2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI ALIH BAHANG DALAM PROSES INTERNAL MIXING MELALUI TAHAPAN DIFUSI GANDA DAN TURBULENSI DI PERAIRAN RAJA AMPAT PADA NOVEMBER 2007

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu rata rata permukaan laut

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stabilitas dan Stratifikasi Massa Air

3. BAHAN DAN METODE. data oseanografi perairan Raja Ampat yang diperoleh dari program terpadu P2O-

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Turbulensi (Olakan)

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai SUHU DAN SALINITAS. Oleh. Nama : NIM :

Suhu, Cahaya dan Warna Laut. Materi Kuliah 6 MK Oseanografi Umum (ITK221)

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

Oseanografi Fisis. Massa Air dan Proses Percampuran

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

aptudika.web.ugm.ac.id

3 BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ke-8 (TEKANAN UDARA)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

02. TEMPERATURE TUJUAN PRAKTIKUM

Fisika Umum (MA101) Zat Padat dan Fluida Kerapatan dan Tekanan Gaya Apung Prinsip Archimedes Gerak Fluida

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 Steady explosive eruptions

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

BAB 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Dasar

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengantar Oseanografi V

F L U I D A TIM FISIKA

Fisika Umum (MA-301) Sifat-sifat Zat Padat Gas Cair Plasma

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

Aliran Fluida. Konsep Dasar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Kelima (SUHU UDARA)

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

Angin Meridional. Analisis Spektrum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN KE-5 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN SIRKULASI MASSA AIR (Bagian 2) ASEP HAMZAH

Kecenderungan untuk menahan gerakan vertikal udara/turbulensi menentukan kemampuan atmosfer untuk mendispersikan pencemar yang diemisikan.

Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Meteorology for better life KLIMATOLOGI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fisika Dasar I (FI-321)

Fisika Dasar I (FI-321) Mekanika Zat Padat dan Fluida

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

5/27/2013 TEKANAN UDARA. Pengertian :

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 1. Diagram TS

Klasisifikasi Aliran:

Karakteristik Air. Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 25 September 2017

2. KONDISI OSEANOGRAFI LAUT CINA SELATAN PERAIRAN INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA SALINITAS DAN TEMPERATUR

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap.

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh muatan (beban) dari bangunan, termasuk beban-beban yang bekerja pada

PERBANDINGAN LAJU TRANSFER MOMENTUM DALAM KONDISI TIDAK STABIL, NETRAL DAN KONDISI STABIL DI DAERAH DATARAN RENDAH

MEKANIKA FLUIDA. Ferianto Raharjo - Fisika Dasar - Mekanika Fluida

PENDAHULUAN Latar Belakang

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Praktikum M.K. Oseanografi Hari / Tanggal : Dosen : 1. Nilai ARUS LAUT. Oleh. Nama : NIM :

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

Doc. Name: SBMPTN2015FIS999 Version:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Xpedia Fisika DP SNMPTN 07

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

Rheologi. Rini Yulianingsih

FLUIDA. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI PEMBENTUKAN LAUT TEORI KONVEKSI OLEH: MUH.AQRAM RAMADHAN L

2. FLUIDA STATIS (FLUID AT REST)

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

8. FLUIDA. Materi Kuliah. Staf Pengajar Fisika Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Instruksional Khusus I.4 Manfaat Percobaan

Sistem pengering pilihan

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan tersebut bisa terbentuk dari berbagai parameter oseanografi yang ada di laut seperti suhu, salinitas dan densitas. Pelapisan ini juga menunjukkan kestabilan massa air tersebut (Stewart, 2003). Pond dan Pickard (1983) menyatakan adanya hubungan antara sebaran densitas secara vertikal dan pengaruhnya terhadap pergerakan vertikal massa air. Gerakan vertikal fluida sangat ditentukan oleh nilai stabilitas vertikalnya. Untuk melihat apakah suatu lapisan fluida secara vertikal, stabil ataukah tidak maka dapat dilakukan dengan menguji gradien densitasnya secara vertikal. Jika terjadi perlawanan gerak secara vertikal maka fluida dikatakan stabil. Jika tidak memberikan hambatan secara berarti terhadap gerakan secara vertikal maka fluida akan tetap netral. Jika terjadi kecenderungan pergerakan atau perubahan posisi massa air secara vertikal dari kedudukan awalnya tanpa kembali lagi, maka fluida dikatakan tidak stabil. Secara kuantitatif stabilitas vertikal massa air dinyatakan dengan indeks stabilitas statis. Indeks stabilitas statis menggambarkan kondisi potensial gerakan suatu unit volume air sebagai respon adanya gangguan distribusi densitas secara menegak. Disebut statis karena proses perpindahan suatu unit volume air mengabaikan proses konduksi bahang. Indeks stabilitas statis merupakan fungsi perubahan densitas terhadap kedalaman. Oleh karenanya nilai stabilitas statis ini sangat ditentukan oleh perbedaan densitas antara massa air yang ada. Sementara nilai densitas dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas. Semakin besar perbedaan (perubahan) nilai densitas pada suatu

lapisan akan menjadikan lapisan tersebut semakin stabil (Pond dan Pickard, 1983; Pickard dan Emery, 1990). 2.2 Internal Mixing Menurut Stewart (2003) kondisi yang tidak stabil di laut membawa fluida pada proses pencampuran atau mixing. Terdapat beberapa jenis instabilitas di laut yaitu instabilitas statik yang berkaitan perubahan densitas terhadap kedalaman dan instabilitas dinamik yang berkaitan dengan shear kecepatan dan double-diffusion yang berkaitan dengan gradien salinitas dan suhu di laut. Profil vertikal dari suhu, salinitas dan densitas seringkali tidak halus melainkan bertingkat, jarak antar tingkat dapat beberapa decimeter sampai beberapa meter. Hal tersebut merupakan turbulensi skala kecil dalam air dengan profil halus dalam jarak kecil dan menimbulkan vertikal risers antara tingkat horizontal atau antar muka. Walaupun dalam fluida yang diam, jika substan terlarut menyebar tidak seragam maka substansi akan menurunkan gradien konsentrasi untuk menyamaratakan distribusi. Proses ini disebutkan difusi molekul yang merupakan hasil gerakan molekul-molekul secara individu. Distribusi panas yang seragam tercapai dengan cara yang sama. Difusi molekul panas terjadi ketika terdapat gradien suhu. Di daerah dengan suhu tinggi, molekul-molekulnya memiliki energi kinetik yang lebih besar dimana molekul-molekul tersebut akan bergerak perlahan ke daerah dengan suhu rendah dan memindahkan sedikit dari kelebihan energinya ke molekul-molekul bersuhu rendah tersebut. Air laut umumnya bergerak dalam aliran turbulen, turbulensi bergerak dengan karakteristik yang berbeda dan menyebabkan percampuran fluida yang besar. Proses pencampuran yang terjadi di laut lebih dominan disebabkan oleh

proses difusi turbulen dibandingkan dengan proses difusi molekuler. Difusi terjadi karena adanya gradien (suhu atau konsentrasi, garam terlarut, nutrien, gas terlarut) dari tinggi ke rendah. Laju difusi turbulen jauh lebih besar dari laju difusi molekuler (Supangat dan Susanna, 2000). Emery et al., (2005) menyatakan bahwa terdapat dua sumber internal mixing yang dapat kita teliti secara terpisah yaitu turbulensi dan difusi ganda. 2.2.1 Pencampuran Turbulen (Turbulent Mixing) Terdapat berbagai proses yang dapat mencampur suatu massa air laut yang kemudian akan menggabungkan karakteristik aslinya (suhu, densitas, momentum, pusaran (vortisitas), O 2, CO 2 dan konsentrasi nutrient) dengan air laut di dekatnya. Turbulensi merupakan proses pencampuran yang paling efisien yang terjadi di laut. Ketika suatu fluida menjadi turbulen, maka fluida tersebut akan mengalami deformasi oleh adanya gerakan acak fluida. Deformasi ini spinning, stretching, interleaving membuat parsel air yang berdekatan membentuk lembaran-lembaran halus atau filamen-filamen halus. Dengan demikian gradien properti air antara parsel yang berdekatan secara kontinu menjadi lebih jelas, sehingga difusi molekuler dapat terjadi dengan efisien (Hasse dan Dobson, 1983). Percampuran sering terjadi pada lapisan-lapisan batas seperti sepanjang continental slope, di atas gunung laut dan mid ocean ridge, front dan mixed layer di permukaan (Stewart, 2003). Salah satu sumber energi yang paling berperan dalam pencampuran internal adalah gelombang internal, dimana gelombang tersebut sangat efektif dalam proses pencampuran ketika pecah seperti yang terjadi pada gelombang permukaan (Emery et al., 2005). Selain itu Stewart (2003) juga menyatakan

mekanisme lain untuk pencampuran internal yaitu vertikal shear. Dimana kecepatan shear (tegangan menegak) dapat menghasilkan turbulensi. Di laut komponen turbulensi vertikal dan horizontal biasanya sangat berbeda dalam skala dan intensitas. Perbedaan ini muncul karena dimensi horizontal dari massa air lebih besar dari dimensi vertikal dan pengaruh stabilitas statis yang berhubungan dengan gradien densitas (Bowden, 1960 in Hill et al., 1962). Dimensi laut lebih luas dibandingkan kedalamannya, yaitu mencapai 10000km dibandingkan dengan kedalamannya yang mencapai 5 km, sementara nilai gradien horizontal lebih kecil dari gradien vertikalnya. Suhu air laut dapat berubah sebesar 10 o C atau lebih pada selang kedalaman 1 km dari suatu titik acuan tertentu, dan normal bergerak ribuan kilometer secara horizontal dan hanya mengalami perubahan suhu sebesar 10 o C. Skala pencampuran turbulen horizontal lebih besar daripada pencampuran turbulen vertikal yang cenderung berlawanan dengan kestabilan gravitasi vertikal hasil peningakatan densitas terhadap kedalaman. Dengan kata lain, pengaruh stratifikasi densitas menghambat pencampuran vertikal (Supangat dan Susanna, 2000). Menurut Bowden (1960) in Hill et al.,(1962), perkembangan turbulensi vertikal muncul dari asosiasi tekanan tangensial horizontal dengan gradien kecepatan vertikal. Pemicunya adalah : (1) Adanya tekanan tangensial angin pada lapisan permukaan; (2) Efek gesekan dasar laut terhadap arus, khususnya arus pasut; (3) Adanya shear arus yang berhubungan dengan gradien tekanan horizontal. Keberadaan turbulensi pada bidang gerak memberikan dua tipe efek yaitu hasil dari tekanan tangensial dan proses difusi eddy, dimana tekanan

Tangensial turbulen bereaksi pada gerak rerata dan memiliki efek dinamis yang penting, sedangkan proses difusi turbulen mempengaruhi distribusi sifat tertentu dari fluida tanpa bereaksi langsung pada aliran. Menurut Hasse dan Dobson (1983), kapan pun gradien densitas terbentuk pada suatu fluida, gelombang tersebut berosilasi dengan perpindahan isopiknal di kedalaman rata-ratanya dengan frekuensi : dp dz / g E 2 N g....(1) / 0 N disebut frekuensi Brunt-Vaisala, g adalah percepatan gravitasi, ρ adalah densitas, ρ 0 adalah densitas rata-rata kolom air dan E adalah stabilitas statis. Jika suatu parsel dipindahkan ke atas pada kolom air yang stabil secara statis dan kemudian dilepaskan maka parsel air tersebut akan tenggelam, melampaui posisi asalnya, kembali lagi dan terus berosilasi. Nilai frekuensi ini tinggi ketika massa air mengalami stratifikasi dengan jelas dan berfrekuensi rendah ketika air laut memiliki stratifikasi densitas yang sangat lemah (Emery et al., 2005). Nilai N terbesar biasanya ditemukan di zona piknoklin utama, dimana gradien densitas vertikal adalah yang tertinggi. Piknoklin biasanya di dapat pada daerah termoklin di perairan oseanik (dimana variasi densitas ditentukan terutama oleh variasi suhu) atau pada haloklin di perairan pantai (dimana variasi densitas terutama ditentukan oleh variasi salinitas) (Pond dan Pickard, 1983). Massa air di lapisan piknoklin sangat stabil. Artinya, membutuhkan energi yang lebih besar untuk memindahkan air ke atas atau ke bawah piknoklin daripada daerah lain atau daerah dengan stabilitas. Kehadiran piknoklin ini

menjadi penghalang lewatnya air dan sifat massa air secara vertikal (Emery et al., 2005). Mekanisme lain untuk proses pencampuran internal adalah gesekan (shear) vertikal. Jika kecepatan berubah menurut kedalaman dalam suatu perairan yang stabil, aliran yang terstratifikasi, maka aliran tersebut dapat menjadi tidak stabil apabila perubahan kecepatan menurut kedalaman dan perbedaan kecepatan arus cukup besar (Stewart, 2003). Pencampuran ditingkatkan oleh perbedaan kecepatan, yang kemudian menghasilkan turbulensi. Pencampuran di stabilkan oleh stratifikasi vertikal. Pertukaran ini yang disebut Gradien Bilangan Richardson yang merupakan rasio dari stratifikasi dengan shear vertikal arus. Shear vertikal dari kecepatan horizontal adalah u / z. Bilangan Richardson adalah: Ri u 2 N 2 / / z...(2) Ri adalah bilangan Richardson, N adalah frekuensi apung, u adalah kecepatan komponen arus dan z adalah kedalaman. Apabila bilangan Richardson kecil, stratifikasi lemah dan shear vertikal besar sehingga pencampuran menjadi lebih intensif. Dari teori dan observasi, intensitas pencampuran yang besar di mulai saat bilangan Richardson turun dibawah 0,25 (Emery et al., 2005). Muench et al.,(2000), menambahkan saat bilangan Richardson berada di antara 0,25 hingga 1 proses pencampuran yang cukup besar. Jika shear vertikal arus cukup besar u / z 1, maka bilangan Richardson menjadi lebih kecil, dan karenanya fluida akan cenderung turbulen.

gradien densitas yang besar d / dz, 1, contohnya kenaikan densitas menurut kedalaman menyebabkan bilangan Richardson menjadi lebih besar, dan menghasilkan turbulensi yang lemah (Hasse dan Dobson, 1983). Apabila massa air laut memiliki stratifikasi yang stabil, perpindahan vertikal haruslah melawan gaya apung. Pencampuran vertikal memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan pencampuran horizontal. Semakin besar frekuensi stabilitas maka semakin besar pula energi yang dibutuhkan untuk pencampuran vertikal. Akibatnya, pencampuran horizontal lebih besar daripada pencampuran vertikal sepanjang permukaan dengan densitas konstan. Pencampuran vertikal sepanjang permukaan dengan densitas konstan sangat penting karena dapat merubah struktur vertikal lautan, dan secara luas dapat mengontrol kecepatan yang mana air dari laut dalam akhirnya dapat mencapai permukaan pada lintang tengah dan lintang rendah (Stewart, 2003). 2.2.2 Difusi Ganda Tingkat difusi molekul (difusivitas molekul) untuk bahang dan salinitas berbeda, ketika bahang melibatkan energi panas sedangkan salinitas melibatkan pergerakan molekul. Bahang mendifusikan seratus kali lebih cepat dibandingkan salinitas, akibatnya jika dua massa air yang densitasnya sama, namun berbeda suhu dan salinitasnya bertemu secara vertikal, yang satu berada di atas yang lainnya, maka proses difusi ganda dapat terjadi dan menyebabkan lapisan tersebut tidak stabil. Walaupun memiliki pengaruh yang kecil terhadap sirkulasi skala besar di lautan, proses difusi ganda memiliki peranan penting dalam menyebabkan percampuran air laut (mixing), merubah distribusi suhu dan salinitas secara regional (Stewart, 2003).

Ketika air hangat dan asin berada di atas air tawar dan dingin dan batas antara dua massa air tersebut terganggu maka sebagian kecil dari air hangat dan asin akan berpindah ke air dingin dan tawar. Perpindahan bahang yang cepat akan mendinginkan air yang lebih asin dan menghangatkan air yang lebih tawar. Lebih lanjut, air yang lebih asin akan menjadi lebih berat dan tenggelam kebawah dan lapisan kolom air yang lebih ringan akan naik ke atas. Kolom air pengganti tersebut dikatakan sebagai Salt Finger (Gambar 1(a) dan (c)). Gambar 1. Proses pembentukan difusi ganda (Pickard dan Emery, 2004) Difusi lateral antara finger akan memproduksi lapisan yang seragam. Kemudian proses tersebut dimulai lagi pada batas kedua massa air yang baru, dan akhirnya jumlah dari lapisan individu homogen membangun dengan tajam

menegaskan batas suhu dan salinitas. Di lautan ketebalan lapisan tersebut dapat mencapai beberapa meter sampai 10 meter, dipisahkan oleh zona perbatasan yang lebih tipis gradien suhu dan salinitasnya (Gambar 1(b) dan (d)). Kecepatan horizontal eksternal dapat mengganggu perkembangan finger. Ketika air dingin dan tawar berada di atas air hangat dan asin, lapisan air yang lebih tawar akan menghangat. Lapisan yang berada di bawah kehilangan bahang tapi tidak banyak kehilangan salinitasnya, hal ini disebut diffusive layering. Stratifikasi dikuatkan oleh proses difusi ganda ini. Perbedaan kasus sebelumnya adalah fluida tidak berpindah dan air tetap berada di lapisannya, pencampuran membawa bahang naik atau turun (Stewart, 2003). Keadaan berikutnya bila air yang dingin dan lebih salin berada di atas air yang hangat dan kurang salin, maka fluida akan selalu tidak stabil secara statis. Kemudian jika air yang hangat dan kurang salin berada di atas air yang dingin dan lebih salin tidak memungkinkan terjadinya difusi ganda, air yang kurang salin akan mendingin tapi tidak bisa lebih dingin dari air yang lebih salin di bawahnya sehingga tidak memungkinkan untuk turun, begitu pula untuk air dibawahnya tidak memungkinkan untuk naik.