SKRIPSI RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW. Oleh: ARIS F

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DRAINASE MOLE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT

III. METODE PENELITIAN

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

ANALISIS RANCANGAN. penggetar. kopling. blade. motor listrik. beam

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

MODIFIKASI INSTRUMEN PENGUKUR GAYA TARIK (PULL) DAN KECEPATAN MAJU TRAKTOR RODA 2

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat

IV. ANALISA PERANCANGAN

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

IV. PENDEKATAN DESAIN

PEMBAHASAN UMUM Studi Analitis/Simulasi

KINERJA PENGGETARAN SAYAP PADA BAJAK SUBSOIL GETAR 1 (Performance of Wing Oscilation on Vibratory Subsoiler)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDEKATAN DESAIN Kriteria Desain dan Gambaran Umum Proses Pencacahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.HASIL DAN PEMBAHASAN

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH HASIL MODIFIKASI UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH: THALHA FARIZI F

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN TAHANAN TARIK (DRAFT) BAJAK SUBSOIL GETAR TIPE LENGKUNG PARABOLIK SKRIPSI

UJI KINERJA BULLDOZER MINI BERBASIS TRAKTOR TANGAN TIPE TREK. Oleh : ANDIKA KURNIAWAN F

DESAIN DAN PENGUJIAN RODA BESI LAHAN KERING UNTUK TRAKTOR 2- RODA 1 (Design and Testing of Upland Iron Wheel for Hand Tractor)

UJI KINERJA ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR (KEPRAS PINTAR) PROTOTIPE-2 RIKKY FATURROHIM F

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

DISAIN PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh: ALAM MUHARAM F

UJI PERFORMANSI DAN KENYAMANAN MODIFIKASI ALAT PENGEBOR TANAH MEKANIS UNTUK MEMBUAT LUBANG TANAM ARIEF SALEH

IV. PENDEKATAN DESAIN A. KRITERIA DESAIN B. DESAIN FUNGSIONAL

DESAIN DAN PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : HAMZAH AJI SAPUTRO F

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Juli 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANG BANGUN BAGIAN PENYALUR DAN PENAMPUNG PADA MESIN PENYAPU JALAN. Oleh ANES KURNIA PUTRA F

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Maret

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012 di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PERANCANGAN DAN PABRIKASI PROTOTIPE PENGUPAS KULIT SINGKONG BERPENGGERAK MOTOR LISTRIK

PENGUJIAN PROTOTIPE ALAT KEPRAS TEBU TIPE PIRINGAN BERPUTAR. Oleh : FERI F

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Kondisi Serasah dan Lahan Setelah Panen Tebu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGUJIAN MODEL METERING DEVICE PUPUK

BAB III BAHAN DAN METODE

c = b - 2x = ,75 = 7,5 mm A = luas penampang v-belt A = b c t = 82 mm 2 = 0, m 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

SKRIPSI DESAIN RODA BESI BERSIRIP GERAK DENGAN MEKANISME SIRIP BERPEGAS UNTUK LAHAN SAWAH DI CIANJUR. Oleh: GINA AGUSTINA F

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. persiapan dan pembuatan kincir Savonius tipe U dengan variasi sudut

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MODIFIKASI PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM MODEL BBE-01 MENJADI BBE-02 (BACK PACK BRUSH CUTTER ENGINE-02) SKRIPSI

Jumlah serasah di lapangan

MODIFIKASI PENGERUK TANAH PADA DITCHER UNTUK SALURAN DRAINASE PADA BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING (Sistem Mekanisme Pengeruk Tanah)

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tanaman Tebu Ratoon

PERANCANGAN MESIN PEMERAS SANTAN DENGAN SISTEM ROTARI KAPASITAS 281,448 LITER/JAM

III. METODE PROYEK AKHIR. dari tanggal 06 Juni sampai tanggal 12 Juni 2013, dengan demikian terhitung. waktu pengerjaan berlangsung selama 1 minggu.

MODIFIKASI DESAIN DAN UJI UNJUK KERJA MESIN PENGEMPA BRIKET MEKANIS TIPE KEMPA ULIR (SCREW PRESSING) SKRIPSI. Oleh : IRWAN DARMAWAN F

UJICOBA PENGGUNAAN GELOMBANG AUDIO FREKUENSI 10 khz UNTUK MENENTUKAN BULK DENSITY TANAH

III. METODE PEMBUATAN. Tempat pembuatan mesin pengaduk adonan kerupuk ini di bengkel las dan bubut

DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F

KEKUATAN SIRIP BERPEGAS DENGAN MEKANISME POROS PUNTIR OLEH PEMBEBANAN STATIS. Oleh : SLAMET EKA DANNY PRIYADI F

III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pembuatan alat penelitian ini dilakukan di Bengkel Berkah Jaya, Sidomulyo,

BAB III METODE PEMBUATAN

PENGARUH MODIFIKASI AERATOR KINCIR TIPE PEDAL LENGKUNG PADA PENINGKATAN KADAR OKSIGEN AIR. Oleh: SARI ROSMAWATI F

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SIMBOL... A. Latar Belakang B. Tujuan dan Manfaat C. Batasan Masalah...

BAB III. Metode Rancang Bangun

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

IV. PERANCANGANDAN PEMBUATAN INSTRUMENTASI PENGUKURAN SLIP RODA DAN KECEPATAN

BAB III METODE PROYEK AKHIR. Motor dengan alamat jalan raya Candimas Natar. Waktu terselesainya pembuatan mesin

Rancang Bangun dan Evaluasi Kinerja Lapang Prototipe II Aplikator Pupuk Cair, APIC 1

BAB II DASAR TEORI. Mesin perajang singkong dengan penggerak motor listrik 0,5 Hp mempunyai

KINERJA DITCHER DENGAN PENGERUK TANAH UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING. Oleh : ARI SEMBODO F

BAB II PEMBAHASAN MATERI. industri, tempat penyimpanan dan pembongkaran muatan dan sebagainya. Jumlah

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur buah kelapa muda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

Transkripsi:

SKRIPSI RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW Oleh: ARIS F14050619 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

RANCANG BANGUN PENGGETAR STRUKTUR UNTUK MENURUNKAN TAHANAN TARIK DARI MOLE PLOW SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh ARIS F14050619 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Skripsi : Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow Nama : Aris NIM : F14050619 Menyetujui Pembimbing, (Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setyawan, M.Agr) NIP: (19621223 198601 1 001) Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP: 19661201 199103 1 004 Tanggal Lulus :

Aris. F14050619. Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow. Di bawah bimbingan Radite Praeko Agus Setyawan RINGKASAN Suatu lahan pertanian yang baik membutuhkan sistem pengelolaan air yang baik. Untuk mengatur pemberian air pada suatu lahan agar sesuai dengan kebutuhan, diperlukan saluran irigasi dan drainase yang direncanakan dengan baik. Saluran irigasi berfungsi untuk menyalurkan air yang diperlukan tanaman. Sementara saluran drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air pada lahan agar tidak merusak tanaman. Drainase diperlukan terutama pada pembukaan lahan basah atau lahan pasang surut. Mole plow adalah alat pembuat saluran drainase mole. Dalam pengoperasiannya, mole plow biasanya ditarik oleh sebuah traktor roda empat. Bagian rangka depan mole plow disambungkan pada three hitch point traktor pada waktu beroperasi. Mole plow akan tertarik dan membuat lubang saluran drainase di bawah permukaan tanah yang berfungsi sebagai saluran drainase. Mole plow biasanya beroperasi pada kedalaman lebih dari 40 cm sehingga pembuatan drainase mole menimbulkan draft yang besar. Besarnya draft berpengaruh terhadap besarnya daya yang dibutuhkan dan peningkatan konsumsi bahan bakar. Beberapa usaha telah dilakukan untuk menurunkan draft, yaitu salah satunya dengan penggetaran alat atau implemen pengolah tanah. Sigit (2009) melakukan penelitian tentang modifikasi bajak subsoiler getar dengan pemupuk mekanis (SIGAP) utuk budidaya tebu lahan kering. Hasil pengujian di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor pada kadar air tanah ratarata 41.1% menunjukan bahwa efek penggetaran dengan sayap penggetar pada bajak subsoil dapat menurunkan tahanan tarik secara nyata dibanding dengan bajak subsoil tanpa getar. Dengan penggetaran, tahanan tarik turun pada kisaran 6.1% sampai 29.9% dengan rata-rata 14.6%. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji efektivitas unit pembangkit getaran struktur kantilever untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. Penggetaran dilakukan terhadap beam dari mole plow. Beam mole plow berfungsi sebagai pegas kantilever yang digetarkan oleh suatu unit pembangkit getaran. Sifat elastis dari beam mole plow sebagai batang kantilever menimbulkan terjadinya forced vibration. Beam mole plow selanjutnya menggetarkan bagian blade dari mole plow yang merupakan bagian mole plow yang masuk ke dalam tanah. Unit pembngkit getaran membangkitkan gaya penggetaran dari eksentrisitas pusat massa yang berputar. Penggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu piringan exciter, plat pengapit exciter, poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi, dan batang kantilever. Hasil pengujian di Laboratorium Lapangan Depatemen Teknik Pertanian di Leuwikopo, Darmaga Bogor, besarnya tahanan tarik rata-rata mole plow tanpa penggetaran berkisar 11108.6-14047.8 N dengan rata-rata sebesar 12076.1 N,

yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.49-0.53 m/s dengan rata-rata 0.50 m/s pada kedalaman olah rata-rata 35.9 cm. Sedangkan tahanan tarik rata-rata mole plow dengan penggetaran berkisar 8925.7-11802.8 N dengan rata-rata sebesar 10300 N, yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.45-0.50 m/s dengan rata-rata 0.48 m/s pada kedalaman olah rata-rata 0.48 cm. Penggetaran struktur dapat diaplikasikan untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. Hasil pengujian mole plow getar dengan penggetaran struktur menunjukan tahanan tarik mole plow turun pada kisaran 2 % sampai dengan 23.6 %, dengan penurunan tahanan tarik rata-rata sebesar 13 %. Daya penggetaran mole plow meningkat dengan naiknya frekuensi penggetaran. Peningkatan daya penggetaran mngikuti fungsi kuadratik. Total kebutuhan daya untuk mengoperasikan mole plow turun dengan melakukan penggetaran. Daya untuk mengoperasikan mole plow tanpa penggetaran adalah 6038.1 Watt. Sementara daya untuk mengoperasikan mole plow dengan penggetaran berkisar 4267.8-6488.2 Watt dengan rata-rata 5289.3 Watt. Kebutuhan daya minimum terjadi pada pengoperasian mole plow dengan penggetaran 9 Hz yaitu 4267.8 Watt. Penurunan kebutuhan daya terbesar untuk pengoperasian mole plow terjadi pada frekuensi penggetaran 9 Hz sebesar 29 %. Rata-rata penurunan kebutuhan daya pengoperasian mole plow setelah digetarkan sebesar 12 %

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tanggal 14 Desember 1986 dari pasangan Y. Syarifin dan Iis Supriati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Cihaur, pada tahun 1999. Tahun 2002, penulis lulus dari SLTP Negeri 2 Salopa, kemudian penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 8 Tasikmalaya pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis berhasil masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), di mana penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Di Departemen Teknik Pertanian ini, penulis mengambil Bagian Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa lembaga kemahasiswaan kampus, antara lain Himpunan Mahasiswa Teknik pertanian (HIMATETA) divisi keteknikan periode 2006-2007, UKM Tarung Derajat AA- BOXER sebagai anggota dari tahun 2006-2010, menjabat sebagai wakil ketua UKM Tarung Derajat AA-BOXER pada periode 2009-2010, aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA) dari tahun 2005-2009, dan menjabat sebagai ketua divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) pada periode 2006-2007. Selain itu, penulis juga pernah dipercaya menjadi Asisten Dosen untuk praktikum mata kuliah Menggambar Teknik tahun 2007 dan tahun 2008. Penulis melaksanakan Praktek Lapangan pada tahun 2008 di PT. Metavisi Sentra Integra, Bogor dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Perancangan Drive Subsystem Mekanisme Pengujian Gearbox. Untuk menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dengan judul Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setyawan, M.Agr.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas qadha dan qadar-nya, tugas akhir ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Tugas akhir yang berjudul Rancang Bangun Penggetar Struktur untuk Menurunkan Tahanan Tarik dari Mole Plow merupakan syarat bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini tersusun atas kerja sama dan bimbingan orang-orang yang telah membantu penulis selama penyusunan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua penulis atas doa dan dukungan kepada penulis dalam segala bentuk. 2. Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Dr. Ir. I. Dewa Made Subrata, M.Agr, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Ahmad Zmhuri, rekan satu penelitian dan satu bimbingan yang telah bahumembahu di dalam penelitian dan di sepanjang perkuliahan di Departemen Teknik Pertanian. 5. Pak Abas Mustofa, Pak Parma, Pak Wana, Pak Tohir dan Pak Bandi atas bantuannya dalam urusan laboratorium. 6. Teman-teman TEP 42 yang mendukung selesainya Tugas Akhir ini. Bogor, Januari 2010 Penulis

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. DRAINASE MOLE... 5 B. MOLE PLOW... 7 C. GETARAN... 8 D. TAHANAN TARIK... 10 E. PENGGUNAAN GETARAN PADA ALAT PENGOLAH TANAH.. 11 F. DESAIN (PERANCANGAN)... 13 III. METODE PENELITIAN... 16 A. WAKTU DAN TEMPAT... 16 B. ALAT DAN BAHAN... 16 C. TAHAPAN PROSES PENELITIAN... 18 D. UJI FUNGSIONAL UNIT PEMBANGKIT GETARAN... 20 E. PENGAMATAN KONDISI TANAH... 20 F. PENGUJIAN MOLE PLOW GETAR... 22 IV. ANALISIS RANCANGAN... 26 A. RANCANGAN FUNGSIONAL... 26 1. Piringan exciter... 27 2. Plat pengapit exciter... 27 3. Poros penggetar... 28 4. Tutup penggetar... 29 5. Pipa penggetar... 30 6. Dudukan tutup penggetar... 31 iii

7. Dudukan penggetar... 31 8. Sistem transmisi... 32 9. Batang kantilever... 32 B. RANCANGAN STRUKTURAL... 33 1. Poros penggetar... 35 2. Baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter... 40 3. Pasak poros penggetar... 44 4. Piringan exciter... 46 5. Plat pengapit exciter... 47 6. Tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan tutup penggetar dan dudukan penggetar... 48 7. Baut pengikat tutup penggetar pada dudukan tutup penggetar... 48 8. Baut kopling flens... 50 9. Analisis kekuatan beam mole plow dan blade mole plow... 51 10. Analisis diameter baut pengikat beam dengan hitch point... 55 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 56 A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW... 56 1. Piringan exciter... 58 2. Plat pengapit exciter... 59 3. Poros penggetar... 60 4. Tutup penggetar... 60 5. Dudukan tutup penggetar... 62 6. Dudukan penggetar... 63 7. Pipa penggetar... 63 8. Sistem transmisi... 64 B. HASIL PENGUJIAN... 67 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 74 A. KESIMPULAN... 74 B. SARAN... 75 DAFTAR PUSTAKA... 76 LAMPIRAN... 78 iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Horizontal, vertical force component, and moments acting on various components of mole plough (Malik et al., 1986)... 11 Tabel 2. Fungsi alat ukur... 17 Tabel 3. Fungsi alat bantu pengujian... 17 Tabel 4. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced... 47 Tabel 5. Hubungan setingan frekuensi inverter dan frekuensi putaran motor... 67 Tabel 6. Kadar air tiap kedalama pengukuran... 69 Tabel 7. Tahanan penetrasi pada berbagai titik kedalaman... 69 Tabel 8. Hasil pengujian lapang mole plow tanpa getar... 70 Tabel 9. Hasil pengujian lapang mole plow dengan penggetaran... 70 Tabel 10. Penurunan tahanan tarik pada berbagai frekuensi penggetaran (frekuensi putaran motor)... 71 Tabel 11. Kebutuhan daya pada berbagai frekuensi penggetaran... 72 v

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Drainase mole pada penampang melintang lahan... 1 Gambar 2. Mole plow ketika beroperasi di lahan... 2 Gambar 3. Retakan yang terbentuk pada drainase mole... 6 Gambar 4. Mole plow... 7 Gambar 5. Skema forced vibration dan free vibration... 8 Gambar 6. Variable eccentricity mass shaker (U.S. Patent #4,776,156)... 9 Gambar 7. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999)... 15 Gambar 8. Tahapan proses penelitian... 19 Gambar 9. Skema proses pengukuran draft... 23 Gambar 10. Skema pengukuran amplitudo getaran... 24 Gambar 11. Skema rancangan penggetar mole plow... 26 Gambar 12. Piringan exciter terpasang pada plat pengapit exciter pada posisi e max dan e min... 29 Gambar 13. Dua alternatif sketsa rancangan tutup penggetar... 30 Gambar 14. Dua alternatif sketsa pipa penggetar... 31 Gambar 15. Dua alternatif sketsa dudukan tutup penggetar... 31 Gambar 16. Sketsa dudukan penggetar... 32 Gambar 17. Skema kebutuhan gaya getar... 34 Gambar 18. Penentuan titik berat dan massa unbalanced (piringan exciter +plat pengapit exciter) berdasarkan simulasi CATIA... 35 Gambar 19. Gambar potongan penggetar... 36 Gambar 20. Model pembebanan pada poros penggetar... 37 Gambar 21. Skema gaya pada baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter... 41 Gambar 22. Model pembebanan pada baut pengikat piringan exciter dengan plat pengapit exciter... 42 Gambar 23. Penentuan titik berat dan massa piringan exciter berdasarkan simulasi CATIA... 44 Gambar 24. Beberapa rancangan bentuk penampang piringan exciter... 46 Gambar 25. Beberapa posisi penyetelan jari-jari eksentrik... 48 vi

Gambar 26. Skema pembebanan pada baut pengikat tutup penggetar belakang... 49 Gambar 27. Perakitan penggetar... 50 Gambar 28. Skema pembebanan pada baut kopling flens... 51 Gambar 29. Model pembebanan pada beam tampak atas... 52 Gambar 30. Penampang beam... 52 Gambar 31. Model pembebanan pada blade ke arah samping... 54 Gambar 32. Model pembebanan pada blade arah belakang... 54 Gambar 33. Model pembebanan baut pengikat beam dengan hitch point... 55 Gambar 34. Mole plow getar... 57 Gambar 35. Rangkaian penggetar mole plow... 57 Gambar 36. Unbalanced... 59 Gambar 37. Tutup penggetar...... 61 Gambar 38. Penggetar mole plow... 62 Gambar 39. Penyambungan flexible coupling dan poros penggetar oleh kopling freewheel... 64 Gambar 40. Kopling freewheel... 66 Gambar 41. Grafik hubungan frekuensi inverter dan frekuensi motor listrik... 68 Gambar 42. Grafik daya penggetaran pada berbagai frekuensi... 72 vii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12... 79 Lampiran 2. Hasil pengukuran kadar air... 92 Lampiran 3. Hasil pengukuran tahanan penetrasi tanah... 93 Lampiran 4. Hasil pengukuran kecepatan operasi mole plow... 94 Lampiran 5. Hasil pengukuran kalibrasi inverter... 95 Lampiran 6. Hasil pengukuran arus listrik... 96 Lampiran 7. Hasil pengukuran voltase... 98 Lampiran 8. Hasil pengukuran draft mole plow... 99 Lampiran 9. Hasil pengolahan data kebutuhan daya pengoperasian mole plow... 100 Lampiran 10. Mole plow getar... 101 Lampiran 11. Penggetar mole plow... 108 Lampiran 12.Unbalanced... 112 Lampiran 13. Dudukan tutup penggetar... 115 Lampiran 14. Pipa penggetar... 116 Lampiran 15. Plat pengapit exciter... 117 Lampiran 16. Plat exciter... 118 Lampiran 17. Tutup penggetar belakang... 119 Lampiran 18. Tutup penggetar depan... 120 Lampiran 19. Potongan penggetar... 121 Lampiran 20. Sistem transmisi... 122 viii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Suatu lahan pertanian yang baik membutuhkan sistem pengelolaan air yang baik. Untuk mengatur pemberian air pada suatu lahan agar sesuai dengan kebutuhan, diperlukan saluran irigasi dan drainase yang direncanakan dengan baik. Saluran irigasi berfungsi untuk menyalurkan air yang diperlukan tanaman. Sementara saluran drainase berfungsi untuk membuang kelebihan air pada lahan agar tidak merusak tanaman. Drainase diperlukan terutama pada pembukaan lahan basah atau lahan pasang surut. Sejauh ini sudah dikenal dua sistem drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan. Pada drainase permukaan air dibuang melalui saluran-saluran yang dibuat di atas permukaan tanah. Sedangkan pada drainase bawah permukaan saluran-saluran tersebut dibuat dibawah permukaan tanah. Salah satu tipe drainase bawah permukaan adalah drainase mole. permukaan tanah retakan tanah lubang drainase mole Gambar 1. Drainase mole pada penampang melintang lahan. Mole plow adalah alat pembuat saluran drainase mole. Dalam pengoperasiannya mole plow biasanya ditarik oleh sebuah traktor roda 1

empat. Dimana bagian rangka depan mole plow disambungkan pada three hitch point traktor. Pada waktu traktor berjalan, mole plow akan tertarik dan membuat lubang di bawah permukaan tanah yang berfungsi sebagai saluran drainase. traktor mole plow tanah Gambar 2. Mole plow ketika beroperasi di lahan. Untuk bisa menarik mole plow dibutuhkan tenaga traktor yang cukup besar. Hal ini dikarenakan pembuatan saluran drainase oleh mole plow berada pada posisi yang cukup dalam yaitu > 40 cm dari permukaan tanah. Seperti kita ketahui semakin dalam suatu implemen dioperasikan maka semakin besar tahanan tarik yang terjadi. Dengan tahanan tarik yang semakin besar maka tenaga yang digunakan oleh traktor semakin besar dan berpotensi pada pemborosan bahan bakar. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi tahanan tarik alat pengolah tanah dalam antara lain dengan melakukan pelumasan dengan cairan bertekanan, pelumasan elektro osmosis, dan penggetaran (Radite, 2002). Pada penelitian ini usaha mengurangi tahanan tarik dilakukan dengan menggetarkan implemen yang ditarik oleh traktor. Sumber tenaga penggetar biasanya memanfaatkan tenaga dari power take off (PTO) traktor. Sumber tenaga yang berupa putaran PTO traktor disalurkan ke unit pembangkit getaran pada implemen. Unit pembangkit getaran inilah yang akan merubah 2

putaran PTO traktor menjadi getaran yang akan menggetarkan implemen seperti halnya pada subsoiler getar. Penelitian mengenai penggetaran untuk menurunkan tahanan tarik telah banyak dilakukan. Taufik (2001) melakukan penelitian tentang rancang bangun mekanisme penggetar untuk bajak subsoil getar. Mekanisme penggetaran berupa kombinasi poros eksentrik dengan batang pengubah arah gerak yang menggetarkan bagian bilah bajak secara bolakbalik kearah depan dan belakang. Tenaga yang digunakan adalah putaran poros PTO traktor. Bajak subsoil getar ini dapat menurunkan tahanan tarik rata-rata 45% pada jenis tanah liat dengan kedalaman olah 30 cm. Getaran bisa dihasilkan dari penggetaran langsung maupun penggetaran tidak langsung. Dalam penggetaran langsung, unit pembangkit getaran menggetarkan struktur dengan energinya sendiri tanpa ada tambahan energi dari struktur yang digetarkannya. Sementara pada penggetaran tidak langsung, unit pembangkit getaran menggetarkan struktur pada frekuensi natural struktur tersebut. Secara tidak langsung energi untuk menggetarkan diperoleh dari energi yang dihasilkan struktur (kantilever) ketika digetarkan pada frekuensi naturalnya. Penggetaran langsung biasanya menggunakan mekanisme crank-rocker, eksentrik dan sebagainya. Penggetaran tidak langsung menggunakan mekanisme yang lebih sederhana yaitu memanfaatkan getaran yang dihasilkan dari ketidakseimbangan massa yang diputar pada frekuensi natural dari struktur. Penggetaran tidak langsung memiliki beberapa kelebihan. Karena penggetaran ini memanfaatkan sifat kritis dari struktur (kantilever) pada frekuensi naturalnya, input energi untuk penggetaran bisa dikurangi. Kelebihan lain dari penggetaran tidak langsung adalah penggetaran lebih aman, jumlah komponen yang bergerak lebih sedikit, dan biaya perancangan lebih murah. Efek eksentrisitas banyak dimanfaatkan pada penggetaran langsung maupun tidak langsung untuk merubah putaran menjadi getaran. Eksentrisitas merupakan fenomena fisika yang terjadi akibat ketidaksetabilan pusat massa benda yang berputar. Akibat ketidaksetabilan 3

ini terjadi gaya sentripetal dari putaran tersebut. Gaya sentripetal inilah yang menghasilkan getaran pada struktur yang dikenainya. Unit pembangkit getaran yang direncanakan menggunakan sumber tenaga motor listrik. Dimana motor listrik akan memutarkan komponen pemicu efek eksentrisitas yang berbentuk bulatan tidak penuh. Dengan bentuk bulatan tidak penuh diharapkan terjadi ketidaksetabilan putaran pusat massa yang akan menimbulkan efek eksentrisitas. Pemilihan motor listrik dilakukan untuk mempermudah dalam pengaturan frekuensi putaran sumber tenaga. Hal ini akan mempermudah dalam penentuan frekuensi getaran unit pembangkit getaran yang sesuai dengan frekuensi natural struktur (kantilever). Apabila sudah diketahui besarnya frekuensi yang sesuai, diharapkan akan mudah dalam penentuan sumber tenaga dan besarnya tenaga yang tepat untuk menggetarkan mole plow. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat dan menguji efektivitas unit pembangkit getaran struktur kantilever untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. DRAINASE MOLE Pembuatan saluran drainase merupakan salah satu kegiatan utama pada waktu menyiapkan suatu lahan pertanian. Tanaman membutuhkan cukup air untuk pertumbuhannya tetapi bila persediaan air untuk tanaman berlebih akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Saluran drainase dibuat untuk membuang kelebihan air pada suatu lahan pertanian maupun lahan yang lainya. Sampai saat ini telah dikenal berbagai macam jenis drainase. Menurut Kalsim (2002), berdasarkan peruntukannya drainase dapat dibagi kedalam empat bagian, yaitu: (1) Drainase lahan pertanian, (2) Drainase perkotaan, (3) Drainase lapangan terbang, (4) drainase lapangan olah-raga. Berdasarkan sifatnya drainase diklasifikasikan menjadi drainase alami (natural drainage) dan drainase buatan (man-made drainage). Berdasarkan sasaran pengendaliannya, drainase dibedakan menjadi drainase permukaan (surface drainage) dan drainase bawah permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan menitik beratkan pada pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangakan drainase bawah permukaan menitik beratkan pada kedalaman air tanah di bawah permukaan tanah. Drainase bawah permukaan tanah adalah dasar dari kebanyakan pekerjaan drainase lahan. Salah satu drainase bawah permukaan yang sering diaplikasikan adalah drainase mole. Drainase mole merupakan metode yang sangat efektif utuk mendrainase tanah. Drainase mole merupakan saluran bulat yang berada dibawah permukaan tanah yang dibuat oleh mole plow. Drainase mole akan bekerja baik pada tanah dengan kandungan mineral tanah liat minimal 30%. Drainase mole tidak akan baik pada tanah dengan kandugan mineral tanah liat kurang dari 25% (Smart dan Herbertson, 1992). Drainase mole umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari permukaan lahan atau dari lapisan olah yang 5

semula membentuk suatu parched water table. Air mengalir ke mole melalui celah dan rekatan-rekatan yang terbentuk dalam pembuatan mole (Kalsim, 2002). Kondisi yang paling disukai untuk terjadinya moling ketika lapisan kedalaman mole pada kondisi plastis tetapi tanah diatasnya cukup kering untuk dihancurkan oleh mole plow. Kemiringan saluran mole ridak dapat dibedakan dari kemiringan permukaan tanah selama operasi berlangsung. Tergantung dari kesetabilan liat tanah mole beroperasi pada kedalaman 45 cm sampai 60 cm dibawah permukaan tanah. Drainase kolektor sebaiknya berjarak sedekat-dektnya 20 m pada liat yang stabil dan bahkan sampai berjarak 40 m (Smart dan Herbertson, 1992). Menurut Kalsim (2002), umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah, kondisi kelembaban tanah selama konstruksi alat dan metode konstruksi yang digunakan, kecepatan aliran air dalam saluran mole, dan laju pengendapan pada saluran mole. Kerugian drainase mole adalah saluran tidak disokong, sehingga ada kemungkinan tertimbun yang kelak harus dibuat lagi pada interval tertentu. Walaupun demikian drainase mole mepunyai biaya pembuatan yang lebih murah dan hasilnya lebih efektif daripada sistem closely spaced field drainage (Smart dan Herbertson, 1992). Saluran mole Gambar 3. Retakan yang terbentuk pada drainase mole (Smart dan Herbertson, 1992). 6

B. MOLE PLOW Menurut Smart dan Herbertson (1992), mole plow mempunyai tiga bagian utama. Bagian pertama adalah bingkai yang kuat atau beam yang meluncur sepanjang permukaan luar tanah. Bagian kedua adalah blade yang yang menempel secara vertikal pada ujung beam.tebal blade biasanya adalah 2.54 cm. Blade ini berfungsi untuk memotong tanah dengan kedalaman maksimum 91.44 cm. Bagian ketiga berupa batang baja bulat yang panjangnya bervariasi mulai dari 38.1 cm sampai 91.44 cm dan diameternya bervariasi mulai dari 2.54 cm sampai 15.24 cm. Batang baja bulat ini dinamakan mole yang berfungsi untuk membuat lubang di bawah tanah. Syarat-syarat mole yang baik dapat diringkas sebagai berikut. Mole harus dapat menghasilkan 8.89 cm lubang yang bersih dan bundar dengan kedalaman 66.04 cm. Untuk melakukan ini mole harus dipasang dengan baik dengan paralel pada gagang diatasnya. Diameter minimal mole adalah 7.62 cm (Cooper, 1965). beam blade mole expander Gambar 4. Mole plow (Smart dan Herbertson, 1992). 7

C. GETARAN Secara umum ada dua tipe getaran yaitu free vibration dan forced vibration. Ketika sistem dipindahkan dari posisi keseimbangan statiknya keposisi yang berbeda kemudian dilepaskan maka akan menimbulkan free vibration. Frekuensi dari free vibration tergantung dari massa dan kekakuan sistem (James et al., 1994). Forced vibration terjadi ketika sistem dipengaruhi oleh satu atau beberapa tipe eksitasi eksternal yang mana menambah energi kepada sistem. Pada umumnya, amplitudo getaran tergantung frekuensi natural dari sistem. Komponen frekuensi menentukan exciting force (gaya penggetaran). Amplitudo dari forced vibration dapat menjadi sangat panjang ketika frekuensi dari eksitasi diterapkan pada frekuensi natural dari sistem. Pada kondisi ini akan terjadi tegangan dan regangan yang memungkinkan menyebabkan kerusakan mesin dan struktur. Itu sebabnya sangat penting bagi para designer untuk dapat menentukan frekuensi natural dari sistem dengan percobaan dan pemodelan matematik (James et al., 1994). ω m mesin pegas daspot Gambar 5. Skema forced vibration dan free vibration. Getaran pada suatu struktur dapat diakibatkan oleh efek dari gaya kelembaman. Gaya kelembaman adalah gaya yang disebabkan oleh percepatan. Gaya ini sering disebut juga gaya dinamis. Dalam mesin-mesin berkecepatan tinggi percepatan dan gaya kelembaman yang dihasilkan dapat 8

menjadi sangat besar dalam hubungannya dengan gaya statis yang menghasilkan kerja yang bermanfaat (Martin, 1985). Sumber getaran dengan eksentrisitas massa berputar umumnya digunakan pada mesin penggetar pohon untuk pemanen buah. Karena desain penggetar ini memanfaatkan inersia massa yang berputar maka harus jelas bahwa amplitudo yang dihasilkan dari getaran terkait dengan massa relatif dari perputaran massa penggetar inersia dan dari massa batang atau pohon yang digetarkan. Frekuensi getaran juga sangat penting, tetapi biasanya jauh lebih mudah untuk memonitor dan mengontrolnya. Terdapat pula hal penting yang harus diperhatikan pada pengoperasian penggetar pohon ini. Selama proses akselerasi penggetar tersebut dapat dioperasikan pada satu frekuensi dengan amplitudo yang berbeda-beda pada suatu getaran. Gambar 4 menunjukan suatu unit pembangkit getaran yang digunakan pada penggetar pohon. Penggetar ini memiliki massa pemutar eksentris yang ditunjukan pada posisi 2, yang mana pada tengahnya memiliki gyration coincident pada posisi 1 yang berputar bersamaan. Eksentrisitas tersebut dikendalikan oleh silinder hidrolik yang ditunjukan pada posisi 3 (Sirvastava et al., 1993). 2 1 3 Gambar 6. Variable eccentricity mass shaker (U.S. Patent #4,776,156). 9

D. TAHANAN TARIK Tahanan tarik merupakan besarnya gaya tahanan tanah terhadap implemen, disebut juga draft. Besarnya draft berbeda-beda dipengaruhi oleh jenis tanah, kadar air, kedalaman olah, lebar olah, dan bentuk serta berat implemen. Bertambahnya kandungan air tanah akan mengakibatkan draft berkurang hingga mencapai titik terendah dan kemudian akan naik kembali dengan bertambahnya kandungan air (Martin dan McColly, 1955). Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya draft pada implemen bajak yaitu lebar bajak, panjang bajak, kelengkungan bajak, ketajaman bajak, dan gesekan tanah dengan alat (adhesi). Martin dan McColly (1955) menyatakan bahwa draft dan tenaga yang dikehendaki pada mesin pertanian harus diketahui untuk menentukan jenis traktor yang digunakan agar sesuai dengan beban yang dapat ditarik oleh traktor tersebut. Oleh karena itu, draft merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya tenaga atau daya traktor yang dibutuhkan untuk menarik implemen tersebut. Menurut Kuipers (1993), besarnya tenaga tarik efektif dari traktor untuk menarik sebuah alat sangat tergantung pada kemampuan roda penggerak (bagian belakang) untuk mentransfer tenaga mesin yang dihasilkan (brake horse power) menjadi tenaga tarik, dan ini tergantung pada lapisan permukaan tanah untk menghasilkan tahanan yang cukup (gesekan internal dan kohesi) terhadap roda-roda yang sedang slip. Tenaga tarik efektif yang dihasilkan suatu mesin umumnya hanya setengah dari jumlah tenaga yang dikeluarkan oleh mesin tersebut. Disamping itu terjadi kehilangan tenaga dalam gesekan transmisi (10% sampai 15%), kehilangan tenaga pada waktu teraktor mengatasi tahanan gelinding (rolling resistance), dan slip roda. Kesanggupan sebuah traktor untuk merubah secara efektif mesin menjadi tenaga tarik sangat tergantung pada berat traktor dan luas bidang kontak roda-tanah (Kuipers, 1983). Kadar air tanah juga sangat berpengaruh pada tahanan tarik implemen pengolah tanah. Menurut Lal dan Shukla (2004), kekuatan tanah meningkat 10

dengan menurunya kadar air tanah. Pengeringan tanah meningkatkan kekuatan melalui peningkatan kapilaritas kohesi. Tahanan tarik mole plow biasanya dinyatakan dalam komponen gaya horizontal dan gaya vertikal. Gaya horizontal menunjukan besarnya tahanan tarik mole plow pada arah depan sedangkan gaya vertikal menunjukan tahanan tarik mole plow pada arah samping. Tabel 1 menunjukan besarnya komponen gaya horizontal, gaya vertikal dan momen acting dari mole plow. Tabel 1. Horizontal, vertical force component, and moments acting on various components of mole plough (Malik et al., 1986) Treatment Horizonatal force (kn) Vertical force (kn) Moments acting (knm) T1 16.46 3.63 12.83 T2 16.46 4.14 12.34 T3 15.86 3.74 12.12 T4 18.01 4.77 13.24 E. PENGGUNAAN GETARAN PADA ALAT PENGOLAH TANAH Hasil penelitian menunjukan bahwa dampak pengolahan tanah yang menggunakan getaran dengan kombinasi yang sesuai dengan parameter diatas, dapat menurunkan tahanan tarik mencapai 50-57% jika dibandingkan dengan alat yang sama tanpa getaran. Efek penggunaan parameter di atas tidak tetap, tetapi secara umum telah ditemukan bahwa penurunan tahanan tarik akan meningkat jika terjadi peningkatan kecepatan getar atau frekuensi getar, dan akan menurun jika terjadi kecepatan maju (Verma, 1969 dalam Kepner et al., 1972). Radite, et al (1997) melakukan penelitian mengenai rekayasa awal prototip bajak singkal tergetar membalik di tempat dengan memanfaatkan PTO sebagai sumber tenaga putar. Berbeda dengan bajak singkal konvensional, pada prototip bajak singkal ini bagian pemotong tanah dan singkal dipisahkan. Bagian singkal tidak digetarkan, sedangkan pemotong 11

tanah digetarkan. Berdasarkan hasil pengujian menunjukan bahwa pemilihan amplitudo getaran (a), frekuensi getaran (f) dan kecepatan operasi (v) yang tepat dapat menurunkan draft pembajakan lebih dari 50 persen. Secara umum meningkatnya rasio kecepatan β berakibat pada menurunya darft pembajakan. Namun demikian meningkatnya amplitudo getaran akan membutuhkan peningkatan rasio kecepatan β (β = 2πfa/v) yang lebih besar untuk mendapatkan draft yang sama. Taufik (2001) melakukan penelitian tentang rancang bangun mekanisme penggetar untuk bajak subsoiler getar dengan dua bilah bajak. Mekanisme penggetar berupa kombinasi poros eksentrik dengan batang pengubah arah gerak yang menggetarkan bagian bilah bajak secara bolakbalik kearah depan dan belakang. Tenaga yang digunakan adalah putaran poros PTO dari traktor. Bajak subsoil getar ini dapat menurunkan tahanan tarik sampai dengan 50% pada jenis tanah liat dengan kedalaman olah 30 cm. Berdasarkan hasil pengujian, tahanan tarik yang dihasilkan menurun, akan tetapi kedalaman olahnya kurang dalam. Selain itu getaran yang diteruskan ke badan traktor yang dihasilkan oleh penggetaran bilah bajak subsoil cukup besar. Efektifitas penggunaan getaran pada subsolier dipengaruhi oleh kecepatan maju dan kedalaman pengolahan. Pada kecepatan maju pengolahan yang rendah, efektifitas penggunaan getaran dalam menurunkan tahanan tarik menjadi lebih tinggi. Kedalaman olah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya tahanan tarik yang dihasilkan. Tahanan tarik cenderung lebih tinggi pada saat kedalaman olah tinggi (Radite et al., 2003). Hidayat (2006) melakukan penelitian untuk mengembangkan desain bajak subsoil getar prototip-1 agar dapat bekerja pada kedalaman olah 35 cm di PG Jatitujuh yaitu desain bajak subsoil getar dengan pemupuk mekanis untuk budidaya tebu lahan kering (SIGAP prototip-2), dengan adanya tambahan konstruksi pemupuk maka batang penggetar diletakan di depan. Hal ini dimaksudkan agar penggetar dapat bergerak bebas, sehingga tidak terganggu lubang pupuk yang diletakan dibelakang chisel. Mekanisme penggetar memakai sistem empat batang hubung tipe engkol lengan ayun 12

dengan jarak engkol 3.5 cm, mengakibatkan sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 20 dan minimum 5. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 21 dan minimum 3. Jadi amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm. Berdasarkan hasil pengujian tahanan tarik yang dihasilkan dengan penggetaran subsoil menurun sampai 30% pada kedalaman olah rata-rata 37 cm. Hasil pengujian di PG Jatitujuh mampu mencapai kedalaman olah rata-rata 41 cm. Sigit (2009) melakukan penelitian tentang modifikasi bajak subsoiler getar dengan pemupuk mekanis (SIGAP) utuk budidaya tebu lahan kering. Hasil pengujian di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor pada kadar air tanah rata-rata 41.1% menunjukan bahwa efek penggetaran dengan sayap penggetar pada bajak subsoil dapat menurunkan tahanan tarik secara nyata dibanding dengan bajak subsoil tanpa getar. Dengan penggetaran, tahanan tarik turun pada kisaran 6.1% sampai 29.9% dengan rata-rata 14.6%. F. DESAIN (PERANCANGAN) Menurut Harsokoesoemo (1999) perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut. Kegiatan-kegiatan dalam proses perancangan disebut fase. Salah satu deskripsi proses perancangan adalah deskripsi yang menyebutkan bahwa proses perancangan terdiri dari fase-fase seperti terlihat pada Gambar 7. Menurut Harsokoesoemo (1999), proses perancangan dianggap dimulai dengan diidentifikasikannya kebutuhan produk yang diperlukan masyarakat. Berawal dari diidentifikasikannya kebutuhan produk tersebut maka proses perancangan berlangsung. Hasil analisis masalah yang utama adalah pernyataan masalah atau prblem statement tentang produk baru. Pernyataan masalah tersebut 13

belumlah berupa solusi/produk-baru, tetapi mengandung keteranganketerangan tentang produk yang akan dirancang Spesifikasi produk mengandung keinginan-keinginan pengguna/bagian pemasaran tentang produk yang akan dibuat. Spesifikasi produk merupakan dasar dan pemandu bagi perancang dalam merancang produk dan spesifikasi produk tersebut akan menjadi tolak ukur pada evaluasi hasil rancangan dan evaluasi produk yang sudah jadi. Spesifikasi produk mengandung beberapa hal, yaitu : (1) kinerja harus dapat dicapai produk, (2) kondisi lingkungan yang akan dialami produk, (3) kondisi operasi lain, (4) jumlah produk yang akan dibuat, (5) dimensi produk, (6) berat produk, (7) ergonomik, (8) keamanan dan safety, (9) harga produk (Harsokoesoemo, 1999). Konsep produk adalah solusi-solusi alternatif dari masalah dalam bentuk skema. Masalah dalam hal ini adalah produk baru, yang dipandang sebagai masalah perancangan yang memerlukan solusi. Fase ini dalam perancangan dikenal dengan fase pencarian konsep-konsep produk yang memenuhi fungsi dan karakteristik produk, sebagaimana tercantum dalah spesifikasi produk. Pada fase perancangan produk, solusi alternatif dalam bentuk skema dikembangkan lebih lanjut menjadi produk atau benda teknik yang bentuk, material dan dimensi komponen-komponennya telah ditentukan. Jika terdapat lebih dari satu solusi alternatif, maka harus ditentukan satu solusi akhir yang terbaik melalui proses pemilihan solusi terbaik. Solusi terbaik tersebut dituangkan dalam bentuk general arrangement drawing atau gambar susunan umum. Sebelum terpilih solusi akhir, fase ini memberi umpan balik ke fase sebelumnya yaitu fase analisis masalah dan perencanaan proyek. Proses iteratif seperti ini bisa terjadi diantara fase-fase dalam suatu proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999). Produk hasil fase perancangan produk haruslah dapat spesifikasi produk, yaitu dapat memenuhi fungsinya, mempunyai karakteristik yang harus dipunyai dan dapat melakukan kinerja atau performance seperti yang disyaratkan. Untuk memudahkan evaluasi tersebut, maka dapat dibuatkan 14

sebuah atau beberapa prototipe, yang secara fisik dapat diuji untuk mengetahui apakah fungsi, karakteristik dan kinerjanya memenuhi persyaratan. Jika pembuatan prototipe fisik mahal, maka dibuat prototipe pada komputer dan kemudian dilakukan simulasi. Gambar hasil rancangan produk terdiri dari : (1) gambar skema komponen produk lengkap dengan bentuk geometrinya, dimensi, kekasaran/kehalusan permukaan material, (2) gambar susunan, (3) spesifikasi yang memuat keterangan-keterangan yang tidak dapat dimuat pada gambar dan (4) bill of materials. Kebutuhan Analisis masalah, spesifikasi produk, dan perancangan proyek Perancangan konsep produk Perancangan produk Evaluasi produk hasil rancangan Dokumen untuk pembuatan produk Gambar 7. Diagram alir proses perancangan (Harsokoesoemo, 1999). 15

III. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2009 bertempat di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB. Pengujian fungsional dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB di Leuwikopo Darmaga, Bogor. B. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Alat perancangan dan pembuatan konstruksi Alat perancangan dan pembuatan konstruksi yang digunakan adalah komputer, software CATIA, tang, obeng, kunci pas, kunci ring, palu, jangka sorong atau mikrometer sekrup, las, gerinda, mesin bor, masin bubut dan sebagainya. 2. Alat ukur Alat ukur digunakan untuk mengukur kinerja mesin. Alat ukur yang digunakan adalah timbangan, tachometer, load cell, stopwatch, penggaris stainless steel, pita ukur, patok, dynamic strain-amplipier, wireless logger, komputer (laptop). Fungsi dari tiap alat ukur dapat dilihat pada tabel 2. 3. Alat bantu pengujian Alat bantu pengujian digunakan untuk membantu proses pengujian mole plow getar. Alat bantu pengujian terdiri dari traktor, kabel, saklar, alternator, stabilisator, inverter, mole plow, dan motor listrik. Fungsi dari tiap alat bantu pengujian dapat dilihat pada tabel 3. 16

Nama alat Timbangan Tachometer Load cell (Kyowa, LT- 5TSA71C) Stopwatch Penggaris stainles steel Pita ukur (50 m) Patok Dynamic strain-amplipier Wireless logger Tabel 2. Fungsi alat ukur Fungsi Menimbang massa tanah yang akan dianalisis kadar airnya Mengukur kecepatan putaran motor listrik Mengukur tahanan tarik (draft) mole plow getar Mengukur waktu operasi mole plow getar Mengukur kedalaman olah mole plow getar Mengukur panjang operasi mole plow getar Memberi acuan posisi pada saat pengujian mole plow getar Membaca regangan dari load cell Mengirimkan data yang terbaca di strain-amplipier ke komputer (laptop) Tabel 3. Fungsi alat bantu pengujian Nama alat Fungsi Traktor Menarik mole plow pada saat di lahan Kabel Menyalurkan energi listrik ke motor listrik Saklar Menghubungkan dan memutuskan arus listrik dari listrik PLN ke motor listrik Stabilisator Menstabilkan tegangan listrik yang dihasilkan alternator Inverter (model SA- Mengatur putaran motor listrik 2015B) Mole plow Alat yang akan digetarkan Motor listrik 3 phase 2 hp Sebagai sumber tenaga penggetar 2200 rpm Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plat besi, as (besi poros), bearing, besi siku, mur baut, ring per, ring plat, fleksibel coupling, clamp, dan sebagainya. 17

C. TAHAPAN PROSES PENELITIAN Tahapan proses penelitian adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah Identifikasi masalah merupakan perumusan formal masalah apa yang akan dipecahkan melalui desain. Dalam hal ini permasalahan yang ada adalah bagaimana menurunkan tahanan tarik dari mole plow pada saat dioperasikan di lahan. Karena dengan tahanan tarik yang besar kapasitas pengolahan lahan akan berkurang dan tenaga yang digunakan juga makin besar. Salah satu solusi yang diambil untuk mngurangi tahanan tarik adalah dengan menggetarkan mole plow. Berdasarkan penelitian sebelumnya, getaran dapat menurunkan tahanan tarik implemen saat dioperasikan di lahan. 2. Perumusan dan penyempurnaan konsep desain Pada tahap ini permasalahan yang ada mulai diselesaikan melalui desain konseptual. Desain konseptual meliputi beberapa alternatif desain. Dalam desain konseptual ini mulai mentukan elemen, mekanisme, dan konfigurasi unit penggetar yang memenuhi kebutuhan. Selanjutnya akan dipilih desain konseptual unit penggetar yang paling baik untuk diproses ke tahap selanjutnya. 3. Desain fungsional Desain fungsional meliputi penentuan fungsi-fungsi dari tiap komponen penggetar. 4. Desain struktural Desain struktural meliputi penentuan material/komponen penggetar dan perhitungan analisis teknik desain penggetar. 5. Pengumpulan bahan Pada tahap ini material yang akan digunakan dalam manufakturing unit penggetar mulai dikumpulkan. Material ini meliputi material komponen pengetar, material sambungan motor listrik dan komponen penggetar, dan material sambungan unit penggetar dengan mole plow 18

Mulai Identifikasi masalah Perumusan dan penyempurnaan konsep desain Desain fungsional Analisis desain Desain struktural Pengumpulan bahan Manufakturing Pengujian fungsional Tidak k Berhasil? Ya Pengujian kinerja Evaluasi Gambar 8. Tahapan proses penelitian. 19

6. Manufakturing Manufakturing unit penggetar adalah pembuatan unit penggetar di bengkel. 7. Pengujian fungsional Pengujian fungsional dilakukan untuk melihat apakah unit pembangkit getaran befungsi sesuai fungsinya, yaitu menghasilkan getaran. Apabila unit pembangkit getaran ini tidak berfungsi maka proses desain akan kembali ke tahap manufakturing atau kembali ke perumusan dan penyempurnaan konsep dsain. 8. Pengujian kinerja Pada tahap ini kinerja mole plow yang telah dilengkapi unit pembangkit getaran akan diuji di lahan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan traktor roda empat. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya amplitudo getaran, frekuensi getaran, draft, kecepatan maju traktor, dan kedalaman operasi mole plow getar di lahan. D. UJI FUNGSIONAL UNIT PEMBANGKIT GETARAN Uji fungsional prototip dilakukan untuk mengetahui dan memastikan tiap bagian dapat berfungsi dengan baik. Pengujian awal dilakuan untuk pengecekan kondisi mole plow pada saat digetarkan oleh unit pembangkit getaran (penggetar). Motor listrik memutarkan transmisi unit pembangkit getaran di mana kecepatan putarnya diatur oleh inverter. Pada kondisi ini penggetaran dilakukan pada berbagai frekuensi putaran. Pada saat operasi bagian penting yang harus diperhatikan adalah transmisi penggetar. Transmisi penggetar harus diperhatikan apakah sudah kokoh dan berfungsi dengan baik. E. PENGAMATAN KONDISI TANAH 1. Kadar air tanah (soil moisture content) Kadar air tanah (w) merupakan perbandingan antara berat air (Mw) dengan berat butiran (Ms) dalam tanah tersebut. Jumlah kadar 20

air tanah itu berbeda-beda pada setiap kedalaman. Hal ini disebabkan kadar air tanah merupakan bagian tanah yang tidak stabil, mudah bergerak dan berpindah tempat setiap saat. Perubahan kadar air tanah tersebut dapat menyebabkan perubahan nilai tahanan penetrasi dan kerapatan isi tanah (bulk density). Pengukuran kadar air tanah dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya dengan metode gravimetric. Adapun tahapan pengukuran kadar air tanah dengan metode gravimetric adalah sebagai berikut : a. Ambil tanah pada lahan pengujian di empat titik pengukuran secara acak dengan perlengkapan pengambil contoh tanah pada kedalaman 0-10; 10-20; 20-30; 30-40 cm dari atas permukaan tanah. Masing-masing sampel tanah dimasukan ke dalam wadah (ring sampel) sampai penuh kemudian ditutup. b. Contoh tanah (ring + tanah basah) ditimbang, sebelumnya ring sample (ring + tutup) ditimbang terlebih dahulu. c. Keringkan contoh tanah dengan cara memasukannya ke dalam oven pada suhu 105 C selama lebih dari 24 jam. Kemudian timbang berat contoh tanah yang telah dikeringkan (ring + tanah kering). d. Hitung kadar air tanah dengan menggunakan rumus (Lal dan Manoj, 2004) : w Mw Ms 100% Ms di mana : w adalah kadar air tanah basis kering (%) Mw adalah massa tanah basah dalam ring simple (g) Ms adalah massa tanah kering dalam ring simple (g) 2. Tahanan penetrasi tanah Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang kerucut 21

yang digunakan adalah 2 cm² dan sudut kerucut 30. Pengukuran dilakukan pada empat titik kedalaman, yaitu 5, 15, 25, dan 35 cm. CI 98Fp Ak di mana : CI merupakan tahanan penetrasi (kpa) Fp adalah gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah dengan massa penetrometer (kgf) Ak adalah luas penampang (2 cm²) F. PENGUJIAN MOLE PLOW GETAR 1. Pengukuran tahanan tarik Pengukuran tahanan tarik dilakukan dengan cara menggandengkan mole plow getar pada traktor roda empat (disebut traktor II). Selanjutnya traktor II digandengkan pada traktor roda empat lainnya (disebut traktor I) yang akan menarik traktor II. Traktor I merupakan traktor Volvo 60 hp, sedangkan traktor II merupakan traktor Deutzh 70 hp. Load cell dipasangkan pada kawat penarik yang menghubungkan antara traktor I dan traktor II dan dihubungkan dengan strain amplipier. Load cell dipasang di antara traktor dengan tujuan untuk mengetahui besarnya gaya tarik yang terjadi pada saat traktor I menarik traktor II yaitu dengan mengetahui besarnya regangan yang terjadi pada load cell. Besarnya nilai regangan pada load cell diukur dengan strain amplipier. Data dari strain amplipier kemudian ditransfer oleh interface ke komputer (laptop) melalui pesan bluetooth. Data regangan yang terbaca secara otomatik pada laptop berupa tegangan listrik lalu diubah ke dalam mikro strain (με) dengan cara mengalikannya dengan faktor pengali dari hasil kalibrasi. Besarnya regangan yang terjadi pada load cell sama dengan besarnya gaya tarik traktor yang terjadi, yaitu dengan cara mengkonversi nilai regangan yang terukur. Berdasarkan penelitian Sigit (2009), satu mikro strain 22

setara dengan dua kilo gram force (1με = 2 kgf). Tahanan tarik operasi mole plow adalah selisih dari gaya tarik ketika mole plow dioperasikan (dengan beban) dengan gaya tarik ketika mole plow tidak dioperasikan (tanpa beban). Proses pengukuran drfat bisa dilihat pada Gambar 10. Kompuer laptop Wireless data Logger Strain Amp. Mole plow Traktor II Traktor I Load cell Gambar 9. Skema proses pengukuran draft. 2. Pengukuran kecepatan maju Bersamaan dengan pengukuran tahanan tarik traktor, kecepatan maju operasi diukur topwatch. Kecepatan maju operasi dihitung menggunakan rumus : V = s/t Di mana: V adalah kecepatan maju traktor saat pengolahan (m/s) s adalah jarak tempuh (m) t adalah waktu tempuh (s) 3. Pengukuran kedalaman operasi Pengukuran kedalaman operasi aktual didekati dengan cara memasukan penggaris secara tegak lurus ke dalam alur pengolahan 23

sampai ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Pengukuran kedalaman operasi ini dilakukan pada lima titik pada masing-masing lintasan. 4. Pengukuran amplitudo getar Pengukuran amplitudo dilakukan di lahan, di mana posisi mole plow getar tergantung di three hitch point traktor dan blade mole plow masuk ke dalam tanah sedalam 40 cm. Pengukuran amplitudo dilakukan pada saat traktor diam. Pengambilan data amplitudo menggunakan kamera digital yang diletakan di belakang mole plow getar. Ketika mole plow getar bergetar simpangannya akan terekam oleh kamera. Penggetaran dilakukan pada beberapa frekuensi putaran motor dan pada berbagai panjang beam mole plow. Data hasil rekaman kamera digital diolah menggunakan software corel paint. Data kemudian dibuka per frame rekaman dan tiap perpindahan frame rekaman dilakukan penandaan pada suatu titik pada mole plow getar. Perpindahan titik tersebut yang akan memperlihatkan amplirudo getar. Kamera Mole plow Traktor II Gambar 10. Skema pengukuran amplitudo getaran. 5. Pengukuran daya penggetaran Pengukuran daya penggetaran dilakukan pada saat penggetaran dilakukan. Arus listrik dan tegangan listrik dari alternator diukur oleh 24

multitester digital. Pengukuran arus dan tegangan dilakukan pada tiap frekuensi penggetaran. Daya listrik diperoleh dari perkalian tegangan dan arus pada masing-masing frekuensi penggetaran. W = η*v*i di mana: W adalah daya listrik/daya penggetaran (Watt) V adalah tegangan (volt) I adalah arus listrik (amper) η adalah factor daya = 0.8 25

IV. ANALISIS RANCANGAN A. RANCANGAN FUNGSIONAL Ide rancangan penggetaran mole plow adalah mengaplikasikan forced vibrations pada kantilever beam dari mole plow. Beam mole plow terbuat dari baja S45C yang mempunyai sifat elastis dan berbentuk kantilever. Struktur beam yang berbentuk kantilever menyebabkan beam kuat terhadap tarikan ke depan dan lemah terhadap tarikan ke samping. Kondisi inilah yang membuat beam bisa dijadikan pegas yang akan bergetar apabila diberikan gaya getar ke arah samping. Penggetar berfungsi menggetarkan kantilever beam dari mole plow. Penggetaran dirancang untuk bisa dilakukan pada berbagai frekuensi agar bisa mengetahui frekuensi getar yang tepat untuk menurunkan draft mole plow. Penggetaran dirancang dengan membangkitkan gaya getar dari putaran massa unbalanced yang diputar oleh motor listrik dan dapat diseting jari-jari eksentriknya. Skema perancangan penggetar mole plow bisa dilihat pada Gambar11. penggetar kopling motor listrik blade beam Gambar 11. Skema rancangan penggetar mole plow. Penggetar mole plow dirancang dengan memanfaatkan prinsip eksentrisitas pusat massa. Dimana suatu massa eksentris atau unbalanced diputar pada pusat putaran tertentu. Pusat massa yang diputar berada diluar 26

sumbu pusat putaran sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Kesetabilan putaran inilah yang akan menghasilkan getaran atau gaya penggetar. Untuk memenuhi fungsi penggetaran, penggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter), poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi, dan batang kantilever. 1. Piringan Exciter Piringan exciter berfungsi sebagai pembangkit gaya getar. Piringan exciter dirancang dengan bentuk dasar lingkaran yang dibuat sedemikian rupa sehinga profilnya merupakan serpihan dari suatu lingkaran. Pusat massa piringan exciter dirancang untk mempunyai jarak eksentrik (e) atau radius eksentrik (e) tertentu dari suatu pusat lingkaran. Dengan memutar massa piringan exciter yang berjarak e dari pusat putaran diharapkan akan terdapat suatu pussat massa yang berputar pada jarak e sehingga terjadi ketidaksetabilan putaran. Ketidaksetabilan putaran ini yang akan menimbulkan getaran. Dengan meracang jarak e pada piringan exciter maka akan bisa ditentukan besarnya gaya penggetaran dengan syarat massa exciter dan kecepatan putaran diketahui. Pada piringan exciter dibuat dua buah lubang baut pada bagian ujungnya. Lubang-lubang tersebut berfungsi sebagai tempat mengikat piringan exciter dengan baut. Dengan diikat dua buah baut, piringan exciter akan terkunci pada posisi tertentu. 2. Plat Pengapit Exciter Plat Pengapit exciter berfungsi untuk mengikat piringan exciter pada posisi tertentu. Pada saat diputar, pusat massa piringan exciter dijaga agar tetap berotasi dengan jarak e tetap terhadap pusat putaran sesuai penyetingan di awal pemasangannya. Plat pengapit exciter berfungsi mengapit piringan exciter agar tetap terjaga pada posisi awalnya. 27

Piringan exciter diikat pada plat pengapit exciter oleh dua buah baut supaya terkunci pada posisi tertentu. Sementara plat pengapit exciter diikat pada poros penggetar. Pada saat poros penggetar diputar, plat pengapit exciter akan meneruskannya ke piringan exciter sehingga piringan exciter berputar. Plat pengapit exciter berjumlah dua buah. Pada masing-masing plat pengapit exciter dibuat lima buah lubang yang posisinya sama pada kedua plat. Sehingga tiap lubang dari kedua plat berpasangan satu sama lain untuk mengikatkan baut. Dimana empat pasang lubang berfungsi untuk perubahan posisi pengikatan baut. Sementara satu pasang lubang tidak mengalami perubahan posisi pengikatan untuk menjadi tumpuan perputaran atau perubahan posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter. Dengan membuat empat buah lubang, posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter bisa diubah pada empat posisi. Dengan cara memutar piringan exciter pada plat pengepit exciter sampai menemukan lubang baut pada posisi yang dinginkan lalu menguncinya dengan baut, maka posisi e akan bisa diubah-ubah sesuai keinginan. Pada plat pengapit exciter dibuat sebuah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk mengikatkan plat pengapit exciter pada poros penggetar. Untuk memperkuat ikatan pada plat pengapit exciter dibuat naf pada salah satu sisinya. 3. Poros Penggetar Poros penggetar berfungsi meneruskan tenaga putar dari flexible coupling ke komponen penghasil getaran yaitu plat pengapit exciter dan piringan exciter. Tenaga putar dari flexible coupling mula-mula diteruskan ke plat pengapit exciter kemudian plat pengapit exciter memutar piringan exciter yang diapitnya. Dengan kondisi piringan exciter yang unbalanced maka tenaga putar ini akan menghasilkan getaran pada komponen penggetar. 28

baut pengikat lubang penyetelan e plat pengapit exciter piringan exciter poros penggetar Gambar 12. Piringan exciter terpasang pada plat pengapit exciter pada posisi e max dan e min. Pada poros penggetar dibuat dua buah alur pasak. Alur pasak ini berfungsi untuk membenamkan pasak yang akan mengikat poros penggetar dengan plat pengapit exciter. Dengan memasang pasak antara poros penggetar dengan plat pengapit exciter diharapkan pada saat berputar tidak terjadi slip putaran pada sambungan poros penggetar dan plat pengapit exciter. 4. Tutup Penggetar Tutup penggetar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu sebagai tempat memasang bearing yang menahan poros penggetar, sebagi tempat bertumpu pipa penggetar, dan sebagai penyalur getaran dari bearing ke dudukan penggetar. Tutup penggetar berjumlah dua dan pada salah satu sisi dari masing-masing tutup penggetar dipasang bearing untuk tumpuan poros penggetar. Pada saat timbul getaran dari piringan exciter, plat pengapit exciter ikut bergetar. Selanjutnya getaran tersebut menggetarkan poros penggetar dan poros penggetar meneruskan getaran tersebut pada bearing. Tutup penggetar menerima getaran dari bearing dan meneruskanya ke dudukan penggetar. Getaran ini selanjutnya diteruskan ke beam mole plow oleh dudukan penggetar. 29

Gambar 13. Dua alternatif sketsa rancangan tutup penggetar. Ada perbedaan antara kedua tutup penggetar. Tutup penggetar bagian depan dipasang mati tidak bisa dilepas dari dudukan tutup penggetar. Pada tutup bagian belakang dibuat kupingan untuk mengikat tutup penggetar dengan dudukan penggetar mengguakan ikatan baut. Dengan menggunakan ikatan baut, tutup penggetar bagian belakang bisa dibuka untuk memudahkan membuka baut yang mengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter pada saat penyetelan radius eksentrik. 5. Pipa Penggetar Untuk menutupi piringan exciter dan plat pengapit exciter maka di antara tutup penggetar dipasang sebuah pipa besi. Selain sebagai kesing dari penggetar pipa penggetar berfungsi juga untuk memperkuat tutup penggetar dalam menyalurkan getaran. Dengan adanya pipa penggetar yang diikat oleh baut pada tutup penggetar, getaran pada masing-masing tutup akan terhubung sehingga mengurangi beban yang ditahan oleh masing-msing tutup. 30

Gambar 14. Dua alternatif sketsa pipa penggetar. 6. Dudukan Tutup Penggetar Dudukkan tutup penggetar memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai mounting dari tutup penggetar, penguat struktur tutup penggetar, dan penyalur getaran dari tutup penggetar ke dudukan penggetar melalui ikatan baut. Tutup penggetar dipasang berdiri pada dudukan tutup penggetar. Dengan berdiri pada dudukan tutup penggetar, beban dari massa komponen-komponen pengetar yang telah disebutkan di atas bertumpu pada dudukan tutup penggetar. Getaran yang timbul pada tutup penggetar akibat penggetaran piringan exciter akan tersalurkan pada dudukan tutup penggetar. Gambar 15. Dua alternatif sketsa dudukan tutup penggetar. 7. Dudukan Penggetar Fungsi dari dudukan penggetar adalah sebagai mounting dari penggetar dan sebagai penyalur getaran yang timbul pada penggetar ke beam mole plow. Dudukan penggetar menghubugkan penggetar 31

pada beam mole plow. Dengan terhubungnya penggetar dan beam mole plow, getaran dari penggetar tersalurkan pada beam mole pow. Karena sifat elastis dari beam mole plow yang meupakan batang kantilever, maka dengan penggetaran tersebut akan timbul getaran struktur pada beam mole plow. Selanjutnya getaran struktur tersebut menggetarkan blade mole plow yang masuk ke dalam tanah. Gambar 16. Sketsa dudukan penggetar. 8. Sistem Transmisi Sistem transmisi yang dipergunakan pada penggetar mole plow adalah kopling. Kopling berfungsi untuk menyalurkan tenaga dari motor listrik ke pembangkit getaran. Kopling terdiri dari kopling flens, flexible coupling dan kopling freewheel. Kopling flens fungsinya menyalurkan tenaga dari flexible coupling ke poros penggetar. Flexible coupling berfungsi menyalurkan tenaga dari kopling freewheel ke kopling flens serta meredam getaran dari pembangkit getaran agar tidak merusak motor listrik. Kopling freewheel berfungsi menyalurkan tenaga dari motor listrik ke flexible coupling serta memutuskan tenaga dari putaran pembangkit getaran ke motor listrik saat motor listrik dimatikan. 9. Batang Kantilever Batang kantilever berfungsi sebagai rangka tarik dari blade mole plow dan sebagai pegas penggetar. Batang kantilever akan menimbulkan getaran struktur ketika mendapatkan gaya getar dari 32

unbalanced (piringan exciter+plat pengapit exciter). Batang kantilever merupakan bagian dari mole pow yaitu bagian beam mole plow. B. RANCANGAN STRUKTURAL Perancangan alat dan mesin memerlukan perhitungan atau simulasi tertentu untuk mewujudkanya secara struktural. Perhitungan tersebut menyangkut perhitungan gaya, beban dan perhitungan mengenai pemilihan bentuk serta bahan suatu struktur. Sementara simulasi bisa dilakukan dengan menggunakan CATIA. Hasil perhitungan dan simuasi ini terwujud dalam bentuk ukuran, bahan dan bentuk yang akan digunakan dalam merancang bagian komponen alat atau mesin. Dengan melakukan hal tersebut terjadinya kerusakan pada alat dan mesin yang telah dirancang dapat dicegah. Sebelum melakukan perhitungan mengenai struktur unit pembangkit getaran, terlebih dahulu dilakukan perhitungan pendahuluan. Perhitungan ini mengenai perhitungaan gaya penggetaran. Gaya penggetaran yang direncanakan didasarkan pada tahanan tanah. Berdasarkan hasil penelitian Dito (2009) di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian IPB di Leuwikopo, tahanan tanah pada arah depan terhadap subsoiler getar berkisar 10.3-11.8 kn. Sedangkan pada arah sampinng tahanan tanah (F tana ) diasumsikan sekitar 20% tahanan tanah arah depan yaitu sekitar 2000 N. Gambar 17 menunjukan skema kebutuhan gaya getar (F getar ). Mole plow direncanakan beroperasi pada kedalaman (a) 50 cm dan jarak (F getar ) ke dalam tanah (b) sekitar 100 cm. Oleh karena itu, penggetaran direncanakan dilakukan di sekitar 4000 N. 33

F getar T a F tana F tana T b Gambar 17. Skema kebutuhan gaya getar. Besarnya gaya penggetaran dipengaruhi oleh massa unbalanced (m), jari-jari eksentrik (e), dan kecepatan putar (ω). Massa eksentrik unit pembangkit getaran (unbalanced) rencana dan jari-jari eksentrik rencana diperoleh dari simulasi pada CATIA. Unbalanced dirancang pada empat jari-jari eksentrik tergantung posisi penguncian piringan exciter pada plat pengapit exciter oleh baut pengikat. Akan tetapi pada perancangan diambil jari-jari eksentrik terbesar. Kecepatan putar maksimum direncanakan sebesar 1000 rpm sesuai dengan kecepatan maksimum dari PTO traktor. Gaya penggetaran (F getar) dihitung berdasarkan persamaan berikut (James et.al, 1994) : Gaya penggetaran Fgetar me 2 (1) Jari-jari eksentrik 2 e 2 x z (2) Jari-jari eksentrik adalah jarak titik berat dari pusat putaran. Karena gaya penggetaran diaplikasikan pada bidang xz maka jari-jari eksentrik berada pada bidang tersebut. Koordinat titik berat pada sumbu x dan z berturut-turut adalah 11 mm dan 31 mm. Dari hasil simulasi di CATIA untuk memperoleh gaya penggetaran sekitar 4000 N maka massa rencana unbalanced dan jairi-jari eksentrik berturut-turut adalah sebesar 11.678 kg dan 0.03 m. Gaya penggetaran berdasarkan kondisi tersebut sebesar 4222.13 N. 34

Gambar 18. Penentuan titik berat dan massa unbalanced (piringan exciter +plat pengapit exciter) berdasarkan simulasi CATIA. 1. Poros Penggetar Poros penggetar direncanakan memiliki diameter sebesar 25 mm dan bahan S55C. Hal ini dilakukan brdasarkan ukuran bearing, ukuran poros, dan bahan poros yang banyak tersedia di pasaran. Sebagai acuan dalam perhitungan, daya putar yang disalurkan ke penggetar dari motor listrik 2 hp dengan kecepatan putar perancangan maksimum 1000 rpm. Berikut merupakan perhitungan ukuran diameter poros dan alur pasak yang direncanakan (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Daya rencana (Pd) = fc * P..(3) Momen puntir rencana (T) = 9.74 * 10 5 (Pd/n).. (4) 35

Berdasarkan persamaan 3 besarnya daya rencana adalah 1.492 kw, dimana faktor koreksi yang diambil adalah 1.4 (1 1.5). Sedangkan besar momen puntirnya adalah 2034.5 kg.mm. Bahan poros yang digunakan adalah S55C dengan kekuatan tarik (σ B ) 66 kg/mm 2. Faktor keamanan untuk bahan tersebut Sf 1 = 6. Terdapat pasak pada poros yang direncanakan sehingga faktor koreksi untuk alur pasak Sf 2 = 2 (nilai antara 1.3 3.0). Maka tegangan geser yang diizinkan τ a (kg/mm 2 ) dihitung menggunakan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): Tegangan geser izin (τ a ) = σ B / (Sf 1 * Sf 2 ).. (5) Nilai tegangan geser yang diizinkan adalah 5.5 kg/mm 2. Poros penggetar mendapatkan beban dengan kejutan dan tumbukan sehingga faktor koreksi yang diambil yaitu K t = 2 (nilai antara 1.5 3). Selain beban puntir poros penggetar juga mendapat pembebanan momen bending dengan tumbukan berat, maka faktor koreksinya K m = 2 (nili 2 3). Diameter poros dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): 1/3 (6) Diameter poros ( ds) 2 2 (5.1/ a) ( km* M ) ( Kt* T) Untuk dapat menghitung diameter poros (ds) maka perlu menghitung terlebih dahulu momen bending (M) maksimal yang terjadi pada poros penggetar. Berikut adalah perhitungan momen bending maksimal. unbalanced poros bearing Gambar 19. Gambar potongan penggetar. 36

180 mm 15 m 40 mm F/50 RA RB Gambar 20. Model pembebanan pada poros penggetar. Perhitungan gaya geser (V(X)): V X = RA; 0 X 15 V X = RA F 50 X 15 ; 15 X 40 V X = RA F 25; 40 X 140 50 V X = RA F 50 25 F X 140 ; 140 X 165 50 Perhitungan momen bending (M(X)): M X = RAX; 0 X 15 M X = RAX F 50 X 15 X 15 2 ; 15 X 40 M X = RAX F 100 X 15 2 ; 15 X 40 M X = RAX F 25 X 27.5 ; 40 X 140 50 M X = RAX FX 2 + 27.5F ; 40 X 140 2 M X = RAX F 25 X 27.5 50 F 50 X 140 X 140 2 ; 140 X 165 Karena beban lentur terhadap poros isometrik maka momen bending mksimal (Mmax) berada pada tengah-tengah poros atau pada daerah 40 X 140, yaitu pada X = 90 mm. Persamaan momen 37

bending maksimalnya adalah sebagai berikut: M ( X ) RAX FX 2 27.5F..(7) 2 Dengan gaya penggetaran (F) = 4222.13 N atau setara dengan 430.83 kg, maka nilai momen bending maksimal adalah 58054.3 kgmm. berikut: Dengan memasukan nilai momen bending pada persamaan 1/3 (8) Diameterporos ( ds) 2 2 (5.1/ a) ( km* M ) ( Kt* T) maka diperoleh diameter poros (ds) sebesar 22.6 mm. Besarnya diameter poros yang direncanakan berdasarkan persamaan (4) adalah 22.6 mm dan diameter poros yang digunakan adalah 25 mm serta dibuat alur pasak sebesar 8 x 4 mm dengan jarijari filet (r) 0.4 mm. Maka besarnya tegangan geser yang terjadi (τ max ) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997): τ max 16 2 ( ) (km*m) 3 (kt*t) π xd 2... (9) τa sf2 > τmax α (10) Nilai tegangan geser maksimal yang terjadi adalah 1.7 kg/mm 2. Harga faktor koreksi tegangan untuk alur pasak α yang diperoleh dari diagram R.E Peterson (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) adalah 2.65. Berdasarkan persamaan 9, besarnya tegangan geser izin kali faktor koreksi dari alur pasak adalah 11 kg/mm 2 sementara besarnya tegangan geser yang terjadi dikalikan faktor koreksi dari alur pasak berdasarkan diagram R.E Peterson adalah 7.43 kg/mm 2. Jadi menurut hasil perhitungan ukuran poros 25 mm dan alur pasak 8 x 4 x 0.4 mm adalah baik. Untuk lebih meyakinkan bahwa ukuran dan bahan poros yang digunakan baik maka dilakukan pula koreksi dengan perhitungan kecepatan putaran kritis, perhitungan defleksi puntiran, dan 38

perhitungan defleksi. Berikut adalah perhitungan koreksi ukuran dan bahan poros berdasarkan persamaan tersebut. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan kecepatan putaran kritis (Martin, 1985): Kecepatan putaran kritis 3 3EI L ( ωn ).... (11) 3 3 ma b Inersia poros terhadap sumbu putaran 4 π ds ( I ).. (12) 64 ωn ωrencana.. (13) Dengan nilai elastisitas baja (E) = 210 GPa atau setara dengan 210 * 10 9 Pa, inersia (I) = 1.9748 x 10-8, panjang antar bantalan (L) = 0.18 m, massa plat exciter dan plat pengapit exciter (m) = 11.678 kg, diameter poros (ds) = 0.025 m, jarak dari ujung bantalan 1 ke pusat berat (a) =0.09 m, dan jarak dari ujung bantalan 2 ke pusat berat (b) =0.09 m maka diperoleh kecepatan putaran kritis (ω n ) sebesar 3673.81 rad/s atau setara dengan 35082.32 rpm. Sementara kecepatan putar maksimum yang direncanakan adalah 1000 rpm. Jadi berdasarkan persamaan 12 di mana kecepatan putaran kritis lebih besar dari kecepatan putar maksimum yang direncanakan maka ukuran poros baik. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan defleksi puntiran (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): Defleksi puntiran θ = 584 TL G baja ds 4 yang diizinkan... (14) Nilai defleksi putiran yang diizinkan ( yang diizinkan) adalah 0.25 0 /m (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Dengan nilai modulus geser baja (G) = 8.3 x 10 3 kg/mm 2, momen puntir (T) = 2034.5 kgmm, jarak antar bantalan (L) =180 mm, dan diameter poros (ds) = 25 mm maka diperoleh defleksi puntiran (ө)sebesar 0.065 /m. Jadi berdasarkan persamaan (14) di mana nilai defleksi puntiran kurang 39

dari nilai defleksi puntiran yang diizinkan maka ukuran dan bahan poros baik. Perhitungan perencanaan poros berdasarkan defleksi (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): Defleksi (y)= 4 F L1 L2 3.23*10 * (15) 4 d L y 3 y yizin... (16) Nilai defleksi yang diizinkan (y yang diizinkan) adalah (0.3 0.35) mm/m (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Dengan beban pada poros (F) =430.83 kg, jarak dari bantalan satu ke pusat beban (L1) = 90 mm, jarak dari bantalan dua ke pusat beban (L2) = 90 mm, diameter poros (ds) = 25mm, dan jarak antar bantalan (L) = 180 mm maka diperoleh defleksi (y) sebesar 0.03 mm/m. Jadi berdasarkan persamaan 16 di mana nilai defleksi masih ada dalam rentang nilai defleksi yang diizinkan maka ukuran dan bahan poros baik. 3 3 2. Baut Pengikat Piringan Exciter dan Plat Pengapit Exciter Baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter mengalami tegangan geser dan momen bending akibat massa piringan exciter. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser dan momen bending. Dari kedua metode perhitungan ini diambil ukuran baut terbesar. Sebelum melakukan perhitungan mengenai ukuran baut, terlebih dahulu menghitung gaya yang bekerja pada exciter. Untuk menentukan ukuran baut, gaya yang diperhitungkan adalah gaya getar akibat massa exiter saja dengan plat pengapit exciter sebagai tumpuan baut. Adapun perhitungan gaya tersebut adalah sebagai berikut. 40

F r2 ω r1 F1 Gambar 21. Skema gaya pada baut pengikat piringan exciter dan plat pengapit exciter. Gaya dari perputaran massa exciter F m e 2 Gaya yang terjadi pada baut...(17) r 2 F1 F..(18) r1 Dengan massa exciter (m) 7.67 kg, kecepatan putar (ω) 1000 rpm atau setara dengan 104.72 rad/sekon dan jari-jari eksentrik exciter (e) 0.48 m, maka diperoleh gaya getar (F) 4031.76 N setara dengan 411.4 kg dan gaya pada baut (F1) 205.7 kg. Untuk menghitung diameter baut berdasarkan tegangan geser, terlebih dahulu harus diketahui tegangan geser izin (τa izin ). Untuk bahan SC difinis tinggi τa izin dapat diambil 6 kg/mm² (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Sementara τa geser izin adalah 0.5 τa izin. Jadi tegangan geser izin untuk bahan baut SC adalah sebesar 3 kg/mm². Berikut perhitungan diameter baut berdasarkan tegangan geser : Luas penampang baut Diameter baut F1 A a...(19) d A 4. (20) Berdasarkan perhitungan di atas maka diperoleh dimeter baut minimal sebesar 7.6 mm 41

Berikut perhitungan ukuran dan bahan baut berdasarkan momen bending (Mx). 100 mm F/L RA RB Gambar 22. Model pembebanan pada baut pengikat piringan exciter dengan plat pengapit exciter. Gaya di ujumg baut F L F RA L RA... (21) 2 2 Dengan gaya getar (F) 411.4 kg, panjang baut yang terkena beban (L) 100 mm, maka diperoleh unit gaya yang bekerja di ujung baut (RA) adalah sebesar 205.7 kg. Perhitungan gaya geser (V(X)): F V ( X ) RA X 0 X 100 l Perhitungan momen bending (MX): M ( X ) RAX M ( X ) RAX F l F X 2L X X 2 F F M ( X ) X X 2 2L F X M ( X ) X (1 ) 2 l M ( X ) max berada pada daerah X F X M ( X ) max X (1 2 l 2 2 ) L / 2 karena pembebanansimetri 42

F ( L / 2) M ( X ) max ( L / 2)(1 ) 2 L FL 1 M ( X ) max (1 ) 4 2 FL M ( X ) max (1/ 2) 4 FL M ( X ) max 8 Dengan gaya getar (F) 411.4 kg, panjang baut yang terkena beban (L) 100mm, maka diperoleh momen bending maksimal (Mmax) adalah sebesar 2571.3 kgmm. Dengan mengacu pada nilai tegangan izin (τa), maka diameter baut dapat dihitung dari rumus berikut (Zainuri,2008): Tegangan izin τa=mmax*c/i..(22) Dimana, c adalah jarak dari sumbu netral baut ke segmen terluar 4 π d (diameter/2) dan I adalah inersia lusan penampang baut ( 64 Berdasarkan rumus di atas maka diameter baut dapat dihitung 32 / menggunakan rumus berikut d 3 M km (23) a Dengan tegangan izin (τa) 6kg/mm², faktor keamanan km = 2, dan momen bending maksimal (Mmax) 2571.3 kgmm, maka diperoleh diameter baut minimal sebesar 18 mm. Dari perhitungan diameter baut berdasarkan tegangan geser diperoleh diameter baut sebesar 7.6 mm sementara berdasarkan momen bending diperoleh diameter baut sebesar 18 mm. Untuk keamanan maka diameter baut yang digunakan adalah diameter baut berdasarkan perhitungan momen bending karena nilainya lebih besar. Dengan mengacu pada diameter minimal baut, maka digunakan baut diameter 20 mm. ). 43

Gambar 23. Penentuan titik berat dan massa piringan exciter berdasarkan simulasi CATIA. 3. Pasak Poros Penggetar Pasak poros penggetar direncanakan memiliki panjang (L) 25 mm, lebar (b) 8 mm tinggi (t) 7 mm, tinggi terbenam pada poros(t1) 4 mm, dan tinggi terbenam pada naf (t2) 3 mm dengan bahan S55C. Sebagai acuan dalam perhitungan, daya putar yang disalurkan ke poros penggetar dari motor listrik 2 hp dengan kecepatan putar pada perancangan maksimum1000 rpm. Berikut merupakan perhitungan ukuran pasak yang direncanakan (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Daya rencana (Pd) = fc * P..(24) Momen puntir rencana (T) = 9.74 * 10 5 (Pd/n)... (25) Berdasarkan persamaan 24 besarnya daya rencana adalah 1.492 kw, di mana faktor koreksi yang diambil adalah 1.4 (1 1.5). Sedangkan besar momen puntirnya adalah 2034.5 kg.mm. Gaya tangensial pada permukaan poros F T (ds / 2). (26) 44

Berdasarkan persamaan (26) besarnya gaya tangensial pada permukaan poros adalah 40.69 kg. Dari tegangan geser yang diizinkan (τka), panjang pasak (L1) yang diperlukan dapat diperoleh. τ ka F b. L1. (27) Harga τka diperoleh dengan membagi kekuatan tarik σb (66 kg/mm²) dengan faktor keamanan Sf1* Sf2. Harga Sf1 diambil 6, dan harga Sf2 diambil 3 karena pembebanan dengan tumbukan berat (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh panajng pasak sebesar 1.39 mm. Seanjutnya, perhitungan panjang pasak untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak karena tekanan bidang. F Pa. (28) L2* t1 Harga Pa 4 kg/mm² untuk poros diameter kecil dengan putarn tinggi (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh panajng pasak (L2) sebesar 3.4 mm. Panjang pasak 25 mm sementara cukup baik karena sudah lebih besar dari nilai L1 dan nilai L2. Selanjutnya pengecekan lebar pasak dan panjang pasak berdasarkan diameter poros. Lebar pasak sebaikya 25-35% dari diameter poros dan panjang pasak 0.75-1.5% dari diameter poros (Sularso dan Kiyotkatsu, 1997). 0.25 b / ds 0.35... (29) 0.75 L / ds 1.5. (30) Nilai b/ds dan L/ds berturut-turut adalah 0.32 dan 1. Berdasarkan persamaan 29 dan 30 maka ukuran pasak baik. 45

4. Piringan Exciter Piringan exciter merupakan bagian yang membuat terjadinya ketidaksetabilan putaran. Piringan exciter dirancang dari bentuk dasar lingkaran dengan diameter 160 mm. Piringan exciter terbuat dari bahan S45C. Bagian ini terdiri dari sepuluh lempengan plat dengan tebal masing-masing plat 10 mm. Adapun perancangan bentuk, titik berat dan massa piringan exciter disimulasikan di CATIA. Beberapa bentuk rancangan piringan exciter dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 24. Beberapa rancangan bentuk penampang piringan exciter. Dari hasil simulasi di CATIA, diputuskan menggunakan bentuk piringan exciter model 2. Hal ini dilakukan karena dari hasil simulasi nilai jari-jari eksentrisitas (e) dan massa (m) piringan exciter model dua yang paling memungkinkan untuk mendapatkan gaya getar sekitar 4000 N. Setelah piringan exciter diikat pada posisi e maksimal (e max) oleh plat pengapit exciter sehingga membentuk sebuah unbalanced, diperoleh nilai e sebesar 33 mm dan m sebesar 11.67 kg. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced bisa dilihat pada Tabel 4. 46

Tabel 4. Nilai e, m, dan Fgetar (Fe) dari tiap-tiap model unbalanced Model m (kg) x(mm) y(mm) z(mm) e (mm) n (rpm) Fe (N) 1 min 12.25-1.5 50 0.1 1.5 1000 196 1 max 12.25-6.4 50 18.4 19.4 1000 2611 2 min 11.48 1.1 50 1.2 1.6 1000 206 2 max 11.67-11.2 50 31 33 1000 4219 3 min 12.91 1.4 50-0.939 1.7 1000 241 3 max 12.91-3.5 50 19.481 19.8 1000 2804 4 max 11.41-3.7 50 22.2 22.5 1000 2817 5. Plat Pengapit Exciter Plat pengapit exciter merupakan tumpuan dari piringan exciter. Pada plat ini, piringan exciter dapat disetel jari-jari eksentriknya. Oleh karena itu pada plat pengapit exciter dibuat beberapa lubang baut yang terdiri dari lubang tumpuan dan lubang penyetelan jari-jari eksentrik. Lubang tumpuan berjumlah satu lubang, sementara lubang penyetelan jari-jari eksentrik terdiri dari empat buah lubang. Jarak antar lubang penyetelan jari-jari eksentrik sebesar 14. Beberapa posisi penyetelan jari-jari eksentrik (e) dapat dilihat pada Gambar 25. Plat pengapit exciter terbuat dari bahan S45C dengan tebal 10 mm. Plat ini terdiri dari dua buah, yaitu plat pengapit exciter kiri dan plat pengapit exciter kanan. Pada kedua ujungnya dibuat nap untuk memperkuat strukturnya dan untuk membuat alur pasak padanya. Pada penelitian ini penggetaran dilakukan pada e maksimal di mana gaya penggetaran sebesar 4222.13 N. 47

posisi e maksimal posisi e ke-2 posisi e minimal Posisi e ke-3 Gambar 25. Beberapa posisi penyetelan jari-jari eksentrik. 6. Tutup Penggetar, Pipa Penggetar, Dudukan Tutup Penggetar dan Dudukan Penggetar Tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan tutup penggetar dan dudukan penggetar terbuat dari bahan S45C. Tutup penggetar, dudukan tutup penggetar, dan dudukan penggetar terbuat dari plat tebal 15 mm. Pipa penggetar terbuat dari pipa dengan tebal 5 mm. 7. Baut Pengikat Tutup Penggetar pada Dudukan Tutup Penggetar Baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar terdiri dari empat buah baut berbahan SC. Baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar mengalami tegangan geser. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser. Berikut adalah perhitungan ukuran minimal baut pengikat tutup penggetar dan dudukan tutup penggetar. 48

unbalanced F getar baut p Gambar 26. Skema pembebanan pada baut pengikat tutup penggetar belakang. F getar * sf 4p... (31) F getar * sf 4x τ a xa... (32) F getar * s f A... (33) 4* τ a 4A d... (34) π di mana: Fgetar adalah gaya penggetaran (kg) p adalah gaya geser pada baut (kg) A adalah luas penampang baut (mm) τ a adalah tegangan geser izin (kg/mm²) s f adalah faktor koreksi/keamanan d adalah diameter baut minimal (mm) Dengan nilai gaya penggetaran (Fgetar) 430.83 kg, tegangan geser izin (τa) 3 kg/mm² dan faktor koreksi/keamanan (sf) 1.4 maka diperoleh diameter baut minimal (d) 8 mm. Sementara baut yang digunakan adalah baut M12. 49

perakitan unbalanced unbalanced penggetar perakitan penggetar Gambar 27. Perakitan penggetar. 8. Baut Kopling Flens Baut kopling flens terdiri dari empat buah baut berbahan SC. Baut kopling flens mengalami tegangan geser. Oleh karena itu analisis struktural mengenai ukuran dan bahan baut dilakukan dengan melakukan penghitungan berdasarkan tegangan geser. Berikut adalah perhitungan ukuran minimal baut koplingn flens. 50

p flens r T baut p Gambar 28. Skema pembebanan pada baut kopling flens. T * 4 p * r * p T / 4r a d p A 4A... (35)..... (36)...... (37)...... (38) di mana: T adalah torsi dari putaran motor (kgmm) ω adalah kecepatan putar motor (rad/s) A adalah luas penampang baut (mm²) τ a adalah tegangan geser izin (kg/mm²) d adalah diameter baut minimal (mm) p adalah gaya geser pada baut (kg) r adalah jarak gaya geser kes umbu putaran (mm) Dengan nila torsi (T) 2034.49 kg, tegangan geser izin (τa) 3 kg/mm² dan jarak gaya geser ke sumbu putaran (r) 30 mm, maka diperoleh diameter baut minimal (d) 2.68 mm. Sementara baut yang digunakan adalah baut M7. 9. Analisis Kekuatan Beam Mole Plow dan Blade Mole Plow Pada perancangan unit penggetar mole plow, perlu diperhatikan juga tingkat kekuatan struktur mole plow yang akan digetarkan. Gaya penggetaran (F) yang kita bangkitkan tidak boleh menyebabkan kerusakan pada struktur mole plow. Bagian dari mole plow yang penting untuk dianalisis kekuatannya adalah beam dan blade, karena 51

kedua struktur ini langsung berhubungan dengan gaya penggetaran. Berikut adalah perhitungan kekuatan beam dan blade mole plow. a. Analisis kekuatan beam Dari bentuk penampang beam bisa diketahui bahwa pembebanan ke arah samping beam merupakan pembebanan yang paling memungkinkan untuk merusak beam. Pada arah samping, arah gaya searah dengan tebal beam (b) yang dimensinya relatip kecil dibandingkan dengan tinggi beam (h). Sementara gaya F kita anggap sama dengan gaya penggetaran yaitu 430.83 kg. Beam terbuat dari bahan S45C L=1200mm F Gambar 29. Model pembebanan pada beam tampak atas. h b Gambar 30. Penampang beam. M = F*L... (39) σ = M*c/I... (40) c = b/2... (41) I= h*b³/12... (42) 52

di mana: M adalah momen bending (kgmm) σ adalah kekuatan material (kg/mm²) F adalah gaya penggetaran (kg) L adalah jarak pusat gaya ke titik penguncian (mm) I adalah inersia luasan penampang beam (m 4 ) c adalah jarak dari sumbu netral ke segmen terluar (mm) b adalah tebal beam (mm) h adalah tinggi beam (mm) Berdasarkan persamaan (39) besarnya momen bending adalah 516995.5 kgmm. Dengan nilai b = 25 mm dan h = 150 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 33.09 kg/mm². Sementara kekuatan (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi dengan adanya penggetaran, beam mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada beam lebih kecil dari kekuatan baja S45C. b. Analisis kekuatan blade Blade mole plow mengalami beban ke arah belakang dari tahanan tarik tanah dan mengalami beban ke arah samping oleh gaya getar dari beam. Gaya getar dari beam dianggap sama dengan gaya dari pusat getaran. Ketika pembebanan ke arah belakang, beam mole plow dianggap kuat sehingga dijadikan tumpuan bagi blade. Sementara untuk pembebanan ke arah samping, tanah dianggap sebagai penjepit blade sehingga menjadi tumpuan bagi blade. Perhitungan kekuatan blade mole plow menggunakan rumus yang sama seperti pada perhitungan kekuatan beam mole plow. 53

F L=495 mm Gambar 31. Model pembebanan pada blade ke arah samping. Untuk pembebanan blade arah samping besarnya momen bending pada blade adalah 213260.6 kgmm. Dengan nilai b = 25 mm dan h = 240 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 8.53 kg/mm². Sementara nilai kekuatan izin (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi dengan adanya penggetaran, blade mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada blade lebih kecil dari kekuatan baja S45C. 600 mm F Gambar 32. Model pembebanan pada blade arah belakang. Untuk pembebanan blade arah belakang besarnya momen bending pada blade adalah 600000 kgmm. Dengan nilai b = 240 mm dan h = 25 mm, maka diperoleh nilai σ sebesar 2.1 kg/mm². Sementara nilai kekuatan (σa) baja S45C adalah 58 kg/mm². Jadi 54

dengan adanya tahanan tarik tanah, blade mole plow tidak akan rusak sebab tegangan pada blade lebih kecil dari kekuatan baja S45C. 10. Analisis Diameter Baut Pengikat Beam dengan Hitch Point Beam mole plow dengan hitch point diikat oleh tiga buah baut berbahan SC. Beban yang diterima tiga buah baut diasumsikan sama besarnya dengan tahanan tanah yaitu 10000 N atau setara dengan 1000 kg. Beban yang diterima masing-masing baut (p) adalah sepertiga dari tahanan tanah yaitu sebesar 3333 N atau setara dengan 333 kg. Model pembebanan pada baut bisa dilihat pada Gambar 31. Perhitungan diameter baut minimal menggunakan rumus-rumus sebagai berikut: Tegangan geser pada baut (τ a ) = P/A...(43) Luas penampang baut (A) = 1 π 4 d2...(44) Diameter baut minimal (d) = 4P/A.........(45) Dengan tegangan geser izin (τ a ) sebesar 3 kg/mm², diperoleh diameter baut minimal (d) sebesar 12 mm. Ikatan beam dengan hitch point menggunakan tiga buah baut dengan diamter lebih besar yaitu sebesar 20 mm. hitch point beam p baut 10000 N Gambar 33. Model pembebanan baut pengikat beam dengan hitch point. 55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DESAIN PENGGETAR MOLE PLOW Prototip mole plow mempunyai empat bagian utama, yaitu rangka three hitch point, beam, blade, dan mole. Rangka three hitch point merupakan struktur yang mengikatkan mole pow dengan three hith point traktor. Beam adalah batang baja panjang yang bertumpu pada rangka three hitch point yang berfungsi sebagai rangka penarik. Beam mempunyai panjang 1500 mm, tinggi 150 mm, dan tebal 25 mm. Blade adalah batang baja berbentuk menyerupai bajak yang menempel secara vertikal pada ujung beam. Blade mempunyai panjang 900 mm, lebar 240 mm, dan tebal 25 mm. Blade ini berfungsi untuk memotong tanah pada kedalaman 30-60 cm. Sementara mole merupakan batang baja bulat dengan diameter 40 mm yang menempel pada ujung blade dan berfungsi untuk membuat lubang di bawah tanah. Penggetaran mole plow dilakukan untuk menurunkan draft saat pengoperasian di lahan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penggunaan getaran pada subsoiler terbukti dapat menurunkan draft. Sigit (2009) melakukan penelitian tentang modifikasi bajak subsoiler getar dengan pemupuk mekanis (SIGAP) utuk budidaya tebu lahan kering. Hasil pengujian di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Bogor pada kadar air tanah rata-rata 41.1% menunjukan bahwa efek penggetaran dengan sayap penggetar pada bajak subsoil dapat menurunkan tahanan tarik secara nyata dibandingkan dengan bajak subsoil tanpa getar. Dengan penggetaran, tahanan tarik turun pada kisaran 6.1% sampai 29.9% dengan rata-rata 14.6%. Penggetaran yang diterapkan pada mole plow adalah penggetaran paksa atau forced vibrations, di mana gaya penggetaran dibangkitkan oleh energi eksitasi dari pusat massa unbalanced yang diputar. Gaya penggetaran yang dibangkitkan akan menimbulkan getaran struktur pada struktur yang menerima gaya penggetaran tersebut. 56

penggetar beam Gambar 34. Mole plow getar. Bagian dari mole plow yang dijadikan pegas kantilever adalah beam. Unit pembangkit getaran atau penggetar diletakan di bagian ujung atas beam. Ketika bagian unbalanced (exciter +plat pengapit exciter) diputar maka akan terjadi gaya getar yang membangkitkan getaran struktur kantilever beam. pipa penggetar poros penggetar piringan exciter plat pengapit exciter r dudukan tutup penggetar tutup penggetar dudukan penggetar Gambar 35. Rangkaian penggetar mole plow. 57

Unit pembangkit getaran atau pnggetar mole plow terdiri dari beberapa bagian, yaitu piringan exciter, plat pengapit exciter, poros penggetar, tutup penggetar, pipa penggetar, dudukan penggetar, dudukan tutup penggetar, sistem transmisi dan kantilever beam. 1. Piringan Exciter Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada penggetaran struktur gaya penggetaran dibangkitkan dari eksitasi pusat massa unbalanced yang diputar. Ketika diputar, pusat massa ini akan cenderung terdorong ke luar dari pusat putaran (sumbu putar). Kondisi ini menimblkan gaya penggetaran ke arah luar dari sumbu putaran. Gaya penggetaran bekerja sejajar dengan bidang yang ditembus oleh sumbu putaran. Besarnya gaya penggetaran (F getar ) dipengaruhi oleh kecepatan putaran (ω), jarak pusat massa unbalanced dari sumbu putaran atau jari-jari eksentrik (e), dan massa unbalanced (m). Piringan exciter dirancang dengan bentuk sedemikian rupa sehingga menghasilkan jari-jari eksentrik (e) dari unbalanced sesuai yang diinginkan. Nilai e dari exciter sebesar 48 mm dan massanya 7.67 kg. Akan tetapi setelah membentuk unbalanced (ditambah plat pengapit exciter), nilai e menjadi 30 mm dan massanya menjadi 11.678 kg. Piringan exciter dibuat dari plat besi dengan tebal 10 mm. Kemudian plat besi ini dipotong mengikuti pola yang telah dibuat. Untuk memperoleh ketebalan 100 mm dibuat 10 potong piringan exciter. Pada plat exciter dibuat dua buah lubang baut M20 untuk mengunci piringan exciter pada plat pengapit exciter agar membentuk unbalanced. 58

poros penggetar piringan exciter plat pengapit exciter Gambar 36. Unbalanced. 2. Plat Pengapit Exciter Piringan exciter diikat pada plat pengapit exciter oleh dua buah baut M20. Pada masing-masing baut dipasang mur dan ring per. Ring per berfungsi memperkuat ikatan baut dan mur agar pada saat bergetar kondisi ikatan tetap kuat. Plat pengapit exciter diikat pada poros penggetar dengan mekanisme pasak dan baut tanam. Baut tanam berfungsi mengencangkan pasak pada alurnya serta menahan geseran plat pengapit exciter pada poros penggetar ke arah depan. Selain baut tanam, untuk mencegah pergeseran plat penngapit exciter ke arah depan dibuatkan juga plat penahan diantara plat pengapit exciter. Plat penahan ini diikatkan pada poros penggetar oleh mekanisme mur baut, dimana mur dilaskan pada poros penggetar dan plat penahan tersebut dibaut pada mur yang sudah dilas. Pasak yang digunakan pada ikatan plat pengapit exciter mempunyai panjang 25 mm, lebar 8 mm dan tinggi 7 mm. Sementara baut tanam berdiameter 6 mm dengan ulir 1.5 mm. Plat pengapit exciter terbuat dari plat besi dengan tebal 10 mm. Diameter plat pengapit exciter adalah 160 mm. Pada salah satu sisinya dibuat naf diameter 60 mm tebal 15 mm. Naf ini berfungsi untuk memperkuat plat pengapit exciter serta untuk memperpanjang alur 59

pasak. Pada naf juga dibuat lubang baut tanam tegak lurus pada alur pasak. Pada masing-masing plat pengapit exciter dibuat lima buah lubang baut diameter 20 mm yang posisinya sama pada kedua plat. Masing-masing lubang dari kedua plat berpasangan satu sama lain untuk mengikatkan baut, dimana empat pasang lubang berfungsi untuk perubahan posisi pengikatan baut. Sementara satu pasang lubang tidak mengalami perubahan posisi pengikatan untuk menjadi tumpuan perputaran atau perubahan posisi piringan exciter pada plat pengapit exciter. Dengan membuat empat buah lubang, posisi piringan exiter pada plat pengapit exciter bisa diubah pada empat posisi sehingga jarijari eksentrik juga bisa diubah pada empat posisi. Jarak antar masingasing lubang baut adalah 14 dengan acuan titik senter plat. 3. Poros Penggetar Poros penggetar dibuat dari baja S55C dengan diameter 25 mm dan panjang total 400 mm. Sambungan antara flexible coupling dan poros penggetar menggunakan kopling flens. Untuk mengikatkan poros penggetar pada unbalanced, pada poros penggear dibuat dua buah alur pasak sepanjang 25 mm, lebar 8mm, dan dalam 4 mm. 4. Tutup Penggetar Tutup penggetar terbuat dari plat besi dengan tebal 15 mm. Plat besi ini kemudian dipotong menggunakan las potong sesuai pola yang telah dibuat. Pada tengah-tengah tutup penggetar dibuat lubang untuk menempelkan bearing dengan cara dibubut. Disamping keliling lubang tersebut dibuat empat lubang yang telah di tap dengan diameter 12 mm dan pitch ulir 1.25mm. Dengan melakukan pengetapan pada tutup penggetar, tidak dibutuhkan lagi mur untuk mengunci bearing pada tutup penggetar karena lubang tap tersebut yang berfungsi sebagai mur dari baut M12 yang mengunci bearing. 60

Pada tutup penggetar dibuat tiga buah kupingan. Kupingan dibuat dari plat besi tebal 15 mm yang masing-masing dilas pada tutup penggetar. Jarak antar kupingan sebesar 120º dengan acuan putar titik pusat lubang bearing. Pada masing-masing kupingan dibuat lubang diameter 12 mm sebagai lubang baut M12. Kupingan ini berfungsi sebagai tempat penguncian pipa penggetar pada tutup penggetar. Tutup penggetar berjumlah dua buah, yaitu tutup penggetar depan dan tutup penggetar belakang. Tutup penggetar bagian depan langsung dilaskan pada dudukan tutup penggetar, sementara tutup penggetar belakang terpasang pada dudukan tutup penggetar dengan kuncian empat buah baut. Jadi tutup penggetar depan terpasang secara permanen pada dudukan tutup penggetar sementara tutup penggetar belakang bisa dilepas dari dudukan tutup penggetar. Pada bagian depan dan belakang tutup penggetar belakang dibuat kupingan dari plat besi 10 mm. Kupingan ini berfungsi sebagai tempat penguncian tutup penggetar belakang pada dudukan tutup penggetar oleh empat buah baut. Pada kupingan bagian depan dibuat dua buah lubang baut diameter 12 mm. Sedangkan pada kupingan bagian belakang dibuat dua buah lubang baut diameter 16 mm. Gambar 37. Tutup penggetar. 61

5. Dudukan Tutup Penggetar Dudukan tutup penggetar menahan bobot dari piringan exciter, plat pengapit exciter, poros penggetar, tutup penggetar dan bearing. Gaya pnggetaran disalurkan pada dudukan penggetar dengan empat buah kuncian baut M16. Dudukan tutup penggetar berbentuk persegi panjang terbuat dari plat besi dengan tebal 15 mm. Pada bagian depan dudukan tutup penggetar dibuat tiga buah lubang baut dengan dua buah lubang diameter 16 mm dan satu lubang berdiameter 20 mm. Pada bagian belakang dudukan tutup penggetar dibuat lima buah lubang baut dengan dua lubang diameter 16 mm, satu lubang diameter 20 mm dan dua lubang diameter 12 mm. Untuk lubang diameter 12 mm dilakukan pengetapan dengan pitch ulir 1.25 mm. Masing-masing lubang baut memiliki fungsi masing-masing. Lubang baut diameter 16 mm berfungsi sebagai lubang penguncian anatara dudukan tutup penggetar dengan dudukan penggetar. Lubang baut diameter 20 mm berfungsi sebagi lubang penguncian dudukan tutup penggetar dengan beam. Sementara lubang baut 12 mm berfungsi sebagai mur untuk baut pengunci tutup penggetar dengan dudukan tutup penggetar. pipa penggetar dudukan tutup penggetar dudukan penggetar Gambar 38. Penggetar mole plow. 62

6. Dudukan Penggetar Dudukan penggetar berjumlah dua buah yaitu dudukan penggetar sebelah kiri dan dudukan penggetar sebelah kanan yang kedua-duanya langsung dilaskan pada mole plow. Untuk memperkuat lasan dari guncangan gaya penggetaran, pada masing-masing dudukan penggetar ditambahkan dua buah penguat. Dudukan penggetar dan penguatnya sama-sama terbuat dari plat besi. Dudukan penggetar berbentuk persegi panajng dengan tebal 15 mm. Penguatnya berbentuk segi tiga siku-siku dengan tebal 10 mm. Pada masing-masing dudukan penggetar dibuat dua buah lubang baut diameter 16 mm. Lubang baut ini merupakan pasangan lubang baut pada dudukan tutup penggetar. 7. Pipa Penggetar Untuk menutupi piringan exciter dan plat pengapit exciter, di antara tutup penggetar dipasang sebuah pipa besi. Selain sebagai rumah dari penggetar, pipa penggetar berfungsi juga untuk memperkuat tutup penggetar dalam menyalurkan getaran. Dengan adanya pipa penggetar yang diikat oleh baut pada tutup penggetar, getaran pada masing-masing tutup akan terhubung sehingga mengurangi beban yang ditahan oleh masing-masing tutup. Pipa penggetar terbuat dari pipa besi dengan diameter dalam 209.5 mm, diameter luar 219.5 mm, dan panjang 158 mm. Pada bagian depan dan belakang dibuat kupingan yang bentuk serta ukurannya sama dengan kupingan pada tutup penggetar. Akan tetapi yang membedakan kupingan pada pipa pengetar dengan tutup penggetar adalah lubang bautnya. Pada kupingn pipa penggetar dilakukan pengetapan lubang bautnya, sehingga lubang bautnya berfungsi sebagai mur bagi baut M12 yang mengunci tutup penggetar dengan pipa penggetar. 63

8. Sistem Transmisi Sistem transmisi terdiri dari kopling-kopling penyalur tenaga. Pada pnggetaran mole plow ini digunakan tiga jenis kopling, yaitu kopling flens, kopling freewheel, dan flexible coupling. Kopling flens menyalurkan tenaga dari flexible coupling ke poros penggetar. Kopling freewheel menyalurkan tenaga dari motor listrik ke flexible coupling. Sementara flexible coupling berfungsi menyalurkan tenaga dari kopling freewheel ke kopling flens dan berfungsi meredam getaran yang terjadi pada sistem transmisi. Kopling flens terbuat dari besi pejal dengan diameter luar 45 mm, kemudian tengahnya dilubangi dengan cara dibubut dengan diameter 25.5 mm. Kemudian besi pejal ini disambungkan dengan cara dilas dengan flens yang terbuat dari besi plat (tebal 5 mm) berbentuk lingkaran diameter 100 mm. Terdapat empat buah lubang baut diameter 8 mm pada bagian flens dengan jarak antar lubang baut 90. Baut berfungsi sebagai pengunci atau penyambung anatar flens. Pada sisi bagian luar dibuat satu lubang baut diameter 8 mm dengan permukaanya ditempeli mur yang dilaskan. Baut diameter 8 mm digunakan untuk mengunci flexible coupling dan poros penggetar pada kopling flens. poros flens flexible coupling Gambar 39. Penyambungan flexible coupling dan poros penggetar oleh kopling freewheel. 64

Untuk kopling flens yang menempel pada flexible coupling, besi pejal dengan diameter luar 45 mm dilubangi bagian tengahnya dengan lubang berbentuk segi empat. Ukuran lubangnya sama dengan luas empat buah penampang flexible coupling. Pengerjaan selanjutnya sama dengan pengerjaan kopling flens yang menempel pada poros seperti yang telah dijelaskan di atas. Flexible coupling yang digunakan untuk menggetarkan mole plow merupakan flexible coupling mesin pemotong rumput. Panjang flexible coupling tersebut sekitar 80 cm. Pada sistem transmisi ini digunakan empat buah flexible coupling yang disatukan menjadi satu oleh klem. Tiap ujung flexible coupling ini dimasukan atau disambungkan pada kopling flens serta dikunci oleh baut tanam M8. Kopling freewheel terdiri dari tiga bagian utama, yaitu kopling flens, rumah freewheeal, dan poros. Kopling flens terbuat dari besi pejal berdiameter luar 45 mm dan bagian dalamnya dibubut dengan diameter 25.5 mm. Kemudian besi pejal tersebut disambungkan dengan cara dilas dengan flens yang terbuat dari besi plat (tebal 5 mm) berbentuk lingkaran dengan diameter 100 mm. Terdapat 4 buah lubang baut diameter 8 mm pada bagian flens dengan jarak antar lubang baut 90. Baut berfungsi sebagai pengunci atau penyambung antar flens. Pada sisi bagian luar dibuat satu lubang berulir untuk baut diameter 10 mm dengan pitch 1.25 mm yang digunakan untuk mengunci kopling freewheel pada poros motor listrik. 65

poros motor rumah freewheel flens Gambar 40. Kopling freewheel. Rumah freewheel terbuat dari besi pejal diameter luar 70 mm dan bagian dalamnya dibubut sedalam 48 mm dengan diameter 50 mm. Selanjutnya besi pejal ini dibubut lagi dengan diameter 27 mm untuk memasukan poros dari sisi yang berlawanan. Kemudian besi pejal ini disambungkan dengan lasan pada flens yang terbuat dari besi plat (tebal 5 mm) berbentuk lingkaran diameter 120 mm. Pada lubang hasil bubutan dimasukan freewheel dengan cara dipres supaya freewheel terkuunci pada lubang tersebut. Terdapat 4 buah lubang baut diameter 8 mm pada bagian flens dengan jarak antar lubang baut 90. Baut berfungsi sebagai pengunci atau penyambung antar flens. Pada sisi bagian luar dibuat tiga buah lubang berulir untuk baut M10 dengan pitch 1.25 mm yang digunakan untuk mengunci freewheel pada rumah freewheel. Untuk meneruskan putaran freewheel digunakan poros yang salah satu ujungnya diberi ulir dengan diameter luar 20 mm serta pitch 1.5 mm. Kemudian ujung poros berulir dimasukan atau disambugkan pada lubang freewheel dan dikunci dengan mur M20. Sementara ujung poros yang lain disambungkan pada kopling flens untuk meneruskan putaran ke flexible coupling. 66

B. HASIL PENGUJIAN 1. Pengujian di Bengkel Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Pertanian IPB Pengujian yang dilakukan di bengkel adalah pengujian kalibrasi inverter. Untuk mengetahui hubungan frekuensi yang terbaca di tampilan digital inverter dengan kecepatan putar motor saat beroperasi maka dilakukan kalibrasi inverter. Hasil kalibrasi inverter dengan menggunakan tachometer pada berbagai frekuensi inverter menunjukan bahwa ada hubungan antara frekuensi inverter dengan kecepatan putar motor listrik. Hubungan tersebut bisa dilihat pada Tabel 5 dan grafik pada Gambar 41. Dari grafik dapat dilihat bahwa perbandingan frekuensi inverter dan motor listrik relatif sama pada berbagai frekuensi inverter. Adapun hubungan frekuensi inverter dan frekuensi motor listrik adalah sebagai berikut. Tabel 5. Hubungan setingan frekuensi inverter dan frekuensi putaran motor Frekuensi inverter (hz) Frekuensi putaran motor (hz) Rasio 5 2.7 1.9 6 3.1 1.9 7 3.4 2.1 8 4.4 1.8 10 4.8 2.1 11 5.4 2.0 12 5.9 2.0 13 6.4 2.0 Rata-rata 2.0 Rata-rata perbandingan setingan frekuensi inverter dan frekuensi putaran motor listrik adalah 2. 67

7 6 y = 0.456x + 0.395 R² = 0.985 5 y (Hz) 4 3 2 1 0 0 2 4 6 8 10 12 14 x (Hz) Gambar 41. Grafik hubungan frekuensi inverter dan frekuensi motor listrik. Berdasarkan grafik di atas, hubungan frekuensi di inverter dan frekuensi di motor listrik adalah y = 0.456x + 0.395, dimana y adalah frekuensi motor listrik dan x adalah frekuensi inverter. 2. Pengujian di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian IPB Pengujian yang dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian IPB adalah pengujian tahanan tarik (draft), pengujian daya penggetaran, dan pengujian amplitudo getar. Jenis tanah yang digunakan untuk pengujian lapangan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Teknik Pertanian IPB adalah tanah latosol coklat kemerahan (Syahbuana, 2009). Kadar air rata-rata pada kedalaman 0-40 cm adalah 42.6 %. Hasil pengukuran kadar air pada percobaan lapangan disajikan pada Tabel 6. 68

Tabel 6. Kadar air tiap kedalaman pengukuran Kedalaman (cm) Kadar air rata-rata (%) 0-10 38.3 10-20 40.9 20-30 45.8 30-40 45.5 Rata-rata 42.6 Hasil pengukuran tahanan penetrasi pada lahan percobaan yang diukur menggunakan penetrometer sampai kedalaman 40 cm menunjukan bahwa rata-rata tahanan penetrasi tanah di lahan percobaan sebesar 2075.15 kpa. Tahanan penetrasi pada berbagai titik kedalaman dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Tahanan penetrasi pada berbagai titik kedalaman Kedalaman (cm) Tahanan penetrasi rata-rata (kpa) 0-10 2053.1 10-20 1935.5 20-30 2151.1 30-40 2160.9 Rata-rata 2075.15 Hasil pengujian di lapangan menunjukan bahwa mole plow getar dapat beroperasi dengan baik. Pada pengujian ini mole plow getar digandengkan pada traktor Deutz (70 hp) serta pada pengukuran tahanan tarik digunakan traktor Volvo (70 hp) sebagai traktor penarik. Terdapat dua macam perlakuan pada pengukuran tahanan tarik mole plow getar yaitu pengukuran tahanan tarik tanpa penggetaran dan pengukuran tahanan tarik dengan penggetaran. Pengukuran tahanan tarik mole plow getar tanpa penggetaran dilakukan dengan empat kali ulangan pada tingkat transmisi low 1 (L1) dengan putaran engine 1600 rpm. Pengukuran tahanan tarik mole plow getar dengan penggetaran dilakukan dengan lima tingkat frekuensi putaran motor, pada tiap 69

frekuensi putaran dilakukan dua kali ulangan. Tingkat transmisi dan putaran engine traktor yang dipakai pada pengukuran tahanan tarik mole plow getar dengan penggetaran sama dengan pengukuran tahanan traik tanpa penggetaran. Pengukuran tahanan tarik dilakukan pada lima kali putaran roda traktor Volvo. Tabel 8. Hasil pengujian lapang mole plow tanpa getar Ulangan Kecepatan maju rata-rata Kedalaman Tahanan tarik rata-rata (m/s) (cm) (N) 1 0.53 35.0 11590.8 2 0.49 32.5 14047.8 3 0.49 40.0 11557.1 4 0.51 36.0 11108.6 Rata-rata 0.50 35.9 12076.1 Hasil pengukuran tahanan tarik mole plow tanpa getar menunjukan bahwa besarnya tahanan tarik berkisar 11108.6-14047.8 N dengan rata-rata 12076.1 N, kedalaman olah berkisar 32.5-40 cm dengan rata-rata 35.9 cm, dan kecepatan maju operasional berkisar 0.49-0.53 m/s dengan rata-rata 0.50 m/s. Tabel 9. Hasil pengujian lapang mole plow dengan penggetaran Frekuensi motor (Hz) Kecepatan maju ratarata (m/s) Kedalaman (cm) Tahanan tarik ratarata (N) 4.5 0.47 35.48 11802.8 7 0.50 40.80 9460.1 9 0.45 42.10 8925.7 12 0.49 43.85 9653.0 15 0.50 43.20 11658.4 Rata-rata 0.48 41.09 10300.0 70

Berdasarkan data hasil pengujian lapangan mole plow dengan penggetaran pada Tabel 9 menunjukan bahwa besarnya tahanan tarik dengan penggetaran berkisar 8925.7-11802.8 N dengan rata-rata 10300 N. Tahanan tarik minimum terjadi pada frekuensi motor 9 Hz, sedangkan tahanan tarik maksimum tejadi pada frekuensi motor 4.5 Hz. Kecepatan maju traktor berkisar 0.45-0.50 m/s dengan rata-rata 0.48 m/s. Sedangkan kedalaman olah mole plow dengan penggetaran berkisar 35.48-43.85 cm dengan rata-rata 41.09 cm. Tabel 10. Penurunan tahanan tarik pada berbagai frekuensi penggetaran (frekuensi putaran motor) Frekuensi putaran motor (Hz) Draft tanpa penggetaran (N) Draft dengan penggetaran (N) Penurunan draft (%) 0 12076.1 4.5 11803 2.0 7 9460 19.6 9 8926 23.6 12 9653 18.2 15 11658 3.1 Rata-rata 13.3 Dengan penggetaran terjadi penurunan tahanan tarik mole plow. Penurunan tahanan tarik mole plow dengan penggetaran berkisar 2-23.6 % dengan rata-rata 13.3 %. Penurunan tahanan tarik terbesar terjadi pada frekuensi motor (frekuensi penggetaran) 9 Hz. Pengujian daya dilakukan untuk mengetahui besarnya daya yang dipakai untuk memutar unbalanced pada berbagai frekuensi. Daya diperoleh dari pengukuran arus dan tegangan listrik pada kabel yang menyalurkan arus dan tegangan listrik ke motor listrik. 71

Tabel 11. Kebutuhan daya pada berbagai frekuensi penggetaran Frekuensi inverter (Hz) Frekuensi motor/frekuensi getar (Hz) Daya (W) 9 4.5 132.16 14 7 178.56 18 9 251.12 24 12 372.16 30 15 659.20 Dari tabel di atas diketahui bahwa daya untuk penggetaran meningkat seiring kenaikan frekuensi penggetaran. Y (Watt) 700.0 600.0 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 y = 4.586x 2-41.05x + 232.3 R² = 0.992 0 2 4 6 8 10 12 14 16 X (Hz) Gambar 42. Grafik daya penggetaran pada berbagai frekuensi. Dari grafik terlihat bahwa daya listrik meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi penggetaran. Peningkatan daya listrik terhadap frekuensi pengetaran mengikuti persamaan y = 4.586x 2-41.05x + 232.3, dimana y adalah daya listrik (Watt) dan x adalah frekuensi penggetaran (Hz). Kebutuhan daya untuk mengoperasikan mole plow turun dengan melakukan penggetaran. Kebutuhan daya untuk mengoperasikan mole plow dengan penggetaran adalah penjumlahan dari kebutuhan daya tarik traktor dengan kebutuhan daya penggetaran. Daya untuk 72

mengoperasikan mole plow tanpa penggetaran adalah 6038.1 Watt. Sementara daya untuk mengoperasikan mole plow dengan penggetaran berkisar 4267.8-6488.2 Watt dengan rata-rata 5289.3 Watt. Kebutuhan daya minimum terjadi pada pengoperasian mole plow dengan penggetaran 9 Hz yaitu 4267.8 Watt. Penurunan kebutuhan daya terbesar untuk pengoperasian mole plow terjadi pada frekuensi penggetaran 9 Hz sebesar 29 %. Rata-rata penurunan kebutuhan daya pengoperasian mole plow setelah digetarkan sebesar 12 %. Tabel kebutuhan daya dan penurunan daya pada pengoperasian mole plow tanpa penggetaran maupun dengan penggetaran bisa dilihat pada Lampiran 9. Pengujian amplitudo getar dilakukan utuk mengetahui karakteristik amplitudo getar pada berbagai frekuensi dan berbagai panjang lengan kantilever beam. Getaran terjadi ke arah samping (horizontal) dan atas (vertikal). Pada setiap panjang lengan kantilever beam penggetaran dilakukan pada berbagai frekuensi. Hasil pengukuran amplitudo dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil pengukuran amplitudo diperoleh karakteristik amplitudo pada penggetaran struktur kantilever beam. Amplitudo horizontal akan naik dari frekuensi rendah sampai frekuensi tertentu dan kemudian turun lagi dengan naiknya frekuensi penggetaran. Sementara amplitudo vertikal cenderung naik dengan kenaikan frekuensi penggetaran. Pada penggetaran struktur penambahan energi eksternal untuk penggetaran belum tentu menaikan amplitudo getar. 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari perancangan dan pengujian penggetar struktur kantilever beam mole plow dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Mole plow getar dengan struktur kantilever beam dapat beroperasi dengan baik. Tahanan tarik rata-rata mole plow tanpa penggetaran berkisar 11108.6-14047.8 N dengan rata-rata sebesar 12076.1 N, yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.49-0.53 m/s dengan rata-rata 0.50 m/s pada kedalaman olah rata-rata 35.9 cm. Sedangkan tahanan tarik rata-rata mole plow dengan penggetaran berkisar 8925.7-11802.8 N dengan rata-rata sebesar 10300 N, yang dioperasikan pada kecepatan maju 0.45-0.50 m/s dengan rata-rata 0.48 m/s pada kedalaman olah rata-rata 41.1 cm. 2. Penggetaran struktur dapat diaplikasikan untuk menurunkan tahanan tarik dari mole plow. Hasil pengujian mole plow getar dengan penggetaran struktur pada frekuensi getar 4.5-15 Hz menunjukan tahanan tarik mole plow turun pada kisaran 2 % sampai dengan 23.6 %, dengan penurunan tahanan tarik rata-rata sebesar 13.3 %. Penurunan draft terbesar (23.6 %) terjadi pada frekuensi penggetaran 9 Hz. 3. Kebutuhan daya untuk mengoperasikan mole plow turun dengan melakukan penggetaran. Daya untuk mengoperasikan mole plow tanpa penggetaran adalah 6038.1 Watt. Sementara daya untuk mengoperasikan mole plow dengan penggetaran berkisar 4267.8-6488.2 Watt dengan rata-rata 5289.3 Watt. Kebutuhan daya minimum terjadi pada pengoperasian mole plow dengan penggetaran 9 Hz yaitu 4267.8 Watt. Penurunan kebutuhan daya terbesar untuk pengoperasian mole plow terjadi pada frekuensi penggetaran 9 Hz sebesar 29 %. Rata-rata penurunan kebutuhan daya pengoperasian mole plow setelah digetarkan sebesar 12 % 74

B. SARAN 1. Untuk aplikasi di lapangan sebaiknya sumber tenaga penggetaran menggunakan power take off (PTO) traktor agar lebih ringkas dan lebih aman dalam pengoperasiannya. 2. Perlunya alat atau instrumen untuk mengukur amplitudo getaran agar pengambilan data lebih baik. 75

DAFTAR PUSTAKA Cooper, T. 1965. Practical Land Drainage. Leonard Hill, London. Harsokusoemo, Darmawan. 2000. Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Hidayat, W. 2006. Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Departemen Trknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hutomo, D.W. 2009. Pengujian Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis (SIGAP Prototip II) untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Departemen Trknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. James, M. L., G. M. Smith, J. C. Wolford, P.W. Whaley. 1994. Vibration of Mechanical and Structural systems with Microcomputer Applications. HarperCollins College Publishers, New York. Kalsim, D.K. 2002. Teknik Drainase Bawah Permukaan untuk Pengembangan Lahan Pertanian: Bahan Kuliah TEP 423 Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA, IPB, Bogor. Kepner, R.A, Bainer R. and Berger, E.L. 1978. Principles of Farm Machinery. Avi Publishing Company, Inc. Connecttitut. Kuipers. H. 1983. Soil Tillage Course. Brawijaya University. Malang. Lal R., & Manoj K.S. 2004. Principles of Soil Physics. Marcel Dekker, Inc. New York. Martin, G.H. 1985. Kinematika dan Dinamika Teknik. Setiyobakti [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Martin, J.W & H.F. McColly. 1955. Introduction to Agricultural Engineering. McGraw-Hill Book Company. New York. 76

Setiawan, R.P.A., W. Hermawan., I.N. Suastawa., E.N. Sembiring. 2002. Penurunan Tahanan Tarik Bajak Subsoil dengan Penggetaran. Jurusan Teknik Pertanian, FATETA, IPB. Bogor. Setiawan, R.P.A., W. Hermawan., I.N. Suastawa. 2003. Pengembangan Subsoiler Getar 2-Bajak. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku. Persada. 9(2): 181-186 Sirvastava, A.K., C. E. Goering, R. P. Rohrbach. 1993. Engineering Principles of Agricultural Machines. American Society of Agricultural Engineers Manufactured in the United States of America. Smart, P., J.G. Herbertson. 1992. Drainage Design. Departmen of Civil Engineering, University of Glasgow. Van Nostrand Reinhold, New York. Sularso and K. Suga. 1978. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT. Pradnya Paramita. Bandung. Syahbuana, S.O. 2009. Modifikasi Subsoil Getar dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Skripsi. Departemen Trknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Taufik, M.H. 2001. Rancang Bangun Mekanisme Penggetar untuk Bajak Subsoil Getar dengan Dua Bilah Bajak. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Zainuri, M. 2008. Kekuatan Bahan. Andi, Yogyakarta. 77

LAMPIRAN 78

Panjang pegas kantilever (mm) Lampiran 1. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 TABEL PENGOLAHAN DATA AMPLITUDO HORIZONTAL KANTILEVER BEAM F (Hz) T1 (unit) T2 (unit) Ta1 (unit) Ta2 (unit) T2- T1 (unit) Ta2- Ta1 (unit) Panjang acuan (mm) Skala 2 x Amp (mm) Amplitudo (mm) L1050 4.5 90 93 94 108 3 14 50 3.6 10.7 5.4 7 88 92 88 105.5 4 17.5 50 2.9 11.4 5.7 9 83 88 86 102.5 5 16.5 50 3.0 15.2 7.6 12 89.5 94 92 111 4.5 19 50 2.6 11.8 5.9 15 84.5 88.5 84 105.5 4 21.5 50 2.3 9.3 4.7 17.5 90 93.5 90 110 3.5 20 50 2.5 8.8 4.4 L1100 4.5 88.5 91 89 105 2.5 16 50 3.1 7.8 3.9 7 87 93 87 104.5 6 17.5 50 2.9 17.1 8.6 9 94 99.5 96 115 5.5 19 50 2.6 14.5 7.2 12 93 97.5 97 115 4.5 18 50 2.8 12.5 6.3 15 92 96 92.5 114 4 21.5 50 2.3 9.3 4.7 17.5 90 93.5 92 112.5 3.5 20.5 50 2.4 8.5 4.3 L1150 4.5 93 101 105.5 140 8 34.5 50 1.4 11.6 5.8 7 87 92 91 111 5 20 50 2.5 12.5 6.3 9 92 103 102 127 11 25 50 2.0 22.0 11.0 12 95 101 95 117 6 22 50 2.3 13.6 6.8 15 95.5 102 102 127 6.5 25 50 2.0 13.0 6.5 17.5 101 106.5 103 129 5.5 26 50 1.9 10.6 5.3 L1200 4.5 100.5 106.5 106 133 6 27 50 1.9 11.1 5.6 7 94.5 102.5 102 125 8 23 50 2.2 17.4 8.7 9 91 101 99.5 123 10 23.5 50 2.1 21.3 10.6 12 93 100 93 117 7 24 50 2.1 14.6 7.3 15 89 94.5 94 119.5 5.5 25.5 50 2.0 10.8 5.4 17.5 88 92.5 92 114 4.5 22 50 2.3 10.2 5.1 79

Panjang pegas kantilever (mm) TABEL PENGOLAHAN DATA AMPLITUDO VERTIKAL KANTILEVER BEAM F (Hz) T1 (unit) T2 (unit) Ta1 (unit) Ta2 (unit) T2- T1 (unit) Ta2- Ta1 (unit) Panjang acuan (mm) Skala pengali 2 x Amp (mm) Amplitudo (mm) L1050 4.5 44 45 40.5 46 1 5.5 15 2.7 2.7 1.4 7 35.5 36 31 37 0.5 6 15 2.5 1.3 0.6 9 45.5 46.5 40 46 1 6 15 2.5 2.5 1.3 12 31 34 25.5 32.5 3 7 15 2.1 6.4 3.2 15 36 41.5 30 37.5 5.5 7.5 15 2.0 11.0 5.5 17.5 32.5 37 26 34 4.5 8 15 1.9 8.4 4.2 L1100 4.5 37 38 29 39 1 10 15 1.5 1.5 0.8 7 48 49 41.5 49.5 1 8 15 1.9 1.9 0.9 9 36 38 29 38 2 9 15 1.7 3.3 1.7 12 33 35.5 26 35 2.5 9 15 1.7 4.2 2.1 15 46 49 39.5 49 3 9.5 15 1.6 4.7 2.4 17.5 41.5 46 38 46 4.5 8 15 1.9 8.4 4.2 L1150 4.5 57 58 45 59 1 14 15 1.1 1.1 0.5 7 42 43 36 43.5 1 7.5 15 2.0 2.0 1.0 9 64 65 56 65.5 1 9.5 15 1.6 1.6 0.8 12 39 41 31.5 40.5 2 9 15 1.7 3.3 1.7 15 26 33.5 23 33.5 7.5 10.5 15 1.4 10.7 5.4 17.5 21.5 29 13 23 7.5 10 15 1.5 11.3 5.6 L1200 4.5 37 37 32 37.5 0 5.5 15 2.7 0.0 0.0 7 47 47.5 41 47 0.5 6 15 2.5 1.3 0.6 9 38 39.5 33 39.5 1.5 6.5 15 2.3 3.5 1.7 12 47 49 42.5 49 2 6.5 15 2.3 4.6 2.3 15 37 41.5 32 40 4.5 8 15 1.9 8.4 4.2 17.5 34 38.5 29 37 4.5 8 15 1.9 8.4 4.2 Keterangan: T1 T2 Ta1 Ta2 F L = simpangan arah kiri terjauh dari kantilever pada layar Corel Photo Paint-12 = simpangan arah kanan terjauh dari kantilever pada layar Corel Photo Paint-12 = batas kiri acuan pada layar Corel Photo Paint-12 = batas kanan acuan pada layar Corel Photo Paint-12 = frekuensi putaran motor/frekuensi getar = panjang kantilever beam Panjang acuan adalah dimensi sebenarnya dari salah satu bagian mole plow yang dijadikan acuaan pengali 80

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 Contoh hasil pengolahan data simpangan beam di software Cowrel Photo Paint-12 y acuan x titik-titik simpangan acuan beam Keterangan : Penandaan simpangan dilakukan terhadap salah satu sudut dari acuan (dudukan penggetar) 81

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1050-F 4.5 Hz L 1050-F 7 Hz L 1050-F 9 Hz L 1050-F 12 Hz 82

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1050-F 15 Hz L 1050-F 17.5 Hz L 1100-F 4.5 Hz L 1100-F 7 Hz 83

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1100-F 9 Hz L 1100-F 12 Hz L 1100-F 15 Hz L 1100-F 17.5 Hz 84

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1150-F 4.5 Hz L 1150-F 7 Hz L 1150-F 9 Hz L 1150-F 12 Hz 85

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1150-F 15 Hz L 1150-F 17.5 Hz L 1200-F 4.5 Hz L 1200-F 7 Hz 86

Lampiran 1 lanjutan. Hasil pengolahan amplitudo mole plow getar dengan software Corel Photo Paint-12 L 1200-F 9 Hz L 1200-F 12 Hz Hz L 1200-F 15 Hz L 1200-F 17.5 87