BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 2

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

JURNAL. Penulis : Richardo Purba Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera demi mewujudkan suatu keadilan sosial, dengan cara pemenuhan. layak bagi seluruh rakyat Indonesia. 1

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Persoalan yang timbul kemudian adalah apabila dalam waktu yang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

BAB I PENDAHULUAN. keinginan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diraih, baik dilihat dari segi

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN. 2.8 Pengertian, Dasar Hukum, dan Tujuan Kepailitan. failite yang artinya kemacetan pembayaran.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III HAK KREDITOR ATAS EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BILAMANA DEBITOR PAILIT

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB III PENUTUP. belum dapat berjalan dengan baik. Kurangnya konsistensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, baik orang perorangan (natural person) maupun

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

DAFTAR PUSTAKA. AbdulKadir Muhammad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, Cetakan III, PT. Citra Aditua Bakti, Bandung.

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

BAB II TANGGUNG JAWAB PERSONAL GUARANTOR DALAM KEPAILITAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB II KEDUDUKAN KREDITUR PREFEREN DALAM KEPAILITAN

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kegiatan perekonomian yang berkesinambungan, banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kredit, sebagai salah satu cara memperoleh modal, keberadaan dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian di Indonesia tersebut membuat para pelaku usaha semakin mengembangkan usaha mereka, berbagai cara dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Menjalankan usaha dibutuhkan yang namanya modal atau biaya, tidak semua pengusaha mempunyai modal yang cukup, ada juga yang mendapatkan modal dari pinjaman kepada bank, ataupun kepada pengusaha yang memiliki modal yang besar. Perbuatan hukum tersebut tentu juga memiliki resiko yang cukup besar, banyak pelaku usaha dalam hal ini adalah Debitor (berutang) tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya yakni membayar utang kepada Kreditor (berpiutang) sedangkan debitor mempunyai banyak kreditor. Keadaan seperti ini membuat pihak kreditor merasa dirugikan dan kemudian memilih cara untuk memaksa debitor memenuhi kewajibannya sedangkan harta yang dimiliki sudah tidak bisa untuk menutupi utangnya, sehingga para kreditor bersaing untuk mendapatkan pembayaran yang lebih besar, berbagai cara dapat dilakukan secara baik ataupun menggunakan kekerasan, cara-cara yang dilakukan oleh pihak kreditor kerap kali membuat posisi debitor semakin tertekan karena mendapat ancaman maupun kesemenamenaan yang dilakukan kreditor dalam menuntut pelunasan tersebut. 1

2 Usaha kreditor untuk menuntut pelunasan tidak ada istilah bagi rata melainkan siapa yang lebih kuat maka akan mendapatkan bayaran yang lebih besar, dan bagi kreditor yang tidak mampu bersaing akan mendapatkan pembayaran lebih kecil atau bahkan tidak mendapatkan pembayaran. Melihat keadaan yang demikian kemudian memaksa untuk membuat sebuah aturan yang dapat mengatur mengenai hubungan para pihak dan juga mengenai hak dan kewajiban. Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan yang kemudian setelah berkembangnya perekonomian dan kebutuhan yang semakin meningkat maka dibuat peraturan yang baru yakni Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepailitan menurut Pasal 1 butir 1 adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang Undang ini. Pengajuan pailit dianggap sebagai salah satu jalan keluar yang baik bagi kreditor maupun debitor agar diperoleh suatu kepastian hukum dan rasa keadilan bagi para pihak. Hukum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut dapat melindungi debitor dari kesemenamenaan kreditor, dan juga berguna untuk pembagian secara merata harta debitor pailit kepada kreditor secara proporsional. Kepailitan juga merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip paritas creditorium dan prinsip pari passu prorate parte dalam rezim hukum harta kekayaan (vermogensrechts). Prinsip paritas creditorium berarti bahwa semua kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak

3 bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunya debitor dan barang yang dikemudian hari akan dimiliki oleh debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban debitor 1. Sedangkan prinsip pari passu prorate parte berarti bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional antara mereka, kecuali apabila antara para kreditor itu ada yang menurut Undang-Undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya 2. KUHPerdata Pasal 1131 segala kebendaan milik si berutang (debitor) baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan, Pasal ini mempunyai makna yang sama seperti prinsip paritas creditorium. KUHPerdata Pasal 1132 kebendaaan tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya pendapatan penjualan bendabenda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Undang-Undang tersebut sudah cukup untuk melindungi hak dan kewajiban para pihak, ketika debitor tidak mampu memenuhi kewajibannya maka kreditor dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga, dengan salah satu syaratnya bahwa Debitor mempunyai setidaknya dua Kreditor atau lebih dan memiliki setidaknya satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Syarat bahwa debitor harus mempunyai minimal dua kreditor, sangat terkait dengan filosofis lahirnya hukum kepailitan, sebagaimana yang telah 1 M. Hadi Suban, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip Norma dan Praktik di Peradilan, cetakan ke-1, Penerbit Kencana, Jakarta hlm. 27. 2 Ibid, hlm. 168.

4 dijelaskan sebelumnya, bahwa hukum kepailitan merupakan realisasi dari Pasal 1132 KUHPerdata. Dengan adanya pranata hukum kepailitan, diharapkan pelunasan utang-utang debitor kepada krditor-kreditor dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan debitor, jika debitor hanya mempunyai satu kreditor, maka seluruh harta debitor otomatis menjadi jaminan atas pelunasan utang debitor tersebut dan tidak diperlukan pembagian secara pro rata dan pari passu, dengan demikian, jelas bahwa debitor tidak dapat dituntut pailit, jika debitor hanya mempunyai satu kreditor 3. Pengurusan harta milik debitor akan diwakilkan oleh Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan saat ditetapkan putusan pailit, setelah diputuskan pailit Debitor tidak mempunyai hak untuk mengelola harta yang ada, dan perbuatan hukum oleh debitor pailit dapat dibatalkan berdasarkan asas Actio Pauliana. Pihak kreditor juga terbagi menjadi Kreditor Preferen, Kreditor Konkuren, Kreditor separatis, Kreditor preferen ini diatur dalam Pasal 1132 KHUPerdata, kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari pasu dan pro rata artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitor tersebut, dengan demikian para kreditor konkuren mempunyai 3 Jono, 2009, Hukum Kepailitan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 5.

5 kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan 4. Kreditor preferen (yang diistimewakan), yaitu kreditor yang oleh Undang- Undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi dari pada orang berpiutang lainnya 5. Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang hak jaminan kebendaan in rem, yang dalam KUHperdata disebut dengan gadai dan hipotek 6 Penyelesaian terhadap debitor yang wanprestasi tidak hanya melalui Kepailitan tetapi dapat juga dengan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan langkah yang memungkinkan debitor untuk mampu memenuhi kewajibannya membayar utang kepada Kreditor, tetapi masa pembayarannya ditambah dan debitor diperkenankan untuk menggunakan harta kekayaannya dan kemudian mengolahnya untuk dapat mengumpulkan uang yang kemudian untuk melunasi utangnya, dan pengelolaan ataupun penggunaan harta tersebut akan diawasi oleh pengawas yang telah ditunjuk oleh Pengadilan Niaga, tujuan dari Penundaan kewajiban pembayaran utang adalah untuk menjamin pembayaran, dan juga memberi kesempatan pada debitor untuk mengelolah harta kekayaannya agar tercapai suatu perdamaian diantara para pihak. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tetang Kepailitan 4 Ibid, hlm. 5. 5 Ibid, hlm. 5. 6 Ibid, hlm. 7.

6 dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dapat diajukan oleh pihak Debitor, tetapi setelah diganti oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang juga dapat dilakukan oleh pihak Kreditor. Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 Pasal 222 (1) Penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditor atau oleh kreditor, Pasal 222 (2) Debitor yang tidak dapat melanjutkan membayar utangutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi rencana pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor, Pasal 222 (3) Kreditor yang memperkirakan bahwa Debitor tidak dapat melanjutkan membayaran utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitor diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk kemungkinan debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditornya, prosesnya dari permohonan, kemudian akan ditetapkan penundaan kewajiban pembayaran utang sementara dalam tenggang waktu 45 (empat puluh lima) hari, kemudian permohonan perdamaian, dan penundaan kewajiban pembayaran tetap dengan tenggang waktu 270 (dua ratus tujuh puluh hari). Debitor dalam mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang jelas bahwa debitor merasa mampu untuk melunasi utangnya hanya saja membutuhkan perpanjangan waktu, tetapi dalam hal penundaan

7 kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh pihak kreditor, debitor merasa tidak mampu lagi untuk melunasi utang tersebut, tetapi bisa saja menjalani penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut hanya agar dapat menguasi harta dalam waktu tertentu dan setelah masa pelunasan berakhir, maka akan dilakukan likuidasi yang sebenarnya itu sudah disadari oleh debitor dari awal penundaan kewajiban pembayaran utang, sehingga bisa saja makna dan tujuan dari penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut tidak tercapai. B. Rumusan Masalah Apakah permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dilakukan oleh kreditor kepada debitor dapat mewujudkan tujuan dari penundaan kewajiban pembayaran utang C. Tujuan Penelitian Dengan adanya rumusan masalah sebagaimana tertera diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui apakah permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dilakukan oleh kreditor kepada debitor dapat mewujudkan tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang D. Manfaat Penelitian Dengan adanya tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Manfaat teoritis: Bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan bidang hukum kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang pada khususnya.

8 b. Manfaat praktis: 1. Bagi Peneliti Memperoleh dan menambah wawasan, dan juga dapat memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan guna mencapai tujuan hukum itu diciptakan. 2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif dalam hal yang berkaitan dengan peraturan mengenai tujuan dari penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh kreditor. E. Keaslian Penelitian Bahwa penulisan hukum dengan judul TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KREDITOR KEPADA DEBITOR DALAM HAL MENCAPAI TUJUAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG merupakan hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikasi maupun plagiasi dari karya penulis lain. Berdasarkan pelacakan yang dilakukan oleh penulis, penulis menemukan beberapa tulisan hukum sebagai berikut: 1.1. Judul Skripsi : Pemenuhan Hak Bagi Para Kreditor Yang Debitornya Dipailitkan Identitas Penulis : Nama : Fransisca Tuto Nugi Nimunuho Npm : 100510273 Rumusan Masalah:

9 Bagaimanakah pemenuhan hak bagi para Kreditor yang debitornya dipailitkan? Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pemenuhan hak bagi para kreditor yang debitornya dipailitkan. Kesimpulan : Pemenuhan hak bagi para kreditor yang debitornya dipailitkan belum dapat berjalan dengan baik, kurangnya konsistensi dalam pelaksanaan Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sangat mempengaruhi pemenuhan hak Kreditor. Ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang misalnya memberikan kewenangan kepada Pengadilan Untuk memerintahkan debitor pailit yang bersifat tidak kooperatif untuk ditahan, baik di rutan ataupun di rumahnya sendiri. Pada prakteknya Pasal tersebut jarang digunakan sehingga debitor seringkali bersikap tidak kooperatif dalam proses kepailitan. Hal ini menyebabkan tidak jarang dalam prakteknya debitor pailit yang melarikan diri. Sifat kurang kooperatif tidak hanya ditujukan oleh debitor, dalam perkara kepailitan, pihak yang lainpun tak jarang bersikap tidak kooperatif, pihak lain yang dimaksud yaitu kreditor, hakim pengawas, serta kurator. Pemenuhan hak kreditor yang debitornya pailit dapat berjalan dengan baik apabila Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak terkait.

10 Perbedaannya bawa saudara Fransisca lebih membahas pada hak kreditor yang debitornya dipailitkan, dimana keadaan kreditor sudah pailit. Sedangkan apa yang ditulis oleh penulis ialah mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dilakukan oleh kreditor kepada debitor dalam rangka mencapai tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang. 1.2. Judul Skripsi : Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan oleh Hakim dalam Mengambil Keputusan Kepailitan Identitas Penulis : Nama : Ricky Jefta S.P Npm : 050509890 Rumusan Masalah : 1. Bagaimanakah penerapan Prinsi-Prinsip hukum kepailitan oleh Hakim dalam pengabilan keputusan kepailitan 2. Bagaimanakah korelasi (hubungan) antara penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam pengambilan keputusan kepailitan oleh Hakim? Tujuan Penelitian: untuk mengetahui sejauh mana para Hakim di Pengadilan Niaga menerapkan prinsip-prinsip hukum kepailitan di dalam setiap pengambilan keputusan kepailitan dan untuk mengetahui korelasi (hubungan) antara penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Kepailitan dan

11 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam pengambilan keputusan kepailitan oleh hakim sehingga tercipta suatu kepastian hukum di dalamnya. Kesimpulan: Penerapan prisnip-prinsip hukum kepailitan oleh Hakim dalam pengambilan keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam mengartikannya. Kesalahaannya adalah baik dalam hal penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan maupun dalam memahami maksud dan tujuan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Kepailitan sendiri. Meskipun demikian, tidak lantas semua Hakim salah menerapkan prinsip-prinsip hukum kepailitan dan pengambilan keputusan kepailitan. Korelasi antara penerapan prinsip-prinsip hukum kepailitan yang ada dan diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan UU BUMN jelas saling terkait. Keterkaitannya dapat dilihat dari adanya ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai permohonan pengajuan pailit terhadap suatu BUMN di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pengaturan itu mengenai BUMN yang bergerak dalam kepentingan publik maupun tidak bergerak dalam kepentingan publik boleh diajukan permohonan pailit, tetapi yang boleh mengajukan pailit berbeda-beda yaitu oleh setiap kreditor (tidak bergerak dalam kepentingan Publik) atau hanya boleh diajukan oleh Mentri Keuangan (yang bergerak dalam kepentingan publik). Ketentuan yang lebih jelas mengenai BUMN diatur khusus dalam

12 UU BUMN. Tidak mungkin putusan hanya didasarkan pada suatu ketentuan dalam Undang-Undang tanpa melihat dan menggunakan Undang-Undang lain yang saling berhubungan. Dengan ketentuan yang saling berkorelasi inilah menunjukkan bahwa, antara Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan UU BUMN memang memliki ketentuan yang saling melengkapi atau saling berkorelasi satu sama lain. Perbedaannya ialah bahwa apa yang ditulis oleh saudara Ricky Jepta lebih membahas pada penerapan prisnip-prinsip hukum kepailitan oleh Hakim dalam pengambilan keputusan kepailitan masih banyak yang tidak tepat dan salah dalam mengartikannya. Sedangkan apa yang ditulis oleh penulis ialah mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dilakukan oleh kreditor kepada debitor dalam rangka mencapai tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang. 1.3. Judul Skripsi : Peranan Lembaga Peradilan Niaga dalam Menyelesaikan Sengketa Pailit Identitas Penulis : Nama : Fritz A. Rumengang NPM : 02 05 08039 Rumusan Masalah: Apakah peranan lembaga peradilan niaga dalam menyelesaikan utang-piutang antara debitor dan kreditor telah memberikan jaminan kepastian hukum, rasa keadilan masyarakat, dengan penyelesaian

13 sengketa pailit secara adil, cepat, dan transparan sesuai prinsip dan asas hukum menurut Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004? Tujuan Penelitian: a. Untuk menganalisis peranan lembaga peradilan, khususnya pengadilan niaga dala menyelesaikan sengketa utang-piutang, antara kreditor dengan debitor melalui lembaga hukum kepailitan berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang b. Memberikan rekomendasi kapada Lembaga Peradilan Niaga untuk siap mengatisipasi berbagai permasalahan dibidang ekonomi dengan memperluas yurisdiksi diluar masalah kepailitan atau penundaan kewajiban pembayaran utang Kesimpulan: Secara normatif sesungguhnya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, telah memberikan landasan dan asas penyelesaian sengketa kepailitan. Oleh karena itu, Undang-Undang ini sudah cukup baik dibandingkan dengan Undang-Undang kepailitan yang lama, karena telah memberikan perubahan-perubahan yang signifikan untuk menuju pada pernyelesaian sengketa yang cepat, transparan dan adil. Undang-undang kepailitan memberikan fasilitas bagi kurator dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kreditor untuk mempertahankan hak-haknya serta debitor pailit untuk memperoleh keadilan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utangnnya.

14 Peran pengadilan Niaga baik pada pemeriksaan tingkat pertama maupun pada tingkat kasasi, dengan diberlakukannya Undang-Undang No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, sesungguhnya telah memberikan jaminan hak-hak kreditor dan debitor. Akan tetapi menyangkut pelaksanaan prinsip penyelesaian sengketa secara adil, belum sepenuhnya bisa dilaksanakan dengan baik, hal ini disebabkan karena faktor aparatur penegak hukum dalam Pengadilan Niaga. Penegak hukum dalam Pengadilan Niaga masih memiliki kekurangan, salah satunya adalah ketidak patuhan dan ketidak mampuan aparatur penegak hukum dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Perbedaannya ialah bahwa saudara Fritz membahasa tentang Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Kepailitan oleh Hakim dalam Mengambil Keputusan Kepailitan yang menurut kesimpuan dari penelitiannya Undang-Undang ini sudah cukup baik dibandingkan dengan Undang- Undang kepailitan yang lama, karena telah memberikan landasan dan asas penylesaian sengketa kepailitan, oleh karena itu Undang-Undang ini sudah cukup baik dibandingkan dengan Undang-Undang kepailitan yang lama, karena telah memberikan perubahan-perubahan yang signifikan untuk menuju pada pernyelesaian sengketa yang cepat, transparan dan adil. Sedangkan apa yang ditulis oleh penulis ialah mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dilakukan oleh pihak

15 kreditor kepada debitor dalam rangka mencapai tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang. F. Batasan Konsep Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah upaya yang dapat ditempuh untuk menhindari kepailitan dan mencapai perdamaian antara para pihak. Syarat permohonannya sama dengan kepailitan dimana debitor mempunyai setidaknya dua Kreditor atau lebih dan memiliki setidaknya satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditor menurut Pasal 1 butir ke 2 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka Pengadilan. Kreditor Preferen sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 113 BW yaitu: a. Pemegang piutang yang diistimewakan (hak privelege) b. Pemegang hak jaminan khusus yaitu pemegang gadai, hipotik, hak fidusia dan hak tanggungan 7. Kreditor konkuren adalah kreditor yang harus berbagi dengan para kreditor yang lain secara proporsional. Perbandingan besarnya masing-masing tagihan mereka dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan 8. 7 Rachmadi Usman, 2008, Hukum Jaminan Keperdataan, Penerbit sinar grafika, Jakarta, hlm. 81-82 8 Sultan Remy Sjahdeini,2009, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 229

16 Debitor menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang Undang yang pelunasanya dapat ditagih di muka pengadilan. Debitor pailit menurut Pasal 1 butir 4 menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Utang menurut Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau Undang-Undang dan wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari kekayaan harta debitor. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif, menurut Peter Mahmud Marzuki bahwa penelitian normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi 9. 9 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, hlm, 35.

17 2. Bahan Hukum Penelitian ini terdiri Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. a. Bahan Hukum Primer berupa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan objek yang diteliti, yaitu: 1) KUHPerdata Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1233, Pasal 1234, Pasal 1313, Pasal 1238 2) Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan 3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu buku-buku dan pendapat hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. c. Bahan Hukum Tersier juga merupakan bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier berupa kamus d. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan guna memperoleh bahan hukum primer maupun sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, serta artikel yang diperoleh dari makalah atau internet yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.

18 e. Metode analisis Seluruh data yang diperoleh dikumpulkan secara lengkap, berikutnya disistematisasikan untuk dilakukan analisis. Metode yang dipergunakan dalam menganalisis data adalah deskriftif kualitatif dengan alur berfikir deduktif, yaitu dimulai dari peraturan hukumnya dan kemudian dibawa ke permasalahaan sebenarnya. Deskriftif yaitu menganalisis data dengan cara memaparkan secara terperinci dan tepat tentang suatu fenomena tertentu terkait dengan permasalahaan pengaturan hukum yang berkaitan dengan permasalahaan-permasalahaan yang timbul dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh pihak Kreditor kepada pihak Debitor kemudian ditarik menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus yaitu suatu pembuktian hukum dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan oleh pihak Kreditor kepada pihak Debitor tersebut. Kualitatif yaitu menganalisis pemaparan hasil-hasil penulisan yang sudah disistematisasikan tersebut dengan cara yang didapat dari teori-teori hukum dalam hukum pisitif untuk dapat menjelaskan permasalahan penelitian hukum ini dalam bentuk kalimat yang mudah dipahami dan ilmiah. Metode dalam menganalisis data diawali dengan pungumpulan semua bahan untuk kemudian dipilih mana yang sesuai dengan topik dan mana yang tidak, lalu di deskripsikan apa yang sudah sesuai dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan.

19 H. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum/skripsi. BAB II: PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang penundaan kewajiban pembayaran utang, hak kreditor untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. BAB III: SIMPULAN DAN SARAN