Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m

dokumen-dokumen yang mirip
FORMULASI KIT HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)-NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK STUDI LIMFOSINTIGRAFI DI KEDOKTERAN NUKLIR

KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA RADIOFARMAKA. Nanny Kartini Oekar, Eva Maria Widyasari, Epy Isabela

PENGEMBANGAN SEDIAAN 99m Tc-HUMAN SERUM ALBUMIN (HSA)- NANOSFER SEBAGAI RADIOFARMAKA UNTUK LIMFOSINTIGRAFI

PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN

BAB III METODE PENELITIAN

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KIT KERING KANAMYCIN * Eva Maria Widyasari, Misyetti, Teguh Hafiz Ambar W dan Witri Nuraeni

PENGARUH PEMBERIAN AMLODIPIN PADA POLA BIODISTRIBUSI 99m Tc-MIBI SEBAGAI SEDIAAN SIDIK PERFUSI JANTUNG (UJI NON KLINIS PADA HEWAN PERCOBAAN)

PENANDAAN MIBI (METOKSI ISOBUTIL ISONITRIL) DENGAN TEKNESIUM-99m SEBAGAI RADIOFARMAKA SIDIK PERFUSI JANTUNG

Eva Maria Widyasari, Nurlaila Zainuddin dan Witri Nuraeni

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

STABILITAS RADIOFARMAKA 99M Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

3 METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH ZAT ADITIF PADA PENANDAAN 1,4,8,11-TETRAAZASIKLOTETRA DESIL- 1,4,8,11-TETRAMETILENFOSFONAT (CTMP) DENGAN TEKNESIUM-99m

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November Februari 2014.

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

KARAKTERISTIK RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION. Nurlaila Z., Maula Eka Sriyani

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

PENYEHATAN MAKANAN MINUMAN A

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

3 METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

3 Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Produk. Pemeriksaan pemeriksaan kalibrasi, g Spektroskopik. Kemurnian kimia kemurnian konsentrasi radionuklida (radioaktif) radioaktif

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

VII. PEMERIKSAAN KWALITAS

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

Tc-DIETIL KARBAMAZIN SEBAGAI SEDIAAN DIAGNOSTIK LIMFATIK FILARIASIS: EVALUASI NON-KLINIS

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

BAB III METODE PENELITIAN. 3.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan februari 2015 dan berakhir pada bulan agustus 2015.

SNI Standar Nasional Indonesia. Kopi bubuk. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

FORMULASI RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION UNTUK DIAGNOSIS KANKER

Gambar 6. Kerangka penelitian

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

KARAKTERISTIK PENYIMPANAN KIT CAIR RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN DALAM WADAH TUNGGAL

PENENTUAN ph OPTIMUM ISOLASI KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT JENIS Eucheuma cottonii. I G. A. G. Bawa, A. A. Bawa Putra, dan Ida Ratu Laila

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN. kandungan fenolik total, kandungan flavonoid total, nilai IC 50 serta nilai SPF

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

AFLATOKSIN dan BAHAN PENGAWET

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

Transkripsi:

Majalah Nanny Kartini Farmasi Oekar Indonesia, 19(3), 117 127, 2008 Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m Labelling of human serum albumin (HSA)-nanospheres with technetium-99m radionuclide Nanny Kartini Oekar * ) dan Eva Maria Widyasari Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BATAN, Bandung Abstrak Penandaan HSA-nanosfer dengan radionuklida teknesium-99m, dilakukan dengan metode langsung dan tidak langsung menggunakan pirofosfat sebagai co-ligand. Keberhasilan penandaan ditentukan dengan berbagai macam sistem kromatografi, sehingga dapat memisahkan senyawa bertanda 99m Tc-HSA-nanosfer dengan pengotor radiokimianya. Beberapa parameter yang berpengaruh dalam penandaan dipelajari, seperti ph, jumlah dan jenis reduktor, cara penandaan, jumlah nanokoloid dan temperatur pada saat reaksi berlangsung. Hasil menunjukkan bahwa kondisi penandaan langsung yang optimum diperoleh pada jumlah HSA-nanosfer 0,5 ml, jumlah reduktor SnCl 2.2H 2 O sebanyak 100-150 µg, dan inkubasi pertama dilaksanakan pada ph = 2 selama 25 menit pada temperatur kamar, kemudian penandaan dilakukan pada ph 5,5 6,0 dengan inkubasi kedua selama 15 menit pada temperatur kamar. Metode ini menghasilkan efisiensi penandaan > 90% dengan pengotor radiokimia berupa 99m Tc-perteknetat bebas. Penandaan tidak langsung dengan menggunakan HSA-nanosfer sebanyak 0,5 ml, jumlah reduktor SnCl 2.2H 2 O sebanyak 100 µg yang direaksikan dahulu dengan Na-pirofosfat sebanyak 1,0 mg (perbandingan ion Sn (2+) : pirofosfat = 1 : 5 mol/mol ) pada kondisi ph 7,4 dan inkubasi dilakukan pada temperatur 37 o C selama 15 menit. Inkubasi kedua setelah penambahan 99m Tc-perteknetat dilakukan pada temperatur kamar selama 15 menit menghasilkan efisiensi panandaan 93,4 ± 1,2 % dengan 99m Tcperteknetat dan 99m Tc-pirofosfat sebagai pengotor radiokimia. Kata kunci : limfosintigrafi, nanokoloid, teknesium-99m, pengotor radiokimia. Abstract Labelling of HSA-nanospheres with technetium-99m was carried out by direct and indirect method using sodium pyrophosphate as co-ligand agent. The labelling efficiency was determined by several chromatography system for separation of 99m Tc-HSA-nanospheres labelled compound from its radiochemical impurities. Several parameters influencing the labelling process were studied such as ph, kinds and quantity of reductor agent, labelling method, quantity of HSA-nanospheres and temperature and the duration of incubation. The result show that the optimum direct labelling condition was found by using 0.5 ml HSA-nanospheres solution (which had absorbance of 0.6 at λ= 202 nm), 100-150 µg of SnCl 2.2H 2 O as reductor, ph mixture was 2 and the first incubation was done at room temperature for 25 minutes. The labelling process was continued by adding technetium-99m of certain activity, and finally ph was adjusted to 5.5-6.0. The second incubation was carried out at room temperature for 15 minutes. This direct method resulted Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 117

Penandaan human serum albumin... more than 90% of labelling efficiency, with free 99m Tc-pertechnetate as radiochemical impurity. The indirect labelling process by using 0.5 ml of HSA-nanospheres solution, 100 µg of SnCl 2.2H 2 O was prior reacted with 1.0 mg of sodium pyrophosphate (1 : 5 mol/mol), the ph was adjusted to 7.4 and incubation was done in the incubator at 37 o C for 15 minutes. After adding 99m Tcpertechnetate solution, the second incubation was done at room temperature for 15 minutes. This indirect labelling resulted 93.4 ± 1.2 % of labelling efficiency with remain of 99m Tc-pertechnetat and 99m Tc-pyrophosphate as radiochemical impurities. Key words: lymphoscintigraphy, nanocolloid, technetium-99m, radiochemical impurities. Pendahuluan Limfosintigrafi (lymphoscintigraphy) adalah metode diagnosis yang dilakukan dengan cara menyuntikkan sediaan radiofarmasi yang berbentuk nanokoloid dengan ukuran 50-300 nm bertanda radioisotop ke dalam saluran limfatik secara subkutan, intradermal atau peritumoral. Pergerakan radiofarmaka yang disuntikkan tersebut dideteksi dari luar tubuh dengan kamera gamma atau dengan probe khusus untuk limfosintigrafi yang biasanya dilaksanakan secara paralel pada saat dilakukan pembedahan tumor/kanker. Keberhasilan suatu pembedahan atau keberhasilan suatu terapi kanker payudara, ovarium atau prostat dapat dipantau dengan cara melihat adanya sentinel node pada saluran limfatik pasien dengan metode limfosintigrafi, sehingga tindak lanjut pembedahan atau pengobatan dapat dirancang dengan sebaik-baiknya ( Dillehay, et al., 2006 ). Keberhasilan diagnosis sistem limfatik dengan metode limfosintigrafi sangat bergantung pada keadaan fisik dari partikel radiofarmaka yang disuntikkan. Keadaan fisis ini meliputi ukuran, bentuk dan jumlah partikel yang dikandung dalam radiofarmaka tersebut (Gopal, 2004; Zolle, 2007 ). Nanopartikel dengan ukuran lebih kecil dari 50 nm akan cepat teralirkan oleh cairan limfe, sehingga resistensinya di dalam saluran dan kelenjar limfatik akan rendah. Sebaliknya apabila ukuran partikel lebih besar dari 300 nm akan terdeposit lebih lama dilokasi penyuntikkan (Zolle, 2007). Hal ini mengakibatkan pelaksanaan limfosintigrafi kadang-kadang mengalami kegagalan atau membutuhkan waktu scanning yang sangat lama (lebih dari 2 jam) dimana hal ini membuat pasien tidak nyaman. Selain ukuran partikel, jenis dan jumlah partikel yang terkandung dalam radiofarmaka tersebut juga mempunyai peranan penting. Partikel yang bersifat biodegredable akan memberikan hasil yang lebih baik dan jumlah partikel yang optimal akan memberikan radioaktifitas jenis yang lebih tepat, sehingga dosis yang disuntikkan dapat dipertahankan sesuai dengan yang dibutuhkan tanpa harus menaikkan volume yang disuntikkan (Zolle, 2007). Terlalu besarnya volume yang disuntikkan akan menyebabkan pasien tidak nyaman. Selama ini limfosintigrafi di kedokteran nuklir dilaksanakan dengan menggunakan 99mTc- TSC(sulfur)-mikrokoloid yang partikelnya berukuran 1-10 µm. Kelemahan radiofarmaka ini, selain ukurannya besar juga karena partikel akan terbentuk setelah ditandai dengan teknesium-99m, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan dan mengukur ukuran partikel yang ideal. Untuk memecahkan masalah tersebut, dibutuhkan suatu radiofarmaka yang lebih ideal terutama radiofarmaka dengan ukuran yang lebih tepat dipilih ukuran 100-200 nm, dimana ukuran tersebut akan memberikan jaminan bahwa ukuran yang diperoleh akan lebih homogen karena range-nya lebih kecil, apabila dibandingkan dengan 50-300 nm, sehingga retensinya dalam saluran limfe lebih baik. Partikel HSA-nanospheres berbentuk nanokoloid yang dibuat dari bahan dasar protein (albumin) serum manusia, kemudian ditandai dengan radioaktif 99mTc dan diharapkan menjadi suatu radiofarmaka 99m Tc- HSA-nanosfer yang lebih spesifik dan lebih stabil dari sediaan yang sudah ada. Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat menjawab salah satu tantangan tentang masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi pada saat ini, sehingga iptek nuklir dapat berperan serta dalam memecahkan masalah kesehatan bangsa Indonesia. 118 Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008

Nanny Kartini Oekar Metodologi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah human serum albumin (HSA) dan glutaraldehid buatan Sigma, etanol absolut, SnCl 2.2H 2O, Napirofosfat, asetonitril, metanol, aseton, amonia buatan E.Merck, air untuk injeksi dan larutan salin fisiologis (NaCl 0,9%) steril buatan IPHAlaboratories. Bahan penunjang yang digunakan adalah kertas saring ukuran 100 nm dan 220 nm (Sartonet), ITLC-SG (PALL), berbagai ukuran alat suntik disposable steril (Terumo), kertas ph universal (E.Merck), kertas kromatografi Whatman 1, Whatman 31ET, dan Whatman 3MM. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pompa vakum (Presision), eksikator (buatan Cina), alat penyaring ukuran diameter 10 dan 25 mm, spektrofotometer (Hitachi), alat Scanning Electron Microscope (SEM) merek JEOL, inkubator (Memmert), pengocok yang dilengkapi dengan penangas air (Memmert), alat pemanas yang dilengkapi pengaduk magnetik (Nouva), alat pencacah saluran tunggal (Ortec), timbangan analitis (Metler), vial gelas ukuran 12 ml dan seperangkat alat kromatografi kertas. Cara Kerja Preparasi partikel HSA-nanosfer (nanokoloid) berukuran 100-200 nm. Pembuatan partikel HSA-nanosfer (nanokoloid). Sebanyak 120 mg HSA dilarutkan dalam 1,2 ml air suling sampai larut sempurna. Ke dalamnya ditetesi 4,8 ml etanol absolut sambil diaduk sampai penetesan selesai kemudian pengadukan dilanjutkan selama 5 menit. Setelah itu sebanyak 44 µl larutan 2,5 % glutaraldehid ditambahkan ke dalamnya sambil terus diaduk, dan volume sediaan dibuat menjadi 8 ml dengan penambahan air suling. Pengocokan dilanjutkan dengan alat shaker waterbath selama 24 jam pada temperatur 20 o C. Setelah itu campuran dipanaskan selama 2 jam pada 70 o C, dan kemudian disentrifuga pada 10.000 rpm selama 20 menit. Endapan yang terbentuk didispersikan dalam 8 ml air suling. Seleksi ukuran HSA-nanosfer (nanokoloid) Campuran yang mengandung partikel HSAnanosfer disaring dengan saringan penyaring kertas Whatman 1, dan filtrat disaring dengan saringan ukuran 220 nm. Filtrat yang diperoleh dari penyaringan kedua disaring dengan saringan ukuran 100 nm. Endapan yang terdapat di atas saringan dibilas kembali air untuk injeksi dengan volume secukupnya (biasanya 2 kali volume larutan yang disaring), sehingga diperoleh partikel dengan ukuran antara 100 dan 220 nm. Penentuan ukuran dan jumlah partikel HSAnanosfer (nanokoloid) Suspensi nanokoloid yang telah diperoleh diteteskan ke atas disk (piringan kecil) yang terbuat dari logam secara merata dan kemudian dikeringkan dalam eksikator selama semalam. Setelah terbentuk lapisan tipis dari suspensi tersebut ditentukan ukuran partikelnya dengan alat SEM. Penentuan jumlah nanokoloid yang terbentuk Jumlah partikel yang berada dalam sediaan ditentukan dengan cara menentukan tinggi resapan/absorbansi (absorbance) pada panjang gelombang maksimum dengan spektrofotometer. Panjang gelombang maksimum ditentukan terlebih dahulu dengan alat spektrofotometer yang sama. Sediaan nanokoloid yang dibuat diencerkan dengan air suling, kemudian diukur pada panjang gelombang yang bervariasi yaitu mulai dari λ =185 210 nm. Pemilihan sistem kromatografi yang tepat untuk menentukan efisiensi penandaan Untuk menentukan keberhasilan penandaan dicoba berbagai sistem kromatografi menaik yaitu yang pertama menggunakan fase diam lapis tipis ITLC-SG (1x10 cm) dengan fase gerak aseton (ITLC-SG/aseton) kemudian selanjutnya berturutturut digunakan kertas Whatman 31ET (1x10cm) /larutan NaCl fisiologis (0,9 %); kertas Whatman 1(1x17 cm)/nacl fisiologis (0,9 %); kertas Whatman 1 (1x17 cm)/metanol 85%; kertas Whatman 31 ET(1x10 cm) /asetonitril 50 %, kertas Whatman 3MM/metanol 95 % dan kertas Whatman 3MM/NaCl 0,9%. Sediaan hasil penandaan ditotolkan sebanyak 2-4 µl menggunakan pipet eppendorf pada titik nol dari fase diam kromatografi, dicelupkan dalam larutan/cairan fase gerak yang sesuai dan setelah fase gerak naik hingga ke batas atas fase diam, kemudian diangkat dan dikeringkan dalam oven. Kertas atau lapis tipis ITLC-SG yang telah kering dipotong-potong setiap satu cm dan tiap potongan dicacah dengan alat pencacah saluran tunggal (single channel analyzer). Dari hasil kromatografi dapat diketahui metode kromatografi mana dari sederet sistem kromatografi yang dipilih yang memberikan hasil yang lebih akurat dalam memisahkan senyawa bertanda 99m Tc-HSA-nanosfer yang terbentuk dari pengotor radiokimianya. Penandaan HSA-nanosfer dengan radionuklida teknesium-99m Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 119

Penandaan human serum albumin... Metode penandaan langsung Sebanyak 5 mg SnCl 2.2H 2O dilarutkan dalam 50 µl HCl 0,1 N kemudian ditambahi air suling sampai volumenya 2 ml. Larutan diambil sebanyak 0,5 ml dan ditambahkan ke dalam 0,5 ml sediaan HSA-nanosfer, ph campuran diatur menjadi 2,0 dengan penambahan HCl 0,1 N. Campuran diinkubasi pada temperatur kamar selama 25 menit dan larutan 99m Tc-perteknetat ditambahkan ke dalamnya. Setelah dikocok campuran dibiarkan untuk inkubasi kedua kalinya pada temperatur kamar selama 15 menit. Hasil penandaan ditentukan dengan kromatografi yang sesuai. Pengaruh jumlah reduktor SnCl 2.2H 2O pada penandaan secara langsung Penandaan secara langsung dilaksanakan dengan berbagai jumlah reduktor SnCl 2.2H 2O, yaitu 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 200 dan 250 µg. Parameter lainnya tetap seperti pada percobaan sebelumnya. Besarnya efisiensi penandaan ditentukan dengan kromatografi yang sesuai. Pengaruh jumlah HSA-nanosfer pada penandaan secara langsung Penandaan dilaksanakan dengan metode seperti pada percobaan sebelumnya, hanya besarnya volume HSA-nanosfer divariasikan, yaitu dari 0 sampai 1000 µl dengan kenaikan sebesar 100 µl. Parameter lainnya disamakan dengan percobaan sebelumnya. Hasil penandaan dianalisis dengan kromatografi yang sesuai. Pengaruh ph pada penandaan secara langsung Pengaruh ph yang dipelajari adalah ph pada saat dilakukan inkubasi antara HSA-nanosfer sebanyak 0,5 ml dengan reduktor SnCl 2 (ion Sn 2+ ) sebanyak 100 µg/100 µl. Sebelum dilakukan proses tersebut, ph dari satu seri sediaan yang terdiri dari 5 buah vial, masing-masing diatur menjadi 2, 3, 4, 5, dan 6. Semua sediaan kemudian diinkubasi pada temperatur kamar selama 25 menit. Setelah itu ke dalam masing-masing vial ditambahi larutan 99m Tcperteknetat sebanyak 2 mci/300 µl, dan sediaan dibiarkan bereaksi pada temperatur kamar selama 15 menit. Kondisi ph setelah penambahan 99m Tc diperiksa dengan kertas ph dan tidak diatur kembali. Efisiensi penandaan yang dihasilkan ditentukan dengan kromatografi yang sesuai. Metode penandaan tidak langsung Metode A Sebanyak 5mg SnCl 2.2H 2O dilarutkan dalam 50 µl HCl 0,1N dan kedalamnya ditambahkan air suling sebanyak 0,45 ml. Bahan Na-pirofosfat ditimbang sebanyak 50 mg, dilarutkan dalam 1 ml air suling steril, kemudian kedua larutan dicampurkan dan volumenya dibuat menjadi 2 ml. Sebanyak 0,5 ml dari campuran larutan tersebut (mengandung 1,25 mg SnCl 2.2H 2O dan 12,5 mg Napirofosfat) ditambahkan ke dalam 0,5 ml sediaan HSA-nanosfer dan ph diatur menjadi 2-2,5 dengan penambahan HCl 0,1 N. Campuran diinkubasi pada temperatur kamar selama 15 menit, kemudian ph dinaikkan menjadi 4,0 dengan penambahan larutan NaOH 0,1 N. Ke dalam larutan ditambahkan radionuklida 99m Tc-perteknetat sebanyak 5 mci/0,5 ml. Reaksi penandaan dibiarkan berlangsung pada temperatur kamar selama 10 menit, setelah itu efisiensi penandaan ditentukan dengan dua sistem kromatografi kertas yang sesuai. Metode B Sebanyak 50 mg Na-pirofosfat dilarutkan dalam 5 ml air suling kemudian sebanyak 5 mg SnCl 2.2H 2O ditambahkan ke dalamnya dan biarkan sampai larut sempurna. Sebanyak 100 µl dari larutan tersebut ditambahkan ke dalam 2 buah vial yang masing-masing berisi 500 µl HSA-nanosfer dan ph masing-masing campuran diatur menjadi 7,4 dengan penambahan HCl 0,1 N. Satu vial yang berisi campuran tersebut diinkubasi dalam inkubator selama 15, dan vial lainnya selama 30 menit pada 37. o C. Setelah itu campuran didinginkan sampai mencapai temperatur kamar dan ke dalamnya ditambahkan larutan 99m Tc-perteknetat masingmasing sebanyak 2 mci/400 µl, dikocok, dan kedua vial tersebut diinkubasi untuk kedua kalinya pada temperatur kamar selama 30 menit. Setelah reaksi penandaan selesai, besarnya efisiensi penandaan ditentukan dengan kromatografi kertas Whatman 3MM/NaCl 0,9 % dan kertas Whatman 3MM/ metanol 95 %. Hasil dari kedua percobaan ini dibandingkan. Hasil Dan Pembahasan Limfosintigrafi idealnya dilaksanakan dengan menggunakan radiofarmaka berbentuk nanokoloid dengan ukuran antara 50 300 nm. Apabila digunakan radiofarmaka nanokoloid yang mempunyai ukuran < 50 nm, akan terjadi pengaliran kembali (wash out) radioaktivitas yang terlalu cepat dari saluran limfatik, sehingga limfosintigrafi sulit dilaksanakan. Sebaliknya apabila menggunakan radiofarmaka yang ukurannya >300 nm, pengalirannya di dalam saluran limfatik akan sulit dan radioaktivitas akan terkumpul pada daerah penyuntikkan (Dillehay, 2006; Zolle, 2007). Untuk mempertahankan kehomogenan ukuran partikel sehingga lebih aman dalam penggunaanya 120 Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008

Nanny Kartini Oekar Gambar 1. Partikel HSA-nanosfer sebelum (a) dan sesudah (b) disaring. Keterangan: dilihat dengan alat Scanning Electron Microscope - SEM (JEOL) untuk limfosintigrafi, maka dibuat range ukuran yang lebih sempit yaitu 100-200 nm. Selain itu, hal ini juga mempermudah teknik preparasi partikel, mengingat saringan kertas dengan pori ukuran nanometer yang diperlukan untuk seleksi ukuran partikel yang mudah diperoleh dipasaran yaitu ukuran 100 nm dan 220 nm. Berdasarkan pemikiran inilah, maka dipilih partikel HSA-nanosfer dengan ukuran 100-200 nm, sehingga limfosintigrafi dapat dilaksanakan dengan baik. Preparasi partikel HSA-nanosfer dilakukan berdasarkan reaksi denaturasi albumin oleh etanol absolut dan untuk menstabilkan bentuk partikel ditambahkan glutaraldehid. Pada Gambar 1-(a) terlihat bahwa HSAnanosfer yang baru dibuat berbentuk partikel dengan ukuran yang tidak homogen dan bergerombol membentuk kesatuan (agregat). Tetapi setelah disaring melalui penyaring ukuran 220 nm dan 100 nm, terjadi seleksi ukuran partikel sehingga HSA-nanosfer berukuran lebih homogen dan terdispersi secara merata dalam pelarut (air) seperti terlihat pada Gambar 1-(b). Sediaan (suspensi) HSA-nanosfer apabila dilihat secara visual merupakan sediaan yang jernih menyerupai larutan, tidak terlihat adanya partikel-partikel atau keruh. Untuk mengetahui jumlah partikel per satuan volume (konsentrasi) menjadi sulit karena tidak dapat dilakukan secara mikroskopik. Sedangkan dalam melakukan penandaan harus dibuat suatu standar dari jumlah partikel yang digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan pengukuran resapan/absorbansi (absorbance) sediaan pada panjang gelombang maksimum yang sebelumnya telah ditentukan dengan alat spektrofotometer. Sesuai dengan kaidah metode spektrofotometri bahwa tingginya absorbansi suatu sampel berbanding lurus dengan kadar/konsentrasi dari sample yang diukur (Khopkar, 1990). Bahan HSA-nanosfer merupakan partikel berukuran nanometer yang terdispersi dalam air untuk injeksi. Setiap partikel akan mengabsorbsi sinar UV yang mengenainya, sehingga besarnya absorbansi yang terukur oleh alat spektrofotometer sebanding dengan jumlah partikel yang ada dalam sediaan tersebut. Pada Gambar 2, terlihat bahwa pada pengenceran 10 kali, sediaan HSAnanosfer tersebut mempunyai panjang gelombang maksimum 202 nm dengan resapan sebesar 0,64. Keberhasilan penandaan HSA-nanosfer dengan radionuklida 99m Tc, dapat diketahui dari tingginya efisiensi penandaan. Efisiensi penandaan ditentukan dengan berbagai macam sistem kromatografi untuk memisahkan senyawa bertanda 99mTc-HSA-nanosfer dari pengotor radiokimianya. Penandaan secara langsung diduga melalui reaksi ( 1 ) HSA-nanosfer + Sn (2+) + 99m Tc (VII) O 4 9mTc (IV) - HSA-nanosfer + Sn (4+) + 99m Tc (IV) - tereduksi bebas + 99m Tc (VII) O 4 berlebih/bebas ( 1 ) Reaksi tersebut akan menghasilkan pengotor radiokimia seperti 99m Tc-perteknetat bebas dan 99m Tc-tereduksi bebas. Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 121

Penandaan human serum albumin... Gambar 2. Kurva resapan maksimum HSA-nanosfer diukur dengan spektrofotometer UV (pengenceran 10 x ) Pada proses penandaan tidak langsung dengan menggunakan Na-pirofosfat sebagai coligand, terjadi reaksi ( 2 ) dan ( 3 ) 1. Na-pirofosfat +Sn (2+) Cl 2 NaCl + Sn (2+) -pirofosfat + HSAnanosfer Sn (2+)- HSA-nanosfer + Sn (2+) pirofosfat sisa ( 2 ) 2. + 99m Tc (VII) O 4-99mTc (IV)- HSAnanosfer + 99mTc (IV) -pirofosfat + 99m Tctereduksi + 99m Tc (VII) -perteknetat sisa. ( 3 ) Seperti terlihat pada reaksi ( 2 ) dan ( 3 ), penandaan tidak langsung akan menghasilkan senyawa bertanda 99mTc-HSA-nanosfer dan pengotor radiokimia 99m Tc-pirofosfat, 99m Tcperteknetat dan 99m Tc-tereduksi. Tabel I menunjukkan hasil dari beberapa sistem kromatografi yang dicoba untuk memisahkan 99mTc-HSA-nanosfer dengan pengotor radiokimianya. Dengan melihat nilai Rf dari masing-masing komponen senyawa bertanda 99m Tc yang kemungkinan ada dalam reaksi penandaan, dapat disimpulkan bahwa dari keenam sistem kromatografi yang dicoba tidak ada satu pun yang dapat memisahkan senyawa bertanda 99mTc-HSA-nanosfer dari pengotor radiokimia 99mTc-tereduksi bebas, karena keduanya selalu berimpit berada pada titik awal kromatografi (Rf=O). Senyawa 99m Tctereduksi dapat berupa 99m TcO 2 atau bentuk hidrolisanya yaitu 99m Tc(OH) 4 yang keduanya berbentuk koloid, sehingga dalam kromatografi tidak terbawa oleh fase gerak. Dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan besarnya pengotor radiokimia 99m Tctereduksi karena bentuknya koloid juga, akan tetapi diharapkan tidak akan menggangu dalam pencitraan karena akan terakumulasi pada organ target yang dituju. Hal ini sesuai dengan beberapa pustaka (Owunwanne,1995; Zolle, 2007) yang menerangkan bahwa dalam analisis senyawa bertanda 99m Tc-koloidal ( 99m Tc-MAA, 99mTc-sulfur koloid) tidak dilakukan penentuan besarnya pengotor radiokimia 99m Tc-tereduksi. Penandaan secara langsung yang dilakukan dalam berbagai jumlah reduktor SnCl 2.2H 2O yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3, menunjukkan bahwa jumlah reduktor yang optimal adalah sebesar 100-125 µg yang memberikan efisiensi penandaan > 90.%. Sebagai akibat dari tidak dapat dipisahkannya pengotor 99m Tc-tereduksi dari senyawa bertanda 99mTc-HSA-nanosfer, maka pada penandaan langsung sangat sulit untuk mengetahui keberhasilan penandaan. Seperti terlihat pada Gambar 4 yang merupakan gambaran efisiensi penandaan dengan jumlah HSA-nanosfer yang bervariasi yaitu dari 0, 100 dan seterusnya sampai dengan 1000 µl dari HSA-nanosfer yang mempunyai resapan sebesar 0,6 pengenceran 10 kali yang diukur pada panjang gelombang 202 nm. Pada gambar tersebut terlihat bahwa seolah-olah tidak ada bedanya antara variasi jumlah HSA-nanosfer, 122 Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008

Nanny Kartini Oekar Tabel I. Pemisahan hasil penandaan dengan beberapa sistem kromatografi ( Rf). No. Sistem kromatografi menaik Hasil pemisahan ( Rf ) Fase diam Fase gerak 99m TcO 4 99m Tc-red 99m Tc-piro 99m Tc-nano 1. Lapis tipis Aseton 1,0 0,0 0,0 0,0 ITLC-SG 2. Kertas Asetonitril 50% 1,0 0,0 1,0 0,0 Whatman 31 ET 3. Kertas Metanol 0,6 0,0 0,0 0,0 Whatman 31 ET 85 % 4. Kertas Whatman 1 NaCl 0,9 % 0,8 0,0 1,0 0,0 5. Kertas Whatman 3MM 6. Kertas Whatman 3MM Metanol 95 % 0,6 0,0 0,0 0,0 NaCl 0,9 % 0,8 0,0 0,8 0,0 efi sie nsi pe na nd aa n (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 50 100 150 200 250 300 jumlah reduktor SnCl2 (ug) 99mTc-perteknetat bebas 99mTc-HSA-nano + 99mTc-tereduksi Gambar 3. Efisiensi penandaan 99m Tc-HSA-nanosfer pada berbagai jumlah SnCl 2.2H 2O reduktor Keterangan: Jumlah HSA-nanosfer : 500 µl, ph inkubasi pertama 2-2,5, inkubasi pertama pada t- kamar selama 25 menit, ph saat penandaan 4,0 dengan 99m Tc sebanyak 2 mci, inkubasi penandaan (kedua) pada t-kamar selama 15 menit dan ph akhir adalah 5,5-6,0. karena sama-sama menghasilkan efisiensi penandaan >90%. Hal ini merupakan kelemahan dari metode penandaan secara langsung. Penandaan secara langsung dengan kondisi ph pada inkubasi pertama yang bervariasi yaitu dari 2, 3, 4, 5 dan 6 hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5. Kondisi ph tidak diubah lagi pada saat penambahan 99mTcperteknetat ke dalam campuran, ph sediaan dibiarkan seadanya sehingga diperoleh ph akhir sediaan 2,0; 3,5; 4,5; 5,5 dan 6,0. Dari gambar terlihat bahwa yang memberikan efisiensi penandaan tertinggi adalah pada ph inkubasi 2,0 yaitu 65 %, kemudian persentasenya turun pada ph 3,0 dan kemudian seolah-olah naik lagi pada ph 4, 5 dan 6. Tetapi yang perlu dicatat pada percobaan ini adalah, sediaan mulai keruh pada ph = 4 demikian pula pada 5 dan 6. Hal Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 123

Penandaan human serum albumin... 120 100 Efisiensi penandaan (%) 80 60 40 20 0 0 200 400 600 800 1000 1200 Jumlah HSA-nanosfer (ul) 99mTc-perteknetat bebas 99mTc-HSA-nano + 99mTc-tereduksi Gambar 4. Efisiensi penandaan 99m Tc-HSA-nanosfer secara langsung dengan jumlah HSAnanosfer yang bervariasi Keterangan :Jumlah reduktor 100 µg; ph inkubasi pertama 2-2,5, inkubasi pertama pada t- kamar selama 25 menit; ph saat penandaan 4,0 dengan 99m Tc sebanyak 2 mci.; inkubasi penandaan (kedua) pada t-kamar selama 15 menit dan ph akhir 5,5-6,0. 80 70 efisiensi penandaan (%) 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 ph pada saat inkubasi pertama 99mTc-perteknetat bebas 99mTc-HSA-nano + 99mTc-tereduksi Gambar 5. Efisiensi penandaan 99m Tc-HSA-nanosfer pada penandaan secara langsung dengan ph yang bervariasi. Keterangan : Jumlah SnCl 2.2H 2O 100 µg, inkubasi pertama pada t-kamar selama 25 menit; jumlah HSA-nanosfer 500 µl; inkubasi penandaan 15 menit pada t-kamar 124 Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008

Nanny Kartini Oekar 90 80 70 efisiensi penandaan (%) 60 50 40 30 20 10 0 0 50 100 150 200 250 jumlah reduktor SnCl2 (ug) metode langsung metode tidak langsung Gambar 6. Perbandingan hasil penandaan 99m Tc-HSA-nanosfer metode langsung dan tidak langsung pada jumlah reduktor yang bervariasi. Keterangan : Jumlah HSA-nanosfer 500 µl; ph inkubasi 7,4 pada 37 o C selama 30 menit; jumlah pirofosfat sebanyak 5 x jumlah SnCl2 (mol:mol); ph akhir 6,0 6,5. Tabel II. Pengaruh waktu dan temperatur inkubasi pada penandaan 99m Tc-HSA- nanosfer secara tidak langsung. Inkubasi kedua t-kamar Waktu (menit) Inkubasi pertama Efisiensi Penandaan (%) (n = 3) Temperatur 37 o C Temperatur kamar Waktu (menit) 15 15 93,4 ± 1,2 92,4 ± 4,4 15 30 87,3 ± 10,7 89,8 ± 2,9 Keterangan : Jumlah HSA-nanosfer 500 µl; ph inkubasi 7,4; jumlah Sn-pirofosfat 100:1000 µg (1:5 mol:mol); ph akhir 6,0 6,5. ini membuktikan bahwa penandaan HSAnanosfer secara langsung tidak dapat dilakukan pada ph lebih besar dari 3. Kondisi terbaik bagi penandaan langsung adalah inkubasi pertama dilakukan pada ph 2, di mana pada saat ini terjadi reaksi antara ion Sn (2+) dengan HSA-nanosfer. Setelah itu ph dinaikkan ke 4 dan kemudian ditambah larutan 99mTcperteknetat dan inkubasi kedua kali pada ph 5,5 6,0. Pada tahap ini akan terjadi reaksi antara Sn-HSA-nanosfer dengan 99mTcperteknetat membentuk 99m Tc-HSA-nanosfer. Proses penandaan seperti ini menghasilkan sediaan yang jernih. Metode penandaan secara tidak langsung, adalah panandaan dengan penambahan co-ligand (ko-ligan) pirofosfat yang akan berikatan terlebih dahulu dengan ion Sn (2+) membentuk suatu kompleks Sn(II)-pirofosfat. Kompleks ini stabil pada ph netral maupun basa, sehingga penandaan HSA-nanosfer dapat dilakukan pada kondisi netral sampai basa karena sediaan hasil penandaan tetap jernih tidak menjadi keruh. Berdasarkan pemikiran bahwa Snpirofosfat dapat berikatan dengan sel darah merah (SDM) secara in-vivo pada kondisi ph darah yaitu 7,4 (Setiawan dkk., 1987), dan Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 125

Penandaan human serum albumin... diyakini bahwa SDM terdiri juga dari protein, maka dicoba untuk melakukan pengikatan Snpirofosfat ke HSA-nanosfer pada kondisi ph 7,4 dan temperatur 37 o C. Setelah itu baru 99mTc-perteknetat ditambahkan ke dalamnya dan sediaan diinkubasi kembali pada temperatur kamar selama 30 menit. Apabila hasilnya dibandingkan dengan penandaan pada kondisi yang sama tetapi tanpa penambahan pirofosfat, (Gambar 6). Pada Gambar 6 terlihat apabila penandaan dilakukan dengan penambahan pirofosfat, menghasilkan sediaan yang jernih, dan ph dapat diatur dalam kondisi netral maupun basa tanpa terjadi kekeruhan. Tetapi apabila hal tersebut dilakukan tanpa penambahan pirofosfat (langsung) maka pada jumlah SnCl 2.2H 2O sebesar 150 µg saja, campuran telah keruh. Keuntungan lain dari metode penandaan tidak langsung adalah besarnya efisiensi penandaan dapat ditentukan lebih akurat karena pengotor radiokimia 99m Tcpirofosfat yang kemungkinan terbentuk saat proses penandaan dapat dipisahkan dengan baik menggunakan sistem kromatografi fase diam Whatman 31 ET dan fase gerak asetonitril 50 %, atau Whatman 1 dan larutan NaCl 0,9 %, atau Whatman 3MM dengan fase gerak NaCl 0,9 % (lihat Tabel I ). Pengaruh waktu dan temperatur inkubasi pertama pada penandaan secara tidak langsung ini, menghasilkan efisiensi penandaan seperti tertera pada Tabel II. Kondisi inkubasi pertama yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan Sn-pirofosfat dengan partikel HSA-nanosfer. Kondisi yang optimum untuk tahap ini adalah dalam inkubator dengan temperatur 37 o C selama 15 menit. Setelah penambahan radionuklida teknesium-99m, inkubasi kedua dilakukan pada temperatur kamar selama 15 menit. Dari Tabel II terlihat bahwa waktu 15 menit sudah cukup memberikan kesempatan untuk terjadinya reaksi penandaan antara HSA-nanosfer dengan 99mTc, yang terbukti dari hasilnya yang memberikan efisiensi penandaan tertinggi yaitu 93,4 % dengan standar deviasi yang paling kecil yaitu 1,2 %. Kesimpulan Partikel HSA-nanosfer sudah berhasil dibuat dari bahan human serum albumin yang didenaturasi menggunakan etanol absolut. Seleksi ukuran partikel dilakukan dengan 2 kali penyaringan, sehingga diperoleh partikel berukuran antara 100 200 nm yang terdispersi secara homogen dalam pelarut air. Kondisi optimum penandaan yang terbaik adalah dengan metode tidak langsung menggunakan jumlah HSA-nanosfer sebanyak 500 µl, jumlah reduktor SnCl 2.2H 2O sebanyak 100 µg yang direaksikan dahulu dengan Napirofosfat sebanyak 1 mg (perbandingan ion Sn (2+) : pirofosfat = 1 : 5 mol/mol ) sebagai ko-ligan pada kondisi ph 7,4 dan temperatur 37 o C selama 15 menit. Inkubasi kedua setelah penambahan 99m Tc-perteknetat dilakukan pada temperatur kamar selama 15 menit menghasilkan efisiensi penandaan sebesar 93,4 ± 1,2 %, dengan pengotor radiokimia berupa 99mTc-perteknetat dan 99m Tc-pirofosfat sisa yang mungkin ada setelah reaksi penandaan berakhir. Daftar Pustaka Dillehay, G. L. Henkin R. E. et.al, 2006, Lymphoscintigraphy in oncology, Nuclear Medicine, 2 nd ed. Mosby Elsevier Inc., Philadelphia, 1480-1481. Gopal B. S., 2004, Fundamental of Nuclear Pharmacy. Miscellaneous Imaging Procedures, 5 th ed., Springer, USA, 319. Kaplan W. D., Davis, M. A., and Rose C. M., 1979, A Comparasion of Two Technetium-99m- Labelled Radiopharmaceuticals for Lymphoscintigraphy. J.Nucl.Med., 20, 933-937. Khopkar S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, terjemahan Saptorahardjo A. Ed.1, UI-Press, Indonesia, 219. Lymphatic filariasis. Strategy direction for lymphatic filariasis research. [serial on-line] 2002, Feb; 1: http://www.who.int/tdr/diseases/lymphfil/direction.htm Owunwanne, A., Patel M, and Sadek S., 1995, The hand book of radiopharmaceuticals. 1 st ed., Chapman and Hall Medical Clays Ltd., England, 67-68. 126 Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008

Nanny Kartini Oekar Setiawan E., Sukanta, Kartini N., and Nurlaila Z., 1987, Peranan Senyawa Pirofosfat pada Penandaan Sel Darah Merah dengan Teknesium-99m Secara In-vivo. Skripsi Sarjana (S1), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNPAD, Bandung, 72-73. Zolle, I., 2007, Technetium-99m pharmaceuticals, 99m Tc-Labelled Colloids, 1 st ed. Springer, Berlin, Heidelberg, 230-235. * Korespondensi : Dra.. Nanny Kartini Oekar. M.Sc. Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BATAN, Bandung Telp. (021)765-9409 Email: nanny_kartini@yahoo.co.id Majalah Farmasi Indonesia, 19(3), 2008 127