BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Infeksi nosokomial yaitu setiap infeksi yang didapat selama perawatan di rumah sakit, infeksi yang didapat bukan timbul ataupun sudah pada stadium inkubasi saat masuk dan dirawat di rumah sakit, atau merupakan infeksi yang berhubungan dengan perawatan di rumah sakit sebelumnya (Soedarmo, Garna, Hadinegoro, Satari, 2008). Pada saat pasien dirawat, penurunan daya tahan tubuh, membuatnya rentan hingga mudah terjangkit mikroorganisme yang ada di sekitarnya (Schwartz, 2000). Transmisi infeksi nosokomial dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu: flora transien dan residen dari kulit pasien sendiri, flora dari petugas kesehatan ke pasien, dan flora dari lingkungan rumah sakit. Petugas kesehatan memiliki peran besar dalam rantai transmisi infeksi ini karena petugas kesehatan lebih banyak berinteraksi dengan pasien terutama perawat. Cuci tangan telah sejak lama dipraktikkan untuk memutus 1
rantai transmisi ini, sehingga infeksi nosokomial dapat dicegah (Departemen Kesehatan RI, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Girou et al. (2002) membuktikan bahwa cuci tangan mampu menurunkan jumlah kuman pada tangan hingga 58%. Dobson (2003) menyatakan bahwa cuci tangan dapat mencegah lebih dari 1 juta kematian per tahun akibat penyakit diare, sedangkan mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan diare hingga 47%. Terhadap individu yang bersangkutan, cuci tangan dapat meningkatkan kebersihan dan mempertahankan kesehatan diri. Perawat harus mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat infeksi nosokomial. Kendati telah ditetapkan oleh Rumah Sakit, masih banyak perawat kurang memperhatikan bahkan tidak jarang mengabaikan prosedur baku penegakan hand hygiene sebelum dan sesudah tindakan pada pasien dilakukan (Setiawati, 2009). Menurut Widmer (2000), terdapat dua konsep dasar penegakan higiene tangan yang berbeda yaitu hand washing dan hand rubbing. Telaah yang dilakukan oleh Girou et al. (2002) dan Parienti et al. (2002) menambah bukti bahwa menggosok tangan 2
menggunakan cairan berbahan dasar alkohol lebih efektif dibandingkan metode kebersihan yang standar yaitu mencuci tangan menggunakan air dan sabun. Semmelweis (1981) melakukan observasi bahwa peningkatan rerata kematian ibu saat proses persalinan disebabkan karena dokter dan mahasiswa yang sering datang ke ruang bersalin selepas mempersiapkan autopsi dan meninggalkan cairan pada tangannya, selain cairan sabun saat mencuci tangan. Hipotesis beliau menyatakan bahwa partikel cadaverous yang ditransmisikan oleh dokter dan mahasiswa dapat menyebabkan demam. Peneliti ini merekomendasikan cairan antisepsis dengan chlorinated lime solution khususnya ketika dokter meninggalkan ruang autopsi. Hasil evidence base menetapkan bahwa hand rubbing dengan bahan berbasis alkohol lebih efektif menekan perkembangbiakan bakteri pada tangan dan cross transmission yang disebabkan oleh tim kesehatan dibandingkan dengan menggunakan cairan sabun anti mikroba. Mathai, Allegranzi, Kilpatrick, Pittet (2010) mengatakan bahwa cuci tangan dengan alkohol hanya 3
membutuhkan waktu 20-30 detik untuk pengeringan, sedangkan penggunaan sabun membutuhkan waktu 60-90 detik. Tangan yang basah dapat menumbuhkan dan menyebarkan mikroorganisme dibandingkan dengan tangan yang kering. Penggunaan alkohol untuk cuci tangan memiliki beberapa kelebihan: a. Sangat banyak mengurangi jumlah kuman di kulit, kerjanya cepat dan lebih sedikit menyebabkan iritasi (gatal-gatal) dibandingkan dengan berkali-kali memakai air dan sabun (New South Wales Health, Indonesian March 2006). b. Pembersihnya menguap tanpa bekas, dan juga mengandung zat pelembab yang menjaga agar kulit tetap dalam keadaan baik. c. Karabay, et al. (2004) menyatakan bahwa cairan alkohol lebih efektif penggunaannya dalam mencuci tangan, sebab masa kering cairan alkohol lebih cepat (yaitu sekitar 20-30 detik) dibandingkan mencuci tangan memakai sabun, setelah kering tidak akan membuat kuman berkembang biak. 4
Kelemahan menggunakan alkohol adalah : a. Pembersih tangan berbahan dasar alkohol tidak berhasil baik jika kulit tampak nyata kotornya karena pembersih itu tidak melunturkan dan membasuh kotoran seperti dilakukan oleh sabun dan air (New South Wales Health, Indonesian March 2006). b. Biaya untuk mendapatkan alkohol cenderung lebih mahal dibandingkan sabun pencuci tangan. Kelebihan menggunakan sabun adalah : a. Cuci Tangan Pakai Sabun adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling cost-effective (Kementrian Kesehatan, 2010). b. Jika sabun digunakan dalam mencuci tangan akan menghapus sebagian besar bakteri transien (Synder, 1988) Kelemahan menggunakan sabun adalah : a. Memakan waktu yang lebih lama dibandingkan menggunakan alkohol (Mathai, et al. 2010) b. Dilaporkan kasus iritasi dan kekeringan pada kulit; kesulitan mengakses perlengkapan cuci tangan, peningkatan kesibukan karena mencuci 5
tangan cukup memakan waktu (Boyce 2000, Kampf & Löffler 2003). c. Penggunaan sabun tidak membunuh mikroorganisme, hanya menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Perry & Potter, 2005). Berdasarkan wawancara singkat dengan salah satu petugas kesehatan di salah satu Rumah Sakit di Salatiga didapatkan informasi bahwa sebagian besar perawat di Rumah Sakit tersebut menggunakan sabun dalam melakukan hand hygiene dibandingkan penggunaan alkohol. Setiap bangsal memiliki wastafel untuk mencuci tangan, tetapi tidak semua bangsal memiliki cairan alkohol untuk hand hygiene. Selain itu, menurut petugas tersebut seluruh perawat yang ada di ruangannya selalu melakukan hand hygiene menggunakan kedua bahan tersebut, setelah mencuci tangan menggunakan sabun mereka membersihkannya lagi menggunakan cairan alkohol, mereka melakukan hal tersebut karena mereka tidak tahu mana bahan yang lebih efektif dalam menekan jumlah bakteri pada tapak tangan. 6
1.2 Batasan Masalah Mengingat kelebihan dan kelemahan masingmasing metode cuci tangan, peneliti ingin membandingkan keefektifan hand washing dan hand rubbing dalam hal menekan bakteri stafilokokus pada kulit tangan perawat di bangsal anak dan HCU di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. 1.3 Hipotesis Diprakirakan bahwa hand rubbing lebih efektif dalam hal menurunkan populasi mikroflora oportunis (khususnya Staphylococus aureus) pada tangan perawat. 1.4 Tujuan Membandingkan efektivitas hand washing dan hand rubbing dalam hal menurunkan populasi bakteri stafilokokus pada prosedur penegakan hand hygiene perawat di bangsal anak dan HCU pada Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga 1.5 Manfaat 1.5.1 Bagi petugas kesehatan 7
Sebagai referensi baru dalam menetapkan bahan yang tepat untuk menekan jumlah Staphylococus aureus. 1.5.2. Bagi peneliti Menambah pengetahuan peneliti dan dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti lainnya. 1.5.3 Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang Ilmu Keperawatan Dasar. 8