KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

MENINGKATKAN EFEKTIFITAS STRATEGI, KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

Jakarta, 10 Maret 2011

REFLEKSI TERHADAP DESAIN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN SATU DASAWARSA TERAKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tidak ada satu negara di muka bumi ini yang melewatkan pembangunan.

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Batas Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Masyarakat Miskin ( ) Presentase Penduduk Miskin. Kota& Desa Kota Desa

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BANTUAN LANGSUNG UNTUK RAKYAT MISKIN DIBERIKAN HINGGA 2014

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APBN 2008 dan Program Kompensasi. Freddy H. Tulung Dirjen SKDI

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan/ Ketua Tim Pelaksana Pengendali PNPM Mandiri Jakarta, 3 November 2008

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

STRATEGI NASIONAL DALAM PENCAPAIAN TARGET PENGURANGAN KEMISKINAN TAHUN Rahma Iryanti Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 dan 34 mengamanatkan bahwa pemerintah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sampai saat ini, karena itulah program-program pengentasan

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

Anggaran yang Menyejahterakan

SIMPADU PENANGGULANGAN KEMISKINAN EVALUSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT. Direktorat Penanggulangan Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

RPSEP-08 KEMISKINAN PROVINSI VERSUS KEMISKINAN KABUPATEN DI BALI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KAJI ULANG KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN SPKD

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nia Nurlina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

Sambutan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

KONSOLIDASI KELEMBAGAAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN PUSAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan,Ketenagakerjaan dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

Transkripsi:

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran guna mendukung pengentasan kemiskinan juga tidak tanggung-tanggung. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata peningkatan alokasi anggaran kemiskinan cukup spektakuler, yaitu sebesar 70,84%. Anggaran kemiskinan tahun 2009 sebesar Rp79,9 triliun meningkat hingga mencapai Rp136,5 triliun di tahun 2013. Namun di sisi lain penurunan angka kemiskinan tidak signifikan, bahkan dalam tiga tahun terakhir laju penurunan kemiskinan bahkan cenderung melambat, dan tidak mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2014. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, antara lain kesalahan cara pandang yang digunakan dalam mendekati realitas kemiskinan di mana selama ini pengentasan kemiskinan tidak terintegrasi dengan strategi pembangunan nasional. Dengan melihat karakteristik kemiskinan di Indonesia, maka pembangunan sektor pertanian diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam menangani maslah kemiskinan ini. Pendahuluan Konsep kemiskinan mengalami perkembangan, dimana kemiskinan tidak hanya diartikan sebagai masalah ekonomi keuangan namun juga mencakup aspek sosial. Kemiskinan didefinisikan tidak hanya sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, namun juga ketidakmampuan mengakses layanan dasar hidupnya secara memadai. Karakteristik kemiskinan di Indonesia 1. Kemiskinan desa Vs kemiskinan Kota Peningkatan urbanisasi di Indonesia terjadi dengan sangat cepat dan terus menerus. Sejak pertengahan 1990-an jumlah penduduk pedesaan secara absolut mulai menurun, dan hingga saat ini lebih dari setengah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 93

Grafik 1 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di pedesaan maupun di perkotaan menunjukkan trend yang tidak berbeda, namun jumlah penduduk miskin masih terkonsentrasi di pedesaan. Tingkat kemiskinan pedesaan di Indonesia (persentase penduduk pedesaan hidup di bawah garis kemiskinan pedesaan nasional) sempat turun menjadi sekitar 20 persen pada pertengahan 1990-an, namun kemudian meningkat akibat krisis ekonomi di tahun 1997-1998, menjadi sekitar 26 persen. Pada tahun 2006 tingkat kemiskinan kembali meningkat akibat kenaikan harga BBM di akhir tahun 2005, dan setelah tahun 2006 tingkat kemiskinan di pedesaan kembali mengalami penurunan. Grafik 1. Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Sumber : Bahan Paparan Dr. hendri saparini dalam diskusi tanggal 10 Juli 2014 2. Tingkat kemiskinan antar provinsi Adanya pengertian kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif 1 menyebabkan adanya perbedaan pemetaan kemiskinan di Indonesia secara geografis. Secara absolut, lebih dari setengah total penduduk miskin di Indonesia bertempat tinggal di Pulau Jawa (sebagaimana diketahui bahwa Indonesia bagian barat lebih 1 Kemiskinan absolut mengacu pada satu konsep standar yang konsisten. Kemiskinan relatif berkaitan dengan konsep relative deprivation atau posisi seseorang relatif terhadap anggota masyarakat lain sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Kemiskinan relatif berkaitan erat dengan ketimpangan pendapatan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 94

padat penduduk). Sedangkan secara relatif, kemiskinan di Indonesia bagian timur jauh lebih tinggi. Tabel 1 menunjukkan provinsi dengan kemiskinan tertinggi secara absolut dan relatif. Tabel 1. Provinsi dengan Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan Relatif Kemiskinan Absolut Kemiskinan Relatif NO Provinsi Jumlah (juta jiwa) Provinsi Terhadap Total populasi Provinsi (%) 1 Jawa Timur 4,9 Papua 31,5 2 Jawa Tengah 4,7 Papua Barat 27,1 3 Jawa Barat 4,4 Nusa Tenggara 20,2 Timur 4 Sumatera Utara 1,4 Maluku 19,3 5 Lampung 1,1 Gorontalo 18,3 Sumber : http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomimakro/kemiskinan/item301 3. Kedalaman dan keparahan kemiskinan Kedalaman kemiskinan menunjukkan kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Sedangkan keparahan kemiskinan menunjukkan penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Tabel 2. Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan Tahun Kedalaman Kemiskinan - P1 (%) Keparahan Kemiskinan-P2 (%) 2007 2.99 0.84 2008 2.77 0.76 2009 2.5 0.68 2010 2.21 0.58 2011 2.08 0.55 2012 1.88 0.47 2013 1.9 0.48 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 95

Sumber : Badan Pusat Statistik Kedalaman dan keparahan kemiskinan di Indonesia dalam 7 tahun terakhir menunjukkan penurunan. Dengan demikian berarti bahwa jarak antara rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin sempit, dan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin semakin rendah (tabel 2). Upaya Pengentasan Kemiskinan Secara historis, upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Upaya pengentasan kemiskinan pun diharapkan merupakan upaya lintas sektoral dan tidak melulu terfokus pada hal yang sifatnya ekonomi semata. Program pengentasan kemiskinan ditunjukkan dalam tabel 3. Tabel 3. Program Pengentasan Kemiskinan Tiap Periode Pemerintahan No. Masa pemerintahan 1. Presiden Soeharto Program pengentasan kemiskinan Paket kebijakan; Program Inpres Desa Tertinggal, Progam Makanan Tambahan Anak Sekolah pada Desa Tertinggal, Progam Pembangunan prasarana pedesaan desa tertinggal, mengembangkan jaringan klinik bisnis bagi pengusaha kecil dan koperasi, menaikkan UMR mencapai 92,5%, penanggulangan gizi akibat kekurangan yodium dengan menyalurkan tablet gizi bagi 2,6 juta ibu hamil, imunisasi 23,4 juta anak. 2. Presiden B.J Habibie 3. Presiden Abdurrahman Wahid Progam Jaring Pengaman Sosial, memperbesar pos subsidi dalam APBN melalui beras bersubsidi untuk masyarakat miskin, menyediakan dana pendidikan untuk anak dari keluarga pra sejahtera dan sejahtera 1, beasiswa mahasiswa pada keluarga miskin sebanyak Rp. 500.000, program padat karya, kenaikan gaji. Penyediaan kebutuhan pokok bagi keluarga miskin melalui penyediaan pelayanan kesehatan dan pendidikan dan perbaikan lingkungan rumah tinggal, pengembangan Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 96

budaya usaha bagi masyarakat miskin, kenaikan gaji, pengadaan air bersih sebagai konpensasi kenaikan BBM pada masyarakat miskin kota, kompensasi di bidang pendidikan, kesehatan, OPK, beras murah, dan pelayanan angkutan umum akibat kenaikan BBM. 4. Presiden Megawati Pada tahun 2003 menganggarkan 23,3 trilliun untuk orang miskin, tarip listrik rendah bagi rumah tangga miskin, subsidi bunga murah untuk usaha mikro, memberi bantuan usaha kecil bagi rumah murah, subsidi pupuk agar terjangkau petani, peningkatan pelayanan gizi bagi keluarga miskin, kelompok rentan, pengungsi dan korban bencana. Dalam 10 tahun terakhir atau dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, program pengentasan kemiskinan diklasifikasi ke dalam 4 klaster, dimana setiap klaster program memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu : (1) Klaster I, kelompok program berbasis bantuan dan perlindungan sosial. Program dalam klaster ini bertujuan mengurangi beban masyarakat miskin. Program yang termasuk dalam klaster ini cenderung bersifat charity dari pemerintah. (2) Klaster II, kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat. Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat miskin. Program yang termasuk dalam klaster ini adalah PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ) Mandiri. (3) Klaster III, kelompok program berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Program ini bertujuan meningkatkan tabungan dan menjamin keberlanjutan berusaha. (4) Klaster IV, kelompok program murah untuk rakyat. Pemerintah memberikan sesuatu kepada rakyat dengan harga murah karena sebagian dibantu pemerintah. Program dalam klaster ini yang telah dilaksanakan di tahun 2011 adalah penyediaan rumah sangat murah, sementara program lain baru mulai dilaksanakan pada tahun 2012. Secara umum, pada periode 10 tahun terakhir, program penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan meningkatkan pendapatan mereka dan pada saat yang sama mengurangi beban pengeluaran mereka terutama dalam memperoleh pelayanan dasar. Pendapatan dapat ditingkatkan melalui pemberian bantuan sosial atau meningkatkan keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi. Sedangkan beban pengeluaran seperti pendidikan, kesehatan, air bersih serta sanitasi, dapat dikurangi melalui peningkatan akses terhadap pelayanan dasar (TNP2K, 2011). Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 97

Alokasi Anggaran dan Penurunan Angka Kemiskinan Dalam lima tahun terakhir, rata-rata peningkatan alokasi anggaran kemiskinan cukup spektakuler, yaitu sebesar 70,84%. Anggaran kemiskinan tahun 2009 sebesar Rp79,9 triliun meningkat hingga mencapai Rp136,5 triliun di tahun 2013. Namun di sisi lain penurunan angka kemiskinan tidak signifikan bahkan justru terjadi peningkatan kantong-kantong kemiskinan di pedesaan. Dalam tiga tahun terakhir laju penurunan kemiskinan bahkan cenderung melambat. Alasan yang dikemukakan pemerintah atas perlambatan ini adalah adanya perlambatan laju per-tumbuhan pada sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja dari penduduk miskin, adanya peningkatan garis kemiskinan yang disebabkan oleh meningkatnya inflasi bahan pangan, serta belum optimalnya sinergi antar program penanggulangan kemiskinan. Dalam rentang waktu tiga tahun terakhir ini, jumlah penduduk miskin hanya turun rata-rata sebesar 3,37% atau rata-rata sekitar 0,011% per tahun. Penurunan ini jauh sangat lambat dibandingkan dengan China. China, yang memulai pembangunan ekonomi pada awal 1980, telah berhasil menurunkan angka kemiskinan dengan sangat drastis sehingga pada tahun 2007 menjadi hanya 7 persen dari sekitar 64 persen di tahun 1981, sementara di Indonesia, menurut data ADB pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin dengan pendapatan kurang dari US$ 2 per hari masih sebesar 59 persen. Perkembangan alokasi anggaran kemiskinan dan jumlah penduduk miskin ditunjukkan dalam grafik 1. Dengan kondisi ini, program kemiskinan menjadi suatu program yang cukup mahal, karena membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk mengangkat seseorang dari kemiskinan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 98

Grafik 2. Alokasi Anggaran dan Kinerja Pengentasan Kemiskinan Sumber : Bahan Paparan Dr. hendri saparini dalam diskusi tanggal 10 Juli 2014 Penurunan angka kemiskinan yang semakin melambat tersebut juga berdampak pada tidak tercapainya target penurunan angka kemiskinan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Dalam rentang waktu tersebut, penurunan angka kemiskinan diharapkan mampu mencapai 8-10 persen hingga tahun 2014, namun realisasinya diperkirakan hanya mencapai 11,25 persen (grafik 3). Kondisi ini bukan hanya sekedar tidak tepatnya alokasi anggaran atau pertumbuhan ekonomi yang stagnan sehingga penurunan angka kemiskinan tidak seperti yang diharapkan, namun pilihan kebijakan dalam pengentasan kemiskinan itu sendiri cukup menentukan berhasil atau tidaknya penanggulangan kemiskinan. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 99

Grafik 3. Target Vs Realisasi dalam RPJMN 2010-2014 16 14 12 10 8 14.15 13.33 12 12.49 11.96 11.5 10.5 11.47 9.5 11.2 8 Target 6 Realisasi 4 2 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : Bahan Paparan Dr. hendri saparini dalam diskusi tanggal 10 Juli 2014 Faktor Keberhasilan Pengentasan Kemiskinan 2 Kurang berhasilnya pemerintah dalam mencapai target pengurangan angka kemiskinan disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kesalahan cara pandang pemerintah atas upaya pengentasan kemiskinan. Selama ini pengentasan kemiskinan lebih dipahami sebagai program pengentasan kemiskinan, bukan strategi dan kebijakan pengentasan kemiskinan. Ada perbedaan yang sangat mendasar dari keduanya. Yang pertama adalah seperangkat program yang disiapkan khusus untuk orang miskin. Sedangkan yang kedua adalah satu set strategi dan kebijakan ekonomi yang harus dilakukan agar kebijakan pemerintah tidak kontraproduktif terhadap pembangunan ekonomi dan upaya pengentasan kemiskinan. Kesalahan cara pandang inilah yang mengakibatkan langkah kebijakan pemerintah terfokus pada penyiapan dana untuk berbagai program bagi orang miskin, baik dana yang berasal dari APBN dan/atau dana-dana swasta seperti CSR, dll. Dengan paradigma ini, program kemiskinan yang ada justru menjadi kurang terfokus. Semua program pengentasan kemiskinan diguyurkan kepada orang miskin secara bersamaan tanpa adanya pentahapan sehingga sulit untuk menilai efektifitas program pengentasan kemiskinan dari tiap klaster. Selain itu program kemiskinan juga tidak melihat siapa si orang miskin, akibatnya orang miskin yang perlu beras akan dibagikan Raskin. Tidak peduli bahwa yang menerima Raskin tersebut adalah orang 2 Disarikan dari diskusi dengan Dr. Hendri Saparini dan http://binadesa.co/salah-arah-pembangunan-salahkaprah-pengentasan-kemiskinan/ Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 100

miskin yang juga petani. Yakni kelompok orang yang sebenarnya justru dapat ikut menyelesaikan masalah dengan meningkatkan produksi. Atau penduduk miskin yang berada dalam usia produktif yang sebenarnya lebih membutuhkan lapangan pekerjaan daripada program yang lebih bersifat charity. Kesalahan dalam cara pandang juga mengakibatkan pengertian pro poor budget hanya diartikan secara sempit dengan budget for the poor atau berapa banyak APBN mengalokasikan anggaran untuk program bantuan kemiskinan. Dalam paradigma ini, peningkatan alokasi anggaran kemiskinan APBN bahkan dapat dinilai sebagai sebuah keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan. Meskipun pada saat yang sama banyak kebijakan pemerintah yang kontraproduktif terhadap pengentasan kemiskinan atau upaya perbaikan kesejahteraan rakyat. Seperti misalnya liberalisasi pangan yang mendorong impor pangan dan akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan petani. Pencabutan subsidi BBM dan listrik yang mengakibatkan produk UMKM tidak kompetitif dan menekan daya beli masyarakat bawah. Kedua, kegagalan dalam melakukan pengentasan kemiskinan terjadi karena selama ini pengentasan kemiskinan tidak terintegrasi dengan strategi pembangunan nasional. Seolah strategi pembangunan ekonomi ada pada satu sisi, terpisah dari strategi pengentasan kemiskinan yang ada pada sisi yang lain. Padahal keduanya seharusnya terintegrasi sehingga perencanaan strategi pembangunan ekonomi haruslah merupakan strategi yang sekaligus menghilangkan kemiskinan dan tidak menciptakan kemiskinan baru. Akibat keterpisahan ini, sangat mungkin ekonomi tetap mengalami pertumbuhan relatif tinggi tetapi kemiskinan tetap tidak terselesaikan. Ketiga, kegagalan dalam pengentasan kemiskinan terjadi karena orientasi pengentasan kemiskinan yang dilakukan sekadar upaya mengentaskan orang miskin dari kubangan di bawah garis kemiskinan. Bukan memberikan penguatan dan dukungan agar terjadi lompatan dan menjadi warga kelas menegah baru. Keempat, penyebab kegagalan dalam pengentasan kemiskinan karena belum melakukan pembangunan secara komprehensif dan belum menempatkan variabel karakteristik orang miskin serta karakteristik Indonesia sebagai variabel penting dalam mengentaskan kemiskinan dan memajukan ekonomi. Dalam hal ini orang miskin belum disertakan dalam upaya pembangunan dan hanya dijadikan obyek dari pembangunan itu sendiri. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 101

Sektor Pertanian Sebagai Salah Satu Langkah Strategis Pengentasan Kemiskinan Selain keempat hal tersebut diatas, yang perlu menjadi catatan adalah bahwa apa pun kebijakan pengentasan kemiskinan yang diambil tetap harus memperhatikan karakteristik kemiskinan yang ada. Kemiskinan di Indonesia masih terkonsentrasi di pedesaan yang notabene penduduknya sebagian besar bermatapencaharian petani dan memiliki pendidikan yang tidak cukup tinggi. Mengingat hal tersebut, maka akan menjadi suatu langkah tepat jika pembangunan sektor pertanian menjadi langkah yang strategis dalam pengentasan kemiskinan. Pengalaman keberhasilan Cina mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan sektor pertanian (disamping manufaktur) setidaknya dapat semakin meyakinkan bahwa jalan yang harus segera ditempuh oleh Indonesia adalah merencanakan pembangunan dengan fokus sektor pertanian dan manufaktur. Tentu banyak strategi dan kebijakan yang dilakukan China untuk mengurangi kemiskinan bahkan menghapus kemiskinan. Namun, salah satu strategi China yang perlu digaris bawahi adalah upaya kerasnya dalam menciptakan lapangan kerja secara masif dan berkelanjutan. China mengawali pembangunan dengan membangun desa khususnya sektor pertanian. Dengan konsentrasi orang miskin di pedesaan maka pembangunan pertanian menjadi solusi tepat karena tidak mensyaratkan SDM dengan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Saat ini 65 persen penduduk miskin Indonesia juga berada di pedesaan dan sebagian besar di pertanian. Perlu diingat bahwa sektor pertanian juga merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar setelah industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 102

Grafik 4. Penduduk 15 tahun keatas yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2004-2013 Sumber : Badan Pusat Statistik Sektor pertanian juga merupakan sektor ketiga terbesar penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sepanjang tahun 2004-2013, setelah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dalam kurun waktu tersebut, secara rata-rata sektor pertanian meyumbang sekitar 13 persen dari total PDB (grafik 5). Grafik 5. Rata-rata Sumbangan Lapangan Usaha terhadap PDB Sumber : Badan Pusat Statistik Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 103

Dengan pembangunan sektor pertanian sekaligus juga akan mampu mengurangi angka pengangguran. Pemerintah perlu mendorong pertumbuhan sektor ini yang dalam beberapa dekade selalu mencetak tingkat pertumbuhan terendah. Padahal, sebagaian besar masyarakat masih bekerja di sektor ini. Penutup Pengentasan kemiskinan merupakan kerja besar yang memerlukan sinergi dari berbagai pihak. Keterpaduan upaya pengentasan kemiskinan, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam, bahan pangan, dan penciptaan lapangan pekerjaan harus menjadi satu kesatuan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Memang membutuhkan waktu dan upaya yang tidak sedikit, namun perubahan paradigma dengan mengadopsi paradigma yang sesuai dengan konstitusi setidaknya menjadi langkah awal yang baik untuk ditempuh pemerintah. Ning Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN 104