SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI PENDIRI C.V. P.T.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. yang berikutnya yang mendapatkan hak dalam perkawinan poligami. Suami yang

BAB V PENUTUP. dengan membuat Permohonan penetapan kepada Pengadilan Negeri. Surabaya yang isinya menyatakan bahwa benar telah didaftarkannya

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM. sah menimbulkan akibat berupa hak-hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak

BAB IV. pasal 35 dan 36 Undang-undang Nomor 1 tahun Pemisahan harta bersama. harta benda kepada Hakim dalam hal suami dengan berlaku buruk

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. kepada Pengadilan Agama Malang yang Penggugat dan Tergugat sama-sama

Pemisahan dan Pembagian Harta Peninggalan Nomor :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang diharapkan akan mampu menjalin sebuah ikatan lahir-batin antara

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PERJANJIAN PRANIKAH PASCA PERKAWINAN (Studi Kasus di Desa Mojopilang Kabupaten Mojokerto)

Tatacara Balik Nama atas Kepemilikan Saham Bank.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

Psl. 119 BW jo. Psl. 124 BW

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

KEWENANGAN NOTARIS MEMBUAT AKTA KOPERASI Habib Adjie (Notaris PPAT PL II Kota Surabaya) TELP : FAX :

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. (ekonomis) hingga ratusan juta rupiah menjadi semakin marak. Undian-undian

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK WARIS ANAK PADA PERKAWINAN SIRRI ABSTRAK

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERJANJIAN KAWIN YANG DAPAT DILAKUKAN SELAMA PERKAWINAN BERLANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PERKAWINAN DALAM PANDANGAN HUKUM NASIONAL DAN BUDAYA MASYARAKAT

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

AKIBAT PERKAWINAN & PUTUSNYA PERKAWINAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Perkawinan dengan Perjanjian Kawin di Kabupaten

BAB III GAMBARAN DATA TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP DAN PENCABUTAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK PADA KPP PRATAMA BINJAI

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

PASAL-PASAL DALAM UNDANG-UNDANG YANG AKTA-AKTANYA HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL. A. Yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Menurut Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

ASAS TANGGUNG RENTENG PADA BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM DAN AKIBAT HUKUM BAGI HARTA PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN PEMBERI KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STIE DEWANTARA Subyek Hukum Bisnis

2. Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat : Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA atau yang MENERIMA HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP)

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang undang No.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42761/PP/M.XVI/15/2013. : Pajak Penghasilan Badan. Tahun Pajak : 2007

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bab 3 PEMBAGIAN HARTA BERSAMA SEBELUM PERCERAIAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum

(van rechtswege nietig)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Transkripsi:

SUAMI DAN ISTERI SEBAGAI PENDIRI C.V. P.T. Ketika datang seorang lelaki dan seorang wanita ke kantor Notaris, setelah kita ajak bicara atau mengutarakan maksudnya ternyata akan mendirikan perseroan komanditer (C.V.) atau perseroan terbatas (P.T.), dan juga ternyata mereka mengaku sebagai suami-isteri, bagaimanakah keputusan yang akan diambil Notaris berkaitan dengan hal tersebut? Dalam praktek Notaris mengenai suami dan isteri yang mendirikan C.V. ataupun yang mendirikan dan selaku pemegang saham dalam P.T, ada 3 (tiga) pendapat atau sikap, yaitu : 1. Ada Notaris yang tidak pernah sama sekali melayani atau menolak pendirian C.V. atau P.T, yang pendirinya suami-isteri jika tanpa ada perjanjian perkawinan diantara suami-isteri. 2. Ada Notaris melayani pendirian C.V. atau P.T. yang pendirinya suami-isteri dengan syarat memasukkan pihak ketiga atau lebih sebagai pendiri atau sebagai pemegang saham dalam perseroan tersebut. 3. Notaris melayani pendirian C.V. atau P.T. yang pendirinya suami-isteri meskipun tidak ada perjanjian perkawinan diantara suami-isteri tersebut atau tidak perlu memasukkan pihak ketiga atau lebih. Atas ketiga sikap tersebut yang menyebutkan secara tegas yang melarang atau membolehkan tidak ada pengaturannya secara tegas dalam peraturan perundangundangan yang ada, tapi hanya merupakan penafsiran saja atau kebiasaan para Notaris saja terdahulu yang kemudian dan terus-menerus diikuti para Notaris sampai sekarang, mungkin bahkan yang akan datang, sehingga bisa saja kita mengatakan ketiga sikap tersebut menjadi sesuatu yang benar, sepanjang konsisten dengan sikap tersebut, dengan catatan tidak menyalahkan sikap yang lainnya yang berbeda satu dengan yang lainnya. Substansi tulisan ini mencoba mengkaji secara singkat, dengan cara merelasikan hubungan hukum dengan menafsirkan peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya mengenai perjanjian perkawinan, harta bersama (gono-gini) dalam perkawinan. 1

Terhadap sikap yang pertama, ada Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, menolak melayani masyarakat untuk membuat akta Perseroan Komanditer (C.V.), dan Perseroan Terbatas (P.T.). jika para pendirinya suami-isteri dan mereka tidak pernah atau tidak membuat perjanjian perkawinan. Sikap seperti didasari oleh suatu pengertian atau pemahaman bahwa jika suami-isteri (sebagai subjek hukum) tidak membuat perjanjian pisah harta, maka dalam perkawinan mereka terjadi persatuan harta sepenuhnya yang terikat dan dianggap satu subjek hukum, artinya segala tindakkan hukum yang akan dilakukan oleh suami atau isteri wajib saling memberikan persetujuan. Sedangkan dalam hal ini, bahwa C.V. atau P.T. didirikan berdasarkan perjanjian yang didirikan oleh dua orang atau lebih dan masing-masing pendiri harus menyisihkan harta kekayaannya sebagai kekayaan awal C.V. atau P.T. tersebut. Dengan tidak adanya perjanjian perkawinan maka tidak ada pemisahan yang tegas, mana harta suami dan mana harta isteri. Notaris yang mengambil sikap yang pertama ini harus konsisten, bukan hanya tidak melayani pendirian pertama kali saja, tapi juga jangan melayani perubahan-perubahan apapun yang dilakukan C.V. atau P.T. termasuk misalnya ada C.V. atau P.T, yang mendapat kucuran kredit dari sebuah bank, ketika diteliti ternyata pendiri atau pemegang sahamnya suami isteri, atau ketika P.T. akan menjual atau membeli sebidang tanah, maka Notaris yang bersangkutan harus konsisten untuk tidak melayaninya. Tapi juga dalam praktek, tidak hanya menerima pembuatan pertama kali, tapi akan melayani perubahan apapun, dengan alasan pendirian pertama kali dibuat oleh Notaris lain. Sikap tidak menerima pendirian pertama kali, tapi menerima perubahan apapun, jika pendirian pertama kalinya dibuat Notaris lain, hal ini menunjukkan ketidak konsistenan Notaris yang bersangkutan, yang secara diam-diam dapat dikualifikasikan setuju dengan pendapat yang ketiga. Terhadap sikap yang nomor 2 (dua) pun perlu dikaji lebih jauh, artinya meskipun memasukkan pihak ketiga atau lebih, apakah kemudian secara serta merta terjadi pemisahan harta suami dan isteri yang bersangkutan? Bahkan tidak ada pengaruh apaapa terhadap harta suami-isteri tersebut, tetap saja terjadi persatuan harta benda perkawinan. 2

Demikian pula dengan sikap yang ketiga, ada atau tidak perjanjian perkawinan, ada atau pihak ketiga masuk sebagai pendiri, sepanjang pendiri dua orang meskipun itu suami-isteri tetap dilayani dalam membuat C,V. atau P.T. dengan alasan bahwa C.V. atau P.T. adalah perjanjian dua orang atau lebih dan suami-isteri tersebut sebagai subjek hukum yang hak dan kewajiban menurut hukum. Bahkan dalam pendirian P.T. Kementerian Hukum dan HAM RI SABH tidak pernah mempersoalkan pendirinya suami-isteri atau bukan, kebadanhukuman P.T. yang bersangkutan tetap disahkan. Adanya sikap atau keputusan yang berbeda tersebut, secara langsung dapat membingungkan masyarakat yang akan mendirikan C.V. atau P.T. yang pendirinya suami isteri. Masyarakat akan menilai, ternyata, misalnya Notaris dalam satu wilayah jabatan yang sama, akan mempunyai sikap yang berbeda terhadap pendirian C.V. atau P.T. yang pendirinya suami isteri. Jika kita ingin mengatakan dan menyatakan bahwa sikap pertama atau kedua yang benar menurut hukum, maka siapakah atau lembaga mana yang harus menegakkan kedua sikap tersebut, sementara pada sisi yang lain ada Notaris yang mengambil sikap yang ketiga, jika sikap ketiga yang diambil dan salah menurut hukum, maka siapakah atau lembaga mana yang harus menilai bahwa sikap yang ketiga tersebut salah? Sudah Notaris yang satu dengan Notaris yang lain tidak punya kewenangan untuk mengklaim bahwa sikap dirinya yang benar menurut hukum, karena ketiga sikap tersebut berada pada area abu-abu, yaitu pada area penafsiran hukum yang dilakukan oleh Notaris yang bersangkutan dan tidak berdasarkan pada legal normatif yang jelas dan tegas. Atas ketiga sikap yang berbeda tersebut harus ada kejelasan, apakah sikap pertama dan kedua yang dibenarkan dan sikap yang ketiga tidak benar menurut hukum. Sudah tentu penegasan atas sikap-sikap atau pendapat tersebut harus disertai dengan sanksi yang jelas dan tegas jika ada yang melanggarnya dari lembaga yang diberi kewenangan untuk hal tersebut. Bahwa ketiga sikap tersebut sudah mendarah daging dalam praktek Notaris, bahkan Notaris yang datang kemudian mengikuti apa adanya atau copy paste saja, tanpa mengkaji terlebih dahulu ada atau tidak ada aturan hukum yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan penafsiran. Dan tidak ada larangan untuk mengambil salah satu sikap 3

tersebut, yang penting Notaris yang bersangkutan konsekuen dan konsisten dengan sikap yang diambilnya tersebut. Dalam kaitan ini perlu dipahami mengenai sikap yang pertama bahwa sejak awal memang sudah dibuat perjanjian perkawinan dan ada pemisahan harta benda perkawinan, sehingga tidak dipermasalah lebih jauh, tapi mengenai sikap yang kedua, apakah dengan memasukkan pihak ketiga atau lebih secara serta merta bagi suami isteri tersebut telah terjadi atau timbul secara tegas pemisahan harta bersama dalam perkawinan? Bahwa pemisahan harta bersama perkawinan harus dinyatakan secara tegas dalam akta tersendiri dan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan didaftarkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) setempat untuk yang beragama Islam atau Kantor Catatan Sipil setempat. Berdasarkan alasan tersebut tidak bisa dengan memasukkan pihak ketiga atau lebih telah terjadi pemisahan harta bersama perkawinan, karena tindakkan hukum tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam akta tersendiri. Terhadap sikap yang kedua ini perlu diberikan catatan tersendiri, jika ternyata pihak ketiga atau lebih yang dimasukkan sebagai pendiri tadi, ternyata kemudian keluar atau mengundurkan diri (dalam C.V.) tanpa ada penggantinya atau saham (dalam P.T.) yang dia miliki jual kepada suami atau isteri tersebut, bukankah kedudukan hukumnya menjadi sama dengan mendirikan C.V. dan P.T. tadi tanpa adanya perjanjian perkawinan atau pada akhirnya sama saja kedudukan hukumnya dengan sikap yang ketiga? Beragamnya sikap Notaris tersebut sudah tentu harus ada ketegasan dari komunitas Notaris sendiri, apakah sepakat akan menentukan sikap yang pertama dan kedua saja yang benar menurut, yang ketiga tidak benar menurut hukum, dan sudah tentu harus ada ketegasan jika ternyata ada Notaris mengambil sikap yang ketiga. Sudah tentu pula sangat tidak mungkin untuk melakukan tindakkan hukum seperti itu, karena ketiga sikap tersebut sudah merupakan Living Law (hukum yang hidup) dalam praktek Notaris dan secara hukum jarang yang mempermasalahkannya, misalnya dengan membawanya ke ranah pengadilan. Menyikapi ketiga sikap tersebut, seharusnya kita para Notaris memperkenalkan teori baru, bahwa suami-isteri boleh saja mendirikan C.V. atau P.T. tanpa perlu mempersoalkan ada atau tidak ada perjanjian kawin atau tanpa memasukkan pihak 4

lainnya. Teori ini perlu dibuat agar sikap yang ketiga ini setara dengan sikap yang pertama atau kedua, artinya dibenarkan menurut hukum, dalam hal ini dengan melakukan penafsiran hukum. Ketika suami isteri mendirikan C.V. atau P.T. dan modal para pendiri tercantum dalam pembukuan C.V. yang bersangkutan dan untuk P.T. tercantum dalam anggaran dasarnya dengan jumlah yang sudah ditentukan besarnya, maka pada saat itu dapat saja dianggap suami isteri tersebut telah memisahkan sebagian harta bersama menjadi milik masing-masing sebagai modal dari C.V. atau P.T. yang mereka dirikan. Bahwa suami isteri tersebut dianggap telah memisahkan sebagian harta bersamanya tersebut akan berlangsung sampai dengan mereka bercerai atau salah satu atau keduanya meninggal dunia sehingga terjadi pewarisan. Kenapa harus ada batasan sampai mereka bercerai? Hal ini dikaitkan dengan suami atau isteri atas harta bersama perkawinan jika mereka bercerai, yaitu suami atau isteri masing-masing berhak setengah dari harta bersama tersebut. Sehingga sejumlah modal yang telah mereka sisihkan sebagai modal C.V. atau P.T. sebagai bagian dari harta bersama tersebut yang telah mereka ambil diawal. Jika ternyata setelah mereka bercerai terjadi pembagian yang tidak sama, maka antar suami isteri harus memotong bagiannya, agar pada akhirnya menjadi bagian yang sama besar dari harta bersama perkawinan setelah perceraian tersebut. Demikian pula jika suami atau isteri meninggal dunia, suami atau isteri berhak atas setengah dari harta bersama ditambah haknya dari harta warisan suami atau isteri. Teori tersebut, saya namakan Teori Anggapan (atau Teori Habib Adjie saja), bagi Notaris yang mengambil sikap yang pertama dan atau yang kedua sudah pasti tidak akan setuju atau berpikir berkali-kali untuk menyatakan tidak setuju, dan teori ini tidak bermaksud untuk merubah sikap dan pikiran Notaris yang telah mengambil keputusan terhadap sikap yang pertama dan atau yang kedua, tapi teori ini akan memberikan pengertian dan pemahaman bahwa suami dan isteri tanpa perlu ada perjanjian perkawinan dan tanpa perlu memasukkan pihak ketiga atau lebih ke dalam pendirian tersebut, bisa mendirikan C.V. atau P.T. dengan alasan sebagaimana tersebut di atas. Pembentukan teori dalam bidang kenotariatan atau Hukum Kenotariatan bagaikan Snowball yang makin lama makin membesar untuk kemudian menjadi sebuah teori yang 5

ajeg. Makin lama makin besar banyak yang sependapat atau yang tidak sependapat akan berjalan sesuai dengan praktek Notaris. Praktek dari dunia Notaris dan pengalaman para Notaris dapat melahirkan teori baru seperti tersebut di atas. ------------------------------------------- 6