Deployment Jaringan Sensor Nirkabel berdasarkan Algoritma Particle Swarm Optimization

dokumen-dokumen yang mirip
PROCEEDINGS OF CONFERENCE ON INFORMATION TECHNOLOGY AND ELECTRICAL ENGINEERING SESI INDONESIA

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEBARAN WIRELESS SENSOR NETWORK PADA RUANG BERPENGHALANG BERDASARKAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaringan komputer yang terdiri dari beberapa intercommunicating

PERANCANGAN ALGORITMA BELAJAR JARINGAN SYARAF TIRUAN MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO)

KINERJA LEACH PROTOCOL PADA WSN YANG BEKERJA DI LINGKUNGAN DENGAN TEMPERATUR YANG TINGGI

SWARM GENETIC ALGORITHM, SUATU HIBRIDA DARI ALGORITMA GENETIKA DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION. Taufan Mahardhika 1

Deployment Jaringan Sensor Nirkabel Berdasarkan Cakupan Area Sensor Node Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

Tutorial Particle Swarm Optimization

Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meningkatkan indeks keandalan dengan mengurangi rugi daya nyata pada sistem distribusi Surabaya.

MENEMUKAN AKAR PERSAMAAN POLINOMIAL MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) OPTIMASI FUNGSI KEANGGOTAAN FUZZY BERBASIS ALGORITMA MODIFIED PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

PERBANDINGAN KINERJA METODE K-HARMONIC MEANS DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK KLASTERISASI DATA

Aplikasi GIS Berbasis J2ME Pencarian Jalur Terpendek Menggunakan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) Di Kabupaten Bangkalan

PENENTUAN JALUR TERPENDEK PADA APLIKASI OJEK ONLINE GO-JEK DENGAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK (PNN) DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Optimisasi Injeksi Daya Aktif dan Reaktif Dalam Penempatan Distributed Generator (DG) Menggunakan Fuzzy - Particle Swarm Optimization (FPSO)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PEMANFAATAN JARINGAN SENSOR NIRKABEL UNTUK MEMANTAU KELEMBABAN TANAH PADA BUDIDAYA TANAMAN CABAI. Abstrak

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

Implementasi automatic clustering menggunakan particle swarm optimization dan genetic algorithm pada data kemahasiswaan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Dynamic Optimal Power Flow dengan kurva biaya pembangkitan tidak mulus menggunakan Particle Swarm Optimization

DEKODE BERBASIS KONSENSUS PENGKODEAN KANAL YANG TERDISTRIBUSI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL

PENGOPTIMALAN UMPAN BALIK LINEAR QUADRATIC REGULATOR PADA LOAD FREQUENCY CONTROL MENGGUNAKAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION


APLIKASI ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENGOPTIMALKAN POLA RADIASI SUSUNAN ANTENA

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

ABSTRAK. vii. Kata Kunci : Site Survey, Visiwave, Antena, Channel, Transmit Power, Sinyal Wireless.

Pemanen Energi RF 900 MHz menggunakan Antena Mikrostrip Circular Patch

PEMODELAN LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

Algoritma Evolusi Topik Lanjut Pada GA

ANALISIS ALOKASI KANAL DINAMIS PADA KOMUNIKASI SELULER DENGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

OPTIMASI PEMBANGKITAN EKONOMIS PADA UNIT-UNIT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL TELAGA MENGGUNAKAN MODIFIKASI PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (MPSO).

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Optimasi Single Frequency Network pada Layanan TV Digital DVB-T dengan Menggunakan Metode Simulated Annealing L/O/G/O

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem D-MIMO

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

BAB 3 ANALISIS. Pada penelitian ini akan dilakukan simulasi sistem pelacakan (tracking) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Kinerja dan Simulasi Coverage Wireless Sensor Network dengan Sum of Weighted Cost Function Genetic Algorithm

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi-aplikasi jaringan memerlukan sejumlah node-node sensor terutama untuk

Optimasi Posisi Antena pada UAV Alap-Alap BPPT menggunakan Computer Simulation Technology

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

Penentuan Komposisi Pakan Ternak untuk Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Ayam Petelur dengan Biaya Minimum Menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO)

Implementasi Kolaborasi Node Pada Sistem Komunikasi Ad Hoc Multihop Berbasis Jaringan Sensor Nirkabel

Optimasi Penataan Sistem Wi-Fi di PENS-ITS dengan Menggunakan Metode Algoritma Genetika

Perancangan dan Pembuatan Antena Mikrostrip Telur (Egg) Dengan Slot Lingkaran Pada Frekuensi Ultra Wideband (UWB)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) A-401

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Optimasi Jaringan Sensor Nirkabel Menggunakan Algoritma Two Sub-Swarms PSO Diskrit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Optimasi Berbasis Particle Swarm

Kampus ITS, Surabaya

Sistem Pakar Otomatisasi Standar Baku Mutu Limbah Pertambangan Nikel Menggunakan Algoritma Supervised Mechine

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

Simulasi Coverage Pada Wireless Sensor Network dengan Menggunakan Algoritma Genetika Pareto

Perbandingan Kombinasi Genetic Algorithm Simulated Annealing dengan Particle Swarm Optimization pada Permasalahan Tata Letak Fasilitas

PENGARUH JARAK DAN OBSTACLE PADA RSSI JARINGAN ZIGBEE ( ) Reza Febrialdy Yuwono 1, Novian Anggis S. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Job shop scheduling problem (JSSP) adalah permasalahan optimasi

Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meningkatkan indeks keandalan dengan mengurangi rugi daya nyata pada sistem distribusi Surabaya.

OPTIMASI PENCAPAIAN TARGET PADA SIMULASI PERENCANAAN JALUR ROBOT BERGERAK DI LINGKUNGAN DINAMIS

Sistem Pengemudian Otomatis pada Kendaraan Berroda dengan Model Pembelajaran On-line Menggunakan NN

ANALISIS PENGARUH JUMLAH DEVICE TERHADAP PERFORMANSI STANDAR ZIGBEE PADA WSN UNTUK APLIKASI SMART BUILDING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rekonfigurasi Jaring Distribusi untuk Meminimalkan Kerugian Daya menggunakan Particle Swarm Optimization

Penyelesaian {0,1}-Knapsack Problem dengan Algoritma Soccer League Competition

Analisis Komparasi Genetic Algorithm dan Firefly Algorithm pada Permasalahan Bin Packing Problem

SIMULASI DAN ANALISIS MANAJEMEN INTERFERENSI PADA LTE FEMTOCELL BERBASIS SOFT FREQUENCY REUSE

IMPLEMENTASI ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENGANTARAN BARANG (Studi Kasus : PT.Pos Indonesia, Kota Tanjungpinang)

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

EVALUASI PERANGKAT IQRF PADA TOPOLOGI AD-HOC UNTUK MENGETAHUI RSSI

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS

Desain Penempatan Antena Wi-Fi 2,4 Ghz di Hall Gedung Baru PENS-ITS dengan Menggunakan Sistem C-MIMO

DOSEN PEMBIMBING Chastine Fatichah, S.Kom, M.Kom MAHASISWA Yudis Anggara P. ( )

BAB IV DATA DAN ANALISA

OPTIMASI PARAMETER PARAMETER LAPISAN FISIK UNTUK EFISIENSI ENERGI PADA JARINGAN SENSOR NIRKABEL

UNJUK KERJA ALGORITMA HARD HANDOFF TERHADAP VARIASI KECEPATAN MOBILE STATION

OPTIMISASI PARTICLE SWARM PADA PEMASANGAN JARINGAN PIPA AIR PDAM"

Particle Swarm Optimization

Optimisasi Dynamic Economic Dispatch Menggunakan Algoritma Artificial Bee Colony

PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuklah suatu sistem tenaga listrik. Setiap GI sesungguhnya merupakan pusat

Dynamic Optimal Power Flow Mempertimbangkan Carbon Capture And Storage Plants Menggunakan Metode Multi-Objective Particle Swarm Optimization

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN: Tuban, 24 Mei 2014

Metode Penyimpanan Data Secara Kolaboratif Dalam Jaringan Sensor

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi baik dari manusia maupun dunia maya semakin

Evaluasi Kinerja VANET pada Berbagai Model Propagasi Menggunakan Simulator Jaringan NS-3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN RECTENNA (RECTIFIER ANTENNA) SEBAGAI PENGUBAH DAYA ELEKTROMAGNETIK MENJADI OUTPUT DC PADA FREKUENSI WIFI 2,4 GHZ JURNAL SKRIPSI

BAB IV PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI PERANGKAT LUNAK

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

Analisa karakteristik lingkungan propagasi pada daerah pepohonan di area PENS ITS

Istilah istilah umum Radio Wireless (db, dbm, dbi,...) db (Decibel)

OPTIMASI TEKNIK KLASIFIKASI MODIFIED K NEAREST NEIGHBOR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

Pergerakan Otonom Pasukan Berbasis Algoritma Boids Menggunakan Metode Particle Swarm Optimization

Transkripsi:

Deployment Jaringan Sensor Nirkabel berdasarkan Algoritma Particle Swarm Optimization Zawiyah Saharuna 1, Widyawan 2, Sujoko Sumaryono 3. Pervasive and Mobile Computing Group Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM Jln. Grafika 2 Fakultas Teknik Yogyakarta 55281, Indonesia wia_saharuna_s210@mail.te.ugm.ac.id, widyawan@ugm.ac.id, sujoko.s@gmail.com Abstract-Deployment is one of several important issues in Wireless Sensor Network (WSN). During WSN deployment, the connectivity between each sensor nodes must be considered carefully to create reliable communication. In this research, we propose a WSN deployment tool based on Particle Swarm Optimization (PSO) algorithm with connectivity of the wireless to be our concern. Implementation of the PSO algorithm is focused to optimize received power of each sensor node based on its position in the 2D space. Therefore, every sensor node in the network will be able to reach its best position and improves the network connectivity. The deployment results with various transmit power (i.e. -1 dbm, -4 dbm, -7 dbm, -10 dbm, -13 dbm) are successfully form a full-mesh network with well maintained connectivity. However, the use of transmission power higher or lower than the set value requires several adjustments in the input parameter. Keywords-WSN; PSO; Deployment. I. PENDAHULUAN Wireless Sensor Network (WSN) atau jaringan sensor nirkabel merupakan salah satu teknologi inti dalam bidang Ubiquitous Computing. WSN terdiri atas satu atau lebih node sensor yang digunakan untuk menangkap informasi sesuai dengan karakteristiknya[1]. Teknologi WSN dapat diterapkan di berbagai area karena didukung oleh bentuk perangkat keras yang kecil serta media komunikasi yang menggunakan jaringan nirkabel sehingga bisa berinteraksi dengan baik dalam lingkungan. Kondisi fisik lingkungan diterapkannya WSN akan mempengaruhi tingkat konektivitas dari node sensor dalam jaringannya. Padahal konektivitas merupakan penentu keberhasilan dalam komunikasi antar node sensor. Oleh karena itu perlu memperhatikan posisi node sensor ketika proses deployment dalam penerapan WSN. Beberapa peneliti telah mengajukan berbagai algoritma untuk mengoptimalkan proses deployment di lingkungan sehingga kinerja WSN bisa meningkat. Lee menggunakan basic deployment algorithm untuk proses deployment node secara otomatis berdasarkan algoritma Swarm Intelligence kemudian mengoptimasi beberapa parameter seperti lebar area cakupan dan jumlah overlapping [2]. Dong Li, dkk menghadirkan sebuah aplikasi optimasi proses deployment menggunakan algoritma Deployment Technology based on Ant Colony Optimization (DT-ACO) dengan mempertimbangkan konektivitas jaringan nirkabel, area cakupan sensor, dan biaya. Mereka juga menawarkan Power-Aware Cross layer Scheme (PACS) untuk menambah waktu hidup dan keakuratan pengamatan bagi node sensor [3]. Selain itu, Memetic Simulated annealing juga digunakan sebagai solusi atas permasalahan dalam proses deployment untuk optimasi area cakupan dan waktu hidup dari node sensor [4]. Beberapa penelitian juga mencoba menawarkan algoritma baru seperti algoritma robot-deployment untuk mengatasi penghalang yang tidak diperkirakan dan mengoptimalkan area sebaran bagi node sensor dalam jumlah minimal [5]. Serta algoritma Obstacle-Resistant Robot Deployment (ORRD) yang melibatkan kebakan desain penempatan node, kebakan serpentinemovement, keberadaan penghalang, dan batasan area. Algoritma ini mampu dengan cepat menyebarkan node sensor dalam jumlah minimal untuk mencakup sensing area secara penuh, meskipun terdapat penghalang yang tidak diperkirakan dengan bentuk teratur atau tidak teratur [6]. Pada penelitian ini diajukan suatu aplikasi untuk proses deployment berdasarkan Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) dengan mempertimbangkan konektivitas jaringan nirkabel. Algoritma PSO dipilih berdasarkan keunggulannya, yaitu mudah diimplementasikan karena persamaan matematisnya sederhana dan hanya memiliki sedikit fungsi operasi dan parameter yang harus ditentukan [7]. Hal inilah yang menjadikan algoritma PSO memiliki karakteristik cepat dalam eksekusi. II. MODEL PROPAGASI GELOMBANG DI RUANG BEBAS Propagasi ruang bebas terjadi bila ada jalur Line of Sight (LoS) yaitu tidak ada penghalang yang menghalangi propagasi gelombang radio antara pemancar dan penerima. Pada propagasi ruang bebas hanya ada rugi-rugi sinyal sebagai fungsi jarak antara pemancar dan penerima. Kerusakan sinyal hanya dipengaruhi oleh rancangan antena pemancar dan penerima, pola radiasi antenanya, dan lain-lain. Propagasi ruang bebas tidak dipengaruhi oleh distorsi jalur propagasi. Model yang paling sederhana adalah apabila kondisi saling melihat antara pemancar dan penerima terpenuhi dan hanya ada satu sinyal langsung yang diterima, sehingga perhitungan redaman dilakukan dengan menggunakan rumus redaman ruang bebas (free space loss). Persamaan (1) adalah rumus redaman ruang bebas dalam decibel [8].

L 32,44 20log f 20log d (1) L : redaman ruang bebas. f : frekuensi dalam MHz. d : jarak antar pengirim-penerima dalam Km. Besarnya kekuatan sinyal yang diterima pada penerima dapat dihitung berdasarkan rumus berikut: Pr Pt Gt Gr L (2) Pr Pt Gt Gr (32,44 20log f 20log d) (3) Pt : daya yang dipancarkan oleh pengirim. Gt : penguatan antena pemancar/pengirim. Gr : penguatan antena penerima. III. PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) DAN IMPLEMENTASI Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) merupakan salah satu algoritma optimasi berbasis populasi yang terispirasi oleh perilaku sosial binatang seperti kawanan burung atau ikan. Algoritma ini diperkenalkan oleh Eberhart dan Kennedy pada tahun 1995. Berbeda dengan teknik optimasi lainnya, setiap partikel dalam PSO berhubungan dengan suatu velocity. Partikel tersebut bergerak melalui penelusuran ruang dengan velocity yang dinamis disesuaikan menurut perilaku historisnya. Oleh karena itu partikel-partikel mempunyai kecenderungan untuk bergerak ke area penelusuran yang lebih baik setelah melewati proses penelusuran[9]. PSO dimulai dengan sekumpulan partikel (solusi) yang dibangkitkan secara acak. Kemudian setiap partikel dievaluasi kualitasnya menggunakan fungsi fitness. Selanjutnya, partikel-partikel akan terbang mengikuti partikel yang optimum. Pada setiap generasi (iterasi), setiap partikel diperbaharui berdasarkan dua nilai terbaik yaitu fitness terbaik yang dicapai oleh satu partikel saat ini yang dikenal dengan istilah personal best (pbest) dan fitness terbaik yang dicapai dari semua partikel yang ada pada suatu kawanan yang disebut global best (gbest). Setelah menemukan dua nilai terbaik tersebut maka setiap partikel i pada posisi Xi memperbaharui vektor velocity dan posisinya berdasarkan persamaan berikut: Vi Vi k+1 k1 k k k k pbi Xi n2r2gbi Xi k Vi n1 r1 (4) k1 k k1 Xi Xi Vi (5) : velocity partikel i pada iterasi k+1. Xi k : partikel i pada iterasi k. pbi k : personal best partikel i pada iterasi k. gbi k : global best partikel i pada iterasi k. n1,n2 : nilai laju pembelajaran. r1, r2 : nilai acak dari 0 sampai 1. : bobot inersia Prosedur yang digunakan untuk menerapkan algoritma PSO dapat dilihat pada Gambar 1. Inisialisasi partikel Perhitungan nilai fitness semua partikel Tentukan pbest Tentukan gbest Kondisi berhenti tercapai? Tdk Hitung velocity Vi(k+1) Hitung posisi Xi(k+1) Ya Hasil optimal Gambar 1. Diagram alir PSO Implementasi dari PSO pada proses deployment adalah sebagai berikut: A. Ukuran Swarm Ukuran swarm atau populasi yang dipilih adalah tergantung pada persoalan yang dihadapi. Ukuran swarm yang umum digunakan berkisar antara 20 sampai 50, meski tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan ukuran swarm yang lebih besar lagi. Carlisle menyatakan bahwa ukuran swarm akan mempengaruhi kecepatan proses. Ukuran swarm yang terlalu kecil bisa terjebak pada optimum lokal meskipun waktu prosesnya sangat cepat. Sebaliknya, ukuran swarm yang besar jarang terjebak pada optimum lokal tetapi waktu prosesnya lebih lama[10]. Pada penelitian ini digunakan 30 partikel dengan pertimbangan efisiensi waktu dan pencapaian solusi yang mendekati optimum global. B. Representasi Partikel Partikel (X i ) merupakan suatu solusi yang dibangkitkan secara acak dan selanjutnya dioptimasi untuk menghasilkan solusi yang baik. Pada penelitian ini fokus optimasi adalah pada daya yang diterima oleh masing-masing node sensor ketika disebar berdasarkan posisi node sensor, sehingga partikel yang digunakan merepresentasikan posisi dari sejumlah node sensor dalam koordinat 2D dengan area deployment berbentuk bujur sangkar. Jumlah node sensor yang akan disebar bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan pengguna aplikasi. Representasi dari partikel dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk menjaga deployment dari node sensor tetap berada

dalam area deployment maka nilai X i,j dibatasi pada range tertentu yaitu batas bawah (Xa = 0,0) dan batas atas (Xb = luas area sebaran). Gambar 2. Representasi partikel X i,j : posisi partikel i node sensor j pada koordinat (x,y) i j : ukuran swarm : jumlah node sensor C. Fungsi Fitness Selain representasi solusi, maka komponen penting lainnya dari PSO adalah fungsi fitness. Pada perancangan deployment node sensor ini digunakan fungsi fitness yang ditentukan oleh hal-hal berikut : 1) Konektivitas diukur berdasarkan daya yang diterima oleh sebuah node, dalam hal ini batasan maksimal daya yang diterima suatu node dianggap terkoneksi dengan node yang lain adalah -70 dbm. Nilai batasan yang ditetapkan lebih besar dari batas sensitivitas penerimaan daya pada IQRF tipe TR-52B yaitu -100 dbm karena pertimbangan jangkauan frekuensi radio TR- 52B bisa mencapai 700 m (1.2 kb/s) dan 500 m (19.2 kb/s), padahal luas area sebaran yang ditetapkan dalam pengujian tidak seluas area tersebut [11]. 2) Skenario proses deployment dengan konfigurasi full-mesh yaitu semua node sensor dalam jaringan saling terkoneksi. Kondisi terbaik ketika jarak antar node sensor maksimal tetapi daya yang diterima oleh node sensor tersebut tetap lebih besar atau sama dengan -70dBm/- 100dB dan jumlah koneksi mendekati N(N-1), dengan N adalah jumlah node sensor yang disebar. Berdasarkan skenario tersebut maka ditetapkan fungsi fitness sebagai berikut: F( X i j1 j1 ) Pr ( X ) A( X ) (6) 0 b 0 F(X i ) : fungsi fitness partikel i Pr b (X ) : sinyal terbaik yang diterima partikel i node sensor j. A(X ) : jumlah node tetangga yang terdeteksi pada partikel i node sensor j. Pr ( X b X 1,1 X 1, 2 X 1,j X 2,1 X 2,2 X 2,j X i,1 X i,2 X i,j ) min[pr( X )] ( 100dB) (7) Pr b (X ) merupakan sinyal terbaik yang diterima oleh partikel i node sensor j dengan asumsi bahwa kekuatan sinyal terbaik adalah yang mendekati nilai -100dB. Perhitungan kekuatan sinyal yang diterima menggunakan persamaan (3) dengan mengabaikan nilai penguatan pada antena karena kecilnya penguatan yang terjadi pada antena node sensor tipe TR-52B[11]. Sedangkan untuk menghitung jarak dengan rumus Euclidean distance, seperti menghitung jarak antar koordinat (x i,y i ) dengan (x j,y j ) pada persamaan (8). x x 2 y y 2 D( i, j) (8) i j i j D. Laju Pembelajaran Pada umumnya nilai-nilai untuk laju pembelajaran n1 dan n2 = 2.0 dan berada pada rentang antara 0 sampai 4. Pada penelitian ini digunakan nilai n1 dan n2 = 2.0 dengan pertimbangan untuk menyeimbangkan antara cognitive part dan social part pada PSO. E. Bobot Inersia Perubahan velocity pada algoritma PSO terdiri atas tiga bagian yaitu sosial part, cognitive part dan momentum part. Ketiga bagian tersebut menentukan keseimbangan antara kemampuan penelusuran global dan local, karena dapat memberikan performansi yang baik pada PSO. Inertia weight diperkenalkan untuk keseimbangan antara kemampuan penelusuran global dan local seperti pada persamaan (4). Pada penelitian ini parameter inertia weight (w) diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut: wmax wmin w wmax Iter i (9) Iter max w max : bobot maksimal. w min : bobot minimal. Iter max : jumlah iterasi maksimum. Iter i : iterasi ke i. IV. HASIL PENGUJIAN APLIKASI Untuk mengetahui kelayakan implementasi algoritma PSO pada deployment WSN dilakukan simulasi pengujian dengan menggunakan bahasa pemrograman Java. Pengujian aplikasi ini menggunakan 10 node sensor yang akan disebar pada area dengan ukuran 100x100m 2. Komunikasi dalam jaringan menggunakan frekuensi 868 MHz, daya pancar sebesar -31 db, -34 db, -37 db, -40 db, -43 db hingga -46 db yang disesuaikan dengan spesifikasi WSN jenis IQRF tipe TR-52B. Batasan daya yang diterima oleh node sensor sehingga dianggap terhubung dengan node sensor tetangganya adalah - 100dB/-70dBm. Parameter komponen PSO yang digunakan diatur dengan jumlah partikel sebanyak 30 (0-29), nilai laju pembelajaran masing-masing diatur pada nilai 2,0 dengan asumsi full model yaitu untuk menyeimbangkan cognitive part dan social part. Pengujian ini menggunakan inertia weight dengan nilai yang dinamis dari setiap variable pada rentang antara 0.4 sampai 0,9 dan iterasi maksimal sebanyak 45 iterasi. Hasil yang diperoleh dari deployment menggunakan daya pancar -31 db dapat dilihat pada Gambar 3. Hasilnya membentuk hubungan full-mesh yaitu semua node sensor yang disebar saling terhubung satu sama lain dan konektivitas tetap terjaga seperti yang diinginkan pada skenario desain. Kondisi dua node sensor dinyatakan terhubung adalah ketika kedua node sensor

tersebut dihubungkan oleh sebuah garis. Garis tersebut merupakan representasi daya -100dB. Sedangkan kondisi tidak terhubung merepresentasikan daya < - 100dB. setiap iterasi hingga iterasi maksimal. Kondisi konvergen mulai terjadi pada iterasi ke 31 dengan nilai fitness terbaik -8633.2416 pada indeks partikel ke 12 hingga iterasi maksimal dengan nilai fitness terbaik -8639.3816 pada indeks partikel ke 23. (a) (b) Gambar 3. Hasil deployment (c) (d) Gambar 4. Grafik penerimaan sinyal setiap node pada partikel ke 23 Desain hasil deployment pada Gambar 3. merupakan representasi solusi terbaik dari partikel pada swarm yaitu solusi dari partikel ke 23 yang memiliki nilai fitness terbaik sebesar -8639,3816. Adapun besarnya daya yang diterima oleh masing-masing node sensor pada partikel 23 ketika kondisi konvergen berada dalam jangkauan - 81,70 db sampai dengan -100 db. Nilai tersebut masih memenuhi batas yang disyaratkan untuk konektivitas. Untuk lebih jelasnya rentang nilai daya yang diterima dapat dilihat pada Gambar 4. Sumbu x menjelaskan node sensor tetangga yang terdeteksi, sedangkan sumbu y adalah nilai daya yang diterima. Gambar 5. Laju konvergensi Pada Gambar 5. menjelaskan tentang laju konvergen yang dihasilkan ketika proses deployment 10 node sensor. Hasilnya diperoleh dari nilai fitness terbaik pada (e) (f) Gambar 6. Hasil deploymen node Seperti Gambar 3. hasil deployment yang ditunjukkan oleh Gambar 6. juga membentuk hubungan full-mesh yaitu semua node sensor yang disebar saling terhubung satu sama lain dan tetap mempertahankan konektivitas sehingga memenuhi ketetapan pada skenario desain. Gambar 6(a) sampai dengan 6(e) merupakan hasil deployment node sensor dengan daya pancar secara berurutan sebesar -31 db, -34 db, -37 db, -40 db, dan - 43 db. Kelima hasil deployment tersebut membentuk jaringan full-mesh dengan kualitas yang berbeda. Semakin besar daya yang dipancarkan maka semakin besar jarak antar node sensor dan kualitas konektivitas jaringannya tetap terjaga. Sebaliknya semakin kecil daya yang dipancarkan maka jarak antar node sensor semakin dekat dan untuk kondisi tertentu kualitas konektivitas jaringannya berkurang. Hasil tersebut juga memenuhi kondisi yang disyaratkan pada penetapan fungsi fitness yang digunakan untuk mengevaluasi nilai fitness partikel. Hasil deployment terbaik diperoleh pada proses deployment menggunakan daya pancar -31dB dengan pencapaian jarak antara dua node sensor maksimal tetapi daya yang diterima oleh node sensor tersebut -100 db

dan jumlah koneksi mendekati 90 buah sehingga nilai fungsi fitness-nya mendekati nilai fitness maksimal - 9090. Sedangkan Gambar 6(f) merupakan hasil deployment dengan daya pancar yang lebih kecil yaitu - 46 db memiliki konektivitas jaringan nirkabel yang buruk. Pada Tabel 1. menjelaskan batasan nilai daya yang diterima oleh masing-masing node sensor berdasarkan perbedaan daya pancar node sensor tetangganya. Ketika daya yang dipancarkan sebesar -31 db, -34 db, -37 db, - 40 db, dan -43 db daya minimum yang diterima oleh node adalah -100dB, sehingga node tersebut dianggap terhubung dengan tetangganya atau konektivitasnya terjaga. Sedangkan ketika daya pancar berkurang menjadi -46 db, daya minimum yang diterima melewati batas - 100dB, sehingga beberapa node sensor tidak terhubung dalam jaringan atau dengan kata lain konektivitasnya buruk. TABLE I. Daya Pancar (db) DAYA YANG DITERIMA Daya yang Diterima (db) Maksimal Minimal -31-81,70-100 -34-86,55-100 -37-84,85-100 -40-86,18-100 -43-86,87-100 -47-84,96-114,79 Permasalahan yang didapatkan dalam pengujian adalah ketika daya pancar yang digunakan lebih besar dari -31dB dalam hal ini -28dB dan -25dB. Hasil deployment untuk daya pancar tersebut membuat node sensor keluar dari area sebaran, hal ini disebabkan karena luas area yang digunakan terlalu kecil untuk menampung jaringan sensor nirkabel dengan 10 node sensor yang daya pancarnya -28dB dan -25dB. Penyelesaian permasalahan tersebut bisa dengan memperbesar area deployment, atau mengurangi jumlah node sensor yang akan disebar. Kondisi tersebut menjadi kelemahan dari algoritma yang diajukan karena luas area dan letak node sensor dalam koordinat 2D tidak dimasukkan dalam parameter yang akan dioptimasi. V. KESIMPULAN Algoritma PSO cukup baik digunakan pada deployment jaringan sensor nirkabel seperti algoritma jenis swarm intelligence lainnya. Pengujian deployment WSN jenis IQRF tipe TR-52B dengan enam daya pancar yang berbeda mendapatkan hasil bahwa semakin besar daya yang dipancarkan maka semakin besar jarak antar node sensor dan kualitas konektivitas jaringannya tetap terjaga. Sebaliknya semakin kecil daya yang dipancarkan maka jarak antar node sensor semakin dekat dan untuk kondisi tertentu kualitas konektivitas jaringannya akan berkurang. Meski demikian, Algoritma ini memiliki kekurangan ketika daya pancar yang digunakan lebih besar dari -31dB diperoleh hasil deployment yang buruk karena deployment node sensor melebihi batas area. Kondisi tersebut merupakan kelemahan dari algoritma ini karena luas area sebaran dan letak node sensor dalam koordinat 2D tidak masuk dalam parameter yang dioptimasi. Hal ini bisa dadikan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. REFERENCES [1] Akyildiz I.F., W. Su, Sankarasubramaniam Y., Cayirci E, Wireless Sensor Networks: a Survey, Computer Networks 38: 393 422. 2002. [2] KwangEui Lee, An Automated Sensor Deployment Algorithm Based on Swarm Intelligence for Ubiquitous Environment, International Journal of Computer Science and Network Security 7: No.12. 2007. [3] Dong Li, Wei Liu, Ze Zhao, Li Cui. 2008, Demonstration of A Wsn Application in Relic Protection and an Optimized System Deployment Tool, IEEE Information Processing in Sensor Networks: 541-542, April 2008 [International Conference; St. Louis, MO, 22-24 Apr 2008]. [4] Molina G dan Alba E, Wireless Sensor Network Deployment Using a Memetic Simulated Annealing, IEEE Applications and the Internet: 237 240, 2008 [International Symposium; Turku, 28 Jul 2008-1 Ags 2008]. [5] Chang Chih-Yung, Sheu Jang-Ping, Chen Yu-Chieh, dan Chang Sheng-Wen, An Obstacle-Free and Power-Efficient Deployment Algorithm for Wireless Sensor Network, IEEE Systems, Man and Cybernetics, Part A: Systems and Humans 39 Issue: 4: 795 806, 2009. [6] Chang Chih-Yung, Chang Chao-Tsun, Chen Yu-Chieh, Chang Hsu-Ruey, Obstacle-Resistant Deployment Algorithm for Wireless Sensor Networks, IEEE Vehicular Technology 58: 6: 2925-2941, 2009. [7] Haupt RL dan Haupt SE., Practical Genetic Algorithm, 2nd Ed. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2004. [8] C. Balanis, Antenna theory analysis and design, 2nd Ed. John Wiley & Sons, 1997. [9] Schutte JF., The Particle Swarm Optimization Algorithm, EGM 6365-Structural Optimization.. http://www.mae.ufl.edu/haftka/stropt/lectures/pso_introduction. pdf [19 apr 2011]. 2005. [10] Carlisle A. and Dozier G., An Off-The-Shelf PSO, Proceedings of the Particle Swarm Optimization, Workshop, 2001, pp 1-6. [11] datasheet IQRF TR52-B, http://www.iqrf.org/weben/downloads.php?id=91. [12] Shi, Y. H. and Eberhart, R.C., Parameter Selection in Particle Swarm Optimization, Evolutionary Programming VII: Proc. EP 98 pp. 591-600, Springer-Verlag, New York, 1998. [13] Shi, Y. H. and Eberhart, R.C., A Modified Particle Swarm Optimizer, IEEE International Conference on Evolutionary Computation, Anchorage, Alaska, May 4-9, 1998. [14] Karl Holger dan Willig Andreas, Protocols and Architectures for Wireless Sensor Network, England: John Wiley & Sons, ltd. 2005.