SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

K O P A L SNI

G O N D O R U K E M 1. Ruang lingkup

PEMURNIAN DAMAR Shorea javanica DEWGAN MENGGUNAKAN PELARUT ORGANIK DAN BAHANl PEMUCAT

FRAKSINASI KOPAL DENGAN BERBAGAI PELARUT ORGANIK

PEMURNIAN BEBERAPA JENIS LEMAK TENGKAWANG DAN SIFAT FISIKO KIMIA (Refining Some Type of Illipe Nut's Fat and It's Physical-Chemical Properties)

POTENSI BIJI KARET (HAVEA BRASILIENSIS) SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SABUN CUCI TANGAN PENGHILANG BAU KARET

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

III. METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIFAT-SIFAT KOPAL MANILA DARI PROBOLINGGO, JAWA TIMUR. Properties of Manila Copal Originated from Probolinggo, East Java

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SNI Gondorukem. Badan Standardisasi Nasional ICS

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

LAPORAN KIMIA ANORGANIK II PEMBUATAN TAWAS DARI LIMBAH ALUMUNIUM FOIL

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODOLOGI PENELITIAN

OPTIMASI RASIO PALM FATTY ACID DESTILATE ( PFAD ) DAN SABUN LOGAM PADA PEMBUATAN PELUMAS PADAT (GREASE ) BIODEGRADABLE

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

BAB III METODE PENELITIAN

Minyak terpentin SNI 7633:2011

III. METODOLOGI PE ELITIA

LAMPIRAN 1 DATA ANALISIS PRODUK SABUN PADAT TRANSPARAN. Tabel 9. Data Analisis Minyak Jelantah

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Raden Esa Pangersa Gusti & Zulnely

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

Penetapan Kadar Sari

Direndam dalam aquades selama sehari semalam Dicuci sampai air cucian cukup bersih

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT FISIS DAN KIMIA PASTA GAMBIR SELAMA PENYIMPANAN

PEMBUATAN PRODUK (PRD)

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Bab III Bahan dan Metode

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Oleh/By : Zulnely, Umi Kulsum & Ahmad Junaedi ABSTRAK ABSTRACT

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

STUDI PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK NILAM

Transkripsi:

ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT FISIKO KIMIA DAMAR MATA KUCING HASIL PEMURNIAN TANPA PELARUT (Physico Chemical Properties of Purified Mata Kucing Dammar Without Solvent) 1) 1) R. Esa Pangersa Gusti & Zulnely 1) Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No.5, Bogor 16610 Telp. 0251-8633378, Fax. 0251-8699413 e-mail : resapangersag@gmail.com Diterima 28 Mei 2013, Disetujui 24 Juni 2014 ABSTRACT Mata kucing dammar has long become remarkable export commodity, most of which unfortunately is still in natural form (chunk-shapped exudates) obtained from the tapping of its host trees ( Shorea javanica). Accordingly, such dammar still contains large amount of impurities thereby lowering its qualities or trade values. Consequently, this necessitates a thorough purification attempt to enhance the dammar's added-value. The dammar purification prevalently uses organic solvent. However, the market demand for the solvent-free dammar products currently tends to increase commensurate with the advancement in dammar usage for drugs/ medicine and food industries. In relevant, purification of mata-kucing dammar was experimented using manual heating system, rather than organic solvent. Result revealed physico-chemical properties of the heat-purified dammar were not significantly different from those of natural dammar (without purification treatment) as well as of the solvent-purified dammar. Even, with respect to ash content (impurities) and toluene insolubility, the heat-purified dammar seemed to be better than the natural dammar. GC-MS analysis revealed there were five major chemical compounds with relatively large contents in heat-purified dammar. Such phenomena were similar to those in the natural dammar, with the contents of those compounds in the heat-purified dammar slightly higher. Keywords: Mata kucing dammar, purification, heat treatment, physico-chemical properties ABSTRAK Damar mata kucing telah lama menjadi komoditi ekspor yang diperdagangkan dalam bentuk damar alami (bongkahan getah) yang diperoleh dari penyadapan pohon Shorea javanica. Sebagian besar damar mata kucing alami masih banyak mengandung kotoran sehingga berdampak pada rendahnya kualitas dan nilai jual. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pemurnian untuk meningkatkan nilai jual damar tersebut. Pemurnian damar mata kucing saat ini umumnya dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, namun kebutuhan pasar akan damar bebas pelarut organik semakin meningkat seiring perkembangan pemanfaatan damar sebagai obat dan industri makanan. Maka dalam penelitian ini dilakukan percobaan pemurnian damar dengan perlakuan panas secara manual. Hasil analisis menunjukkan bahwa sifat fisiko kimia damar yang dimurnikan dengan perlakuan panas tidak jauh berbeda dengan damar alami. Dalam hal kadar abu dan bahan tak larut dalam toluene, damar murni yang dimurnikan dengan perlakuan panas lebih baik dibandingkan dengan damar alami. Analisis GC-MS pyrolysis menunjukkan lima komponen kimia dominan baik pada damar alami maupun damar yang dimurnikan. Beberapa kandungan komponen kimia mengalami peningkatan kadar setelah melalui proses pemurnian. Kata kunci: Damar mata kucing, pemurnian, perlakuan panas, sifat fisiko kimia 167

I. PENDAHULUAN Damar mata kucing (DMK) adalah salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu dari golongan resin alam yang memiliki peran penting dalam komoditi ekspor Indonesia. DMK diperoleh dari hasil penyadapan pohon Shorea javanica dengan cara menakik atau membuat lubang pada pohon, kemudian membiarkannya hingga getah keluar dan terkumpul sampai mengeras.umumnya getah dipanen dua minggu setelah penakikan. Kegiatan ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan di daerah Lampung (Zulnely et al, 1994). Selama ini DMK diperdagangkan dalam bentuk bongkahan getah yang biasa disebut dengan damar asalan. Sehingga sebelum dipasarkan, perlu dilakukan pembersihan kotoran berupa tatal kayu, pasir, dan lain sebagainya secara manual. Setelah bersih, damar disortir berdasarkan ukuran bongkahan serta kebersihan getah. Namun hasil penyortiran secara manual ini masih belum dapat menghilangkan kotoran getah, sehingga perlu dilakukan pemurnian damar karena dalam perdagangan dibutuhkan DMK yang bersih, selain itu juga akan memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi (Djajapertjunda dan Partadireja, 1973). Dalam perdagangan kualitas DMK terbagi atas beberapa kualitas, yaitu AC, asalan, KK, dan abu. Komoditi ini digunakan antara lain sebagai bahan baku beberapa macam industri, seperti campuran karet, plastik, lak, pernis, cat, lilin, korek api, bahan isolator listrik, kotak radio, bahan percetakan, dan obat-obatan (Zulnely et al., 1994). Proses pemurnian DMK umumnya menggunakan pelarut organik (Djajapertjunda dan Partadireja, 1973). Kekurangan metode ini adalah bahan kimia dari pelarut masih terkandung didalam damar, sementara untuk beberapa peruntukan kandungan tersebut tidak diperbolehkan. Semakin berkembangnya pemanfaatan DMK di industri kosmetik dan makanan membuat kebutuhan pasar akan damar murni bebas pelarut organik semakin meningkat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemurnian damar tanpa pelarut yaitu dengan perlakuan pemanasan. Metode ini pada prinsipnya merubah bentuk damar dengan bantuan panas sampai meleleh, pada saat meleleh damar tersebut disaring sehingga diperoleh damar mata kucing murni. II. METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan adalah damar mata kucing kualitas AC, Asalan, KK dan Abu yang diperoleh pengumpul damar di Lampung. Bahan kimia yang digunakan yaitu toluene, etanol, fenolftalin, KOH 0,1 N, NaOH 0,5 N, alkohol netral, HCl 0,5 N, tetraclorocarbon, larutan Wijs, KI, serta aquades. Alat yang digunakan diantaranya alat pemanas, gelas piala, erlenmeyer, desikator, oven, cawan porselen, buret titrasi, thermometer dan kertas saring. B. Metode Kegiatan pemurnian dilakukan dengan alat pemanas sederhana. DMK diletakkan di atas pemanas sampai meleleh, selanjutnya disaring menggunakan kain deklon dengan ukuran 80, 100, 200 dan 250 mesh. Proses pemurnian dan analisis sifat fisiko kimia dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Parameter sifat fisiko kimia yang dianalisis berupa rendemen, kadar abu, titik lunak, bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester (ASTM, 1975) dan bahan tak terlarut dalam toluene (Departemen Perdagangan, 1975). Perbandingan sifat fisiko kimia dilakukan terhadap sifat fisiko kimia damar yang dimurnikan menggunakan pelarut organik dan SNI tentang damar. Selain itu juga dilakukan analisis kandungan komponen kimia di dalam damar mata kucing dengan menggunakan alat GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisiko Kimia 1. Rendemen Rendemen berada di kisaran 55-87% di mana yang tertinggi yaitu kualitas AC dengan ukuran saringan 80 dan 100 mesh sedangkan yang terendah kualitas abu 168

Sifat Fisiko Kimia Damar Mata Kucing Hasil Pemurnian Tanpa Pelarut (R. Esa Pangersa Gusti & Zulnely) dengan 250 mesh (Tabe1 1). Kualitas AC merupakan bongkahan damar dengan kadar kotoran yang rendah sehingga menghasilkan damar murni dengan tingkat rendemen yang tinggi dibanding kualitas lainnya. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rendemen DMK seiring dengan peningkatan ukuran saringan. Hal ini diduga karena ukuran saringan yang semakin besar memiliki lubang dengan diameter semakin kecil dan tingkat kerapatan semakin tinggi sehingga terdapat partikel damar yang tidak dapat menembus lubang, kemudian bercampur dengan kotoran yang menempel pada bagian atas saringan. Rendemen hasil pemurnian damar menggunakan perlakuan panas (Tabel 1) pada kelas kualitas Asalan dan AC dengan ukuran saringan 80-100 mesh menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan hasil pemurnian menggunakan pelarut organik sebesar 83,73% (Setianingsih, 1992) sehingga pemurnian dengan perlakuan pemanasan memiliki tingkat efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pelarut organik. Tabel 1. Rendemen DMK setelah pemurnian (%) Table 1. Yield of mata kucing dammar after purification (%) Ukuran saringan (Sieve size), mesh Kualitas asal damar mata kucing (Origin qualities of mata kucing dammar),% AC Asalan KK Abu 80 87 83 82 80 100 87 87 81 78 200 71 60 80 61 250 69 69 63 55 Keterangan (Remarks) : * Rendemen rata-rata dari dua kali ekstraksi ( Average yield value of two times extractions) 2. Kadar abu Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Namiroh, 1998).Kadar abu suatu bahan menandakan bahwa bahan tersebut mengandung logam atau mineralmineral lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa damar hasil pemurnian kualitas AC, Asalan, KK dan abu memiliki nilai kadar abu yang lebih rendah dibandingkan dengan damar alami pada masing-masing kualitas. Hal ini dikarenakan damar alami masih terdapat banyak kotoran seperti pasir, kulit kayu dan lain sebagainya sehingga mempengaruhi nilai kadar abu (Tabel 2). Tabel 2. Analisis kadar abu DMK Table 2. Analysis of Ash content in mata kucing dammar Ukuran saringan (Original of mata kucingdammar) (Sieve size), mesh (Purified mata kucing dammar) 80 0,02 0,11 0,06 1,09 0,07 0,05 0,02 0,16 100 0,02 0,11 0,06 1,09 0,001 0,01 0,01 0,03 200 0,09 0,26 0,32 0,78 0,02 0,11 0,03 0,14 250 0,09 0,26 0,32 0,78 0,02 0,15 0,11 0,29 Keterangan (Remarks): * Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) 169

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa perolehan kadar abu berkisar antara 0,02-1,09. DMK kualitas abu dengan ukuran saringan 250 mesh memiliki nilai kadar abu tertinggi sedangkan terendah yaitu kualitas AC dengan ukuran saringan 80 dan 100 mesh. Tingginya nilai kadar abu menandakan banyaknya kotoran yang terkandung, sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas damar tersebut. Kadar abu yang disyaratkan oleh SNI (BSN, 1999) yaitu antara 0,5-4%. Kadar abu damar yang dimurnikan memiliki nilai yang jauh lebih rendah (0,001-0,29%) dari yang disyaratkan oleh SNI. Demikian juga dengan damar murni yang dimurnikan menggunakan pelarut organik sebesar 0,10-1,29 (Setianingsih, 1992). Dengan demikian perlakuan pemanasan menghasilkan DMK yang lebih bersih (sedikit kotoran) dibandingkan dengan DMK menggunakan pelarut organik. 3. Titik lunak Titik lunak adalah suhu dimana damar mulai melunak atau berubah wujud dari padat menjadi semi padat. Titik lunak dipengaruhi oleh panjang rantai karbon senyawa-senyawa yang menyusunnya dan jumlah ikatan rangkapnya (Namiroh, 1998). Hasil penelitian menunjukkan damar alami memiliki nilai titik lunak 96-110 C sedangkan pada damar yang dimurnikan 94-104 C (Tabel 3). Pada damar alami, titik lunak terendah yaitu pada kualitas AC dengan ukuran saringan 80 dan 100 mesh sedangkan pada damar murni tertinggi pada damar kualitas abu dengan ukuran saringan 80 dan 100 mesh. Titik lunak terendah pada damar murni terdapat pada damar kualitas Asalan dengan ukuran saringan 200 mesh sedangkan pada damar murni terdapat pada damar kualitas KK dengan ukuran saringan 100 mesh (Tabel 3). Adanya kotoran yang berikatan dengan senyawa dalam damar mempengaruhi nilai titik lunak damar. Damar dengan kadar kotoran rendah akan menghasilkan nilai titik lunak yang rendah pula. Hal ini didukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada semua kelas kualitas, damar mata kucing hasil pemurnian memiliki nilai titik lunak yang lebih rendah dibandingkan dengan damar mata kucing alami. Secara keseluruhan damar yang dimurnikan dengan sistem pemanasan memiliki nilai titik lunak lebih besar dibandingkan dengan damar yang dimurnikan dengan pelarut organik (87,25-97,50 C) (Setianingsih, 1992), namun damar murni hasil penelitian masih memenuhi persyaratan SNI (BSN,1999) yaitu antara 95-120 C. Tabel 3. Analisis titik lunak DMK Table 3. Analysis on softening point of mata kucing dammar Ukuran saringan (Sieve size), mesh (Original of mata kucingdammar) (purified mata kucing dammar) 80 98 100,75 107,45 110,25 97,25 95,25 95,40 103 100 98 100,75 107,45 110,25 97,50 98,5 94,10 104,40 200 97,88 96,25 96,50 106,50 96,50 98,75 99,56 104 250 97,88 96,25 96,50 106,50 98,81 96,38 97,25 103,69 Keterangan (Remarks) : * Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) 4. Bahan tak larut dalam toluena Kadar bahan tak larut dalam toluena bertujuan untuk menentukan jumlah bahan padat organik atau anorganik yang tidak larut dalam toluena seperti pasir, kepingan kayu, mineral, kulit kayu yang terdapat dalam resin (Ketraen, 1986). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan tak larut toluena damar alami berkisar antara 1,94-7,25 sedangkan damar murni berkisar antara 0,71-3,07 (Tabel 4). Pada damar alami, bahan tak larut dalam toluena tertinggi pada damar kualitas abu dengan ukuran saringan 80 mesh sedangkan 170

Sifat Fisiko Kimia Damar Mata Kucing Hasil Pemurnian Tanpa Pelarut (R. Esa Pangersa Gusti & Zulnely) terendah pada kualitas AC dengan ukuran saringan 200 mesh. Hal serupa terjadi pada damar hasil pemurnian, dimana bahan tak larut dalam toluena tertinggi pada damar kualitas abu dengan ukuran saringan 80 mesh, sedangkan yang terendah pada kualitas AC dengan ukuran saringan 250 mesh (Tabel 4). Kualitas abu pada damar alami maupun murni, mengandung kotoran lebih banyak dibandingkan dengan kualitas AC. Banyaknya jumlah kotoran mengindikasikan banyaknya bahan padat organik maupun anorganik yang tidak larut dalam toulena, sehingga nilai bahan tak larut dalam toluena lebih besar. Jika dibandingkan kadar bahan tak larut dalam toluena pada damar yang dimurnikan menggunakan bahan pelarut organik yaitu sebesat 0,12-0,47 (Setianingsih, 1992) memiliki kadar yang lebih rendah dibandingkan dengan damar hasil penelitian. Dengan demikian pemurnian damar dengan perlakuan pemanasan lebif efektif menurunkan kadar bahan tak larut dalam toluena. Tabel 4. Analisis bahan tak larut dalam toluen DMK Table 4. Insoluble material in toluene analyze of mata kucing dammar Ukuran saringan (Sieve size), mesh (Original mata kucing dammar) (Purified mata kucing dammar) 80 3,61 3,96 6,25 7,25 1,53 1,84 1,87 3,07 100 3,61 3,96 6,25 7,25 1,26 1,73 1,77 2,68 200 1,94 3,47 3,00 6,79 1,11 1,46 1,55 2,44 250 1,94 3,47 3,00 6,79 0,71 1,34 1,50 2,21 Keterangan (Remarks): *Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) 5. Bilangan asam Bilangan asam merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur jumlah asam organik bebas yang terdapat dalam damar (Ketaren, 1986). Bilangan asam damar alami berkisar 26-35 di mana yang terbesar 35,76 yaitu pada damar kualitas abu dengan ukuran saringan 80 mesh sedangkan terendah 26,02 pada kualitas AC dengan ukuran saringan 200 mesh. Pada damar murni nilai bilangan asam berkisar 27-32 dimana yang terbesar 32,49 yaitu pada damar kualitas asalan dengan ukuran saringan 100 mesh sedangkan terendah 27,28 pada kualitas abu dengan ukuran saringan 200 mesh (Tabel 5). Tabel 5. Analisis bilangan asam DMK Table 5. Analysis of acid number in mata kucing dammar Ukuran saringan (Sieve size), mesh (Original mata kucing dammar) (Purified mata kucing damar) 80 30,86 30,40 30,15 35,76 29,86 30,29 31,99 32,21 100 30,86 30,40 30,15 35,76 30,12 30,22 32,49 31,24 200 26,02 27,25 27,86 29,10 28,69 28,56 28,28 27,28 250 26,02 27,25 27,86 29,10 30,54 29,20 28,17 29,70 Keterangan (Remarks): * Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) 171

Hasil penelitian secara umum menunjukkan nilai bilangan asam damar murni tidak jauh berbeda dengan damar alami. Hal ini mengindikasikan pemurnian damar dengan sistem pemanasan tidak mengubah atau merusak damar. Damar yang dimurnikan dengan pelarut organik menghasilkan nilai bilangan asam berkisar 17,94-26,63 (Setianingsih, 1992). Tingginya nilai bilangan asam pada damar murni hasil penelitian dibandingkan dengan damar yang dimurnikan dengan pelarut organik diduga karena pengaruh proses pemanasan (oksidasi) yang menyebabkan putusnya ikatan rangkap pada asam organik sehingga banyak terbentuk asam organik bebas baru dengan panjang rantai lebih pendek pada damar hasil penelitian. Namun, damar murni hasil penelitian masih memenuhi persyaratan nilai bilangan asam yang diijinkan oleh SNI yaitu berkisar 19-36 (BSN, 1999). Hal ini penting karena nilai bilangan asam suatu damar berkaitan dengan daya tahan (simpan) damar tersebut. Semakin besar nilai bilangan asam maka damar semakin tidak tahan lama (Gusti et al, 2012). 6. Bilangan penyabunan Bilangan penyabunan merupakan parameter untuk menentukan jumlah asam organik bebas dan terikat (Namiroh, 1998). Bilangan penyabunan damar alami berkisar 41,44-67,03 sedangkan damar murni 37-102. Bilangan penyabunan terbesar 67,03 pada damar alami terdapat pada damar kualitas abu dengan ukuran saringan 80 mesh, terendah 41,44 pada kualitas KK dengan ukuran saringan 200 mesh. Sedangkan pada damar murni, terbesar 102,39 pada kualitas AC dengan ukuran saringan 250 mesh, terendah 37,73 pada kualitas abu dengan ukuran saringan 200 mesh (Tabel 6). Bilangan penyabunan damar yang dimurnikan menggunakan pelarut berkisar 19,75-33,07 (Setianingsih, 1992), nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan damar hasil penelitian. Hal ini diduga pada damar yang dimurnikan dengan perlakuan pemanasan terjadi proses pelepasan ikatan-ikatan rangkap sehingga banyak menghasilkan asam organik bebas dan bereaksi dengan alkali membentuk sabun ketika bercampur dengan basa (Ketaren, 1986). Hal ini juga yang diduga menyebabkan adanya perubahan nilai bilangan penyabunan antara damar alami dengan dengan damar murni hasil penelitian. 7. Bilangan ester Bilangan ester adalah parameter untuk mengetahui kandungan minyak atsiri dalam suatu bahan. Ester yang bersifat volatil biasanya terbentuk dari hasil reaksi secara alami antara senyawa alkohol dan asam organik, dimana keduanya umumnya memiliki berat molekul rendah dan berstruktur sederhana (Ketaren, 1986). Analisis bilangan ester pada berbagai kualitas damar mata kucing tersaji pada Tabel 7. Kisaran bilangan ester pada adalah 5,51-19,82, sedangkan pada DMK hasil pemurnian tidak jauh berbeda yaitu 5,53-19,40 (Tabel 7). Hal ini mengindikasikan bahwa pemurnian dengan perlakuan pemanasan tidak banyak merubah struktur damar terkait dengan aspek bilangan ester. Tabel 6. Analisis bilangan penyabunan DMK Table 6. Saponification number of mata kucing dammar Ukuran saringan (Sieve size), mesh (Original mata kucing dammar) (Purified mata kucing dammar) 80 52,01 53,21 58,65 67,03 60,59 55,93 57,16 58,57 100 52,01 53,21 58,65 67,03 46,26 53,43 56,31 55,32 200 53,92 41,49 41,44 58,01 73,39 69,17 60,82 37,73 250 53,92 41,49 41,44 58,01 102,39 47,68 43,78 50,09 Keterangan (Remarks) : *Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) 172

Sifat Fisiko Kimia Damar Mata Kucing Hasil Pemurnian Tanpa Pelarut (R. Esa Pangersa Gusti & Zulnely) Tabel 7. Analisis bilangan ester damar mata kucing Table 7. Ester number analyze of mata kucing dammar Ukuran saringan (Sieve size), mesh Damar mata kucing alami (Original of mata kucing dammar) Damar mata kucing hasil pemurnian (Purified mata kucing damar) 80 5,51 6,61 6,61 5,73 5,53 6,24 6,54 6,57 100 5,51 6,61 6,61 5,73 5,72 6,06 6,23 6,38 200 19,82 19,82 18,16 17,33 13,72 23,79 18,69 9,12 250 19,82 19,82 18,16 17,33 19,62 18,98 14,52 19,40 Keterangan (Remarks) : * Hasil rata-rata dari dua kali ulangan ( Average value of two repeatations) B. Kandungan Komponen Kimia Analisis kandungan komponen kimia pada DMK baik alami maupun murni dilakukan dengan alat GC-MS pyrolisis, diperoleh lima macam komponen kimia dengan kandungan relatif besar seperti tersaji pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan lima macam komponen kimia dengan kandungan relatif dalam DMK baik itu alami maupun yang telah dimurnikan, yaitu α-compaene, β-elemene, Transcaryophyllene, Germacrene D dan Germacrene B. Komponen kimia Germacrene D merupakan komponen dengan kadar (% relatif) terbesar, baik pada maupun. Proses pemurnian dengan perlakuan pemanasan diduga berakibat terdegradasinya senyawa Germacrene D dan Germacrene B menjadi senyawasenyawa lain dengan berat molekul lebih rendah. Hal ini ditandai dengan kecenderungan penurunan kadar Germacrene D dan tidak terdeteksinya Germacrene B pada DMK hasil pemurnian. Tabel 8. Analisis kandungan komponen kimia damar (% relatif) Table 8. Chemical component compound analyze of damar (% relative) Komponen kimia (Original mata kucing dammar) (Chemical component) (Purified mata kucing dammar) AC Asalan KK AC Asalan KK α-compaene 11,72 12,04 15,10 16,21 16,29 15,65 β-elemene 9,37 10,02 11,77 14,69 14,40 12,63 Trans-caryophyllene 11,32 12.23 14,15 16,44 16,49 16,15 Germacrene D 47,61 47,16 50,24 35,67 22,61 21,59 Germacrene B 6,36 8,32 8,74 9,90 - - IV. KESIMPULAN Damar mata kucing dapat dimurnikan tanpa menggunakan pelarut organik, yaitu dengan sistem panas. Sifat fisiko kimia damar yang dimurnikan dengan sistem panas tidak jauh berbeda dengan. Bahkan dalam beberapa parameter seperti kadar abu dan bahan tak larut dalam toluene, menunjukkan bahwa nilai lebih baik dibandingkan damar alami. Dengan demikian pemurnian dengan perlakuan panas yang tepat tidak banyak merubah atau merusak sifat fisiko kimia damar. Analisis kandungan kimia dengan instrument GC-MS terhadap DMK baik alami maupun yang dimurnikan dengan perlakuan panas menunjukkan adanya lima macam komponen kimia dengan kandungan relatif besar ( α-compaene, β-elemene, Trans-caryophyllene, Germacrene D dan Germacrene B), dimanakandungan GermacreneDadalahyangterbesar. 173

DAFTAR PUSTAKA American Standard and Testing Material (ASTM). (1975). ASTM Part 28-29. American Standard and Testing Material. Philadelphia. Badan Standardisasi Nasional (BSN). (1999). SNI 01-2900-1999 tentang Damar (Resin). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Departemen Perdagangan. (1975). Standar Perdagangan SP-SMP-83-1975. Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Djajapertjunda, S. dan S. Partadireja. (1973). Beberapa Catatan Tentang Damar di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Kehutanan. Gusti, R. Esa Pangersa, Zulnely dan Evi K. (2012). Sifat Fisiko Kimia Lemak Tengkawang dari Empat Jenis pohon Induk. Jurnal Hasil Hutan Vol. 30 (4) : 254-260. Bogor: Pusat penelitian dan Pengembangan Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan. Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Namiroh, N. (1998). Pemurnian Damar ( Shorea javanica ) Dengan Kombinasi Pelarut Organik. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Setianingsih, N. (1992). Pemurnian Damar Shorea javanica Menggunakan Pelarut Organik dan Bahan Pemucat. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Zulnely, A. Hakim dan Nurma W. (1994). Karakteristik Damar dan Pemanfaatannya. Makalah Penunjang pada Diskusi Hasil Penelitian Hasil Hutan. Bogor. 174