Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(3): , Agustus 2015

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN TERHADAP PROTEIN KASAR, BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK, DAN KADAR ABU

EFEK SUPLEMENTASI BERBAGAI AKSELERATOR TERHADAP KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH TANAMAN SINGKONG

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN TINGKAT BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN NUTRISI SILASE LIMBAH SAYURAN

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 3(4): , November 2015

KANDUNGAN NUTRISI SILASE JERAMI JAGUNG MELALUI FERMENTASI POLLARD DAN MOLASES

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

KANDUNGAN LEMAK KASAR, BETN, KALSIUM DAN PHOSPOR FESES AYAM YANG DIFERMENTASI BAKTERI Lactobacillus sp

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): , Mei 2016

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KADAR BAHAN KERING DAN KADAR BAHAN ORGANIK SILASE LIMBAH SAYURAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

PERUBAHAN MASSA PROTEN, LEMAK, SERAT DAN BETN SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

PEMBUATAN BIOPLUS DARI ISI RUMEN Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PENGARUH LAMA PEMERAMAN TERHADAP NILAI BAHAN KERING, BAHAN ORGANIK DAN SERAT KASAR PAKAN KOMPLIT BERBASIS PUCUK TEBU TERFERMENTASI MENGGUNAKAN EM-4

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA PEMBUATAN SILASE TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ph SILASE RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN

Kualitas Silase Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Penambahan Dedak Halus dan Ubi Kayu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. panen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian umumnya mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Penambahan Inokulum terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Kalanjana

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Fermentasi Silase Beberapa Jenis Rumput

PERUBAHAN TERHADAP KADAR AIR, BERAT SEGAR DAN BERAT KERING SILASE PAKAN LENGKAP BERBAHAN DASAR JERAMI PADI DAN BIOMASSA MURBEI

EFEK SUPLEMENTASI AKSELERATOR PADA SILASE LIMBAH TANAMAN SINGKONG TERHADAP NILAI FLEIGH KADAR ASAM SIANIDA DAN KUALITAS FISIK

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

SILASE DAN GROWTH PROMOTOR

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai

KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH PISANG (BATANG DAN BONGGOL) DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK RUMINANSIA

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penambahan EM4 dan Gula Merah terhadap Kualitas Gizi Silase Rumput Gajah (Pennesetum purpereum)

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

SURVEI SIFAT FISIK DAN KANDUNGAN NUTRIEN ONGGOK TERHADAP METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DI DUA KABUPATEN PROVINSI LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

Pengaruh Molases pada Silase Kulit Umbi Singkong...Fachmi Fathur R

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein pada fermentasi

MENINGKATKAN NILAI NUTRISI FESES BROILER DAN FESES PUYUH DENGAN TEKNOLOGI EFEKTIVITAS MIKROORGANISME SEBAGAI BAHAN PAKAN BROILER

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan sebagai pakan ternak diantaranya jerami padi, jerami jagung, jerami

(THE EFFECT OF USED MOLASSES TO CASSAVA PEEL (Manihot esculenta) ENSILAGE ON DRY MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY IN VITRO)

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah sapi perah FH pada periode

I. PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap peningkatan produksi ternak. Namun biaya pakan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 03 Pebruari :23 - Update Terakhir Selasa, 17 Pebruari :58

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

SKRIPSI KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH PISANG (BATANG DAN BONGGOL) DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK RUMINANSIA

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013.

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

KANDUNGAN BAHANG KERING, SERAT KASAR DAN AIR DAUN ECENG GONDOK YANG DIFERMENTASI DENGAN BERBAGAI LEVEL EM4 PADA LAMA WAKTU YANG BERBEDA

PENGARUH BERBAGAI KOMPOSISI LIMBAH PERTANIAN TERHADAP KADAR AIR, ABU, DAN SERAT KASAR PADA WAFER

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

MEMBUAT SILASE PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

Transkripsi:

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI STARTER PADA PEMBUATAN SILASE RANSUM TERHADAP KADAR SERAT KASAR, LEMAK KASAR, KADAR AIR, DAN BAHAN EKSTRAK TANPA NITROGEN SILASE The Effect of Different Additioning Starter to Making Silage On Crude Fiber Content, Crude Fat, Water Content, and Material Extract Without Nitrogen Silage Istiana Pratiwi a, Farida Fathul b, dan Muhtarudin b a The Student of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University b The Lecture of Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture Lampung University Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 Telp (0721) 701583. e-mail: kajur-jptfp@unila.ac.id. Fax (0721)770347 ABSTRACT The aim of this research are to find: 1) the effects of addition of various kind levels of starter to crude fiber, crude fat, moisture content, extract material without nitrogen, in silage feed, 2) one of the best starter in increasing the nutrient content in silage feed. The research was conducted in December 2014 Februari 2015 at Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung and in the Laboratory of Nutrition and Feed Livestock, Department of Animal Husbandry, Faculty of Agriculture, University of Lampung. The number of microbes was analyzed in Balai Veteriner Lampung. The method in this research used completely randomized design. The treatments was consisted of basal ration (R 0 ), basal diet + stater EM4 (R 1 ), basal diet + EM4 starter culture (R 2 ), and the basal diet + starter rumen fluid (R 3 ). The results showed that the addition of various kind levels of starter indicated significant effect (P<0.05) to moisture, very significant effect (P<0.01) to crude fat, but indicated not significant effect (P>0.05) to crude fiber and BETN of silage. (Keywords: Silage, Rumen Fluid, EM4, Nutrition) PENDAHULUAN Masalah utama yang selalu dihadapi peternak adalah pakan. Ketersediaan pakan hijauan dari waktu ke waktu semakin lama semakin berkurang dan cepat mengalami pembusukan ketika disimpan, menyebabkan terjadinya kekurangan pakan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh peternak adalah dengan memanfaatkan limbah agroindustri pertanian yang tersedia. Limbah ini dapat dijadikan sebagai pakan ternak, namun kelemahan dari limbah ini adalah terdapat kandungan zat anti nutrisi yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh ternak dan masa simpan yang relatif sebentar. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan limbah ini agar tidak mengalami kebusukan diperlukan adanya teknologi yang tepat agar kebutuhan akan hijauan pakan dapat terpenuhi,baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Menurut Saenab (2010), manfaat dari teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama. Salah satu pengolahan yang banyak dilakukan yaitu dengan pembuatan silase, karena mudah dalam aplikasinya, murah, hasilnya memuaskan dan kandungan nutrisinya baik. Silase memiliki kadar air yang rendah dan mengandung asam laktat yang tinggi. Asam laktat dihasilkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) sehingga tingkat pembusukkan dapat diminimalisir. Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi oleh mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat yang mampu melakukan fermentasi dalam keadaan aerob sampai anaerob. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Strater (inokulan) yang ditambahkan dalam penelitian ini berasal dari EfectiveMicroorganism (EM4), EM4 yang dikembang biakkan, dan cairan rumen yang dikembang biakkan. EM4 memiliki keunggulan mampu memperbaiki jasad renik di dalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan bau kotoran akan berkurang. EM4 juga memiliki kelemahan, yaitu apabila EM4 tidak diinokulasi dengan benar maka dapat menghasilkan gas beracun. Rumen merupakan limbah padat Rumah Potong Hewan (RPH) yang kaya akan protein. Cairan rumen juga kaya akan bakteri dan protozoa. Keunggulan starter cairan rumen yaitu mudah didapat, aplikatif, serta mempercepat proses fermentasi. Kelemahan dari 116

mikroorganisme lokal (MOL) ini yaitu, ketika jumlah protozoa meningkat maka laju pencernaan serat kasar akan menurun. Menurut penelitian Sandi dkk, (2010), umbi yang difermentasi dengan cairan rumen mengalami penurunan serat kasar sebesar 5,05%. EM4 yang dikembangbiakan terdiri dari tempe busuk, bekatul, molasses, dan air. Tempe busuk dan bekatul berperan sebagai penyedia karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi buat mikroorganisme. Molasses berperan sebagai glukosa yang merupakan sumber energi bagi mikroorganisme yang bersifat spontan atau lebih mudah dimakan oleh bakteri. EM4 berperan sebagai sumber bakteri. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kemudian, analisis kandungan zat makanan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Analisis jumlah mikroba dilaksanakan di Balai Veteriner Lampung. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ampas tahu, kulit coklat, rumput gajah, bungkil sawit, kulit singkong, onggok, jenjet jagung, dedak, molasses, mineral, em4, urea, tempe busuk, cairan rumen, H 2 SO 4 1.25 %, NaOH 3.25 %, aseton, aquadest, kloroform, dan ethanol. Alat yang digunakan yaitu 1 set peralatan analisis proksimat (kadar lemak kasar, serat kasar, BETN, dan kadar air), nampan, toples, pisau, panci, spatula, kompor, jerigen, chopper, kantong plastik 2500g, dan timbangan analitik. Rancangan penelitian Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu ransum basal, ransum basal+em4, ransum basal+em4 yang dikembangbiakkan, dan ransum basal+cairan rumen. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila hasil analisis didapat peubah yang nyata dan atau sangat nyata maka dilanjutkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dan atau 1% yang terencana untuk membandingkan dengan perlakuan kontrol Pelaksanaan Penelitian Membuat starter rumen dan em4 yang dikembangbiakkan dengan cara awal pembuatan mol. Starter rumen dibuat dengan memodifikasi panduan pada Burenok dkk, (2006) yakni: Mencampur dedak sebanyak 0,5 kg dengan 2,5 liter air, kemudian mendidihkan dan dinginkan. Lalu menyaring dan mengambil airnya ; Mencampurkan cairan rumen sebanyak 1 liter dengan molases sebanyak 1 litter; Mencampurkan air rebusan dedak ke dalam larutan campuran nomer 2; Memasukkan larutan bio-aktivator tersebut pada wadah ember yang terbuat dari bahan plastik dan kemudian ditutup rapat; atau dapat menambahkan selang yang kemudian dihubungkan kedalam botol berisi air; Mendiamkannya selama 3 4 hari di tempat yang aman dan teduh. Pada hari 3-4 bakteri hasil pengembangan ini sudah dapat diambil dengan cara disaring memakai saringan; hasil MOL cairan rumen sudah dapat digunakan. Pembuatan silase ransum berbasis limbah pertanian : rumput gajah yang baru dipanen dilayukan selama 3 12 jam. Pelayuan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan airnya; mencacah tanaman rumput gajah menggunakan mesin chopper dengan ukuran 1 5 cm; memotong limbah kulit kakao dengan ukuran 1 2 x 5 10 cm; mencampurkan rumput gajah sebanyak 1,18 kg, kulit singkong 1,04 kg, jenjet jagung 0,11 kg, kulit kakao 0,34 kg, bungkil sawit 0,87 kg, ampas tahu 1 kg, onggok 0,19 kg, molasses 0,27 kg, urea 0,01 kg, dan mineral 0,002 kg. Semua bahan dalam keadaan segar. Bahanbahan tersebut dihomogenkan lalu ditimbang keseluruhanya sebanyak 5 kg untuk setiap unit percobaan; menambahkan perlakuan yang diterapkan pada ransum tersebut dan masingmasing perlakuan diulang 3 kali; ransum difermentasi selama 21 hari. Setelah 21 hari, silase ransum dibuka kemudian dilakukan uji anaisis proksimat (kadar air, lemak kasar, serat kasar, dan BETN). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar air, lemak kasar, serat kasar, dan BETN. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter terhadap Kadar Air Silase Ransum Analisis ragam kadar air pada silase ransum ini menunjukkan bahwa starter 117

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air. Hal ini berarti, terjadi peningkatan kadar air antara ransum basal dengan ransum yang diberi penambahan starter. Kadar air (%BK) pada masing-masing perlakuan yakni R 0 sebesar 26,19%, R 1 sebesar 36,99%, R 2 sebesar 35,27%, R 3 sebesar 34,94%.(Tabel 1). Tabel 1. Rata-rata kadar air, kadar serat kasar, kadar lemak kasar, dan kadar BETN silase ransum Perlakuan Kadar Air (BS) Kadar Serat Kasar (BK) Kadar Lemak Kasar (BK) Kadar BETN (BK) -------------------------------------------%------------------------------------------- R 0 26,19±0,89 a 21,62±0,98 a 5,64±0,18 c 50,52±1,18 a R 1 36,99±5,15 b 19,65±0,38 a 6,74±0,16 d 49,06±3,28 a R 2 35,27±1,67 b 21,07±1,26 a 3,38±0,41 b 50,55±1,53 a R 3 34,94±4,14 b 21,13±0,91 a 2,85±0,07 a 53,00±1,18 a Keterangan: huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) R 0 : ransum basal R 1 : ransum basal + starter (EM4 Peternakan 4% w/w) R 2 : ransum basal + starter (EM4 Peternakan+tempe busuk+molases+air 4% w/w) R 3 : ransum basal + starter (cairan rumen kambing+tempe busuk+molases+air 4% w/w) antara kandungan kadar air silase tanpa perlakuan (26,19±0,89%) dan dengan penambahan starter (34,94±4,14%; 35,27±1,67%; 36,99±5,15%) menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Peningkatan kadar air ini dikarenakan selama proses fermentasi berlangsung, terjadi pertambahan berat pada silase. Pertambahan berat pada silase berupa air yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald (1981) bahwa selama proses ensilase berlangsung, maka terjadi penurunan bahan kering dan peningkatan kadar air yang disebabkan oleh tahap ensilase pertama yaitu respirasi masih terus berlangsung, glukosa diubah menjadi CO 2, H 2 O, dan panas. Selain itu juga peningkatan kadar air ini dikarekan starter yang digunakan berupa cairan dan didalamnya terkandung molasses yang memiliki kandungan air tinggi sebesar 17,6% (Sutardi, 1981). Bakteri asam laktat yang lebih tinggi juga dapat menghasilkan air lebih banyak, karena bakteri asam laktat dapat mengubah glukosa menjadi air. Akan tetapi, antara starter yang digunakan menghasilkan kadar air silase yang tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroba pada masing-masing starter mempunyai aktivitas yang sama. Hal ini karena jumlah populasi bakteri yang terkandung dalam EM4 peternakan, EM4 peternakan yang dikembangbiakkan, dan cairan rumen yang dikembangbiakkan masing-masing sebanyak 1,0x10 8 cfu/ml. Jumlah bakteri yang sama ditambahkan kedalam ransum yang sama dan kondisi ruangan yang sama, maka akan menghasilkan kadar air silase yang sama juga. Pada pembuatan inokulum, jumlah EM4 peternakan baik pada R 1 maupun R 2 adalah sama, namun hasil kadar air menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan dosis tempe busuk yang digunakan pada pembuatan inokulum ini masih sedikit, sehingga aktivitas mikroba yang berlangsung selama proses fermentasi tidak mempengaruhi perlakuan. Hal ini juga terjadi pada perlakuan R 2 dan R 3 yang tidk berbeda nyata pula. Pada pembuatan inokulum R 2 dan R 3 yang berbeda hanya pada penggunaan EM4 dan cairan rumen, namun hasil kadar air menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pula. Hal ini disebabkan oleh jumlah bakteri yang terdapat pada EM4 dan cairan rumen yang hampir sama dan dosis tempe busuk yang digunakan dalam pembuatan inokulum juga masih sedikit, shingga aktivitas mikroba yang berlangsung selama proses fermentasi tidak mempengaruhi perlakuan. B. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter terhadap Kadar Serat Kasar Silase Ransum Analisis ragam kadar serat kasar pada silase ransum ini menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti, tidak terjadi penurunan maupun peningkatan kadar serat yang signifikan dengan penambahan berbagai starter ini. Data rata-rata kadar serat kasar silase ransum disajikan pada Tabel 1. Kadar serat kasar (% BK) pada masing-masing perlakuan yakni R 0 sebesar 21,62%, R 1 sebesar 19,65%, R 2 sebesar 21,07%, dan R 3 sebesar 21,13% (Tabel 1). antara kandungan serat kasar silase tanpa perlakuan (21,62±0,98%) dan dengan penambahan starter (19,65±0,38%; 21,07±1,26%; 21,13±0,91%) menghasilkan pengaruh yang tidak 118

nyata. Pada perlakuan R 0, R 1, dan R 2 mengalami peningkatan serat kasar, namun pada R 3 kandungan serat kasar menurun. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan R 3 menggunakan cairan rumen yang mengandung enzim yang akan menghidrolisis fraksi serat. Sobowale dkk, (2007) menyatakan bahwa penambahan bakteri asam laktat mampu menurunkan kandungan serat kasar selama fermentasi. Penambahan inokulum ini menyebabkan peningkatan bakteri pada substrat, sehingga aktivitas enzim meningkat dalam mengurai komponen serat menjadi molekul yang lebih sederhana. Ratnakomala dkk, (2006) menyatakan bahwa penambahan inokulum akan semakin mempercepat proses fermentasi dan semakin banyak substrat yang didegradasi. Pernyataan ini juga didukung oleh Jones dkk, (2004) yang menyatakan bahwa selama ensilase terjadi aktivitas pendegradasian komponen selulosa dan hemiselulosa oleh mikroorganisme yang terlibat pada proses fermentasi. Sementara bakteri lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi gula-gula sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat dan butirat) selama ensilase berlangsung. Akibatnya produk akhir yang dihasilkan lebih mudah dicerna jika dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi. Selain itu produk asam organik yang dihasilkan juga mampu mendegradasi komponen serat terutama selulosa dan hemilselulosa. Selain itu kadar serat kasar yang tidak berpengaruh nyata ini kemungkinan terjadi karena jumlah bakteri yang terkandung pada masing-masing perlakuan masih kurang, sehingga tidak dapat mencerna serat kasar. Jumlah bakteri asam laktat yang kecil, maka gulagula sederhana yang dikonversi ke asam organik pun lebih kecil, sehingga kemampuan asam organik dalam mendegradasi komponen serat terutama selulosa dan hemiselulosa menjadi lebih kecil. C. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter terhadap Kadar Serat Kasar Silase Ransum Analisis ragam kadar lemak kasar pada silase ransum ini menunjukan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01). Hal ini berarti, terjadi perbedaan yang signifikan antara silase tanpa perlakuan dengan silase yang diberi penambahan starter. Data rata-rata kadar lemak kasar silase ransum disajikan pada Tabel 1. Kadar lemak kasar (% BK) pada masing-masing perlakuan yakni R 0 sebesar 5,64%, R 1 sebesar 6,74%, R 2 sebesar 3,38%, dan R 3 sebesar 2,85% (Tabel 1). Setelah dilakukan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT), maka diperoleh hasil bahwa antara kandungan lemak kasar silase tanpa perlakuan (5,64±0,18%) dan dengan penambahan starter (6,74±0,16%; 3,38±0,41%; 2,85±0,07%) menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata. Kandungan lemak kasar silase ransum mengalami penurunan seiring dengan penambahan berbagai starter. Penurunan lemak kasar pada R 2 dan R 3 kemungkinan disebabkan oleh terpecahnya ikatan kompleks trigliserida menjadi ikatan-ikatan yang lebih sederhana antara lain dalam bentuk asam lemak dan alkohol. Sebagian dari asam lemak yang terbentuk akan menguap sehingga kadar lemak kasar menjadi turun. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2003), bahwa kandungan lemak kasar dari bahan pakan terdiri dari ester gliserol, asam-asam lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak sehingga mudah menguap. Akan tetapi pada perlakuan R 1 kadar lemak mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi karena adanya asam lemak yang dihasilkan pada penambahan starter. Hal ini sejalan dengan pendapat Soeparno (1998) yang menyatakan bahwa pada proses fermentasi silase, terdapat aktivitas bakteri yang menghasilkan asam lemak cukup tinggi sehingga kandungan lemak cenderung meningkat. D. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter terhadap Kadar BETN Silase Ransum Analisis ragam kadar BETN pada silase ransum menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti tidak terjadi peningkatan kadar BETN yang signifikan dengan penambahan berbagai starter pada silase ransum. Data rata-rata kadar BETN silase ransum disajikan pada Tabel 1. Kadar BETN (% BK) pada masing-masing perlakuan yakni R 0 sebesar 50,52%, R 1 sebesar 49,06%, R 2 sebesar 50,55%dan R 3 sebesar 53,00% (Tabel 1). kandungan BETN silase tanpa perlakuan (50,52±1,18%) dan dengan penambahan starter (49,06±3,28%; 50,55±1,53%; 53,00±1,18%) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan R 2 dan R 3 terdapat peningkatan kandungan BETN. Peningkatan BETN seiring dengan penambahan bakteri asam laktat, karena penurunan serat kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillman dkk. (1991), bahwa penurunan kandungan serat kasar dari suatu bahan makanan akan menaikkan kandungan BETNnya. Terjadi peningkatan BETN tersebut kemungkinan juga disebabkan karena jumlah bakteri asam laktat juga yang meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ridwan dan Widyastuty (2001) bahwa penambahan inokulan bakteri asam laktat dimaksudkan untuk menambah populasi bakteri yang biasanya sudah ada pada rumput atau hijauan yang dibuat silase. Kadar BETN yang tidak berpengaruh nyata ini juga kemungkinan disebabkan oleh jumlah bakteri yang terkandung dalam starter 119

memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 1,0x10 8 cfu/ml, sehingga hasil BETN yang dihasilkan pun sama. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil simpulan bahwa penambahan berbagai starter pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kadar air, berpengaruh sangat nyata terhadap kadar lemak kasar, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar serat kasar dan kadar BETN. Tidak terdapat perlakuan terbaik pada silase ransum dengan penambahan berbagai starter. DAFTAR PUSTAKA Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor Bureenok, S., T. Namihira, S. Mizumachi, Y. Kawamoto, and T. Nakada. 2006. The effect of epiphytic lactic acid bacteria with or without different by product from defatted rice bran and green tea waste on napiergrass (Pennisetum purpureum Shumach) silage fermentation. J. Sci. Food Agric. 86: 1073-1077 Hasni. 2009. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum, Schumacher & Thonn) yang Diberi Pupuk Organik pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi Sarjana, Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Jones, C.M., A.J. Heinrichs,G.W. Roth,and V.A. Issler. 2004. From Harvest to Feed: Understanding silage management. Pensylvania, Pensylvania State University. Makmur, Indrawati. 2006. Kandungan Lemak Kasar dan BETN Silase Jerami Jagung (Zea mays L) dengan Penambahan Beberapa Level Limbah WHEY. Skripsi Sarjana, Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons Ltd., London Ratnakomala, S., R. Ridwan., G. Kariina., dan Y. Widyatuti. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus Piantarum 1A-2 dan 1BL-2 Terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Penissetum Purpureum). Biodivertas. 7:131-134 Ridwan, R. dan Y. Widyastuti. 2001. Membuat Silase: Upaya mengawetkan dan mempertahankan nilai nutrisi hijauan pakan ternak. Warta Biotek LIPI15 (1): 9-14 Sandi S., E. B. Laconi, A. Sudarman, K.G. Wiryawan, dan D. Mangundjaja.2010. Kualitas Nutrisi silase Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim Cairan Rumen Sapi dan leuconostoc Mesenteroides. Institut Pertanian Bogor. Bogor Saenab, A. 2010. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Sayuran Pasar Sebagai Pakan Ternak Ruminansia di DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Jakarta Sobowale, A. O., T. O. Olurin, and O. B. Oyewole. 2007. Effect of lactic acid bacteria starter culture fermentation of cassava on chemical and sensory characteristics of fufu flour. Afr J. Biotech. 16: 1954-1958 Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging cetakan ke tiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta Sutardi,T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor Tillman, D.A., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. 120