TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN in vitro FERMENTASI DAN KECERNAAN RANSUM BERBASIS JERAMI PADI YANG DIOPTIMALISASI DENGAN PENGGUNAAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Kappaphycus alvarezii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

TINJAUAN PUSTAKA Keunggulan Rumen Kerbau Potensi Sapi Fries Holland , Performa dan Penyapihan Pedet

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan 100% Bahan Kering (%)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. : Artiodactyla, famili : Bovidae, genus : Ovis, spesies : Ovis aries (Blackely dan

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton, produksi jerami padi yang dihasilkan sekitar 50% dari produksi gabah kering panen. Hal ini menunjukkan melimpahnya produksi jerami padi (Biro Pusat Statistik, 2009). Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial sebagai pakan alterantif yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia. Jerami padi merupakan hijauan pakan yang banyak mengandung serat kasar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang sulit dicerna, sedangkan unsur-unsur protein, lemak dan karbohidrat sangat sedikit. Komposisi nutrien jerami padi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrien Jerami Padi Komponen Selly (1994) Agus (2000) Sofyan dkk (2004) Bahan Kering (%) 89,41 92,81 100 Bahan Organik(%) 78,96 26,62 - Serat Kasar (%) - 29,53 35,1 Selulosa (%) - - 33,0 Lignin (%) 3,35-6,95 Silika (%) 18,35-16,0 Protein Kasar (%) 7,72 4,74 4,2 NH 3 (mm) 4,89 - - VFA (mm) 49,26 - - KCBK (%) 20,97 - - KCBO (%) 20,10 - - Arinong (2008) menyatakan bahwa jerami padi sebagai limbah tanaman padi mengandung protein kasar (PK) 3,6%, lemak kasar (LK) 1,3%, BETN 41,6%, abu 16,4%, lignin 4,9%, serat kasar (SK) 32,0%, silika 13,5%, kalsium (Ca) 0,24%, kalium (K) 1,20%, magnesium (Mg) 0,11%, dan phosphor (P) 0,10%. Hogan dan Leche (1981) menyatakan bahwa jerami padi mengandung 95% bahan kering (BK) yang secara potensial dapat dicerna oleh ternak ruminansia, namun komponen jerami padi yang dapat dicerna secara in vitro hanya 45-50% saja. 3

Jerami padi dalam keadaan segar relatif lebih hijau, palatabilitas dan kecernaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah kering dan bertumpuk (Suminar, 2005). Upaya peningkatan nilai pakan jerami padi sebagai pakan ternak antara lain dengan penambahan pakan konsentrat, penambahan sumber protein yang berupa tanaman leguminosa dan atau dengan perlakuan biologis, fisik maupun kimia (Yulistiani et al., 2003). Sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi pakan jerami padi tanpa suplemen tidak mengalami kenaikan bobot badan. Hal ini disebabkan jerami padi lambat dicerna di saluran pencernaan. Waktu yang dibutuhkan jerami padi untuk dicerna dalam saluran pencernaan sekitar 81,67 jam dan di dalam rumen 62,09 jam, sedangkan dedak padi halus berada dalam saluran pencernaan hanya 67,5 jam dan di dalam rumen sekitar 39,93 jam (Utomo et al., 2004). Dengan demikian pencernaan jerami padi membutuhkan waktu relatif lama akibat adanya komponen serat yaitu lignin dan silika dari jerami padi. Suplementasi Suplementasi dapat dipandang sebagai langkah yang strategis dalam mengatasi permasalahan nutrisi ternak, karena selain akan mampu mengatasi masalah defisiensi juga akan dapat meningkatkan kapasitas mencerna dari hewan, karena adanya perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Selain itu bila dirancang dengan baik, suplementasi lebih mudah diterapkan dibandingkan dengan cara-cara pengolahan pakan lainnya, karena tidak membutuhkan tambahan waktu kerja dan beban energi ekstra bagi petani (Suryahadi et al., 2002). Beberapa suplemen yang telah diteliti antara lain, suplemen urea sudah sering digunakan sebagai sumber protein kasar yang ekonomis, dan dapat meningkatkan efisiensi konversi pakan pada sapi yang diberi jerami padi (Galina et al., 2000; Ortiz et al., 2001; Loest et al., 2001). Suplemen katalitik adalah pemberian bahan pakan dalam jumlah kecil bahan kering ransum, dan diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas ruminan (Preston & Leng, 1987), dan rekayasa suplemen protein berbasis ubi kayu dan urea terekstrusi dalam upaya mengefisienkan penggunaan bahan pakan sumber protein dalam ransum yang memiliki daya guna tinggi terhadap ternak sapi potong (Prasetiyono et al., 2007). 4

Ransum Komplit Ransum adalah campuran berbagai jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk sehari semalam selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Jumlah total bahan makanan yang diberikan kepada hewan untuk jangka waktu 24 jam disebut ransum. Pakan merupakan suatu bahan-bahan yang dimakan oleh ternak, yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut (Tillman et al., 1997). Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur dari berbagai jenis pakan untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1997). Ransum komplit berasal dari campuran ransum total yang terbentuk dengan cara menimbang dan menyatukan semua bahan-bahan pakan yang dapat menyediakan kecukupan zat makanan yang dibutuhkan oleh induk sapi perah. Setiap bagian yang dikonsumsi dapat menyediakan nutrisi (energi, protein, serat, mineral dan vitamin) yang dibutuhkan oleh induk sapi (Schroeder dan Park, 1997). Konsentrat merupakan suatu bahan makanan yang digunakan bersama bahan makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau makanan lengkap. Suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan (biasanya dalam kuantitas yang kecil) ke dalam campuran makanan dasar untuk memenuhi kebutuhan khusus disebut aditif (Tillman et al., 1997). Sutardi (1980) menyatakan bahwa energi metabolis merupakan hasil metabolisme zat nutrisi organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat pada pakan ruminansia merupakan nutrien yang dominan dalam menyediakan sumber energi untuk tubuh, disamping menyediakan bahan yang bersifat bulky yang berguna untuk memelihara kelancaran proses pencernaan. Peranan protein dalam tubuh adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme (deaminasi) untuk energi dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh (Anggorodi, 1994). 5

Metabolisme Rumen Bahan makanan yang masuk ke dalam alat pencernaan akan mengalami perubahan fisik dan kimia. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara mekanis (mulut), pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif di dalam rumen (Sutardi, 1980). Pencernaan fermentatif merupakan perubahan senyawa-senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dengan molekul zat makanan asalnya yang dilakukan oleh mikroba rumen. Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan NH 3, serta gas-gas (CO 2, H 2 dan CH 4 ) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses eruktasi (Arora, 1989). Amonia (NH 3 ) Protein yang masuk ke dalam rumen akan didegradasi dan difermentasi menjadi amonia (NH 3 ), VFA, dan CH 4. Besarnya protein yang lolos dari degradasi rumen dapat mencapai 20-80% (Sutardi, 1977). Protein pakan di dalam rumen dipecah oleh mikroba menjadi peptida dan asam amino, beberapa asam amino dipecah lebih lanjut menjadi amonia. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al., 2002), hal ini didukung dengan pernyataan Sutardi (1977), protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen mula-mula akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi oligopeptida, sebagian dari oligopeptida akan dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk menyusun protein selnya, sedangkan sebagian lagi akan dihidrolisa lebih lanjut menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi asam keto alfa dan amonia (Gambar 1). Produksi NH 3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Di dalam rumen, protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH 3 (Arora, 1989). Amonia merupakan produk utama dari proses deaminasi asam amino dan kecukupannya dalam rumen untuk memasok sebagian besar sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba (Leng, 1990). 6

Gambar 1. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak Ruminansia (McDonald et al., 2002) Konsentrasi nitrogen amonia sebesar 5 mg% sudah mencukupi kebutuhan nitrogen mikroba. Produksi amonia yang kurang dari 3,57 mm menunjukkan bahwa protein pakan sulit dirombak oleh mikroba rumen (Satter dan Slyter, 1974). Konsentrasi ammonia cairan rumen yang optimal untuk aktifitas mikroba rumen adalah 3,57-15 mm (Satter dan Slyter 1974). Sedangkan Sutardi (1979) melaporkan bahwa kadar ammonia cairan rumen adalah 4-12 mm dapat mendukung pertumbuhan mikroba rumen secara maksimal. Kadar amonia di atas nilai tersebut akan diserap dan disekresikan dalam urin. Amonia di dalam rumen akan diproduksi terus-menerus walaupun sudah terjadi akumulasi (Sutardi, 1977). Faktor utama yang mempengaruhi penggunaan NH 3 adalah ketersediaan karbohidrat dalam ransum yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pembentukan protein mikroba. Menurut Sutardi (1977), agar NH 3 dapat dimanfaatkan oleh mikroba penggunaannya perlu disertai dengan sumber energi yang mudah difermentasi. 7

Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan sumber energi bagi ruminansia yang diproduksi bila ransum mengalami fermentasi dalam rumen. VFA diperoleh dari hasil fermentasi karbohidrat dan protein (Mathius dan Sutrisno,1994). Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua tahap, yaitu pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dan fermentasi gula sederhana menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO 2 dan CH 4 (McDonald et al., 2002). Proses ini disebut juga glukoneogenesis yaitu diserapnya VFA ke dalam sistem peredaran darah yang kemudian VFA diubah oleh hati menjadi gula darah. Gula darah inilah yang akan mensuplai sebagian besar kebutuhan energi bagi ternak ruminansia (Lehninger, 1982). Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa VFA antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, dan butirat (Gambar 2), dan dari proses fermentasi protein berupa asam lemak rantai cabang (asam isobutirat, asam valerat dan asam isovalerat) dengan perbandingan di dalam rumen yaitu asam asetat yang terbentuk dalam rumen sekitar 63% molar, asam propionat 22% molar, dan asam lainnya 15% molar (Hungate, 1988). Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi yaitu antara 200-1500 mg/100 ml cairan rumen, hal ini tergantung kepada jenis ransum yang dikonsumsi dan sumber energi dalam ransum (Bampidis dan Robinson, 2006), sedangkan kisaran produk VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mm (Sutardi, 1980). VFA yang terserap selain dipakai sebagai sumber energi, juga dipakai sebagai bahan pembentuk glikogen di hati, lemak, karbohidrat dan hasil-hasil yang dibutuhkan ternak (Anggorodi, 1994). VFA kemudian diserap melalui dinding rumen melalui penonjolanpenonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Lebih lanjut dikemukakan bahwa sekitar 75 % dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung di retikulo-rumen masuk ke darah, sekitar 20 % diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5 % diserap di usus halus (McDonald et al., 2002). VFA yang terbentuk dan diserap melalui dinding rumen merupakan sumber energi utama yang merupakan salah satu ciri khas dari ruminansia, dan dapat menyumbang 55-60 % dari kebutuhan energi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999; Ranjhan, 1977). 8

Asetil CoA Gambar 2. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak Ruminansia (McDonald et al., 2002) Degradabilitas Degradabilitas menunjukkan tingkat degradasi oleh mikroba rumen. Degradasi adalah jumlah bagian bahan pakan yang larut dan benar-benar dipecah oleh mikroba rumen. Daya degradasi (degradabilitas) bahan pakan berhubungan erat dengan penyediaan zat makanan bagi ternak. Semakin besar daya degradasi suatu bahan makanan maka semakin besar pula zat makanan yang diperoleh ternak, sebaliknya jika daya degradasi suatu bahan makanan rendah maka zat makanan yang diperoleh ternak pun semakin sedikit. Pengukuran degradasi dalam rumen sangat ditentukan oleh faktor kelarutan bahan pakan dan waktu inkubasi (Lubis, 1992). 9

Menurut Putra (2006), degradabilitas bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) dipengaruhi oleh faktor pakan dan jenis mikroba. Besarnya pemanfaatan bahan pakan serat oleh mikroba rumen salah satunya ditentukan oleh DBK dan DBO. Degradabilitas ransum berkaitan dengan komposisi nutrisi dari ransum, terutama kandungan serat kasar (Rahmawati, 2001). Kandungan SK yang tinggi akan menghambat gerak laju digesta di dalam alat pencernaan dan menyebabkan penurunan degradasi karbohidrat maupun zat - zat lainnya. Bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) yang terdegradasi semakin tinggi sejalan dengan lamanya proses fermentasi, jika fermentasi terjadi lebih lama maka aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan semakin meningkat. Degradabilitas BK dan BO juga lebih tinggi ketika disuplementasi agen defaunasi. Agen defaunasi dapat menurunkan populasi protozoa dalam rumen sehingga populasi bakteri meningkat dan lebih efektif mendegradasi pakan (Putra, 2006). Suryahadi dan Tjakradidjaja (2009) menambahkan bahwa kualitas nutrien dapat dievaluasi berdasarkan degradabilitas dan kecernaannya. Hal ini penting untuk menentukan nutrien yang tersedia dalam memenuhi kebutuhan mikroba rumen untuk sintesis protein. Defisiensi nutrien terjadi bila pasokan protein mikrobial ke usus halus rendah. Degradabilitas dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan kualitas ransum. Kecernaan Pakan Kecernaan pakan dapat didefinisikan dengan cara menghitung bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses dengan asumsi zat makanan tersebut telah diserap oleh ternak (McDonald et al., 1995). Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan BK dan sebagai suatu koefisien atau presentase. Menurut Despal (1993), nilai koefisien cerna BK (KCBK) atau BO (KCBO) menunjukkan derajat cerna pakan dalam alat - alat pencernaan dan seberapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak. Nilai kecernaan adalah persentase bahan makanan yang dapat dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan, jika dinyatakan dalam persen maka disebut koefisien cerna. Kecernaan zat - zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Kecernaan dapat diukur dengan teknik fermentasi in vitro (Tilley & Terry, 1963) dan banyak peneliti yang telah memodifikasi prosedur Tilley dan Terry 10

(1963), seperti yang telah dilakukan oleh Sutardi (1979). Metode in vitro adalah proses metabolisme yang terjadi di luar tubuh ternak. Prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang terjadi di dalam tubuh ternak yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan abomasum. ph rumen dan retikulum berkisar antara 5,5-7,0 dan bervariasi sesuai dengan rasio pemberian konsentrat. Metode in vitro (metode tabung) yang telah dimodifikasi oleh Sutardi (1979) harus tetap menyerupai sistem in vivo agar dapat menghasilkan pola dan kondisi yang sama sehingga nilai yang didapat juga tidak terlalu berbeda jauh dengan pengukuran secara in vivo. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia dapat diukur secara akurat dengan menggunakan metode two stage in vitro (Omed et al., 2000) dengan cara menginkubasikan sampel selama 24 jam dengan larutan buffer cairan rumen dan larutan McDougall dalam tabung dalam keadaan kondisi anaerob; proses ini merupakan periode pertama. Periode kedua, aktivitas bakteri dimatikan dengan penambahan HgCl 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 24 jam. Periode kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat tersebut dapat digunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik. Kamaruddin dan Sutardi (1977) menggunakan waktu inkubasi 24 jam dengan pertimbangan selain praktis dan juga untuk memperkecil keragaman hasil fermentasi. Inkubasi yang terlalu pendek dapat menyebabkan hasil yang diperoleh cenderung besar keragamannya. Inkubasi 24 jam juga bermaksud untuk mengetahui konsentrasi produk akhir fermentasi sebelum terjadi pencernaan hidrolitik oleh enzim pepsin. Metode pengukuran gas (gas test) oleh Menke (1979) digunakan untuk mengevaluasi nilai nutrisi pakan dan kecernaan BO serta energi metabolis yang terkandung dalam pakan. Metode ini menggunakan syringe atau Gas Measuring Cylinder yang mengutamakan produk fermentasi. Metode gas in vitro ini lebih efisien bila dibandingkan dengan metode in sacco dalam mengevaluasi efek dari zat anti nutrisi. Metode pengukuran gas tidak memerlukan peralatan yang rumit atau ternak yang terlalu banyak, membantu dalam pemilihan pakan yang berkualitas tidak hanya berdasarkan kecernaan bahan kering, akan tetapi juga dengan sintesis mikroba. Hasil dari metode ini didapatkan berdasarkan produksi gas CO 2 dan CH 4 yang berasal dari proses fermentasi pakan dalam cairan rumen. 11

Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah, dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak pakan. Umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai variasi hewan turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (ph), suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob (Anggorodi, 1994). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, ph fermentasi, suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (buffer) (Selly, 1994). 12