KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

dokumen-dokumen yang mirip
PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP VUB PADI SAWAH IRIGASI DI PROVINSI BENGKULU

EVALUASI KINERJA GAPOKTAN DAN PERSEPSI PETANI TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

PERSEPSI PETANI TERHADAP PENGELOLAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) PADA GAPOKTAN PENERIMA DANA BLM-PUAP DI KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

PENDAMPINGAN PROGRAM PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU (PSDSK) DI PROVINSI BENGKULU. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

AGROVETERINER Vol.5, No.1 Desember 2016

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel

KAWIN SUNTIK/INSEMINASI BUATAN (IB) SAPI

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

POTENSI DAERAH KECAMATAN SELUPU REJANG DALAM PENGEMBANGAN SAPI PERAH SEBAGAI PENGHASIL SUSU ABSTRAK

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

MINAT PETERNAK UNTUK MENGEMBANGKAN TERNAK SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi Kasus : Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi)

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

SKRIPSI. Oleh : VIVI MISRIANI

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

METODE PENELITIAN. bersifat kuantitatif/statistik (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini, data yang

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

MUNGKINKAH SWASEMBADA DAGING TERWUJUD?

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi (Kasus di Kelurahan Ekajaya, Kecamatan Jambi Selatan Kotamadya Jambi)

I. PENDAHULUAN. mengandangkan secara terus-menerus selama periode tertentu yang bertujuan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanian dan peternakan.pada umumnya sebagian besar penduduk. yang biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PANDUAN. Mendukung. Penyusun : Sasongko WR. Penyunting : Tanda Panjaitan Achmad Muzani

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit ANALISIS USAHA Seperti telah dikemukakan pada bab pendahuluan, usaha peternakan sa

ICASEPS WORKING PAPER No. 98

logo lembaga [ X.291] Ir. Annas Zubair, M.Si Serli Anas, S.Pt Dwi Rohmadi, S.Pt Jaka Sumarno, STP Sukarto

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

TEKNIS BUDIDAYA SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAMPINGAN PROGRAM PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU DI PROVINSI BENGKULU

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

III. METODE PENELITIAN. Proyeksi adalah ilmu dan seni meramalkan kondisi di masa yang akan. ternak ayam ras petelur dalam satuan ribu ton/tahun.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

Analisis Pendapatan Peternak Kambing di Kota Malang. (Income Analyzing Of Goat Farmer at Malang)

ANALISIS DAYA DUKUNG PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM SKRIPSI. Oleh : AHMAD ZEKI

BAB XVI KEGIATAN AGRIBISNIS

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

Oleh: Rodianto Ismael Banunaek, peternakan, ABSTRAK

BAB 4 METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah observasional karena hanya melihat

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

Proposal Masa Depan CONTOH PROPOSAL USAHA. Tanpa Usaha Keras, Ide itu HAMPA «Inspirasi Oh Inspirasi Dialog Terbuka Tersimpan Tanda Tanya»

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak (BUNGIN, 2003), dan kuantitatif, data dianalisa secara deskriptif (

IV. METODE PENELITIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN

III. METODE PENELITIAN. merupakan metode yang digunakan dalam penelitian dengan cara pengamatan

RINGKASAN EKSEKUTIF DASLINA

KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO. Oleh : Rini Andriani

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. yang tergabung pada TPK Cibodas yang berada di Desa Cibodas, Kecamatan

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

III. METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

VI. METODE PENELITIAN

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

KUESIONER PENELITIAN PENERAPAN POLA KEMITRAAN DENGAN SISTEM GADUHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI/PETERNAK DI

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH TERHADAP JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK YANG BERBEDA DI KABUPATEN REJANG LEBONG PENDAHULUAN

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

ABSTRAK BAB 1. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ditulis oleh Mukarom Salasa Jumat, 03 September :04 - Update Terakhir Sabtu, 18 September :09

ANALISIS USAHATANI TERPADU TANAMAN PADI

Transkripsi:

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Kabupaten Rejang Lebong merupakan sentra produksi sapi unggul (Simental, Limousin dan Brahman) di Provinsi Bengkulu. Letaknya di daerah dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan memberikan iklim yang cocok bagi ternak sapi unggul didukung dengan sumber pakan dari limbah pertanian yang melimpah karena daerah ini merupakan daerah sentra produksi sayuran. Populasi sapi pada tahun 2010 tercatat 15.155 ekor dengan sentra produksi di Kecamatan Selupu Rejang, Sindang Kelingi, Curup Selatan dan Curup Timur. Permasalahan yang dihadapi peternak umumnya adalah penerapan teknologi pemeliharaan sapi yang belum optimal, sehingga masih diperlukan perbaikan sistem pemeliharaan dengan penerapan teknologi budidaya sesuai dengan kondisi peternak. Kajian persepsi dan adopsi peternak sapi terhadap teknologi budidaya sapi unggul dilakukan melalui survei pada 75 orang peternak sapi di 4 kecamatan sentra produksi pada bulan Oktober 2011. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi dan tingkat adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul yang meliputi pemilihan bibit, sistem perkandangan, pemberian pakan, pemeliharaan ternak, dan penanganan kesehatan. Metode analisis terhadap persepsi menggunakan regresi logistik dengan variabel terikat persepsi (Y) dan 6 variabel bebas yaitu umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah kepemilikan sapi (X3), status kepemilikan sapi (dummy) (X4), jumlah tanggungan keluarga (X5), serta pengalaman beternak sapi (X6). Analisis adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% peternak memiliki persepsi yang baik terhadap ternak sapi unggul. Persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan, sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi tidak mempengaruhi persepsi petani secara nyata. Penerapan teknologi budidaya sapi oleh peternak secara umum telah sesuai dengan anjuran. Seluruh peternak telah memelihara sapi dengan cara dikandangkan dan memberikan obat cacing serta memandikan sapi secara berkala. Namun 33,33% peternak memilih memelihara jenis sapi lokal (Sapi Bali), 10% peternak masih membuat kandang sapi menyatu dengan bangunan rumah, dan 13,33% peternak belum menanam hijauan makanan ternak (masih mencari rumput di lingkungan sekitar). Kata kunci: persepsi, adopsi, teknologi, sapi unggul, Rejang Lebong PENDAHULUAN Pada tahun 2010 permintaan daging sapi nasional mencapai 402,9 ribu ton, dimana pemerintah baru dapat menyediakan dari produksi lokal sebesar 282,9 ribu ton. Guna memenuhi permintaan daging nasional, pemerintah melakukan impor sebesar 35% yang terdiri dari sapi bakalan sebesar 46,3 ribu ton dan daging sebesar 73,7 ribu ton. Seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya pendapatan, maka kebutuhan daging sapi pada tahun 2014 diprediksi akan meningkat menjadi 467 ribu ton (meningkat 10% 1

dari tahun 2010). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekitar 420,3 ribu ton diperoleh dari produksi lokal dan sisanya 46,7 ribu ton (10%) dipenuhi dari impor (Ditjennak, 2010). Terbukanya peluang pasar untuk pengembangan agribisnis ternak ternyata belum mampu memacu usaha ternak sapi potong lokal di Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir cenderung menurun, baik pada populasi maupun genetiknya. Dalam rangka pemenuhan target produksi nasional 420,3 ribu ton, Kementerian Pertanian mencanangkan Program Swasembada Daging sapi (PSDS) Tahun 2014. Di Propinsi Bengkulu yang merupakan daerah penyangga untuk program tersebut ikut berpartisipasi dengan beberapa kegiatan seperti progam Sarjana Membangun Desa (SMD), LM3 dan Program Bantuan Sapi Brahman Cross. Kabupaten Rejang Lebong yang merupakan daerah dataran tinggi di Provinsi Bengkulu menjadi daerah yang cocok untuk budidaya sapi potong terutama sapi unggul (Simental, Limousin, Brahman Cross, dll). Populasi sapi potong di Kabupaten Rejang Lebong adalah 7.237 ekor. Upaya peningkatan produksi sapi unggul di Kabupaten Rejang Lebong dilakukan program peningkatan produktivitas sapi potong melalui melalui pengadaan sapi unggul dan program kawin suntik (IB) merupakan alternatif yang dapat dikembangkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi perunit ternak dan secara kuantitatif dapat meningkatkan pertambahan populasi ternak sapi potong (Bestari et all, 2000). Perkembangan populasi sapi unggul di Provinsi Bengkulu khususnya Kabupaten Rejang Lebong dari tahun ke tahun terus meningkat, baik yang didatangkan seiring program pemerintah berupa sapi bunting ataupun bakalan maupun yang sudah dibudidayakan oleh petani peternak dengan program kawin suntik (IB) maupun kawin alam. METODE PENELITIAN Survei dilaksanakan pada sentra sapi potong di Kabupaten Rejang Lebong yaitu di Kecamatan Sindang Kelingi pada bulan Oktober 2011. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan daftar pertanyaan dengan responden peternak sapi potong sebanyak 75 orang. Data sekunder dikumpulkan dengan penelusuran pustaka dan laporan yang relevan. Kuesioner persepsi terhadap teknologi budidaya sapi unggul disusun dengan menggunakan skala Likert (Riduwan, 2007). Variabel penyusun persepsi terhadap penerapan teknologi (Y) adalah karakteristik responden yang meliputi umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah kepemilikan sapi (X3), status kepemilikan sapi (dummy) (X4), jumlah tanggungan keluarga (X5), serta pengalaman beternak sapi (X6). Data dianalisis dengan regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara variabel terikat (Y) dengan 6 variabel bebas (X i ). Sebagai atribut persepsi adalah... Kuesioner survei persepsi petani terhadap VUB padi sawah disusun dengan 10 pernyataan yang diskor mengacu pada skala Likert. Pernyataan tersebut terkait dengan pendapat responden terhadap produktivitas VUB, keuntungan yang dapat diperoleh, kemudahan teknis budidaya, resiko kegagalan, kebiasaaan, kesesuaian agroekosistem, harga gabah, rasa nasi, dan kesesuaian permintaan pasar. Model regresi logistik yang digunakan (Gujarati, 1999) adalah sebagai berikut: Y i = ln P(X i ) = b o + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5_1 + b 6 X 5_2 + b 7 X 6 1 - P(X i ) 2

Dimana: Y i X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 b o b 1... b 6 = Persepsi (1 = baik; 0 = kurang baik) = Umur responden (tahun) = Tingkat pendidikan (tahun) = Jumlah kepemilikan sapi (ekor) = Status kepemilikan sapi (1 = milik sendiri; 2 = gaduhan) = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) = Pengalaman beternak sapi (tahun) = konstanta = parameter dugaan (koofisien) Untuk mengetahui tingkat adopsi peternak petani terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul yang meliputi pemilihan bibit, sistem perkandangan, pemberian pakan, pemeliharaan ternak, dan penanganan kesehatan dilakukan analisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden Deskripsi responden survei tersaji pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Deskripsi responden survei persepsi peternak terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul. No Uraian Keterangan 1. Jumlah responden 75 orang 2. Persepsi responden terhadap teknologi budidaya - Baik - 12 orang (16%) - Kurang baik - 63 orang (84%) 3. Umur responden - minimum - 22 tahun - Maksimum - 62 tahun - rata-rata - 37,2 tahun 4. Lama menempuh pendidikan - minimum - 6 tahun - Maksimum - 12 tahun - rata-rata - 9,36 tahun 5. Jumlah kepemilikan sapi - minimum - 1 ekor - Maksimum - 7 ekor - rata-rata - 3,44 ekor 6. Status kepemilikan sapi - Pemilik - 21 orang (28%) - Gaduhan - 54 orang (72%) 7. Jumlah tanggungan keluarga - minimum - 1 jiwa - Maksimum - 6 orang - rata-rata - 3,44 8. Pengalaman beternak sapi - minimum - 1 tahun - Maksimum - 16 tahun - rata-rata - 4,6 Sumber: Analisis data primer, 2011. 3

Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa umur responden rata-rata 37,2 tahun merupakan umur produktif. Tingkat pendidikan rata-rata rendah yaitu hanya tamat SLTP. Kepemilikan sapi rata-rata sekitar 3 ekor, masih efektif dipelihara oleh satu rumah tangga peternak dengan jumlah anggota keluarga rata-rata sekitar 3 orang. Sebanyak 54 orang responden (72%) memelihara sapi dengan sistem gaduhan dan 21 orang (28%) memelihara sapi milik sendiri. Banyaknya sapi yang digaduh disebabkan oleh harga sapi unggul (seperti Brahman Cross dan Limousin) yang mahal sehingga biasanya peternak menggaduh sapi melalui bantuan pemerintah. Persepsi Peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul Pada Tabel 1 terlihat bahwa 63 orang (84%) responden memiliki persepsi yang baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul, sedangkan 12 orang responden (16%) memiliki persepsi kurang baik. Kenyataan ini membuktikan bahwa peternak telah mengenal sapi unggul karena rata-rata peternak telah memelihara sapi unggul selama 4,6 tahun, sehingga persepsi mereka terhadap teknologi sapi unggul umumnya baik. Persepsi merupakan proses pengenalan atau identifikasi sesuatu melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Persepsi adalah proses aktif timbulnya kesadaran terhadap suatu obyek yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal antara lain kebutuhan individu, pengalaman, usia, motif, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat (Ahmadi, 2009). Chaplin (1989) menyatakan bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan panca indera. Nilai validitas dan realibilitas kuesioner cukup baik. Dari 9 pernyataan, terdapat 2 pernyataan yang tidak valid dengan menggunakan korelasi Pearson. Nilai reliabilitas 0,677 telah memadai. Hasil analisis persepsi dapat menilai kelayakan model regresi, pengaruh variabel bebas (X i ) terhadap variabel persepsi (Y), baik secara bersama-sama maupun parsial, dan rasio peluang (odds ratio) perubahan variabel Y akibat perubahan variabel X i. Hasil analisis logistik disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik survei persepsi petani terhadap teknologi budidaya sapi unggul. No Variabel Koefisien p-value Odds Ratio 1. X 1 (Umur) 0,046 0,608 1,047 2. X 2 (Tingkat Pendidikan) 1,224 0,049* 3,399 3. X 3 (Jumlah kepemilikan sapi) -0,286 0,755 0,751 4. X 4 (Status kepemilikan sapi) 0,790 0,821 2,203 5. X 5 (Jumlah tanggungan keluarga) -1,468 0,180 0,230 6. X 6 (Pengalaman beternak sapi) 0,332 0,487 1,394 Konstanta -6,005 - - Kelayakan model (Nagelkerke R 2 ) 0,547 - - * berbeda nyata pada α=10% Sumber: Analisis data primer, 2011. Dari Tabel 2 terlihat bahwa hanya variabel X 2 (tingkat pendidikan) yang berpengaruh nyata terhadap persepsi peternak dengan p-value 0,049 pada α=10%, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak nyata. Dengan melihat nilai 4

Nagelkerke R 2, keenam variabel bebas mampu menjelaskan varians ketepatan persepsi sebesar 54,7% dan sisanya yaitu sebesar 45,3% dijelaskan oleh faktor lain. Persamaan model regresi logistik biner persepsi petani petani terhadap teknologi budidaya sapi unggul dapat ditulis sebagai berikut: Y i = ln P(X i ) = -6,005 + 0,046X 1 + 1,224X 2-0,286 3 + 0,790X 4-1,468X 5 + 0,332X 6 1 - P(X i ) Nilai odds ratio variabel X 2 (tingkat pendidikan) sebesar 3,399 dapat diartikan bahwa peluang persepsi peternak yang baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul adalah 3,399 kali jika tingkat pendidikan meningkat 1 tahun apabila variabel lainnya tetap. Artinya bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih lama memiliki peluang persepsi baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul juga lebih tinggi. Dari hasil analisis persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan. Sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi berpengaruh tidak nyata terhadap persepsi peternak. Tingkat adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 66,67% peternak memelihara sapi unggul sedangkan lebihnya 33,33% lainnya masih memelihara sapi Lokal (sapi Bali). Banyaknya peternak tertarik memelihara sapi unggul disebabkan oleh pertumbuhan sapi unggul lebih tinggi dibandingkan sapi lokal, harga jual sapi unggul juga sangat tinggi, dan kemudahan untuk mendapatkan straw dari jenis sapi unggul dengan berkembangnya program Inseminasi Buatan (IB). Kandang merupakan tempat ternak sapi menghabiskan waktunya untuk beraktivitas dan melangsungkan hidupnya, sehingga sangat berpengaruh terhadap produktifitas ternak sapi yang dipelihara didalamnya. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan kesehatan seperti kandang harus bersih, lantai kering, dilengkapi dengan tempat pakan, air minum dan tempat pembuangan kotoran. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata setiap peternak sudah mengandangkan sapinya baik pada siang hari maupun pada waktu malam, namun 10% dari peternak masih membuat kandang ternaknya menyatu dengan bangunan rumahnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kemalingan ternak sapi apabila ternak sapi dikandangkan jauh dari rumah. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari berupa hijauan yang terdiri dari rumput raja dan rumput lapangan yang banyak terdapat dilokasi. Sedangkan pakan tambahan diberikan 1 kali sehari sebanyak 1% dari berat badan ternak berupa campuran dedak padi 55%, kulit kopi 40%, garam dapur 2%, gula merah 1,5%, kapur 1%, dan mineral 0,5%. Sebanyak 86,67% peternak sudah mempunyai kebun rumput yang luasnya bervariasi dan untuk mencukupi kebutuhan hijauan selain memanfaatkan hasil dari kebun rumputnya, juga memanfaatkan hasil limbah pertanian dan sayuran yang kadang-kadang tidak terjual. Sedangkan 13,33% lainnya masih mengandalkan rumput lapangan yang terdapat dilokasi peternakan disamping limbah pertanian dan sayuran. Perkawinan ternak sapi dilakukan dengan program IB dan sedikit sekali dengan kawin alam kalau straw lagi habis. Dari hasil wawancara dengan petugas IB, diperoleh informasi bahwa sebagian besar peternak lebih memilih jenis sapi unggul dari jenis 5

simental, limousine dan brahman cross bila dibandingkan dengan sapi lokal untuk dijadikan pemacek sapinya. Penanganan kesehatan dilakukan secara berkala dengan pemeriksaan kesehatan dan pemberian obat cacing terhadap ternak yang diduga menderita penyakit cacing. Untuk pemeriksaan peternak melibatkan petugas peternakan dan dokter hewan yang ada di daerah tersebut. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% peternak memiliki persepsi yang baik terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul. Persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan, sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi tidak mempengaruhi persepsi petani secara nyata. Penerapan teknologi budidaya sapi oleh peternak secara umum telah sesuai dengan anjuran. Seluruh peternak telah memelihara sapi dengan cara dikandangkan dan memberikan obat cacing serta memandikan sapi secara berkala. Namun 33,33% peternak memilih memelihara jenis sapi lokal (Sapi Bali), 10% peternak masih membuat kandang sapi menyatu dengan bangunan rumah, dan 13,33% peternak belum menanam hijauan makanan ternak (masih mencari rumput di lingkungan sekitar). REFERENSI Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong. 2010. Rejang Lebong Dalam Angka. Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Edisi Revisi 2009. Rineka Cipta. Jakarta. Chaplin, J.P. 1985. Dictionary of Psychology. Dell Publisher. New York. Ditjen Bina Produksi Peternakan.2010. Buku Statistik Peternakan 2009. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.Hendayana, R. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Apresiasi Pengelolaan dan Operasionalisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV. Alfabeta. Jakarta. 6