BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Data Penunjang dan Kuesioner Self Esteem dan Jealousy. Frekuensi bertemu dengan pasangan : Sering ( setiap hari )

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. Gaya hidup masyarakat dewasa ini semakin modern mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa sebagai bagian dari kelompok remaja akhir terlibat dalam

BAB I PENDAHULUAN. sendirian. Manusia sebagai mahkluk sosial membutuhkan interaksi dengan. sendiri dan orang lain sepanjang rentang kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

HUBUNGAN ANTAR PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB II LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menguraikan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan. sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan yang sering terjalin dan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup tanpa berelasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil survei yang dilakukan Hotline Pendidikan dan Yayasan Embun

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

Perkembangan Sepanjang Hayat

2015 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PARENTAL ATTACHMENT DAN RELIGIUSITAS DENGAN KESIAPAN MENIKAH PADA MAHASISWA MUSLIM PSIKOLOGI UPI

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam kisah hidup seseorang. Semua orang

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

PROSES CEMBURU DALAM HUBUNGAN PERCINTAAN Oleh: Aries Yulianto *

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah masa dewasa muda. Pada masa ini ditandai dengan telah tiba saat bagi

Abstrak. vii Univeristas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan (Maramis, 2016).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam sejarah manusia, belum. ditemukan seorang manusia yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masa ke masa. Santrok (2007) mendefinisikan masa remaja adalah periode transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, di dalam suatu pembelajaran harus ada motivasi belajar, agar

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Menjaga hubungan romantis dengan pasangan romantis (romantic partner) seperti

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

DATA SUBJEK SUBJEK I SUBJEK II SUBJEK III

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang rentang kehidupan individu, banyak hal yang dipelajari dan mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Pengalaman-pengalaman bersama keluarga dan lingkungannya, membentuk self esteem individu. Self esteem adalah kecenderungan individu untuk memandang bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan dan layak merasa bahagia (Branden, 1994). Self esteem mendukung kesuksesan individu dalam menjalin romantic love bersama pasangannya. Hubungan romantic love antara individu bersama pasangannya, memungkinkan untuk mengalami jealousy. Jealousy adalah pengalaman emosi negatif yang dihasilkan dari kehilangan suatu hubungan yang berharga bersama pasangan dan menduga akan adanya individu lain yang akan menjadi saingan / rival (Salovey, 1991 dalam Brehm, 2002). Jealousy meliputi tiga macam perasaan, yaitu hurt, fear, dan anger (Guerrero & Andersen, 1998b ; Sharpsteen, 1993 dalam Brehm, 2002). Individu dengan self yang tinggi tidak selalu mengalami jealousy yang rendah, bila dibandingkan individu dengan self esteem rendah. Masa dewasa awal biasanya dimulai pada akhir usia belasan atau permulaan dua puluhan dan berlangsung hingga usia tiga puluhan (Santrock, 1995). Ketika individu beranjak dewasa, ia mulai memilih pasangan, belajar hidup 1

2 dengan seseorang secara intim, membangun hubungan dekat dengan lawan jenis yang dijadikan pasangan dalam hubungan cinta atau pacaran. Hubungan yang dekat dan stabil dengan pasangan, tidak hanya diwarnai oleh rasa cinta dan peduli saja, adakalanya juga memunculkan rasa jealous yang berhubungan dengan kehidupan pacar terhadap lingkungan maupun pribadinya. Romantic love menandai kehidupan percintaan masa remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para mahasiswa. Romantic love mencakup jalinan yang emosi yang berbeda-beda, seperti ketakutan, amarah, hasrat seksual, kesenangan, dan jealousy (Berscheid & Fei, 1977 dalam Santrock, 1995). Suatu poling tentang jealousy yang dilakukan oleh sebuah surat kabar ibukota, menyatakan bahwa 58,9% responden mengungkapkan bahwa jealous merupakan perwujudan kasih sayang (Jawa Pos, Deteksi Jakarta, 16 April 2005). Jealous adalah cara seseorang untuk membuat pacarnya merasa percaya dan yakin kalau dirinya benar-benar menyanyangi pasangannya. Menurut poling tersebut, jealous dapat dipertanggungjawabkan apabila mempunyai alasan yang jelas. Hasil poling responden mengatakan bahwa jealous muncul karena seseorang merasa takut kehilangan orang yang disayangi (misalnya, trauma kehilangan pacar di masa lalu), jealous juga merupakan salah satu cara untuk memproteksi diri supaya tidak kehilangan orang yang disayangi. Beranjak dari fenomena aktual mengenai masalah dalam berpacaran, Radio Ardan Bandung melakukan survei mengenai jealous pada pria dan wanita pendengar radio tersebut. Hasil survei tersebut, menyebutkan pria dan wanita yang berpacaran selama 4 bulan sampai dengan 2 tahun mengalami jealous dalam

3 berpacaran ketika dirinya merasa dirinya kurang berharga bagi pasangan. Berdasarkan hasil survei tersebut, yaitu Bandari Alamanda, S.Psi (2005) melakukan penelitian terhadap mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Padjajaran angkatan 2001 usia 17 sampai 23 tahun yang sedang berpacaran selama 4 bulan sampai dengan 2 tahun. Hasil dari penelitian tersebut, menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara self esteem dan jealousy pada mahasiswa/i yang sedang berpacaran/menjalin hubungan romantic love. Kekuatan self esteem dalam diri mahasiswa/i dapat memprediksi kekuatan jealousynya dan sebaliknya, kekuatan jealousy mahasiswa tersebut juga dapat memprediksi kekuatan self esteemnya. Semakin tinggi self esteem yang dimiliki mahasiswa/i, semakin rendah jealousy yang dialaminya. Sebaliknya, semakin rendah self esteem yang dimiliki mahasiswa tersebut, maka semakin tinggi jealousynya. Peneliti membagikan kuesioner kepada 17 orang responden usia 19 sampai 21 tahun yang sedang berpacaran di Universitas X Bandung. Peneliti melakukan survey bagaimana keadaan self esteem responden yang sedang berpacaran. Diperoleh data, bahwa sebanyak 94% responden merasakan bahwa dirinya merasa berharga, sedangkan 6% merasakan sebaliknya. Diperoleh data juga bahwa sebanyak 88,2% responden merasa bahwa dirinya merupakan pacar yang sesuai bagi pasangannya. Sebaliknya sebanyak 11,8% responden merasa bahwa keberadaan dirinya sebagai pacar, tidak sesuai bagi pasangannya. Sebagai mahasiswa, tentunya hubungan pacaran yang dibina berada dalam jenjang yang lebih matang dan serius dibandingkan pada masa remaja. Demikian pula dengan responden, sebanyak 94% responden merasa berhak mengungkapkan rencana dan

4 keinginan akan kelangsungan hubungan mereka di masa depan, namun 6% responden tidak merasakan demikian. Keyakinan akan kelanggengan hubungan pacaran di masa depan, berbeda pada tiap individu. Meskipun mereka merasa berhak menyatakan keinginan dan rencana kelangsungan hubungan di masa depan, namun tidak semuanya berkeyakinan bahwa hubungan mereka akan mantap hingga ke jenjang yang lebih serius (pernikahan). Sebanyak 70,5% responden berkeyakinan bahwa hubungannya akan langgeng, dikarenakan hubungan yang mereka bina dilandasi sportivitas komitmen dan restu dari orang tua masing-masing. Di sisi lain, sebanyak 29,5% responden menyatakan sebaliknya, bahwa mereka tidak yakin apakah hubungan yang mereka bina saat ini akan mencapai jenjang yang lebih serius, hal ini dikarenakan adanya prinsip yang berbeda dengan pasangannya, seringkali tidak menjalankan komitmen bersama sehingga hal tersebut memicu ketidakcocokan antara diri responden dengan pasangannya. Dua individu yang berbeda dengan segala kelebihan dan kekurangannya, diproses dan diuji kedewasaanya dalam suatu hubungan pacaran. Terdapat pula 88,2% responden merasa percaya diri pada kemampuannya, bahkan menurut mereka pasangannya memiliki kemampuan yang berbeda, dengan demikian mereka berharap dapat saling melengkapi. Sedangkan 11,8% responden merasa tidak percaya diri atas keadaan dirinya sebagai seorang pacar bagi pasangannya. Dalam berpacaran, setiap individu mengalami berbagai emosi, namun tidak semua individu dapat mengungkapkannya. Adakalanya mereka tidak menjadi diri sendiri di depan pasangannya. Terdapat 76,5% responden terbuka

5 dalam mengekspresikan emosinya di depan pasangannya, 23,5% responden lainnya lebih memilih untuk bersikap jaga image. Peneliti juga membagikan kuesioner jealousy pada responden yang sama. Hasilnya, 100% responden pernah merasakan cemburu terhadap pasangannya. Terdapat 17 responden dan diperoleh 70,5% responden menyatakan bahwa dirinya merupakan tipe pencemburu, sedangkan 29,5% lainnya bukan tipe pencemburu. Frekuensi kecemburuan responden terhadap pasangan masingmasing, juga bervariasi. Terdapat 11,7% responden sering merasakan cemburu terhadap pasangannya, sedangkan 88,3% responden kadang-kadang merasa cemburu terhadap pasangannya. Responden juga memiliki berbagai alasan yang melatarbelakangi kecemburuan yang dirasakan, yaitu : pasangan dekat dengan lawan jenis yang tidak dikenal, pasangan yang terlalu ramah, rasa takut kehilangan pasangan, pasanga masih berhubungan baik dan menceritaka segala sesuatu yang berhubungan dengan mantan pacarnya, pasangan lebih mengutamakan teman-temannya. Reaksi terhadap kecemburuan mereka juga beragam, yaitu : berkomunikasi baik-baik, diam, marah, acuh, kesal, tidak mau menghubungi pasangan. Responden juga ada yang berasumsi bahwa cemburu itu diperlukan dalam hubungan pacaran, namun ada juga yang sebaliknya. Terdapat 70,5% responden yang memiliki alasan mengenai perlunya cemburu terhadap pasangan, yaitu supaya semakin mempererat hubungan, pertanda rasa sayang terhadap pasangan, bentuk kepedulian terhadap pasangan, supaya pasangan mengetahui batas-batas pergaulan dengan lawan jenisnya. Pada sisi lain, terdapat 29,5% responden mengungkapkan bahwa pada dasarnya cemburu itu tidak perlu,

6 justru yang harus dibina adalah saling percaya dengan pasangan. Kecemburuan dalam hubungan pacaran memungkinkan untuk memicu adanya konflik dalam hubungan mereka. Berbagai reaksi yang diungkapkan di atas merupakan suatu bentuk ungkapan kecemburuan yang dipicu oleh adanya suatu konflik dengan pasangan. Menurut data yang diperoleh peneliti, terdapat 70,5% responden bertengkar dengan pasangannya tidak dipicu oleh dominasi rasa cemburu, pada sisi lain terdapat 29,5% responden dipicu oleh dominasi rasa cemburu. Umumnya responden memahami penyebab kecemburuan mereka terhadap pasangannya. Berdasarkan data di atas, peneliti melihat fenomena bahwa individu dengan self esteem yang berbeda, memungkinkan untuk mengalami jealousy. Secara global, 94% individu yang memiliki self respect tinggi, mereka mengalami jealousy dalam hubungannya bersama pasangan, misalnya takut kehilangan pasangan karena pasangan dekat dengan lawan jenis. Diantara individu dengan self respect tinggi tersebut, terdapat juga 29,5% individu dengan self efficacy rendah yang merasakan hurt (komponen jealousy) dan mengalami mate value (salah satu faktor jealousy) dalam berpacaran, misalnya adanya perbedaan prinsip dengan pasangan yang mengakibatkan perasaan sakit hati sehingga tidak yakin akan kelanjutan hubungannya bersama pasangan di masa depan. Beranjak dari pemikiran tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara self esteem dan jealousy pada mahasiswa Universitas X yang sedang menjalin hubungan romantic love.

7 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan hasil pengamatan fenomena jealousy yang diungkapkan di media massa dan survey terhadap mahasiswa Universitas X usia 19 sampai dengan 21 tahun yang sedang menjalin hubungan pacaran, maka masalah yang ingin diteliti adalah hubungan antara self esteem dan jealousy pada mahasiswa Universitas X yang sedang menjalin hubungan romantic love. 1.2 MAKSUD dan TUJUAN PENELITIAN 1.2.1 MAKSUD PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data mengenai self esteem dan jealousy pada mahasiswa Universitas X yang sedang menjalin hubungan romantic love. 1.2.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang hubungan self esteem dan jealousy pada mahasiswa Universitas X yang sedang menjalin hubungan romantic love.

8 1.3 KEGUNAAN PENELITIAN 1.3.1 KEGUNAAN TEORITIS Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi pengembangan ilmu Psikologi Perkembangan, khususnya mengenai hubungan antara self esteem dan jealousy pada mahasiswa/i yang sedang menjalin hubungan romantic love. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya. 1.3.2 KEGUNAAN PRAKTIS Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa/i untuk mengetahui kualitas self esteem dalam diri dan merespon jealousy sebagai ekpresi emosi negatif yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hubungannya bersama pasangan. 1.4 KERANGKA PIKIR Masa dewasa awal biasanya dimulai pada akhir usia belasan atau permulaan usia dua puluhan hingga tiga puluhan (Santrock, 1995). Ketika individu beranjak dewasa, ia mulai memilih pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara intim, membangun hubungan dengan lawan jenis yang dijadikan pasangan dalam hubungan cinta atau pacaran. Hubungan yang dekat dan stabil dengan pasangan tidak hanya diwarnai oleh rasa cinta dan peduli saja, adakalanya

9 juga memunculkan rasa jealous yang berhubungan dengan kehidupan pasangan terhadap lingkungan maupun pribadinya. Romantic love juga menandai kehidupan percintaan para remaja maupun mahasiswa/i. Romantic love mencakup jalinan emosi yang berbeda-beda, seperti ketakutan, amarah, hasrat seksual, kesenangan dan kecemburuan (Berscheid & Fei, 1977 dalam Santrock, 1995). Romantic love adalah pengalaman ketika keintiman dan nafsu yang tinggi terjadi secara bersamaan. Romantic love merupakan perpaduan dari rasa suka dan jatuh hati terhadap seseorang (Robert Sternberg, 1986 dalam Santrock, 1995). Banyak bentuk emosi yang baik maupun buruk, yang dapat mempengaruhi perasaan-perasaan individu dalam romantic love. Romantic love bersumber dari ketergugahan psikologis yang digabungkan dengan kepercayaan bahwa individu lain adalah penyebab ketergugahannya (Berscheid & Walster, 1974 dalam Santrock 1995). Suatu hubungan romantic love akan berjalan dengan baik, salah satunya bila didukung oleh self esteem yang sehat pada diri individu tersebut. Self esteem adalah kecenderungan individu untuk memandang bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi tantangan kehidupan dan layak merasa bahagia (Branden, 1994). Self esteem memiliki dua aspek yang saling terkait, yaitu : (1) Self efficacy (keyakinan dalam menghadapi tantangan hidup) dan (2) Self respect (perasaan layak untuk merasa bahagia). Ketika individu merasa diri mampu dan berharga, maka individu memiliki dasar untuk menghargai dan mencintai orang lain. Tetapi apabila individu kurang menghargai dirinya, maka individu akan

10 merasa kebutuhan dirinya belum terpenuhi. Ini merupakan salah satu alasan mengapa usaha dalam suatu hubungan seringkali gagal. Menurut Branden (1994), apabila individu merasa tidak mampu menghadapi tantangan hidup, tidak memiliki dasar self trust, yakin pada pikirannya, maka perlu mengenali kekurangan self esteemnya. Selain itu, apabila individu bermasalah dalam self respect-nya, merasa tidak layak untuk menerima cinta atau penghargaan dari orang lain, merasa tidak berhak untuk merasa bahagia, takut pada pendapat orang lain, maka perlu juga untuk mengenali kekurangan self esteem-nya. Apabila salah satu dari self respect atau self efficacy tidak ada, maka self esteem akan lemah. Sejak self esteem menjadi suatu kepentingan bagi individu, maka dihasilkan praktek-praktek yang mendukung self esteem, yaitu : (1) The practice of living consciously (menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran dan mampu menampilkan tingkah laku yang sesuai). (2) The practice of self acceptance (menerima keberadaan diri sebagai individu yang berharga). (3) The practice of self responsibility (kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap tindakan dan pencapaian tujuannya). (4) The practice of self assertiveness (menghargai nilai-nilai dan kebutuhan individu). (5) The practice of living purposefully (mampu mencapai tujuan dalam mengatasi tantangan hidup). (6) The practice of personal integrity (kemampuan untuk menggabungkan idealisme, pendirian, standar, keyakinan, dan perilaku). Praktek-praktek pendukung self esteem di atas, terintegrasi dalam kehidupan kita sehari-hari dan merupakan hal yang penting karena dapat menimbulkan emosi dan tindakan. Segala sesuatu yang dipikirkan, dipercayai, dan

11 dikatakan oleh individu tentang dirinya akan mempengaruhi perasaan dan perilakunya. Self esteem yang tinggi nampak dalam beberapa perilaku sebagai berikut : bertahan dalam kesulitan ; berusaha dalam menghadapi tantangan dan mencapai tujuan yang bermanfaat ; cenderung ambisius dalam pengalaman hidup yang berhubungan dengan emosional, intelektual, kreatifitas, spiritualitas, ekspresif, lebih terbuka, jujur, berkomunikasi dengan cara yang tepat, merasa yakin dalam menjalani hidup, merasa kompeten dan berharga, menilai kemampuannya secara realistik. Sedangkan self esteem yang rendah nampak dalam beberapa perilaku berikut : mudah menyerah, mencari kenyamanan dalam hal-hal yang lazim dan tidak sulit, kurang ingin berprestasi, lebih tertutup, menghindar, berkomunikasi dengan cara yang kurang tepat, merasa tidak pantas untuk hidup, merasa sebagai orang yang salah, cenderung meremehkan kemampuannya. Dalam suatu hubungan romantic love, kualitas self esteem dalam diri individu akan memprediksi jealousy yang dialami individu selama berhubungan bersama pasangan. Jealousy adalah pengalaman emosi negatif yang dihasilkan dari kehilangan suatu hubungan yang berharga bersama pasangan dan menduga akan adanya individu lain yang akan menjadi saingan / rival (Salovey, 1991 dalam Brehm, 2002). Jealousy meliputi tiga macam perasaan (Guerrero & Andersen, 1998b ; Sharpsteen, 1993 dalam Brehm, 2002), yaitu : (1) Hurt (perasaan sakit hati karena pasangan gagal untuk menghargai komitmennya dalam suatu hubungan). (2) Fear (perasaan takut yang dihasilkan dari harapan yang buruk

12 akan ditelantarkan dan kehilangan pasangan). (3) Anger (perasaan marah yang mengacu pada perilaku pasangan yang mulai menyimpang). Jealousy dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : (1) Dependency (ketergantungan individu terhadap pasangannya bila tidak memiliki alternatif orang lain untuk dijadikan pasangan ). (2) Inadequacy (perasaan cemas bahwa dirinya tidak memenuhi harapan pasangannya). Individu yang inadequacy cenderung merasa jealous dibandingkan dengan individu yang merasa yakin dapat memenuhi harapan pasangannya. Di dalam inadequacy, tercakup pula mate value, yaitu penilaian terhadap pasangan, dimana salah seorang pasangan lebih diharapkan daripada pasangannya. (3) Attachment style (hubungan emosional yang sangat dekat antara bayi dan perawatnya). Dalam hal ini yang dibangun adalah adult attachment. Salah satu bentuk attachment style, yaitu preoccupied (individu terlihat dekat dengan orang lain, tetapi berada dalam kecemasan yang kronis bila pasangannya tidak cukup mencintainya lagi). Individu dengan preoccupied style cenderung merasakan jealous. (4) Sexual exclusivity (pandangan individu terhadap jenis kelamin semata). Individu yang mengharapakan pasangannya ber-monogami cenderung lebih merasa jealous. (5) Traditional gender roles (pola-pola perilaku yang secara budaya mengharapkan pria dan wanita menjadi sosok yang normal ). Pria yang maskulin dan wanita yang feminin cenderung merasa jealous dibandingkan dengan individu androgyni. Guerrero & Andersen (1998 dalam Brehm, 2002) mengungkapkan bahwa self esteem yang tinggi tidak selalu mengalami jealousy yang rendah, dibandingkan dengan individu yang self esteem yang rendah. Berkaitan dengan

13 faktor inadequacy, self confidence dalam suatu hubungan umumnya dipengaruhi oleh perasaan self worth individu. Persepsi individu tentang adequacy-nya (kecukupan) sebagai pasangan dalam suatu hubungan tergantung pada seberapa besar pasangannya menyukai dan membutuhkannya dibandingkan dengan seberapa besar individu menyukai dirinya. Faktor inadequacy dalam diri individu tersebut berkaitan dengan self esteem yang terbentuk dalam diri individu tersebut. Branden (1994), tidak membahas bahwa self esteem berhubungan langsung dengan jealousy. Namun Branden memaparkan, adanya hubungan antara self esteem dengan fear, hurt, dan anger, dimana dalam suatu hubungan romantic love, ketiga komponen tersebut merupakan perasaan yang membentuk jealousy. Mahasiswa yang sedang berpacaran, memiliki self esteem yang berbedabeda dalam dirinya. Seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa self esteem terbentuk oleh self efficacy dan self respect. Selama berhubungan bersama pasangan, adakalanya individu mengalami emosi negatif. Salah satu bentuk emosi negatif dalam berpacaran adalah jealousy. Jealousy terbentuk dari komponen hurt, fear dan anger. Secara tidak langsung, munculnya jealousy dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu dependency, inadequacy, attachment style, sexual exclusivity, traditional gender roles. Beranjak dari pemikiran di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara self esteem dan jealousy yang diringkas dalam bagan kerangka pikir sebagai berikut :

14 Faktor yang mempengaruhi jealousy : Dependency Inadequacy Attachment style Sexual exclusivity Traditional gender roles Mahasiswa Universitas X Bandung yang berpacaran Self esteem Jealousy Self efficacy Self respect Hurt Fear Anger Bagan 1.1 Kerangka pikir

15 1.5 ASUMSI PENELITIAN 1. Mahasiswa/i yang sedang menjalin hubungan romantic love, memungkinkan memiliki tingkat self esteem yang berbeda dalam menjalankan perannya sebagai seorang kekasih bagi pasangannya. 2. Self esteem memiliki dua buah komponen yang saling mendukung, yaitu self efficacy dan self respect. 3. Self esteem berkaitan dengan perasaan fear, hurt dan anger dalam hubungannya dengan kedekatan bersama orang lain. 4. Jealousy mencakup perasaan hurt, fear dan anger yang memungkinkan perbedaan tingkat jealousy tinggi dan rendah. 1.6 HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis penelitian yang diajukan adalah : Terdapat hubungan antara self esteem dan jealousy pada mahasiswa/i Universitas X yang sedang menjalin hubungan romantic love.