BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

Muhammad Miftahul Ulum Pendidikan Luar Biasa Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PERKALIAN KELAS II SD NEGERI TEMPELAN 2 BLORA

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh. anak perlu diberi stimulasi yang optimal melalui pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN. luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

warga negara yang memiliki kekhususan dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Salah satu usaha yang tepat dalam upaya pemenuhan kebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakat. Pendidikan juga merupakan usaha sadar untuk menyiapkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efektif untuk mengembangkan berbagai potensi yang. dimilikinya. Pada masa ini pola pertumbuhan dan perkembangannya baik

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

Peningkatan Pemahaman Konsep Nilai Mata Uang melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

2015 PENGARUH METODE DRILL TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS 3 SDLB DI SLB C YPLB MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Permeneg PP & PA no.05 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. atur dalam Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 1989 Bab III. memperoleh Pendidikan, kemudian pada pasal 6 berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III SDN 01 PANDEYAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN METODE MONTESSORI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENGURANGAN PADA PESERTA DIDIK TUNARUNGU KELAS I SDLB

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan dan teknologi, diperlukan adanya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja

BAB I PENDAHULUAN. dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang. negara, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. arti formal, yaitu pendidikan yang diterima oleh siswa melalui guru dan biasanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap individu telah diatur di dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya. Pendidikan diarahkan agar peserta didik memiliki spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan dilaksanakan untuk maksud yang positif dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

PERANGKAT PEMBELAJARAN BUMI DAN RUANG ANGKASA BERBASIS MULTIMEDIA (UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA DALAM MATA KULIAH BUMI DAN ANTARIKSA)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Metode Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas V SDN Kedung Banteng

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan manusia akan belajar mengenai hal hal baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, dan bantuan yang diberikan kepada anak didik yang bertujuan pada pendewasaan anak itu. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses belajar, secara formal pendidikan didapatkan melalui sekolah sedangkan pendidikan secara nonformal diperoleh dari keluarga, bimbingan dari orangtua maupun sosialisasi dalam bermasyarakat. Orangtua menginginkan anaknya untuk lebih maju lagi di bidang pendidikan namun pada kenyataannya banyak anak yang mengeluh dan merasa berkesulitan dalam belajar. Ada pula yang mengalami masalah dalam belajar. Masalah dalam belajar dapat terjadi karena beberapa faktor seperti faktor internal yaitu anak mengalami kesulitan dalam pelajaran, anak tidak menyukai pelajaran tersebut dan bisa juga anak kurang berminat pada pelajaran tersebut. Sedangkan pada faktor eksternal yaitu adanya pengaruh dari lingkungan belajar seperti kondisi lingkungan belajar yang kurang memadai, fasilitas yang kurang mendukung, guru yang kurang interaktif dalam memberikan pelajaran, karena faktor pergaulan anak sehingga anak malas untuk belajar dan memilih untuk bermain, dan dapat juga terjadi karena kondisi fisik yang kurang mendukung dalam proses belajar. Proses belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. 1

2 Dapat dijelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Pengalaman tersebut dapat diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya maupun melalui ilmu pengetahuan yang diperoleh. Perubahan tingkah laku yang terbentuk tersebut terjadi melalui proses interaksi antara siswa dengan pengajar dan sumber belajar dalam suatu lingkungan untuk mencapai suatu tujuan belajar. Pembelajaran merupakan bentuk bantuan yang diberikan pengajar supaya bisa terjadi proses mendapatkan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran serta tabiat, pembentukan sikap dan kepercayaan pada murid. Bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa supaya dapat belajar dengan baik. Proses belajar merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah mengalami proses belajar, yaitu belajar menyesuaikan diri dan belajar berinteraksi dengan ibu. Proses belajar tersebut berkesinambungan dan runtut. Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Dilanjutkan pada Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Undangundang tersebut menjelaskan bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran tanpa terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa, Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/ atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus dengan berbagai kelainan mempunyai hak dalam memperoleh pendidikan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan anak. Pendidikan tersebut diberikan khusus untuk anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa yaitu anak yang memiliki keunikan tersendiri yang memiliki karakteristik yang khusus dan berbeda dengan anak normal lainnya. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukan

3 anak berkebutuhan khusus seperti children with special needs, anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, anak difabel, dan anak berkebutuhan khusus. Salah satu anak berkebutuhan khusus yaitu anak down syndrome. Pada umumnya anak down syndrome mengalami hambatan dalam hal kognitif, interaksi sosial dan perilaku adaptif. Anak down syndrome memiliki keterbatasan dalam hal berpikir, daya ingatnya yang rendah, sukar berpikir abstrak, dan daya fantasinya rendah, sehingga mereka sering mengalami kesulitan belajar, termasuk dalam bidang Matematika. Hazmi, Tirtayasa, dan Ilham (2014) melakukan penelitian tentang binadiri anak down syndrome dengan membandingkan kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration dengan neuro developmental treatment pada anak down syndrome dengan permasalan keseimbangan berdiri. Karena pada anak down syndrome sering ditemukan adanya gangguan keseimbangan berdiri yang menyebabkan ia tidak dapat mempertahankan postur tubuh terhadap gangguan yang datang jika dibiarkan maka akan terjadi permasalahan perkembangan motorik selanjutnya. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut didapatkan kombinasi neuro developmental treatment dan sensory integration lebih baik daripada hanya neuro developmental treatmen untuk meningkatkan keseimbangan berdiri anak down syndrome. Penelitian tersebut memecahkan masalah pada aspek binadiri yaitu pada keseimbangan berdiri anak, namun belum memcahkan pada masalah aspek kognitif anak. Sedangkan anak down syndrome selain memiliki binadiri yang kurang, juga memiliki kognitif yang rendah seperti daya ingat yang rendah, pemahaman yang kurang dan sulit untuk berfikir abstrak. Karena tidak ada penelitian tentang peningkatan kognitif anak down syndrome maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang tingkat kognitif anak down syndrome yang dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda dengan anak yang lainnya, begitu juga dengan anak down syndrome. Banyak orangtua yang menginginkan anak yang mempunyai kemampuan, bakat, kegemaran terhadap

4 mata pelajaran, namun pada kenyataannya sebagaian anak mempunyai kelemahan, kesukaran dan kurang berminat pada mata pelajaran tertentu. Pada kehidupan sekarang banyak anak yang tidak menyukai pelajaran matematika, beberapa anak menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit di pahami. Begitu juga dengan anak down syndrome yang mempunyai kesulitan dalam belajar Matematika. Anak down syndrome menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan karena hampir semua materi matematika menghendaki anak untuk berhitung, anak sulit untuk mengingat dan menemukan solusi dari permasalahan matematika. Akibatnya banyak anak yang tidak menyukai pelajaran matematika dan berdampak pada rendahnya prestasi belajar. Terlebih pada anak down syndrome, dimana mereka memiliki daya abstraksi dan daya ingat yang rendah, maka pelajaran matematika akan menjadi sulit dan tidak menarik bila hanya dilakukan dengan cara ceramah. Daya nalar merupakan aspek terpenting dalam pembelajaran matematika. Sedangkan anak down syndrome mempunyai daya nalar dan ingatan yang lemah, sehingga guru hendaknya menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan serta perlu melibatkan anak untuk berpartisipsi aktif dalam pembelajaran. Permasalahan anak down syndrome terdapat pada karakteristik yang akan menjadi hambatan pada kegiatan belajar. Mereka dihadapkan dengan masalah internal dalam mengembangkan dirinya melalui pendidikan yang diikutinya. Menurut Gunarhadi (2005 : 197), masalah-masalah tersebut tampak dalam hal: 1) Kehidupan sehari-hari, 2) Kesulitan belajar, (3) Penyesuaian Diri, (4) Ketrampilan Bekerja, (5) Kepribadian dan Emosinya. Sujilah (2009) melakukan penelitian untuk meningkatkan prestasi belajar matematika melalui metode bermain pada siswa kelas 1 MI Sultan Agung. Pada saat pembelajaran matematika dengan metode bermain siswa lebih berminat. Hal tersebut disebabkan karena adanya pujian dan motivasi dari guru, guru menggunakan bermacam-macam permainan sehingga tercipta suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Hasil penelitian menunjukan pada siklus I minat belajar siswa sebesar 59,48% dan pada siklus II mencapai 86,32%,

5 sedangkan penempelan kartu senyum pada siklus I sebesar 77,10% dan pada siklus II mencapai 92,10%. Hal tersebut berarti banyak siswa yang senang dalam belajar matematika. Penelitian yang dilakukan Sujilah dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar pada anak kelas 1 MI Sultan Agung. Banyak penelitian meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, namun masih sedikit penelitian untuk peningkatan prestasi belajar matematika untuk anak down syndrome. Salah satu cara membuat pelajaran matematika yang menyenangkan dan menarik untuk anak down syndrome yaitu melalui contextual teaching and learning. Pembelajaran yang mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sejalan dengan Blanchard, Berns dan Erickson dalam Komalasari (2013:6) mengemukakan bahwa Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situation; and motivates student to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers and engage in the hard work that learning requires. Bahwa pembelajaran konstekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara dan pekerja. Diperkuat dalam (Depdiknas, 2003:5) Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Asminarti (2013) menggunakan pendekatan kontekstual untuk meneliti adakah peningkatkan kemampuan makan dengan sendok pada anak tunagrahita sedang, dengan metode mengajar dalam pembelajaran akan memberikan kejelasan gambaran yang sebenarnya pada anak dalam mengenalkan suatu konsep yaitu

6 makan dengan sendok. Dengan hasil pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan makan dengan sendok pada anak tunagrahita sedang kelas D.I di SLB Negeri Tanjungpinang. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat dari kemajuan anak pada siklus I adanya peningkatan kemampuan walaupun masih ada anak yang belum bisa, namun pada siklus II anak sudah menunjukan kemampuan makan menggunakan sendok dengan benar. Pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan mengajar untuk mengembangkan kemampuan anak dalam mengenal berbagai kemampuan. Untuk mengajukan suatu kemampuan pada anak diperoleh kesempatan untuk melakukan aktifitas secara berulang-ulang. Pembelajaran kontekstual selain dapat membantu meningkatkan perkembangan binadiri anak berkebutuhan khusus juga dapat meningkatkan prestasi belajar anak berkebutuhan khusus. Temuan tersebut sejalan dengan Pamungkas (2013) yang menyatakan bahwa pembelajran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak berkesulitan belajar dengan diberikannya pembelajaran inklusi model kluster. Ada beberapa penelitian yang dilakukan dengan menggunakan contextual teaching and learning namun banyak penelitian yang hanya mempergunakannya untuk meneliti peningkatan prestasi belajar anak berkesulitan belajar dan untuk anak berkelainan mental contextual teaching and learning digunakan untuk melatihkan pelajaran binadiri, contextual teaching and learning masih jarang digunakan untuk pembelajaran matematika bagi anak down syndrome dengan latarbelakang kognitif dan daya ingat yang rendah. Contextual teaching and learning baik digunakan untuk anak down syndrome karena belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa dapat mengkontruksi pengetahuan di benak fikiran mereka. Karena pengetahuan berkaitan dengan fakta di kehidupan anak. Dengan contextual teaching and learning guru dapat memanfaatkan benda konkret sebagai media pembelajaran yang mempermudah anak down syndrome dalam menerima pelajaran dari guru. Proses pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pada anak down syndrome.

7 Contextual teaching and learning diharapkan anak dapat menerima pelajaran dengan mudah karena dalam penerapan contextual teaching and learning anak secara riil melakukan kegiatan di kehidupan sehari-hari. Contextual teaching and learning sangat menarik untuk anak down syndrome. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Contextual Teaching and Learning Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Bagi Anak Down Syndrome Kelas 2 Di I SD Al Firdaus Surakarta Tahun 2015/2016. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka masalahmasalah yang terkait dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Anak down syndrome memiliki keterbatasan pada aspek kemampuan kognitif. 2. Anak down syndrome juga memiliki keterbatasan dalam hal berpikir, daya ingat yang rendah, sulit berpikir abstrak, dan daya fantasi yang rendah. 3. Anak down syndrome sering mengalami kesulitan belajar 4. Anak down syndrome mengalami kesulitan dalam pelajaran matematika 5. Prestasi belajar anak down syndrome dalam pelajaran matematika materi bilangan masih rendah. C. Pembatasan Masalah Penelitian fokus pada permasalahan yang akan diteliti yaitu: 1. Anak down syndrome memiliki hambatan pada aspek kognitif terutama pada belajar 2. Prestasi belajar anak down syndrome dalam pelajaran matematika materi Lambang Bilangan masih rendah 3. Subjek penelitian adalah anak down syndrome kelas II di SD Al Firdaus Surakarta tahun 2015/2016. 4. Pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran yang menyenangkan yaitu contextual teaching and learning.

8 D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah contextual teaching and learning efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika bagi anak down syndrome kelas II di SD Al Firdaus Surakarta tahun 2015/2016? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan prestasi belajar matematika bagi anak down syndrome kelas II di SD Al Firdaus Surakarta tahun 2015/2016 melalui contextual teaching and learning. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan penguatan terhadap teori-teori terdahulu atau yang telah ada mengenai contextual teaching and learning. b. Menambah referensi pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar. c. Menambah pengetahuan tentang anak down syndrome. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa 1) Memperkenalkan kepada anak tentang contextual teaching and learning. 2) Meningkatkan prestasi belajar matematika anak. b. Bagi Guru 1) Mengatasi kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. 2) Memberikan informasi pada tenaga pengajar agar dapat menerapkan contextual teaching and learning. c. Bagi Peneliti 1) Memberikan informasi, wawasan dan pengalaman tentang pengaruh contextual teaching and learning terhadap peningkatan prestasi belajar matematika pada anak down syndrome.