4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN

dokumen-dokumen yang mirip
4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

Hari Gambar 17. Kurva pertumbuhan Spirulina fusiformis

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

PENGEMBANGAN SISTEM PENGUKUR KARAKTERISTIK I-V SEL SURYA DALAM KEADAAN PENYINARAN DAN TANPA PENYINARAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

PENGGUNAAN FIKOSIANIN SEBAGAI LIGHT HARVESTING PADA SEL SURYA NANOPARTIKEL TiO2 ANATASE 1

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

3 POTENSI FIKOSIANIN DARI MIKROALGA Spirulina platensis SEBAGAI SENSITISER PADA DSSC

Pengaruh Konsentrasi Ruthenium (N719) sebagai Fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sel surya generasi pertama berbahan semikonduktor slikon (Si) yang

Fabriksi Dye Sensitized Solar Cells(DSSC)Mengunakan Ekstraksi Bahan-bahan Organik Alam Celosia Argentums dan Lagerstromia sp

KAJIAN PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPISAN TRANSPARAN TiO 2 TERHADAP PERFORMA KERJA SEL SURYA YANG DISENSITISASI DENGAN DYE (DSSC)

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

Karakterisasi XRD. Pengukuran

HASIL KELUARAN SEL SURYA DENGAN MENGGUNAKAN SUMBER CAHAYA LIGHT EMITTING DIODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

Bab II Tinjauan Pustaka

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

Asisten : Fitri A. P / Astari Rantiza / Tanggal Praktikum : ( )

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN SENSITIZER ANTOSIANIN DARI BUNGA ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel. Pembuatan pasta ZnO dan TiO2

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

Studi Eksperimental Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Performa DSSC (Dye Sensitized Solar Cell) dengan Ekstrak Buah dan Sayur sebagai Dye Sensitizer

EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITISER ALAMI PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

MODUL 7 FUEL CELL DAN SEL SURYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAMA PERENDAMAN TERHADAP EFISIENSI SEL SURYA TERSENSITISASI DYE DARI TINTA SOTONG DAN EKSTRAK TEH HITAM

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi Dye Organik Alam Dan Ruthenium (N719) Sebagai Fotosensitizer Dalam Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) TESIS

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

Preparasi Lapisan Tipis ZnO Dengan Metode Elektrodeposisi Untuk Aplikasi Solar Cell

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL

Karakterisasi Ekstrak Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) sebagai Fotosensitiser pada Sel Surya Pewarna Tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengujian dan Analisis Performansi Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) terhadap Cahaya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

Peranan Elektrolit Pada Performa Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT)

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

FABRIKASI SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT) DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK ANTOSIANIN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

III. METODE PENELITIAN

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

KESTABILAN SEL SURYA DENGAN FOTOSENSITIZER EKSTRAK ZAT WARNA KULIT JENGKOL (Pithecellobium lobatum Benth.)

PEMANFAATAN EKSTRAK ANTOSIANIN KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa) SEBAGAI SENSITIZER DALAM PEMBUATAN DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

Physical Aspects of Solar Cell Efficiency Light With Too Little Or Too Much Energy

BAB I PENDAHULUAN I.1

Transkripsi:

21 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN Pendahuluan Integrasi antara protein pemanen cahaya dan molekul fotosintesis lainnya dengan permukaan semikonduktor memiliki peranan penting dalam meningkatkan performa sebagai material sel surya. Prinsip DSSC didasarkan pada fotosensitisasi yang diproduksi oleh pewarna pada celah pita lebar semikonduktor logam oksida mesopori, sensitisasi ini disebabkan adanya penyerapan zat warna dari bagian spektrum cahaya tampak (Martínez et al. 2012). Fikosianin mempunyai absorpsi cahaya maksimum pada panjang gelombang 546 nm, merupakan salah satu protein yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan tersebut karena fikosianin termasuk ke dalam kelompok fikobilisom yang bersifat sebagai pemanen cahaya. Dengan struktur partikel yang nano maka permukaan dari TiO 2 yang dilapiskan menjadi lebih luas sehingga memperbanyak dye yang terserap dan elektron yang tereksitasi. Semakin banyak dye yang terserap dan elektron yang tereksitasi maka akan mengakibatkan meningkatnya efisiensi. Penggunaan pigmen alami seperti klorofil dan porfirin (Wang dan Kitao 2012) dan antosianin (Cherepy et al. 1997; Dai dan Rabani 2002) sebagai sensitiser pada DSSC telah dilakukan. Selain itu pada tahun sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang fenomena transport muatan pada beberapa pikobiliprotein yaitu fikosianin dan pikoeritrin melalui analisis efek fotovoltaik arus photo dan arus-tegangan pada kondisi gelap pada lapisan Au-pikobiliprotein- Au, karena pikobiliprotein merupakan antenna protein-pigmen yang berperan dalam pemanenan cahaya (Beladekere et al. 1993). Beberapa kriteria fikosianin sehingga cocok digunakan sebagai dye dalam DSSC karena absorpsi yang signifikan pada cahaya tampak dan memiliki gugus karboksilat (-COOH) sebagai grup pengikat antara dye dan permukaan TiO 2. Fikosianin mengandung beberapa bilin kromofor dan koefisien absorbansi tinggi di wilayah visible (λ = 615 nm), fluoresensi quantum yield tinggi (Φ= 0,8) tidak bergantung pada ph, memiliki absorpsi kuat di sekitar 615 nm dan emisi yang kuat pada 642 nm, memiliki fluoresens life time (nano detik) dibandingkan dye yang banyak digunakan seperti pewarna berbasis N3 atau N719 Ru. Fikosianin sangat larut dalam air dan stabil dalam larutan bersuhu rendah juga sebagai fase padat, sehingga dapat disimpan untuk waktu yang lama (Benko et al. 2002; Hara et al. 2005; Katoh et al. 2007). Gugus karboksilat dapat menjadikan dye lebih efisien karena melekat pada permukaan ampoter oksida TiO 2 dapat bereaksi dengan permukaan oksida dengan membentuk ester dan dapat menaikkan pasangan elektronik dye dari tingkat eksitasi (molekul orbital yang memiliki orbital p anti bonding) menuju tingkat akseptor semikonduktor (pita konduksi TiO 2 ) (Kalyanasundaram et al. 1998). Kathiravan dan Renganathan (2009) telah meneliti tentang proses transfer elektron dari fikosianin tereksitasi ke pita konduksi TiO 2. Kemampuan eksitasi fikosianin untuk menginjeksi elektron ke dalam pita konduksi TiO 2 ditentukan

22 oleh perbedaan energi antara pita konduksi pada TiO 2 dan potensial oksidasi pada keadaan eksitasi fikosianin. Sesuai dengan persamaan: E s /s + = E s/s+ E s (5) Potensial oksidasi pada keadaan eksitasi fikosianin adalah -1,41 vs SCE (saturated calomel electrode), dimana E s/s+ adalah potensial oksidasi fikosianin 0,53 V vs SCE, E s merupakan keadaan energi tereksitasi 1,94 ev keadaan energi eksitasi dari fikosianin yang ditentukan dari fluoresens maksimum bedasarkan metode yang dilaporkan (Shin et al. 2002). Level energi dari pita konduksi TiO 2 adalah -0,52 V vs SCE (Ramakrishna et al. 2001). Gambar 14 Interaksi antara gugus fikosianin dengan permukaan TiO 2 (Kathiravan dan Renganathan 2009) Peningkatan arus foto berkaitan erat dengan penyerapan cahaya yang disempurnakan dari film semikonduktor setelah terintegrasi dengan protein, seperti terlihat melalui karakterisasi spektrum UV-Vis dan spektrum arus-foto. Perakitan menunjukkan stabilitas jangka panjang sehingga merupakan foto anoda hibrida menjanjikan untuk aplikasi fotoelektrokimia (Bora et al. 2012). Hal ini menunjukkan bahwa transfer elektron dari keadaan tereksitasi fikosianin ke pita konduksi TiO 2 merupakan transfer energi yang sangat baik. Prinsip sel surya sambungan p-n, ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n disambungkan maka akan terjadi difusi hole dari tipe-p menuju tipe-n. Difusi tersebut akan meninggalkan daerah yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-p. Batas tempat terjadinya perbedaan muatan pada sambungan p-n disebut dengan daerah deplesi. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik tersebut mengakibatkan munculnya arus drift (Wei et al. 2007). Sel surya p-n ketika tidak disinari mirip dengan karakteristik hubungan arus tegangan diode ideal:

I = I 0 exp qv kt 1 (6) Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah: I = I ph + I 0 exp qv kt 1 (7) Pada rangkaian terbuka (open circuit), I=0 maka: V oc = kt q ln I ph I 0 (8) q adalah elemen muatan, k adalah konstanta Boltzman, T adalah temperatur mutlak, I 0 adalah intensitas awal dan I adalah arus jenuh (saturasi) persambungan. Elektron adalah partikel bermuatan yang mampu dipengaruhi oleh medan listrik. Kehadiran medan listrik pada elektron dapat mengakibatkan elektron bergerak. Hal inilah yang dilakukan pada sel surya sambungan p-n, yaitu dengan menghasilkan medan listrik pada sambungan p-n agar elektron dapat mengalir akibat kehadiran medan listrik tersebut. Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut dengan fotogenerasi elektron-hole (electron-hole photogeneration) yakni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari (Kayes 2009). 23 Bahan dan Metode Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan sel surya tersensitisasi dye fikosianin adalah TCO, bubuk fikosianin, bubuk TiO 2, etanol, asam asetat 3%, elektrolit polimer PEG/kitosan, karbon konduktif. Metode Proses pembuatan sel surya diawali dengan membersihkan kaca preparat (TCO) dengan aquadest/etanol di dalam ultrasonic bath, kemudian dikeringkan. Masing-masing bubuk TiO 2 dan fikosianin ditimbang dengan perbandingan 1:1 (0,2 gram). Bubuk TiO 2 ditetesi dengan asam asetat 3% sambil digerus dengan mortar sampai homogen membentuk koloid. Kemudian ditambahkan bubuk fikosianin sambil ditetesi dengan etanol (5-6 tetes) sambil tetap digerus sampai merata. Kaca TCO dengan permukaan yang konduktif dilapisi dengan selotip Scotch dengan menyisakan bagian tengah berukuran 1cm x 1cm. Bagian yang terbuka ditetesi dengan koloid TiO 2 -fikosianin dan diratakan menggunakan batang gelas yang bersih sampai menutupi semua bagian yang terbuka secara merata, dibiarkan beberapa menit sampai agak mengering. Lapisan selotip Scoth pada masing-masing tepi kaca TCO dilepas secara perlahan, kemudian dikeringkan pada suhu ruang selama 12 jam.

24 Kaca TCO yang lain (sebagai counter electrode) setengah sisi konduktif dilapisi karbon dengan menggosokkan ujung pensil karbon (Monolith HB) secara merata. Permukaan film TiO 2 /fikosianin ditetesi dengan larutan elektrolit polimer PEG/kitosan (perbandingan konsentrasi garam alkali iodida 0,5 M dan I 2 0,05 M). Perakitan sel surya dilakukan dengan menempelkan kedua kaca (bagian yang dilapisi TiO 2 /fikosianin dengan counter electrode) secara berhadapan sambil dijepit pada sisi kiri dan kanan. Sel surya dirangkai untuk pengujian karakteristik arus-tegangan (I-V) (Gambar 13). Pengukuran nilai arus dan tegangan dilakukan dengan menggunakan amperemeter digital dalam orde mikroampere serta voltmeter digital dalam orde milivolt. Nilai keluaran I-V sel diukur menggunakan sinar matahari langsung dengan intensitas ± 120 Watt/m 2. Karakteristik I-V menjelaskan bagaimana DSSC tersebut mampu bekerja di bawah cahaya langsung. Hal tersebut dapat terlihat pada kurva yang terdiri atas beberapa parameter seperti arus hubungan singkat I sc (short circuit) yaitu arus ketika potensial sama dengan nol, tegangan rangkaian terbuka V oc (open circuit voltage) yaitu tegangan ketika beban luar diberikan sangat besar, V max yaitu tegangan yang memberikan nilai daya maksimum, dan I max yaitu arus yang memberikan nilai daya maksimum. P max = V max I max = V oc I sc FF (9) Faktor pengisi atau fill factor (FF) adalah perbandingan antara perkalian arus maksimum dan tegangan maksimum dengan perkalian V oc dan I sc. FF = I max V max I sc V oc (10) Efisiensi merupakan perbandingan antara daya yang dihasilkan sel surya dengan daya sinar/cahaya yang mengenai sel surya tersebut. Adapun hubungan dari parameter tersebut adalah: η = P max P in x 100% (11) P max adalah daya maksimum yang dihasilkan sel surya dan P in adalah daya sumber cahaya yang digunakan (Maddu et al. 2007). Rangkaian komponen untuk mengukur keluaran sel surya disajikan pada gambar 15. Diagram alir perakitan sel surya dapat disajikan pada Gambar 17. (a) (b) Gambar 15 Rangkaian terbuka [V oc ] (a), Rangkaian pengukuran arus- tegangan (I -V) sel surya (b)

25 Gambar 16 Kurva arus-tegangan (I-V) TiO 2 + Fikosianin (bubuk) (1:1) Penambahan larutaan (etanol 96%, asam asetat 3%) Homogenisasi (Penggerusan dengan mortar ) Pelapisan pada kaca TCO (1cm x 1cm; tebal 2 mm) Pengeringan (suhu ruang; 6-12 jam) Penambahan elektroda lawan (TCO dilapisi karbon) Penambahan elektrolit (PEG/kitosan/KI/I 2 ) Penambahan elektrolit (PEG-kitosan/KI/I 2 ) Sel surya (DSSC) Pengukuran sel surya (I-V) Gambar 17 Proses perakitan (assembly) sel surya hibrid TiO 2 /fikosianin

26 Hasil dan Pembahasan Sifat Optik Hybrid TiO 2 /Fikosianin Pigmen fikosianin merupakan kelompok pigmen fikobiliprotein yang diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama berdasarkan warnanya. Kelompok pertama adalah fikoeritrin, yaitu pigmen berwarna merah bila terkena cahaya dan memancarkan cahaya pendar berwarna kuning-orange. Kelompok kedua adalah fikosianin, yaitu pigmen berwarna biru dan memancarkan cahaya pendar merah kuat. Pigmen ini di Spirulina berfungsi sebagai pigmen asesoris yang membantu klorofil sebagai penyerap cahaya pada sistem fotosintesis (Ó Carra dan Ó heocha 1976). 2,5 0,36 Absorbansi (a.u) 2,0 1,5 1,0 TiO 2 /Fikosianin TiO 2 0,34 0,32 0,30 0,28 Absorbansi (a.u) 0,5 0,26 0,24 0,0 0,22 300 400 500 600 700 800 900 Panjang Gelombang (nm) Gambar 18 Daerah spektrum absorpsi film TiO 2 dan film hibrid TiO 2 /fikosianin Karakteristik penting dari bahan dye yang digunakan untuk DSSC yaitu mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi TiO 2. Daerah spektrum serapan film TiO 2 dan film hibrid TiO 2 /fikosianin disajikan pada Gambar 18. Gambar tersebut mengindikasikan bahwa gugus karboksil (-COOH) pada gugus molekul fikosianin mampu berikatan dengan permukaan TiO 2 ditandai dengan perbedaan daerah serapan antara kedua sampel. Serapan film TiO 2 (sebelum ditambahkan fikosianin) sekitar 300 nm sedangkan serapan film hibrid TiO 2 /fikosianin melebar dari 300 nm sampai 700 nm atau hampir meliputi seluruh spektrum tampak. Hal ini menunjukkan bahwa pelebaran spektrum serapan film hibrid TiO 2 /fikosianin sangat dipengaruhi oleh fikosianin. Fikosianin berperan sebagai sensitiser, karena keberadaan fikosianin pada film tersebut mampu berikatan dengan TiO 2 serta diharapkan menyerap lebih banyak jenis cahaya tampak dari matahari yang datang ketika diiluminasi. Semakin banyak cahaya yang terserap sehingga semakin banyak pula elektron yang di transfer dari level LUMO ke pita konduksi TiO 2. Hal ini menyebabkan kuantitas transfer elektron makin meningkat sehingga efisiensi sel surya yang dihasilkan juga semakin meningkat. Luas daerah spektrum absorpsi yang semakin meningkat mengindikasikan bahwa semakin baik untuk aplikasi sel surya. Gratzel (2003)

menyatakan bahwa efisiensi yang dihasilkan dye alami masih lebih rendah jika dibandingkan dengan dye sintetis N3 (ruthenium). Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan dalam menyerap panjang gelombang infra red (IR) atau near infra red (NIR) 27 Karakteristik Sel Surya Karakteristik arus tegangan (I-V) dari masing-masing sel yang dibuat berdasarkan variasi suhu kalsinasi TiO 2 menunjukkan bahwa ketiga sampel tersebut telah merespon cahaya ketika diiluminasi. Performa sel surya ditentukan dari parameter-parameter sel surya yang diperoleh melalui karakterisasi arus tegangan. Tabel 2 menunjukkan karakteristik I-V ketika sel diiluminasi di bawah sinar matahari langsung dengan intensitas 120 Watt/m 2 pada masing-masing sel, dengan suhu kalsinasi TiO 2 pada 400 o C, 600 o C dan 800 o C. Penyinaran dengan cahaya pada masing-masing sel dapat meningkatkan arus maju. Pada keadaan tersebut, fikosianin sebagai donor elektron mampu membangkitkan lebih banyak eksiton. Eksiton tersebut akan terpisah menjadi elektron dan hole karena adanya medan listrik yang muncul pada persambungan TiO 2 dan fikosianin. Akibatnya, pasangan muatan elektron-hole tersebut bergerak menuju elektroda. Hole menuju anoda sedangkan elektron menuju katoda. Perbedaan jumlah muatan antara kedua elektroda tersebut menimbulkan beda potensial. Tegangan ketika rangkaian terbuka disebut open circuit voltage (V oc ). Selanjutnya, arus listrik mengalir dari anoda menuju katoda akibat pemberian beban pada sel, arus ini disebut short circuit current (I sc ). 0,30 0,25 Rapat Arus (ma/cm 2 ) ( x 10-3 ) 0,20 0,15 0,10 0,05 10 20 30 40 50 Tegangan (mv) Gambar 19 Karakteristik I-V pada sel yang menggunakan bubuk TiO 2 kalsinasi 400 o C Kualitas sel surya dapat dilihat berdasarkan hasil perhitungan fill factor (FF). Nilai FF dikalkulasi dengan menggunakan data keluaran berupa arus dan tegangan, disubstitusi ke dalam persamaan (10). Sel surya dikatakan sempurna jika nilai FF adalah 1. Kurva yang dihasilkan pada Gambar 19 mendekati kurva ideal dari karakteristik arus tegangan sel surya. Nilai FF yang dihasilkan adalah 0,54 dengan efisiensi 0,06% (berdasarkan persamaan 11).

28 0,7 0,6 Rapat Arus (ma/cm 2 ) ( x 10-3 ) 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 20 40 60 80 100 120 140 160 Tegangan (mv) Gambar 20 Karakteristik I-V pada sel yang menggunakan bubuk TiO 2 kalsinasi 600 o C. Nilai FF sel pada Gambar 20 bentuk kurva yang dihasilkan kurang ideal jika dibandingkan dengan sel pada Gambar 19. Kemampuan sel dalam mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik dapat dilihat dari besarnya efisiensi yang dihasilkan yaitu 0,29%, lebih besar jika dibandingkan sel pada perlakuan kalsinasi 400 o C sebesar 0,06%. Hal ini mengindikasikan bahwa performa sel dipengaruhi oleh perubahan suhu kalsinasi. 1,0 0,8 Rapat Arus (ma/cm 2 ) ( x 10-3 ) 0,6 0,4 0,2 50 100 150 200 250 300 350 Tegangan (mv) Gambar 21 Karakteristik I-V pada sel yang menggunakan bubuk TiO 2 kalsinasi 800 o C Pada Gambar 21, nilai FF yang dihasilkan 0,64 paling tinggi dari dua sel lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas sel surya pada suhu kalsinasi 800 o C lebih ideal. Efisiensi yang dihasilkan 1,04% paling tinggi dari dua sel lainnya. Proses transfer elektron dalam rangkain lebih optimum, sehingga keluaran yang dihasilkan juga lebih tinggi. Tabel 2 Nilai performa dari setiap sel Suhu kalsinasi ( o C) 400 o C 600 o C 800 o C I sc (ma) 2,6 x 10-4 6,8 x 10-4 8,9 x 10-4 V oc (mv) 53,4 144,3 318 P maks (mw) 0,01 0,10 0,28 Fill factor (FF) 0,54 0,35 0,64 Efisiensi (%) 0,06 0,29 1,04

Kemampuan sel mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik pada efisiensi tertinggi (Tabel 2) pada sel dengan kalsinasi 800 o C yaitu 1,04%. Semakin tinggi suhu kalsinasi TiO 2 maka efisiensi yang dihasilkan makin meningkat. Nilai efisiensi yang dihasilkan belum optimum. Hal ini diduga karena banyak faktor, misalnya jarak antara level LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital) dan level pita konduksi TiO 2 merupakan faktor penting dalam menentukan rapat arus (J sc ). Energi celah yang semakin besar menandakan bahwa jarak antara pita konduksi dan level LUMO juga semakin besar. Level energi LUMO harus lebih negatif yang bersesuaian dengan pita konduksi TiO 2. Masalah agregasi dan posisi energi yang tidak sesuai pada level LUMO fikosianin yang terlalu rendah, sehingga proses terjadinya transfer elektron ke pita konduksi TiO 2 yang sangat jauh. Hal ini menyebabkan pengumpulan elektron sulit terjadi dari proses transfer elektron sehingga rapat arus yang dihasilkan menjadi lebih kecil. Rapat arus yang kecil menyebabkan efisiensi yang dihasilkan pada DSSC juga menjadi kecil. 29 Isc (ma) 0.001 0.0009 0.0008 0.0007 0.0006 0.0005 0.0004 0.0003 0.0002 0.0001 0 300 400 500 600 700 800 900 Suhu ( o C) Gambar 22 Plot nilai arus hubungan singkat (I sc ) terhadap perubahan suhu kalsinasi TiO 2 Nilai arus terhubung singkat (I sc ) pada sel 400 o C adalah 0,26 ma lebih kecil jika dibandingkan dua sel lainnya, sel 600 o C sebesar 0,68 ma dan sel 800 o C sebesar 0,89 ma. Hal ini sebanding dengan peningkatan nilai V oc, semakin tinggi suhu kalsinasi maka ukuran partikel semakin kecil dan semakin kristal. Semakin banyak sensitizer (dye fikosianin) yang terjerap. Dengan demikian akumulasi elektron yang dialirkan menuju elektroda akan semakin meningkat sehingga arus semakin besar. Demikian pula dengan tegangan open circuit (V oc ) untuk sel pada suhu kalsinasi 400 o C adalah 53,4 mv lebih rendah jika dibandingkan pada sel 600 o C 144 mv dan sel 800 o C sebesar 318 mv. Nilai V oc yang kecil disebabkan karena ukuran partikel TiO 2 yang masih besar sehingga luasan permukaannya rendah. Dengan demikian jumlah molekul dye yang terjerap pada permukaan partikel masih rendah. Hal ini menyebabkan jumlah muatan elektron yang ditransfer ke pita konduksi TiO 2 relatif sedikit, sehingga nilai beda potensial antara kedua

30 ujung elektroda sel 400 o C lebih kecil jika dibandingkan dengan dua sel lainnya yang cenderung meningkat (Gambar 23). 350 300 250 Voc (mv) 200 150 100 50 0 300 400 500 600 700 800 900 Suhu ( o C) Gambar 23 Plot nilai tegangan rangkaian terbuka (V oc ) terhadap perubahan suhu kalsinasi TiO 2 Nilai tegangan open-circuit (V oc ) dan rapat arus (I sc ) yang diperoleh dari ketiga jenis sel semakin meningkat seiring dengan peningkatan suhu kalsinasi TiO 2. Peningkatan suhu kalsinasi selain menyebabkan perubahan ukuran partikel juga menyebabkan ukuran pori semakin besar sehingga memungkinkan lebih banyak dye yang terjerap. Faktor stabilitas dye yang digunakan yaitu dye mudah terdegradasi sehingga mengurasi kinerja dalam proses transfer elektron. Faktor proses redoks pada elektrolit yaitu terdapat kebocoran elektrolit sehingga proses pertukaran elektron tidak mampu mengimbangi pengisian kekosongan muatan pada fikosianin yang berlangsung secara siklik. Faktor lain misalnya molekul dye yang terjerap ke partikel TiO 2 relatif masih sedikit sehingga jumlah elektron yang terakumulasi lebih sedikit pula, dengan demikian beda potensial yang terukur antara kedua ujung elektroda akan semakin kecil. Performa DSSC paling efisien yang banyak dikembangkan menggunakan dye sintetis berbasis ruthenium yang mengandung pewarna metal-organik yang teradsorpsi pada nanokristalin TiO 2. Hasil terbaik yang pernah dilaporkan dari sel dalam mengubah energi matahari menjadi energi listrik mampu menghasilkan efisiensi 10-11% (Argazzi et al. 2004). Dye organik banyak dikembangkan dalam penelitian karena lebih murah dari ruthenium kompleks, memiliki koefisien absorbsi besar karena transisi intramolekul δ δ dan tidak ada kekhawatiran tentang sumber daya yang terbatas serta tidak mengandung logam mulia seperti ruthenium (Kathiravan et al. 2009). Beberapa penelitian yang menggunakan dye organik sebagai sensitiser dalam DSSC disajikan pada Tabel 3.