BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN

Larasanya Kharissa Tidi Sri Wahyuningsih Yulianti. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan masyarakat yang kompleks. Berbagai aspek mulai mengalami perubahan dan perkembangan seperti aspek ekonomi, kegiatan perekonomian mengalami perkembangan pesat demi bisa memenuhi tuntutan era globalisasi ini. Kemajuan teknologi dan perubahan sosial serta perubahan kebudayaan membuat jarak antar negara semakin dekat. Kemajuan teknologi telah memfasilitasi transportasi antara tempat dunia menjadi semakin dekat, membuat transasksi ekonomi bisa melewati batas-batas negara, menciptakan kesamaan dalam cita rasa serta memperlancar arus komunikasi. Kemajuan teknologi tersebut memberikan sisi positif seperti hambatan jarak bagi semua aktivitas yang berskala global dapat dikurangi sampai batas yang amat minimal dan kemudian berpeluang untuk menciptakan saling ketergantungan antara satu aktor dengan aktor yang lain di arena global (Agus Suprijanto,2011:102). Hilangnya hambatan ini memberikan efek bagi berkembangnya budaya masyarakat yang mengarah pada sikap individualis terutama masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Perkembangan ini memberikan sisi positif dan juga negatif bagi masyarakat Indonesia. Berbagai perkembangan dan perubahan tersebut turut mempengaruhi aspek-aspek lain dalam suatu negara, sehingga perilaku masyarakat juga mengalami pengaruhpengaruh yang mengarah pada perubahan. Aspek negatif pengaruh dari luar tersebut terlihat pada terjadinya peningkatan kejahatan, faktor pendorong terjadinya kehajatan digolongkan pada empat kelompok besar, yaitu kelompok teori yang menghubungkan kejahatan dengan kondisi ekonomi, kelompok yang melihat kejahatan sebagai perilaku yang dipelajari secara normal, kelompok teori yang melihat konflik kelompok sebagai sebab musabab kejahatan, kelompok teori yang disebut teori kritis atau modern

(Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa,2002:26). Teori-teori tersebut merupakan faktor pendorong dalam terjadinya suatu kejahatan,akan tetapi faktor-faktor tersebut bersifat kasuistis sehingga faktor-faktor lain juga tidak bisa dikesampingkan. Pada contohnya dalam tindak pidana narkotika, berbagai macam penyebab dapat menjadi pendorong seseorang melakukan tindak pidana. Seperti masalah lingkungan yang membuat seseorang terpengaruh untuk mencoba narkotika, atau faktor kebutuhan ekonomi yang memaksa seseorang menjual narkotika untuk dapat menyambung hidup, serta faktor pendorong lain yang bisa saja terjadi dalam dunia nyata. Hal ini juga dikemukakan oleh Peter N.S. Hoaken dan Sherry H. Stewart (2003:1534) : Many reasons that the relationship between drugs and aggression exist. Specifically, violant crimes can be committed to gain access to drugs or resources to purchase drugs, violence is often a necessary means of resolving dispute in an illegal and ruleless business. Drugs can increase the likelihood of violence because of their direct effects on the individual. Terjemahan bebas artinya Banyak alasan mengapa hubungan antara narkoba dan perbuatan agresif ada. Secara rinci, perbuatan kriminal dapat saja dilakukan untuk mendapatkan akses terhadap narkoba atau sumber untuk membeli narkoba, kekerasan terkadang dibutuhkan untuk menyelesaikan perselisihan dalam bisnis ilegal dan tanpa aturan. Narkoba dapat meningkatkan kemungkinan dari kekerasan karena efek langsungnya terhadap individu. Tindak pidana Narkotika terus meningkat di Indonesia, Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan Puslitkes Universitas Indonesia Tahun 2011 tentang survei nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah mencapai 2,23% atau sekitar 4,2 juta orang dari total populasi penduduk (berusia 10-59 tahun). Tahun 2015 jumlah penyalahguna narkotika diproyeksikan kurang lebih 2,8% atau setara dengan kurang lebih 5,1-5,6 juta jiwa dari populasi penduduk Indonesia (Badan Narkotika Nasional Republik

Indonesia,2013:3). Sehingga langkah-langkah nyata dalam menanggulangi tindak pidana narkotika harus dilakukan sebaik mungkin demi kebaikan generasi penerus bangsa, oleh karena itu Indonesia sebagai suatu negara hukum berkewajiban untuk melakukan tindakan guna melindungi warga Negara Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke-iv yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Penerapan hukum sebagai mekanisme pengintegrasi yang dapat mempersatukan berbagai kepentingan, yaitu kepentingan internal bangsa, antara kepentingan nasional dan internasional dan antar sektor kehidupan nasional. Sebagai sebuah norma maka hukum akan memberikan rambu-rambu dalam tata pergaulan masyarakat sehingga hukum akan menjadi cermin utama kehidupan yang beradab (Agus Suprijanto, 2011:113). Agar implementasi hukum dapat terwujud secara nyata dalam menanggulangi kejahatan, khususnya mengenai narkotika, maka sangat dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dan aparat penegak hukum, seperti lembaga kekuasaan kehakiman serta polisi. Tindak pidana narkotika diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sesuai dengan undang-undang tersebut narkotika memiliki pengertian sebagai suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Mengenai efek penggunaan obat-obatan juga disebutkan oleh Elizabeth I. Omage dan Mannie I. Omage (2016 : 188) sebagai berikut ; Drugs that are often abused are referred to as brain or mind altering drugs, affecting mood and extremely observed behavior. The use of such drugs tends to undermine moral restraints and so lead to violent behaviours and other criminal act.

Terjemahan bebas artinya Obat yang sering disalahgunakan adalah seperti obat yang mempengaruhi pikiran atau otak, mempengaruhi suasana dan perilaku mengamati yang berlebihan. Penggunaan obat seperti itu cenderung akan melemahkan batasan moral sehingga menyebabkan perilaku kekerasan dan tindak pidana lainnya. Seseorang yang menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum maka termasuk sebagai suatu tindak pidana. Penegakkan hukum pertama secara represif terhadap pelaku tindak pidana narkotika tersebut menjadi kewenangan dari Pengadilan Negeri, dalam proses persidangan hingga pada pemberitahuan putusan bisa terjadi ketidakpuasan, baik oleh penuntut umum maupun terdakwa sehingga terhadap putusan Pengadilan Negeri tersebut dapat diajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi. Sesuai tahap setelah upaya hukum banding dilakukan, apabila masih terdapat ketidakpuasan atas hasil putusan banding Pengadilan Tinggi dapat diajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Kasasi merupakan salah satu hak yang termasuk dalam kategori upaya hukum biasa. Sebagai suatu hak, maka pengajuan kasasi menimbulkan kewajiban bagi pihak lain, yaitu pengadilan. Pengajuan kasasi wajib diterima oleh pihak pengadilan, jadi tidak ada alasan untuk menolaknya. Persoalan apakah nantinya permohonan itu diterima atau ditolak, hal itu sepenuhnya merupakan kompetensi dari Mahkamah Agung untuk memutuskannya (Janpatar Simamora, 2014:7). Pengaturan mengenai ketentuan dan tata cara Upaya Hukum tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut sebagai KUHAP. Sesuai ketentuan dalam KUHAP maka pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung guna menentukan apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, serta apakah benar pengadilan telah

melampaui batas wewenangnya. Alasan pengajuan kasasi juga terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang, salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku serta lalai memenuhi syaratsyarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Terkait dengan putusan mengenai perkara narkotika yang dikaji dalam penulisan hukum ini, terdakwa 1 Florensia Fenny Wijaya dan terdakwa 2 Agustinus Willy telah diadili dan diputus pidana dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 1110/PID.SUS/2013/PN.BJM tanggal 7 Nopember 2013, kemudian pada 5 Juni 2014 terdakwa 1 Florensia Fenny Wijaya dan terdakwa 2 Agustinus Willy diadili dan diputus pidana mengenai perkara yang sama dalam putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 46/PID.SUS/2014/PN.BJM. Terdakwa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin dan pada 14 Juli 2014 Pengadilan Tinggi Banjarmasin menjatuhkan putusan Nomor 60/PID.SUS/2014/PT.BJM yaitu menguatkan putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 46/PID.SUS/2014/PN.BJM. Terdakwa kemudian mengajukan upaya hukum kasasi dengan alasan judex factie telah melakukan pelanggaran terhadap asas nebis in idem. Pengaturan terhadap asas ini terdapat dalam Pasal 76 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, selanjutnya disebut sebagai KUHP, yaitu asas yang menyatakan bahwa seseorang tidak boleh dituntut sekali lagi lantaran peristiwa atau perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim. Terkait dengan pengajuan kasasi tersebut tentu

Hakim Mahkamah Agung harus melakukan analisa mendalam terhadap permohonan tersebut, apakah benar terjadi pelanggaran terhadap asas nebis in idem dalam kasus tersebut, karena untuk dapat dikatakan terjadi pelanggaran terhadap asas nebis in idem tersebut perlu dipenuhi syarat dan ketentuanketentuan tertentu. Lahirnya asas nebis in idem dalam hukum pidana adalah agar adanya jaminan kepastian hukum seseorang dalam melakukan suatu tindak pidana. Kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya hukum, setiap orang mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya. Kegunaannya ialah terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat karena adanya tertib hukum, sedangkan dengan keadilan dimaksudkan setiap orang tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak (Muhammad Arif Sahlepi,2009:49). Penerapan terhadap asas nebis in idem merupakan hal yang sangat penting bagi pencari keadilan, terjadinya pelanggaran terhadap asas ini telah mencederai keadilan dan jaminan terhadap kepastian hukum, yang dapat mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Hakim Mahkamah Agung perlu melakukan telaah lebih lanjut apakah alasan tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada, serta apa yang menjadi konsekuensi dari pelanggaran asas tersebut harus dituangkan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam putusan yang dijatuhkan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya dalam sebuah bentuk penulisan hukum (skripsi) yang berjudul: PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUS PERMOHONAN KASASI PARA TERDAKWA PADA PERKARA NARKOTIKA BERDASARKAN ALASAN JUDEX FACTIE MELANGGAR ASAS NEBIS IN IDEM (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1853 K/PID.SUS/2014).

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah yang diteliti secara lebih rinci dan sesuai dengan sasaran yang dituju, adapun rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah permohonan kasasi para terdakwa berdasarkan alasan Judex Factie melanggar Asas Nebis In Idem dalam perkara narkotika telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP? 2. Apakah pertimbangan hakim dalam memutus pengajuan kasasi para terdakwa pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1853 K/PID.SUS/2014 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP? C. Tujuan Penelitian Suatu Penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui apakah permintaan kasasi para terdakwa berdasarkan alasan judex factie melanggar asas nebis in idem telah sesuai dengan ketentuan pemeriksaan kasasi dalam KUHAP. b. Mengetahui kesesuaian antara putusan yang dijatuhkan oleh hakim dengan ketentuan dalam KUHAP. 2. Tujuan Subjektif a. Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis mengenai hukum nasional dalam bidang beracara di pengadilan khususnya mengenai proses peradilan dalam tingkat kasasi. b. Melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan penerapan hukum acara pidana, serta mengetahui ketentuan ketentuan dalam proses beracara pada tingkat kasasi, utamanya dalam pemeriksaan dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah referensi dan literature dalam kepustakaan tentang putusan hakim termasuk pertimbangan yang termuat didalamnya. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Sebagai bahan masukan yang dapat digunakan sekaligus menjadi sumbangsih pemikiran kepada seluruh pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki,2014:60). Tujuan penelitian hukum yakni memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya dilakukan, bukan memberikan kebenaran hipotesis. Ilmu hukum merupakan ilmu terapan sehingga penelitian hukum harus melahirkan preskripsi yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki,2014:69).

Berdasarkan uraian di atas, untuk menjawab isu hukum yang dianalisis, diperlukan penggunaan metode penelitian yang mendukung dalam penulisan hukum ini. Berikut metode yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu jenis penelitian hukum normative atau biasa dikenal dengan penelitian hukum doctrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, segala penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research atau rechtsonderzoek) adalah selalu Normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2014:55-56). Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan untuk menarik kesimpulan sehubungan dengan masalah yang diteliti. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum serta antara aturan hukum dan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:41). Suatu ilmu terapan hanya dapat diterapkan oleh ahlinya, yang dapat mendiagnosis suatu penyakit secara ilmiah adalah seorang dokter. Sama hal-nya dengan bidang hukum, yang dapat menyelesaikan masalah hukum adalah ahli hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum melalui kaidah-kaidah keilmuan hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2014:67). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian hukum berfungsi agar penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicari jawabnya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014:133). Penelitian hukum yang ditulis ini menggunakan pendekatan kasus (case approach), dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasuskasus yang berkaitan dengan yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian. Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk mencapai pada putusannya. Baik untuk keperluan praktek maupun kajian akademis, ratio decidendi atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum (Peter Mahmud Marzuki,2014:134). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum tidak mengenal istilah data, namun dikenal dengan istilah bahan hukum. Sumber-sumber penelitian hukum, dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2014:181). Sumber bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah sumber bahan hukum sekunder, sumber bahan hukum penulis peroleh dari kepustakaan, yang dalam hal ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer Semua bahan hukum yang mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Meliputi peraturan perundang-undangan yaitu : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amandemen ke-iv; 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP); 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 4) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; 5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; 6) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; 7) Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 1110/PID.SUS/2013/PN.BJM; 8) Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 46/Pid.Sus/2014/PN.Bjm; 9) Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin Nomor 60/PID.SUS/2014/PT.BJM; 10) Putusan Mahkamah Agung Nomor 1853 K/PID.SUS/2014. b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi : 1) Buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum 2) Jurnal-jurnal hukum, skripsi dan thesis 3) Artikel, dan 4) Bahan dari media internet dan sumber lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam menguraikan bahan hukum yang telah diperoleh, yang nantinya dipergunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal sehingga pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan. Tekhnik dalam pengumpulan bahan hukum ini, penulis lakukan dengan cara mempelajari literatur, catatan perundang-undangan, buku-buku serta putusan hakim yang terkait dengan isu hukum yang diperlukan dalam penulisan hukum ini. 6. Teknik analisis bahan hukum Analisis bahan hukum merupakan tahapan yang dilakukan penulis dalam mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh, untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penulis menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduksi atau deduktif. Pola pikir deduktif terdapat 2 premis yaitu premis mayor dan premis minor, Premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minor adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian dapat ditarik suatu konklusi (Peter Mahmud Marzuki,2014:90). Dapat ditarik kesimpulan tekhnik analisis dengan metode silogisme ini adalah tehknik menganalisis hukum dalam kenyataan (in concreto) dalam hal ini adalah putusan hakim yang abstrak (in abstracto) yaitu peraturan perundangundangan untuk diambil suatu kesimpulan. Penulis dalam penelitian ini menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai premis mayornya. Sedangkan yang menjadi premis minornya adalah fakta hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1853 K/PID.SUS/2014.

F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan merupakan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum. Maka penulis membagi sistematika penulisan hukum kedalam empat bab, dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan penelitian hukum ini. Adapun sistematika dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini penulis akan menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang upaya hukum, tinjauan tentang judex factie dan judex juris, tinjauan tentang narkotika, tinjauan tentang asas nebis in idem. Selain itu dalam bab ini juga akan dilengkapi dengan kerangka pemikiran untuk memberikan pemahaman mengenai alur berpikir penulis. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini penulis akan menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah, terdapat dua pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu : apakah permohonan kasasi para terdakwa

berdasarkan alasan judex factie melanggar asas nebis in idem dalam perkara narkotika telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP dan apakah pertimbangan hakim dalam memutus permohonan kasasi para terdakwa pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1853 K/PID.SUS/2014 telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 KUHAP. BAB IV : PENUTUP Bab ini penulis akan menguraikan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN