I PENDAHULUAN. nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. enzim (Said, 1987). Fermentasi adalah suatu proses bioteknologi dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

15... Stand ar Amilase Nilai Aktifitas Enzim Amilase Anali sis Statistik Aktifitas Enzim Amilase... 50

I. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan

Pengaruh Lama Fermentasi Limbah Udang... Devi Nurdianti Sari

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. dan diusahakan sebagai usaha sampingan maupun usaha peternakan. Puyuh

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pemanfaatan gulma tanaman pangan sebagai pakan ternak. peternakan. Gulma tanaman pangan mempunyai potensi untuk dapat

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

I. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah


BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. banyak diminati di kalangan masyarakat, hal ini disebabkan rasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

I. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

I. PENDAHULUAN. dijumpai didaerah Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat. Produksi kakao

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ikan Patin jenis Pangasius hypopthalmus merupakan ikan air tawar yang mempunyai

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan pada tiap tahunnya dari ekor pada tahun

I. PENDAHULUAN. Pakan ternak sangat dibutuhkan bagi seekor ternak, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. banyak jumlahnya. Menurut Basse (2000) jumlah kulit pisang adalah 1/3 dari

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahuwata ala berfirman dalam Al-Qur an. ayat 21 yang menjelaskan tentang penciptaan berbagai jenis hewan

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh kualitas, kuantitas,

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Muhammad Yunus*, Handi Burhanudin**, Abun** Universitas Padjadjaran Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke 21 perkembangan masyarakat di dunia menunjukkan adanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

Transkripsi:

1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan teknologi pengolahan pakan di bidang peternakan sudah banyak dilakukan sekarang. Teknologi pengolahan pakan menjadi penting karena memiliki beberapa keuntungan, diantaranya mengawetkan pakan, mengurangi anti nutrisi suatu bahan pakan, meningkatkan kecernaan karena ternak mempunyai keterbatasan dalam menghasilkan enzim tertentu untuk mendegradasi pakan. Fermentasi merupakan alternatif murah dan mudah untuk diterapkan sebagai teknologi pengolahan pakan. Salah salah satu faktor penting dalam fermentasi yang harus diperhatikan adalah lama fermentasi. Lama waktu proses fermentasi secara mikrobiologis berkaitan dengan pertumbuhan mikroba dan kesempatannya untuk merombak komponen yang ada dalam substrat menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna sehingga berpengaruh terhadap kandungan gizi produk akhir. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti menghasilkan nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan asal karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroorganisme tersebut. Saat ini telah berkembang kombinasi penggunaan antara kultur bakteri dengan kultur khamir, salah satunya adalah bakteri Bacillus licheniformis dengan Saccharomyces cereviseae yang umum juga digunakan sebagai probiotik untuk ternak. Pemilihan Bacillus licheniformis dan Saccharomyces cereviseae pada proses fermentasi didasarkan atas kemampuannnya memproduksi enzim. Bacillus

2 licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi serta potensial menghasilkan enzim kitinase, sedangkan Saccharomyces cereviseae merupakan khamir yang mempunyai keunggulan yaitu pertumbuhannya cepat, cepat beradaptasi, dan mudah diperoleh. Khamir ini memiliki aktifitas sekunder untuk merombak serat suatu bahan pakan, selain itu Saccharomyces cereviseae mampu menghasilkan enzim kitinase, sehingga substrat yang cocok dan dapat digunakan adalah limbah udang. Pemilihan substrat limbah udang didasarkan pada potensi produksi dan nutrien yang dimiliki sehingga dapat dijadikan bahan pakan alternatif. Potensi nutrien limbah udang yaitu 25-40% protein, 45-50% kalsium karbonat, dan 15-20% kitin, akan tetapi pemanfaatan nutriennya terutama protein sulit untuk dicerna karena berikatan dengan kitin sehingga dengan teknologi fermentasi dapat memperbaiki kualitas nutrien limbah udang. Penggunaan bakteri Bacillus licheniformis yang dilanjutkan dengan Saccharomyces cereviseae atau secara bertahap didasarkan karena kedua mikroba potensial menghasilkan enzim untuk merombak substrat limbah udang akan tetapi menghendaki kondisi lingkungan yang berbeda. Diharapkan dengan fermentasi bertahap ini kerja kedua mikroba untuk mendegradasi senyawa komplek kitin pada limbah udang dapat saling menunjang. Nutrien-nutrien sederhana hasil perombakan oleh mikroba diharapkan mampu menjadi sumber protein dan energi yang efektif untuk dicerna. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Lama Fermentasi oleh Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada Limbah Udang terhadap Kandungan Protein dan Glukosa Produk.

3 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa produk 2. Pada lama waktu fermentasi berapa oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang yang menghasilkan kandungan protein dan glukosa produk tertinggi. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa produk. 2. Mendapatkan lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang yang menghasilkan kandungan protein dan glukosa produk tertinggi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah mengenai lama waktu fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae pada limbah udang terhadap kandungan protein dan glukosa serta pemanfaatan produknya yang dapat dijadikan bahan pakan alternatif untuk pakan unggas.

4 1.5 Kerangka Pemikiran Fermentasi merupakan salah satu teknologi pengolahan pakan yang sudah umum digunakan. Pada proses fermentasi, inokulum memegang peranan penting karena menghasilkan enzim untuk merombak substrat menjadi komponenkomponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Proporsi penggunaan inokulum dalam proses fermentasi memiliki batasan, berkisar antara 1-5 persen dari volume total media (Judoamidjojo dkk., 1989). Faktor penting lainnya dalam proses fermentasi adalah lama fermentasi, yang berkaitan dengan waktu pertumbuhan mikroba dan kesempatannya untuk merombak komponen yang ada dalam substrat menjadi komponen yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Mikroba dalam fermentasi merupakan faktor utama. Pada kondisi fermentasi yang diberikan, mikroba harus mampu menghasilkan perubahanperubahan yang dikehendaki secara cepat dan hasil yang besar. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan, enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan. Enzim-enzim tertentu yang diperlukan untuk pengolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Limbah udang yang berupa kepala, kulit, ekor, dan kaki dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kandungan nutrien yang dikandungnya cukup baik, yaitu 25-40% protein, 45-50% kalsium karbonat, 15-20% kitin, akan tetapi faktor pembatas dalam pemanfaatannya sebagai pakan adalah adanya kitin. Kitin adalah polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba, crustaceae, dan hewan-hewan lain sejenis) yang yang tersusun atas residu N-asetilglukosamin dengan ikatan glikosidik β (1,4) pada komplek protein (Minoru, dkk., 2002). Kitin menjadi faktor pembatas

5 enzim pencernaan untuk mencerna protein karena mengikat protein yang menyebabkan kecernaan rendah saat dikonsumsi ternak sehingga pemanfaatannya belum optimal dibanding dengan potensi nilai gizinya. Maka dari itu dapat dilakukan fermentasi untuk memperbaiki kandungan nutriennya dengan menggunakan Bacillus licheniformis yang dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae. Fermentasi pertama dilakukan oleh bakteri Bacillus licheniformis yang merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi serta potensial menghasilkan enzim kitinase sehingga substrat limbah udang yang memiliki kandungan protein cukup baik dapat memacu pertumbuhan Bacillus lichenoformis secara optimal. Bacillus licheniformis mampu memproduksi enzim kitinase secara maksimum pada kondisi waktu fermentasi 72 jam dan suhu 55 o C (Natsir, dkk., 2012). Selama proses fermentasi, produksi enzim kitinase dari bakteri ini dapat mengkatalisis dan mendegradasi (pemecahan) kitin dengan memotong ikatan glikosidik antara N- asetilglukosamin (monomer penyusun kitin), kemudian enzim protease yang dihasilkannya dapat memecah protein yang tadinya terikat dengan kitin menjadi molekul yang lebih sederhana, sehingga dapat meningkatkan kandungan protein dan glukosa hasil fermentasi. Fermentasi berikutnya adalah dilanjutkan dengan menggunakan khamir Saccharomyces cereviseae yang merupakan mikroorganisme uniseluler yang masuk dalam kingdom fungi, anaerob fakultatif, dengan kondisi lingkungan ph 3,8-5,6 dan suhu 30 o C. Saccharomyces cereviseae termasuk salah satu mikroba yang umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan lainnya. Pemberian Saccharomyces cereviseae sebagai probiotik

6 pada ayam mampu menurunkan kuman E. Coli dan meningkatkan bobot badan (Kompiang, 2002). Saccharomyces cereviseae potensial menghasilkan enzim kitinase. Diharapkan selama proses fermentasi, Saccharomyces cereviseae mampu meneruskan kerja bakteri Bacillus licheniformis dalam mendegradasi kitin yang terdiri dari monomer N-asetil glukosamin (2-acetamina-2-deoksi-D-Glukosa) menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu glukosa sebagai nutrien sumber energi yang dapat lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ternak monogastrik. Penelitian mengenai fermentasi menggunakan Bacillus licheniformis pada tepung bulu ayam selama 72 jam mampu meningkatkan kadar protein dengan nilai 84,08% (Mulia, dkk., 2013). Perolehan kandungan protein kasar tertinggi pada fermentasi buah ketapang oleh Bacillus licheniformis yaitu pada dosis inokulum Bacillus licheniformis 3% dan lama fermentasi 72 jam (Aang, dkk., 2012). Berdasarkan penelitian, kemampuan Bacillus licheniformis memproduksi enzim protease dengan aktivitas tertinggi sebesar 150,52 U/mL dari 66,79 U/mL diperoleh dalam waktu 2 hari inkubasi (Soeka, dkk., 2011). Potensi khamir Saccharomyces cereviseae dalam menghasilkan enzim kitinase ditunjukkan dengan aktivitas intraselularnya 4,256 unit/g dan aktivitas ekstraselularnya 2,181 unit/g (Ahmad, 2007). Fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada pembuatan probiotik sebagai feed suplement efektif menghasilkan kandungan protein dan serat kasar produk terbaik diperoleh dengan lama fermentasi 3 hari (Haetami, dkk., 2008). Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat diperoleh hipotesis bahwa fermentasi oleh Bacillus licheniformis dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

7 pada fermentasi limbah udang berpengaruh terhadap kandungan protein dan glukosa produk yang dihasilkan. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 21 Maret sampai dengan 18 April 2016 di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non Ruminansia, dan Industri Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.