy adalah Lembaga Adat yang telah ada dan hidup serta perkembangan pada masyarakat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak; f. Pembinaan dan Pengambangan adalah semua kegiatan dalam rangka menjaga dan melindungi masyarakat Baduy agar mereka mempunyai kesempatan untuk memelihara kelangsungan Lembaga Adat Baduy sehingga tetap menunjang kelangsungan pembangunan dan menciptakan Ketahanan Nasional dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. B A B II PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT BADUY Pasal 2 Tujuan pembinaan dan pengambangan Lembaga Adat Istiadat Masyarakat Baduy adalah agar adat istiadat masyarakat Baduy dapat dilestarikan sehingga mampu menunjang pengembangan Kebudayaan Nasional Indonesia. Pasal 3 Pembinaan dan pengambangan Lembaga Adat Istiadat Masyarakat Baduy harus diarahkan kepada terbinanya stabilitas Nasional yang mantap, baik di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama maupun pertahanan dan keamanan nasional guna kelancaran pelaksanaan tugas di bidang Pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Pasal 4 (1) Dalam usaha melestarikan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Baduy guna memperkaya khasanah kebudayaan bangsa, Pemerintah Daerah pada semua tingkatan mempunyai keajiban untuk menjaga, melindungi dan membina kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Baduy sesuai dengan aslinya yang bermanfaat dan menunjang dalam Pembangunan Nasional; (2) Jenis adat istiadat Baduy yang wajib dijaga dilindungi dan dibina sebagaimana tersebut dalam ayat (1) Pasal ini serta tata cara pembinaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah. BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 5 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Rangkasbitung, 15 Agustus 1990 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II LEBAK Ketua, Cap/Ttd Cap/Ttd H.SOELOER SURYADI Drs. H. ENDANG SUWARNA NIP.480 028 097 Peraturan Daerah ini disahkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 26 Desember 1990, Nomor 188.324/SK.2469-HUK/90.

GUBERNUR KAPALA DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT Cap/Ttd H. R. MOH. YOGIE S.M. Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak tanggal 2 Januari 1991 Nomor 1 Tahun 1991 Seri D SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH TINGKAT II LEBAK Drs. H. UNANG A. SANUSI NIP.480 032520 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LEBAK NOMOR : 13 TAHUN 1990 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAGA ADAT MASYARAKAT BADUY DI KABUPATEN DAERAH I. PENJELASAN UMUM 1. Gambaran Umum Masyarakat Baduy : Masyarakat Baduy bertempat tinggal di Wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak. Wilayah Kanekes, dijadikan desa definitive dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 10 April 1986 Nomor : 140/Kep.526-

Pemdes/86 dengan luas desa : 5010 Ha dan penduduk sebanyak 3954 dengan 1.168 Kepala Keluarga. Masyarakat Baduy terdiri atas 2 (dua) kelompok, yaitu : - Masyarakat Baduy Dalam yang mendiami kampung Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo. - Masyarakat Baduy Luar yang mendiami kampung-kampung atau babakan : 1. Kampung Kaduketug; 2. Kampung Kadujangkung; 3. Kampung Cihulu; 4. Kampung Karahkal; 5. Kampung Kaduketer; 6. Kampung Cikadu; 7. Kampung Leuwibuleud; 8. Kampung Gajeboh; 9. Kampung Cipaler; 10. Kampung Cipiit; 11. Kampung Cikopeng; 12. Kampung Cibongkok; 13. Kampung Cicatang; 14. Kampung Cisagu; 15. Kampung Cicakal Girang; 16. Kampung Batu Beulah; 17. Kampung Bojongpaok; 18. Kampung Cangkudu; 19. Kampung Cijamantri; 20. Kampung Cisadane; 21. Kampung Cibogo; 22. Kampung Pamoean; 23. Kampung Batara; 24. Kampung Cisaban; 25. Kampung Kadukohok; 26. Kampung Sarkokod; 27. Kampung Nagreg;

28. Babakan Cibogo; 29. Babakan Kaduketug; 30. Babakan Cikadu; 31. Babakan Cisagu I; 32. Babakan Cisagu II; 33. Babakan Cangkudu; 34. Babakan Bojongpaok; 35. Babakan Cijamantri; 36. Babakan Batara. Antara masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar tidak terdapat perbedaan yang prinsip, dan perbedaan hanya tampak antara lain : - Cara berpakaian : Orang Baduy Dalam berpakaian putih-putih dengan ikat kepala putih sedang orang Baduy Luar berpakaian hitam-hitam dengan ikat kepala biru. - Masyarakat Baduy Dalam masih teguh memegang Adat Istiadat mereka. 2. Adat Istiadat dan Kebudayaan Masyarakat Baduy. Setiap Kampung yang ada di Baduy Dalam (Cikeusik, Cikartawana dan Cibeo) dipimpin oleh seorang Puun yang oleh masyarakat Baduy selain dianggap sebagai pemimpin masyarakat juga dianggap sebagai ketua yang dipilih bedasarkan keturunan dari segi kekerabatannya Puun (Ketua Adat) Cibeo. Hubungan antara orang Baduy Dalam dengan orang Baduy Luar selain diikat oleh hubungan adat, juga hubungan yang bersifat formal. Orang Baduy Luarlah yang menjadi penghubung masyarakat Baduy dengan masyarakat luar. Dengan demikian daerah Baduy luar merupakan daerah penyaring berbagai pengaruh dari luar sebelum masuk ke Baduy Dalam dan hal ini terlihat dimana semua orang asing tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam, mereka hanya diperbolehkan sampai di wilayah Baduy Luar saja. Untuk kepentingan hubungan dengan luar, termasuk hubungan dengan urusan pemerintahan formal, maka orang Baduy Luarlah yang ditunjuk untuk dijadikan Kepala Desa. Kepala Desa yang disebut Jaro (Jaro Pamarentah) ditunjuk dan ditentukan oleh Puun (Ketua Adat). Kepala Desa (Jaro Pamarentah) bertugas untuk menampung dan

menyempaikan segala perintah yang diperintahkan pemerintah sejauh tidak bertentangan dengan adat. Hubungan diantara sesama masyarakat Baduy itu sendiri berparas pada adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan dipatuhi baik oleh masyarakat Baduy Dalam maupun oleh masyarakat Baduy Luar. Didalam Adat istiadat masyarakat Baduy terdapat beberapa pantangan/tabu (buyut) untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu mengatur hubungan-hubungan perilaku orang Baduy baik secara perorangan, hubungan dengan kelompok masyarakatnya maupun dengan lingkungan alamnyayang dianggap sebagai tanah titipan dari nenek moyangnya. Pesan nenek moyang yang dititipkan kepada Puun (Ketua Adat) harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua orang Baduy, sebab pelanggaran terhadap pantangan/tabu (buyut) atas pesan tersebut dapat mengakibatkan berbagai hal yang merugikan. Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu merupakan pedoman tingkah laku dan pedoman hidup yang tercakup dalam ungkapan yang walaupun tidak tertulis, tetapi ditaati dan dapat dijelmakan dalam perilaku sehari-hari setiap orang Baduy, baik diantara mereka sendiri maupun bila berhubungan dengan orang luar masyarakatnya. Ketaatan orang Baduy akan adat dari nenek moyangnya itu dimanifasikan dalam ungkapan teu wasa. 3. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Baduy Orang Baduy menyebut agama yang dianutnya adalah Agama Sunda Wuwitan (Agama Sunda Pertama) atau Agama Islam Sunda atau disebut juga Agama Nabi Adam. Dengan agamanya itu orang Baduy mengakui akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Batara Tunggal, mengakui akan Nabi Adam, Nabi Muhammad dan Syahadat Agama Islam. Agama Sunda Wiwitan mengajarkan bahwa kedudukan manusia itu telah ditentukan kedudukannya dan telah ditentukan pula tempatnya masing-masing. Oleh karena itu manusia harus menerima kodratnya masing-masing dan menempati tempat yang sudah ditentukan sebagaimana seharusnya. Manusia hidup di dunia ini tidak boleh berlebihan mencari kesenangan, cukup menerima yang sudah ada saja.

Yang dituju di dalam hidup adalah kebajikan dan kebaikan. Kebajikan tersebut dapat dicapai dengan jalan mentaati ketentuan-ketentuan yang sudah dikodratkan dan mentaati segala ketentuan yang diberikan kepada kita masing-masing. Sebab jika tidak demikian, berarti hidup itu tidak baik, sehingga akan dirasakan sebagai siksaan atau neraka dengan segala siksanya. Hidup menurut ketentuan atau kodrat, berarti hidup apa adanya, hidup sederhana dengan segala kesenangan dan kesederhanaannya merupakan dasar yang kuat dalam memandang apa yang seharusnya alam berikan kepada manusia. Hidup demikian berarti (narimakeun kana kadar) menerima yang memang sudah ditentukan dan jauh dari hawa nafsu. Hidup narimakeun (hidup menerima) apa yang sudah menjadi bagiannya membuat teu wasa (tidak berani) untuk berbuat atau hidup dari ketentuan tersebut. Walaupun masyarakat Baduy pada umumnya mengaku menganut agama Sunda Wiwitan, akan tetapi mereka menganut Agama Islam. 4. Bebarapa adat istiadat yang perlu dibina dan dikembangkan. Adat istiadat yang dianut dan dimiliki oleh masyarakat Baduy, baik Baduy Dalam maupun Baduy luar cukup banyak, akan tetapi ada beberapa diantaranya yang peru dibina dan dikembangkan, karena mempunyai nilai positif dan bermanfaat dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan, yaitu antara lain : a. Upacara Seba (Persembahan Hasil Bumi) upacara ini berupa persembahan hasil bumi dari masyarakat Baduy kepada Pemerintah/Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lebak satu tahun sekali. Upacara Seba ini juga merupakan forum komunikasi yang formal antara masyarakat Baduy dengan Pemerintah Daerah. Dalam Upacara Seba ini masyarakat Baduy menyampaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Baduy yang pemecahannya memerlukan campur tangan Pemerintah. Demikian pula Pemerintah dalam kesempatan ini dapat menyampaikan programprogram Pemerintah agar diketahui oleh masyarakat Baduy. b. Sistem perkawinan

Sistem perkawinan pada masyarakat Baduy adalah sistem perkawinan Monogami. Seorang laki-laki Baduy tidak boleh beristri lebih dari seorang dan perkawinan Poligami merupakan suatu hal yang buyut (tabu). Sistem perkawinan Monogami itu sejalan dengan Azas Perkawinan kita diatur dalam Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga adat istiadat perkawinan masyarakat Baduy yang bersifat Monogami ini perlu dibina dan dilestarikan. c. Sistem Pengendalian diri dan lingkungan. Untuk pengendalian diri dan lingkungan masyarakat Baduy mempunyai adat istiadat yang menjadi pegangan hidup bagi masyarakat Baduy dan tabu (pantang) untuk dilanggar. Larangan atau pantangan ini merupakan sistem pengandalian diri dan lingkungan, agar masyarakat Baduy dapat hidup dengan harmonis, baik dalam pergaulannya dengan masyarakat Baduy itu sendiri, dengan masyarakat luar Baduy atau dengan lingkungan alam dimana mereka bertempat tinggal. Puun sebaga Ketua Adat masyarakat Baduy merupakan seorang yang dititipi atau ditugasi untuk memelihara buyut/tabu dari ketentuan adat yang berlaku. Buyut atau pantangan bagi masyarakat Baduy tersebut tersiar dalam pepatah sebagai berikut : - Buyut nu dititipkeun ka Puun - Gunung teu beunang dilebur - Lebak teu beunang dirakrak - Larangan teu benang dirempak - Buyut teu beunang diroban - Nu ulah kudu diulahkeun - Nu enya kudu dienyakeun - Ngala kudu menta - Nyaur kudu diukur - Nyabda kudu diunggang - Ulah maling papanjingan - Ulah jinah papacangan. - Akibatra : - Matak burung jadi ratu

- Matak edan jadi menak - Matak pupul pangaruh - Matak hambar komara Artinya : - Pantangan yang dititipkan kepada Puun - Gunung tidak boleh digempur - Lembah tidak boleh dirusak - Pantangan tidak boleh dilanggar - Yang dilarang haruslah dilarang - Yang benar harus dibenarkan - Mengambil harus minta - Berkata harus diukur - Berkata harus dipikirkan supaya tidak menyakitkan - Jangan mencuri walaupun kekurangan - Jangan berjinah dan berpacaran - Akibatnya : - Bisa gagal menjadi pimpinan - Bisa gila menjadi pembesar - Bisa hilang pengaruh - Bisa hilang kewibawaan II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Cukup jelas Pasal 1 Pasal 2 Karena kemajuan komunikasi dan kemudahan transportasi yang menghubungkan wilayah Baduy dengan masyarakat luar, baik masyarakat dari Kabupaten Lebak itu sendiri maupun masyarakat dari luar Kabupaten Lebak, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi pengaruh dari adanya komunikasi tersebut diatas terhadap adat istiadat masyarakat Baduy.

Maka agar adat istiadat masyarakat Baduy, terutama yang bernilai positif bagi pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan tetap lestari, bahkan dapat dikembangkan, sudah selayaknya Pemerintah Daerah Kabupaten Daerah ingkat II Lebak mengadakan pembinaan, sehingga pengaruh dari luar yang bersifat merusak nilai-nilai positif adat istiadat masyarakat Baduy dapat dicegah, sedangkan pengaruhpengaruh dari luar yang besifat positif dapat diterima dan dikembangkan. Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5