BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Fildzah Amalia, 2015

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

2015 PENALARAN ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING) SISWA SEKOLAH BERORIENTASI LINGKUNGAN DAN SEKOLAH MULTINASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.

PENDAHLUAN. Penalaran Tinggi Keterampilan Rendah. Keterampilan dan Kreativitas Tinggi. Penalaran Rendah Keterampilan Tinggi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Keraf (2003: 3) menyatakan bahwa,

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

C. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat:

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Problem Solving. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran

2014 PENGEMBANGAN PROGRAM PERKULIAHAN FISIKA SEKOLAH BERORIENTASI KEMAMPUAN BERARGUMENTASI CALON GURU FISIKA

SILABUS MATA PELAJARAN BIOLOGI (BIDANG KEAHLIAN AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

KURIKULUM 2013 TAHUN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN. Mengingat mutu pendidikan adalah hal yang penting, pembelajaran pun harus

2015 PENGARUH PENERAPAN STRATEGI COMPETING THEORIES TERHADAP KETERAMPILAN ARGUMENTASI SISWA SMA PADA MATERI ELASTISITAS

3. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SMA/SMK/MA/MAK

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

SILABUS MATA PELAJARAN BIOLOGI (BIDANG KEAHLIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN)

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

MOMENTUM & IMPULS RENCANA PROGRAM PENGAJARAN. Kelas / Semester : XI /I KOMPETENSI INTI. : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MOMENTUM & IMPULS RENCANA PROGRAM PENGAJARAN. Kelas / Semester : XI /I KOMPETENSI INTI. : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

MOMENTUM & IMPULS RENCANA PROGRAM PENGAJARAN. Kelas / Semester : XI /I KOMPETENSI INTI. : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/SEKOLAH MENENGAN KEJURUAN/ MADRASAH ALIYAH/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/SMK/MA/MAK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI KISI SOAL TES KETERAMPILAN ARGUMENTASI

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

MOMENTUM & IMPULS RENCANA PROGRAM PENGAJARAN. Kelas / Semester : XI /I KOMPETENSI INTI. : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

Argumentasi dan debat kebijakan merupakan sarana utama untuk menghimpun pengetahuan yang siap pakai.

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

MOMENTUM & IMPULS RENCANA PROGRAM PENGAJARAN. Kelas / Semester : XI /I KOMPETENSI INTI. : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

SILABUS MATA PELAJARAN GAMBAR INTERIOR DAN EKSTERIOR BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang dihadapkan kepada masalah-masalah yang menuntut adanya. pemecahan masalah itulah yang kita kenal dengan diskusi.

SILABUS MATA PELAJARANPENGOLAHAN CITRA DIGITAL (PAKET KEAHLIAN MULTIMEDIA)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

LAMPIRAN 3 : SILABUS 136

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 SKALA UNTUK MENILAI SIKAP-SIKAP SISWA SMA KELAS XI DALAM PEMBELAJARAN HIDROKARBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. dibicarakan, tentu dalam rangka penataan yang terus dilakukan untuk mencapai

SILABUS MATA PELAJARANPERAKITAN KOMPUTER (DASAR PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermutu untuk. mengembangkan potensi diri dan sebagai katalisator bagi terjadinya

SILABUS SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN AJARAN 2017/2018

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

Menurut Wina Sanjaya (2007 : ) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama dari metode inkuiri, yaitu :

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Kelas / Semester : X/ 2

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Deti Ahmatika Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No. 530, Bandung; Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2016 PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN PENALARAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN SISWA SMA TENTANG PENGUNAAN KOSMETIK

M. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BUDIDAYA TANAMAN HORTIKULTURA SMALB TUNAGRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi Inti ke-2 yaitu melatih diri bersikap konsisten, rasa ingin tahu, bersifat

2016 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARGUMENT-BASED SCIENCE INQUIRY (ABSI) TERHADAP KEMAMPUAN MEMAHAMI DAN KEMAMPUAN BERARGUMENTASI SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan peradaban pada masa kini seringkali dihadapkan dengan segudang masalah, dilema dan teka-teki mengenai apa yang kita butuhkan untuk membuat keputusan dan pilihan. Dalam masyarakat modern, banyak masalah yang muncul berpusat pada hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejumlah masalah tersebut dikenal dengan isu sosiosaintifik. Isu sosiosaintifik merupakan isu yang didasari oleh konsep atau masalah ilmiah, kontroversial di alam, menjadi perbincangan umum di masyarakat, serta sering tunduk pada pengaruh politik dan sosial (Sadler & Zeidler, 2005). Salah satu hasil penting dari pendidikan sains di sekolah ialah memungkinkan siswa menggunakan pemahaman mereka mengenai sains untuk berkontribusi dalam perbincangan masyarakat umum serta membuat keputusan yang bijaksana mengenai isu sosiosaintifik yang mempengaruhi kehidupan mereka (Sadler & Zeidler, 2005). Saat ini siswa sudah dihadapkan dengan pilihan yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan pribadi mereka. Mereka harus mampu membuat pilihan atau keputusan misalnya tentang bagaimana menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan sumber daya energi terbatas, kualitas dan kuantitas air, polusi dan pengendalian populasi (Driver dkk, 2000). Dalam pengapalikasiannya di dunia pendidikan, isu sosiosaintifik telah menjadi hal yang penting dalam pendidikan sains karena menempati peran sentral dalam proses literasi sains (Venville & Dawson, 2010). Literasi sains memerlukan kemampuan untuk membahas, menafsirkan bukti yang relevan, dan menarik kesimpulan dalam menanggapi isu-isu sosiosaintifik. Seperti yang diungkapkan Driver (2000), bahwa menyertakan isu sosiosaintifik dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting agar dapat menghasilkan masyarakat yang bertanggung jawab, mampu menerapkan pengetahuan ilmiahnya, serta memiliki kemampuan untuk berpikir.

2 Berpikir dalam konteks ini bukanlah proses berpikir yang sederhana, melainkan sebuah pola berpikir tingkat tingggi. Terdapat empat pola berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Berpikir kritis merupakan kemampuan yang dapat mendasari ketiga pola berpikir lainnya sehingga berpikir kritis harus dikuasai terlebih dahulu dibandingkan keterampilan yang lain (Costa dalam Kuswana, 2013). Inch (2006) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan proses dimana seseorang mencoba untuk memberikan jawaban rasional terhadap pertanyaan yang tidak bisa dengan mudah terjawab. Jawaban yang dihasilkan dari berpikir kritis tersebut dihasilkan berdasarkan kemampuan atau pengalaman seseorang tersebut sebelumnya. Sebelum seseorang dapat menjawab pertanyaan, menarik kesimpulan, dan membuat keputusan, seseorang tersebut harus mampu menimbang risiko serta manfaat, menimbulkan pertanyaan, dan mengevaluasi integritas informasi yang didapatkannya (Dawson & Venille, 2009). Sebagai konsekuensi dari proses pengambilan keputusan tersebut, argumen dan keterampilan argumentasi memainkan peran penting dalam penalaran formal (Sadler & Zeidler, 2005). Istilah argumen dalam arti sehari-hari, mungkin dibayangkan berupa gambaran orang dalam suatu diskusi atau dialog yang saling bertentangan. Argumen dalam diskusi atau dialog tersebut dapat muncul salah satunya dalam menanggapi konteks isu sosiosaintifik (Dawson & Venville, 2009). Dalam hal ini argumen dapat digunakan untuk memberikan alasan mengenai masalah yang menantang dan berlapis-lapis. (Dawson & Venville, 2010). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kuhn (dalam Venville & Dawson, 2009) mendefinisikan argumen sebagai sebuah pernyataan disertai pembenaran. Means & Voss (dalam Venville & Dawson, 2009) juga menjelaskan argumen sebagai sebuah kesimpulan yang setidaknya didukung oleh satu alasan. Kemudian, (Sampson & Clark, 2008) membedakan argumen dan argumentasi dengan menggunakan istilah 'argumen' untuk menggambarkan produk hasil bernalar siswa dalam membuat dan membenarkan klaim; serta istilah 'argumentasi' untuk menggambarkan proses yang kompleks. Sadler & Zeidler (2005) juga menyatakan bahwa keterampilan argumentasi dipandang sebagai "ekspresi

3 eksternal dari penalaran formal". Maka jika ditarik kesimpulan dari beberapa pernyataan peneliti, bahwa komponen utama dari pendidikan sains yang akan membantu siswa membuat keputusan sekarang dan di masa depan adalah proses argumentasi (Driver dkk, 2000). Perkembangan penggunaan argumentasi dalam pendidikan sains tergambar pada karya Toulmin. Toulmin mengembangkan sebuah model argumentasi yang menguraikan komponen atau struktur argumen yang dapat digunakan baik untuk mengajar siswa serta guru, keterampilan argumentasi, dan juga untuk menganalisis atau mengevaluasi argumentasi siswa. Komponen utama dari model argumentasi Toulmin adalah: claim (kesimpulan, proposisi atau pernyataan); data (bukti yang mendukung claim tersebut); warrant (penjelasan tentang hubungan antara claim dan data); backing (dasar asumsi yang mendasari untuk mendukung warrant); qualifiers (kondisi tertentu di mana claim itu benar); dan rebuttal (pernyataan yang membantah alternatif atau menentang claim, data, dan warrant) (Dawson & Venville, 2010). Pada masa pendidikan saat ini, siswa diharapkan dapat terlibat aktif dalam perdebatan tentang topik yang muncul dalam masyarakat sesuai dengan keilmuan yang mereka miliki untuk membangun pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan sains yang tidak lagi melihat siswa sebagai peserta pasif, peneliti sebagai penemu, dan guru sebagai pemberi informasi (Driver dkk, Oulton dkk., Dillon dkk., & Sadler dkk. dalam Venville, 2010). Menurut hasil penelitian, menunjukkan pada umumnya individu dari segala usia masih mengalami kesulitan dalam membangun argumen dengan baik (Driver dkk.,2000). Selain fungsi isu sosiosaintifik yang dapat memunculkan argumentasi dari penalaran seseorang untuk membuat kesimpulan atau pembenaran, pemahaman konsep juga memiliki hubungan dengan kemampuan argumentasi seseorang. Berdasarkan sejumlah penelitian tentang argumentasi, terdapat pula adanya hubungan antara proses argumentasi dengan pemahaman seseorang dalam sains. Hubungan antara argumentasi dan pemahaman konsep dapat dianggap sebagai dua arah. Pertama, tingkatan pemahaman siswa tentang suatu konsep dapat mempengaruhi kualitas dan kompleksitas argumen yang mereka bangun. Kedua dan sebaliknya, kualitas dan kompleksitas argumentasi siswa

4 dapat mempengaruhi pemahaman siswa terhadap suatu pemahaman konsep (Venville & Dawson, 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan pada hubungan pertama, yaitu, dampak dari pemahaman pada kualitas dan kompleksitas argumentasi. Sadler (2004) menyimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan secara kuantitatif dapat menyebabkan meningkatnya jumlah pembenaran yang siswa buat dalam sebuah argumen. Penelitian yang lebih baru menunjukkan hasil yang beragam. Menurut Lewis dan Leach (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa siswa SMA dapat terlibat dalam kegiatan argumentasi setelah diberi intervasi pembelajaran untuk mengembangkan konten pengetahuan yang diperlukan. Demikian pula, (Aufschnaiter dkk, 2008) menemukan bahwa faktor penting ketika siswa terlibat dalam kegiatan argumentasi di dalam kelas ialah pengalaman dan pengetahuan siswa pada konten atau konsep tertentu yang dimiliki sebelumnya. Merefleksikan pada kurikulum pendidikan di Indonesia, bahwa siswa dituntut memiliki kemampuan ilmiah seperti, pengembangan pengetahuan, sikap serta keterampilan berpikir. Seperti yang dikutip dalam tuntunan Kompetensi Inti (KI) 2 dalam kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa, perilaku ilmiah merupakan sikap teliti, tekun, jujur terhadap data dan fakta, disiplin, tanggung jawab, dan peduli dalam observasi dan eksperimen, berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi, peduli lingkungan, gotong royong, bekerjasama, cinta damai, berpendapat secara ilmiah dan kritis, responsif dan proaktif dalam dalam setiap tindakan... Semua aspek perilaku ilmiah tersebut salah satunya dapat terpenuhi dengan membiasakan siswa menghadapi masalah-masalah sosial khususnya pada bidang sains, yaitu isu sosiosaintifik dalam pembelajaran didalam kelas maupun dalam lingkungan masyarakat. Karena membudidayakan kemampuan bertanya serta mencari bukti secara ilmiah yang baik dapat sejalan dengan berkembangnya keterampilan argumentasi siswa dalam memahami suatu konsep dalam pembelajaran sains. Hal tersebut pula harus didukung dengan penguasaan guru sebagai fasilitator di dalam kelas yang dapat menciptakan suasana belajar serta memberikan ruang bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan perilaku ilmiah tersebut (Dawson & Venville, 2010). Maka sejalan dengan pernyataan tersebut, bahwa sangat penting seorang siswa

5 memiliki kemampuan argumentasi yang kompleks serta baik, karena hasil dari pendidikan sains sejatinya akan membentuk sikap siswa menjadi seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang unggul dalam menghadapi berbagai masalah yang terjadi di masyarakat secara bijaksana dan mampu membuat keputusan yang terbaik. Berdasarkan uraian di atas, terpaparkan bahwa pentingnya kemampuan argumentasi dimiliki oleh siswa dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan bermasayarakat, baik dalam cakupan pembelajran di sekolah atau sebagai individu dalam lingkungan masyarakat yang luas. Adapun judul penelitian yang diajukan oleh penulis adalah Kompleksitas Argumentasi Berbasis Isu Sosiosaintifik pada Jenjang SD, SMP, dan SMA B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini ialah Bagaimana perkembangan kompleksitas argumentasi berbasis Isu Sosiosaintifik pada jenjang SD, SMP dan SMA? Rumusan masalah tersebut kemudian dirincikan dalam beerapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimanakah kompleksitas argumentasi pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA? 2. Apakah pola kompleksitas argumentasi menunjukkan peningkatan sesuai dengan tingkatan jenjang pendidikan? C. Definisi Operasional 1. Perkembangan Kompleksitas Argumentasi Perkembangan kompleksitas argumentasi merupakan proses perubahan level argumentasi siswa terhadap suatu topik masalah mengenai isu kesehatan yang diidentifikasi menggunakan Toulmin s Argumentation Pattern (TAP) dalam skema yang terdiri dari level 1 claim; level 2 claim, data dan/atau warant; level 3 claim,

6 data dan/atau warant, backing atau qualifier; level 4 claim, data dan/atau warant, backing dan qualifier, dilihat dari kemunculannya pada format tabel checklist. 2. Isu Sosiosaintifik Isu sosiosaintifik merupakan masalah sosial dan politik yang berhubungan dengan sains. Isu tersebut dapat menimbulkan suatu kontroversi di masyarakat yang dijadikan dasar atau acuan timbulnya respon berupa argumentasi. Pada penelitian ini, isu yang menjadi topik instrumen tes uraian tertulis adalah isu sosiosaintifik dengan tema kesehatan. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang dilakukan melihat dari rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan antara lain: 1. Mendeskripsikan kompleksitas argumentasi berbais isu sosiosaintifik pada setiap jenjang pendidikan (SD, SMP, dan SMA) 2. Mendeskripsikan kompleksitas argumentasi berbais isu sosiosaintifik sesuai dengan meningkatnya tingkatan jenjang (dari SD, SMP, menuju SMA) E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya: 1. Setelah mengetahui hasil kompleksitas argumentasi yang tergambarkan pada setiap jenjangnya, diharapkan pembelajaran berbasis isu sosiosaintifik dapat diterapkan di sekolah agar siswa dapat terlatih untuk bernalar serta terbiasa untuk memberikan argumen yang berlandaskan bukti serta pendukung yang baik. 2. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran di kelas mendapatkan informasi bahwa pentingnya membiasakan dan melatih siswa untuk memiliki kemampuan berargumentasi baik secara tertulis atau verbal. Kegaitan pembelajaran di dalam kelas seperti diskusi kelompok atau diskusi kelas mengenai isu sosiosaintifik terkait dengan konsep yang dipelajari di dalam kelas menjadi salah satu cara untuk menumbuhkan kemampuan argumentasi siswa sesuai dengan tuntutan kurikulum pendidikan pada setiap jenjangnya.

7 3. Melalui pembelajaran isu sosiosaintifik dengan kemampuan berargumentasi yang baik, siswa diharapkan dapat menjadi seseorang yang siap untuk hidup bermasyarakat dengan berbagai macam permasalahannya dan dapat membuat keputusan atau memecahkan berbagai macam permasalahan yang terjadi menggunakan penalaran yang baik. 4. Menjadi bahan rujukan bagi pengembangan keilmuan pendidikan selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan argumentasi dan isu sosiosaintifik F. Struktur Organisasi Skripsi Sistematika dalam penyusunan skripsi ini meliputi lima bab, yaitu: BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi BAB II : Kajian pustaka. Dalam bab ini diuraikan mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan fokus penelitian serta teori-teori yang memiliki hubungan dalam mendukung penelitian penulis, penelitian terdahulu yang relevan, dan hipotesis penelitian. BAB III : Metode penelitian. Dalam bab ini penulis menjelaskan metodologi yang digunakan dalam penelitian yaitu studi deskriptif dan anlitis. Sedangkan teknik pengumpulan data penelitian dengan kuisioner terbuka, wawancara, dan dokumentasi. BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini diuraikan analisis hasil temuan data yang dikaitkan dengan dasar teoritik dan metodologi penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya BAB V : Simpulan dan saran. Dalam bab ini penulis berusaha memberikan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari hasil penelitian dan permasalahan yang telah diidentifikasi dan dipaparkan hasil dan pembahasannya dalam skripsi.