BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB V NILAI-NILAI, DASAR DAN BENTUK-BENTUK PERTUKARAN DALAM TRADISI BAJAPUIK

BAB VII EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERUBAHAN MASYARAKAT

LAMPIRAN HASIL WAWANCARA

BAB VI PERTUKARAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL DALAM TRADISI BAJAPUIK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

LAMPIRAN 1. KAJIAN TENTANG PERKAWINAN DI DUNIA

DISERTASI EKSISTENSI TRADISI BAJAPUIK DALAM PERKAWINAN MASYARAKAT PARIAMAN MINANGKABAU SUMATERA BARAT MAIHASNI

Bentuk-Bentuk Perubahan Pertukaran dalam Perkawinan Bajapuik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TRADISI UANG JAPUIK DAN UANG ILANG DALAM SISTEM PERKAWINAN DI NAGARI TANDIKEK KECAMATAN PATAMUAN KABUPATEN PADANG PARIAMAN

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pariaman ditemukan oleh Tomec Pires ( ), seorang

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

Thoha mendefinisikan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses kognisi. yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

PERATURAN NAGARI SUNGAI KAMUYANG NOMOR : 09 TAHUN 2003 TENTANG PELANGGARAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERUBAHAN UANG PARAGIAH JALANG DALAM ADAT PERKAWINAN PARIAMAN DI NAGARI SUNGAI SARIAK KECAMATAN VII KOTO KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. tata krama yaitu jopuik manjopuik, pinang meminang, batuka tando, akad nikah,

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN LUBUK ALUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN

FUNGSI MALAM BAETONG DALAM UPACARA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT TIKU KECAMATAN TANJUNG MUTIARA KABUPATEN AGAM

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

Marriage Bajapuik And Consequences In The Minang s Family

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (constructivism) yang dikembangkan oleh Jesse Delia, memberikan pengaruh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PADANG PARIAMAN

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

Dahulu bangso nan baharago kini pitih nan paguno (Dahulu bangsa yang berharga, kini uang yang berguna)

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu alat penghubung antara yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB V PENUTUP. masih dipertahankan sampai saat ini. Bersama dangan adat yang lain, harta buang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kampar Kabupaten Kampar. Desa Koto Tuo Barat adalah salah satu desa dari 13

BAB I PENDAHULUAN. Mandailing, suku Batak, suku Jawa, suku Minang dan suku Melayu.Setiap

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Sasak, perkawinan atau pernikahan diistilahkan sebagai merari yang

Orang Ujung Gading. Etnografi. Nuriza Dora 1)

Keluarga inti merupakan kelompok primer yang dapat dikatakan sebagai institusi dasar berkembangnya institusi sosial yang lain.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Suku bangsa Minangkabau merupakan salah satu dari sekian banyak

PERTUKARAN SOSIAL ANTARA BAKO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TRADISI MANGAKU INDUAK DAN MANIMBANG SALAH DALAM PERKAWINAN DI NAGARI TARATAK BARU KECAMATAN TANJUNG GADANG KABUPATEN SIJUNJUNG

JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG

ORANG MINANGKABAU DAN BATAK MANDAILING DI NAGARI BUAYAN. Adri Febrianto, Etmi Hardi & Bustamam

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa. Dengan

BAB V PENUTUP. 5.1 Simpulan. Seluruh kebudayaan yang ada di bumi ini memiliki keunikan masingmasing

POTRET KELUARGA, DARI MASA KE MASA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persaingan dalam dunia usaha di era global saat ini sudah sangat ketat, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Adat Mahar telah menjadi suatu momok yang menakutkan bagi sebagian besar

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1982: 128).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

pada posisi diakui dan dapat diikutsertakan dalam musyawarah (dapek dilawan baiyo)

BAB I PENDAHULUAN. beberapa pulau, daerah di Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke.

B. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu hal yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan

PEREMPUAN PENGUSAHA PADA INDUSTRI BORDIR (Kasus di Nagari Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat) Oleh:

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. melatarbelakanginya (Ratna, 2005: 23). Faruk (1994: 1) mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

PERUBAHAN JENIS HANTARAN DALAM TRADISI MANYALANG MAMAK SETELAH ACARA PERKAWINAN

PELAKSANAAN PROSESI PEMINANGAN DALAM PERKAWINAN PADA SUKU KOTO PILIANG DAN BODI CANIAGO DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ARTIKEL OLEH RESI SUSANTI

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

WARNA LOKAL MINANGKABAU DALAM NOVEL SALAH PILIH KARYA NUR ST. ISKANDAR ARTIKEL ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga, Jakarta: Kencana, 2012, hlm Ibid, hlm. 6-7.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mamak atau pulang ka bako (Navis,1984: ). Dengan kata lain dikenal

KATA SAPAAN KEKERABATAN DAN NONKEKERABATAN DI KENAGARIAN KAMBANG INDUK KECAMATAN LENGAYANG KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

PEMAHAMAN PASANGAN MUDA TENTANG NILAI-NILAI TRADISI MAANTA LAMANG

Tujuan Umum Pembelajaran Mampu berkomunikasi dengan menerapkan prinsip budaya setempat (Minangkabau)

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB I PENDAHULUAN. keturunan ibu (perempuan) yang disebut dengan istilah Matrilineal (Edison, 2014:292). Garis

Transkripsi:

BAB VIII PENUTUP 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang dirumuskan sebelumnya, maka pada bab ini dapat dibuat kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Melihat keberadaan tradisi bajapuik yang tetap bertahan hingga saat ini pada masyarakat Pariaman Sumatera Barat dan mengacu kepada analisis yang telah dilakukan dapat dikemukakan sejumlah kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari perjalanan sejarah dan ajang sosial secara umum tradisi bajapuik selalu mengalami penyesuaian-penyesuaian, terutama menyangkut dasar dan bentuk pertukaran, meskipun nilai-nilai tetap sama yakni pertimbangan nilai budaya (untung-rugi). Hal ini termanifestasi kepada perubahan dasar pertukaran yakni dari gelar keturunan (kebangsawanan) seperti sidi, bagindo dan sutan kepada status sosial ekonomi (achievement status) seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Selanjutnya, kecenderungan terfokus kepada pekerjaan dan pendapatan. Sementara itu seiring perubahan pada dasar pertukaran itu, maka bentuk pertukaran juga mengalami perubahan. Jika pada awalnya hanya berupa uang jemputan dan sejumlah benda tungkatan berubah menjadi uang jemputan, uang hilang, uang selo dan uang tungkatan. 2. Pertukaran dalam tradisi bajapuik secara umum melibatkan dua pihak yakni pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dan masingmasing sebagai pemberi dan yang lain sebagai penerima. Bagi keluarga kedua belah pertimbangan melakukan pertukaran didasarkan atas status sosial ekonomi, khususnya pekerjaan dari calon mempelai laki-laki. Dalam pelaksanaan tradisi bajapuik melibatkan keluarga inti (nuclear family) seperti; ibu, ayah, dan anak, keluarga besar (extended family) seperti; mamak, etek, apak, mintuo, kakek dan nenek dan pemuka masyarakat, seperti ninik mamak dan kepalo mudo. Keterlibatan masing-masing aktor

176 terdistribusi ke dalam proses penentuan, pemberian dan penetapan pertukaran dalam tradisi bajapuik. 3. Terjadinya pertukaran dalam tradisi bajapuik didasarkan atas nilai-nilai yang sama tertanam di antara keluarga kedua belah. Pertukaran yang terjadi dapat diidentifikasi dalam dua kategori yakni nyata (materil) dan tidak nyata (non materil). Secara nyata/materil, pertukaran itu dilakukan oleh keluarga pihak perempuan dengan memberikan sejumlah uang japuik kepada keluarga pihak laki-laki untuk mendapatkan seorang laki-laki yang mempunyai status sosial ekonomi (pekerjaan dan pendapatan). Secara non materil adalah untuk mendapatkan suami bagi anak perempuan. Di pihak keluarga laki-laki, pertukaran secara nyata (materil), dilakukan untuk mendapatkan sumber ekonomi yang akan digunakan untuk kebutuhan mempelai laki-laki dan pelaksanaan pesta. Secara non materi adalah sebagai prestise/penghormatan bahwa mereka mempunyai status sosial yang tinggi dalam masyarakat yakni sebagai media mendapatkan keturunan. Dengan demikian bentuk pertukaran yang ditampilkan oleh keluarga kedua belah pihak dalam tradisi bajapuik merupakan penyesuaian dari kedua kategori tersebut. Sementara itu di pihak keluarga perempuan dan pihak keluarga laki-laki terbangunnya solidaritas internal, sehingga dalam formasi sosial eksisnya tradisi bajapuik disebabkan oleh adanya kerjasama antara keluarga luas (extended family) dengan keluarga inti (nuclear family). Persoalan yang menyangkut uang japuik sebagai persyaratan yang menjadi kewajiban bagi pihak keluarga perempuan dapat dieleminir dengan didasarkan nilai budaya. Hal ini semakin mempertegas bahwa orientasi nilai budaya dan nilai ekonomi yang secara faktual menjadi pertimbangan prilaku bagi keluarga kedua belah pihak dan sebagai konstributor bagi eksisnya tradisi bajapuik. Dengan demikian, baik model pertukaran dan motif pertukaran yang saling melengkapi dan menyesuaikan sekaligus akan bermuara kepada keberlangsungan tradisi bajapuik. Kondisi inilah, akhirnya memberi kontribusi tetap eksisnya tradisi bajapuik.

177 8.2. Kesimpulan di Tataran Teoritik Pertukaran yang terjadi dalam tradisi bajapuik terus mengalami perubahan dan penyesuaian, mulai dari bentuk-bentuk pertukaran sampai kepada aktor yang yang terlibat. Pada bentuk-bentuk pertukaran pada awalnya hanya berupa uang jemputan dengan sejumlah benda-benda tungkatan berubah menjadi uang jemputan, uang hilang, uang selo, uang tungkatan dan sejumlah benda-benda tungkatan. Seiirng perubahan itu, aktor-aktor yang terlibat terus pula mengalami perubahan dan penambahan pula. Jika pada awalnya hanya melibatkan mamak ninik mamak dan kepalo mudo secara ekstrinsik, namun secara intrinsik juga melibatkan orang tua dan calon pengantin. Sejalan dengan pemikiran teoritik Homans bahwa orang yang terlibat dalam prilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Jadi semua perilaku sosial tak hanya prilaku ekonomis sebagai hasil dari pertukaran yang demikian. Dalam hal ini ganjaran itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik dan intrinsik atau dengan tegas dikatakan individu-individu yang terlibat dalam proses pertukaran berwujud materi maupun non materi. Dengan demikian aktor yang bertindak dengan cara yang demikian adalah untuk memperkecil biaya (hukuman) dan memperbesar keuntungan (Turner, 1998; Homans dalam Poloma, 2000; Ritzer dan Goodmann, 2005). Dalam hal ini terciptanya pertukaran sosial yang menguntungkan bagi masyarakat sebagai produk dari adanya keuntungan itu dan menjadikan hal itu sebagai tumpuan untuk tercipta dan berlanjutnya pertukaran itu, secara empirik juga ditemukan pada masyarakat yang menggunakan tradisi bajapuik untuk melangsungkan suatu perkawinan. Selanjutnya Homans menjelaskan, suatu pertukaran itu akan terjadi dan berlanjut pada masyarakat bila pertukaran itu mempunyai nilai tertentu dan menguntungkan baginya. Artinya aktor dalam melakukan suatu tindakan mempunyai nilai untuk mencapai maksud dan tujuannya. Dalam hal ini aktorpun dipandang mempunyai pertimbangan-pertimbangan (nilai atau keperluan). Perbedaan temuan ini dengan Homans, adalah pertukaran yang terjadi pada tradisi bajapuik karena didasarkan pertimbangan nilai ekonomi dan nilai budaya. Kedua pertimbangan ini yang tidak disebutkannya dan sekaligus menjadi nilai yang

178 menguntungkan dalam tradisi bajapuik. Menurut terminologi Lamanna dan Riedmann (1991) sebagai pilihan yang dipertimbangkan (choosing knowlegeably). Proposisi Homans tentang nilai yang tertanam (terintegrasi) memungkinkan keluarga kedua belah pihak yakni pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan, termasuk kedua mempelai yang akan melakukan pernikahan (mempelai laki-laki dan mempelai perempuan), dalam hal ini adalah aktor yang akan melaksanakan dan mempraktekkan tradisi bajapuik dalam kehidupan mereka. Proposisi Homans dapat digunakan menjadi alat pertimbangan bagi kolektivitas dan pluralitas kebudayaan. Homans dengan pemikiran filosofisnya merupakan daya dorong bagi keluarga kedua belah pihak untuk melaksanakan tradisi bajapuik, melalui usaha-usahanya memahami makna-makna dan mempertimbangkan baik-buruk secara personal maupun kolektif dengan berpijak kepada nilai-nilai yang dipahaminya, sehingga tradisi bajapuik dengan uang jemputan dapat eksis dalam masyarakat. 8.3. Saran dan Implikasi Kebijakan Dari temuan empirik tentang Existensi Tradisi Bajapuik Pada Masyarakat Pariaman Minangkabau Sumatera Barat dalam menghadapi perubahan sosial masyarakat, maka dapat dikemukakan beberapa saran dan kebijakan untuk membangun dan mengembangkan identitas lokal dengan mengacu pada perkawinan bajapuik. Adapun saran dan kebijakan dimaksud sebagai berikut. 1. Penelitian ini membuktikan bahwa tradisi bajapuik menjadi sarana bagi pihak keluarga perempuan untuk mendapatkan jodoh bagi anak perempuan agar mendapatkan suami dan keturunan dari perkawinan yang dilaksanakan, sehingga menjadi urgen untuk dilestarikan di dalam masyarakat. Meskipun sebelumnya telah berkembang isu mengenai uang jemputan dapat memberatkan atau memeras pihak perempuan harus segera dihilangkan. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya penanaman (sosialisasi) nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bajapuik secara terus-menerus dilakukan. 2. Agar tradisi bajapuik dapat eksis dalam masyarakat, diperlukan adanya partisipasi (solidaritas) dari anggota keluarga besar (extended family), agar

179 dapat menanggulangi uang japuik yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya status sosial laki-laki yang akan dijadikan menantu. 3. Tradisi bajapuik dalam pelaksanaannya mempunyai makna bahwa tradisi bajapuik bukan hanya sesuatu yang berbentuk materi, namun bisa dikondisikan melalui makna non materil. Untuk itu ada dua hal yang mendasar yang bisa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, orang tua, dan pengambil kebijakan khususnya yaitu: pertama, terus-menerus berupaya menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi bajapuik, baik melalui jalur formal maupun non formal. Kedua, Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti KAN (Kerapatan Adat Nagari), LKAAM (Kerapatan Alam Adat Minangkabau), dan BPAN (Badan Permusyawaratan Anak Nagari) sehingga memberikan daya dukung besar bagi keberadaan tradisi bajapuik. 8.4. Peluang untuk Penelitian ke Depan Pertama, dengan penelitian yang berjudul Eksistensi tradisi bajapuik pada masyarakat Pariaman Minangkabau ini dapat mengungkap kondisi yang sebenarnya tentang pelaksanaan tradisi bajapuik yang selama ini dipandang negatif oleh sebagian masyarakat. Selanjutnya, adanya penelitian memberikan laporan tertulis sacara formal yang dapat menjadi sumber referensi bagi yang membutuhkannya. Kedua, selain itu dapat memberi peluang untuk penelitian berikutnya yang belum tercakup pada penelitian ini yakni: belum terungkapnya keterkaitan posisi daerah Pariaman dengan pelaksanaan perkawinan di daerah pesisir rantau, sehingga diperoleh gambaran holistik terhadap pelaksanaan tradisi bajapuik yang sesungguhnya.