TINJAUAN PUSTAKA. beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

Jenis- jenis penggerek batang pada tanaman tebu Oleh Ayu Endah Anugrahini, SP

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera : Ichneumonidae) Famili Ichneumonidae merupakan salah satu famili serangga terbesar yang

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

Penggerek Pucuk Tebu dan Teknik Pengendaliannya

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

Tetra Febryandi Sagala, Maryani Cyccu Tobing *,Lisnawita

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

Utara, Medan, 2 Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan *Corresponding author:

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

Pengaruh Ukuran Pupa Beberapa Penggerek Batang Tebu terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

Pengendalian serangga hama. Silvikultur Fisik mekanik Hayati : (predator, parasitoid, patogen) Genetik Kimiawi Perundangan PHT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

Pengorok Daun Manggis

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

PEMANFAATAN PARASITOID Tetrastichus schoenobii Ferr. (Eulopidae, Hymenoptera) DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG PADA TANAMAN PADI

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SERANGAN PENGGEREK BATANG TEBU Chilo sacchariphagus DI SENTRA TEBU JAWA TIMUR. Oleh: Erna Zahro in,sp dan Effendi Wibowo,SP

Bedanya Serangan Kwangwung atau Ulah Manusia pada Tanaman Kelapa

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

Hama Aggrek. Hama Anggrek

COCOPET SEBAGAI PREDATOR DAN POLINATOR PADA TANAMAN KELAPA

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah seluas ha. Sekitar

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Boleng (Cylas formicarius (Fabr.))

TINJAUAN PUSTAKA. bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA P. castaneae Hubner (Lepidoptera: Cossidae) Biologi Telur - telur yang masih baru berwarna putih kotor. Warna tersebut selang beberapa hari berubah menjadi coklat muda. Satu atau dua hari menjelang penetasan warnanya menjadi kelabu. Telur berbentuk oval dengan panjang 1,8 mm dan lebar 0,8 mm. Gambar 1. Telur P. castaneae Kelompok telur terdiri dari satu baris atau lebih (Gambar 1). Telur - telur diletakkan pada pucuk yang mati (puser) atau pada daun tua dan kering yang masih melekat pada batang. Tepi daun digulung dan direkatkan. Tergantung dari letak telur dalam barisan, yaitu berada di sisi atau ujung, maka 1 cm baris terdiri dari 9-12 butir telur. Stadia telur 9-10 hari (Wirioatmodjo, 1980). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 282-367 butir telur per betina (PTPN II, 2009). Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun. Panjang larva 35 mm dan pupa 22 mm (Diyasti, 2013). Larva yang baru menetas berukuran 0,3-0,4 mm, warna dasar tubuhnya kuning terang dengan 4 buah bercak berwarna merah ungu pada setiap segmen tubuhnya. Selama periode larva di lapangan terjadi 5 kali pergantian kutikula, yang berarti terdapat 6 instar. Ulat yang telah besar berwarna putih jambon kemerah-merahan. Stadia

larva mencapai 70 hari. Menjelang berkepompong ulat membuat lubang keluar pada batang yang ditutupi dengan selaput tipis (Prasasya, 2009). Gambar 2. Larva P. castaneae instar 8 Larva jantan dapat mencapai 3,5 cm dan larva betina mencapai 5,5 cm (Gambar 2). Sebelum menjadi pupa, larva melewati fase pra pupa selama 2-3 hari. Larva berbentuk cruciform dengan 3 tungkai sejati dan 4 tungkai palsu (Pramono, 2005). Gambar 3. Pupa P. castaneae Mula - mula pupa berwarna sedikit kekuningan. Setelah beberapa hari warnanya berangsur - angsur menjadi lebih gelap dan akhirnya menjadi coklat gelap (Gambar 3), masa pupa 16,45 hari. Sebelum menetas pupa merayap keluar (Wirioatmodjo, 1980). Pada setiap segmen abdomen terdapat busur duri. Pada awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian berubah menjadi coklat tua dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina) ( Pramono, 2005).

Ngengat berwarna kecoklatan dan memiliki proboscis. Pada ujung tulang sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Rata - rata panjang tubuh ngengat betina 3,02 cm dan ngengat jantan 2,77 cm. Ngengat keluar pada sore hari. Setelah keluar dari kepompong, ngengat betina berdiam selama beberapa waktu untuk mengeringkan dan mengembangkan sayap Masa penerbangan terjadi antara pukul 18.00-20.00. (BPTTD, 1979). (a) (b) Gambar 4. Imago jantan P. castaneae (a) dan imago betina P. castaneae (b) Lebar sayap imago (ngengat) sekitar 27-50 mm, betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan jantan. Sayap berwarna buffish-abu dengan bercak gelap. Betina memiliki abdomen yang panjang, yang membentang jauh melampaui ujung sayap saat fase istirahat (Gambar 4b). Ngengat mulai berterbangan sekitar bulan Mei-Juli (Diyasti, 2013). Gejala Serangan Akibat serangan hama ini, terjadi penurunan bobot tebu atau rendemen karena kerusakan pada ruas batang, bahkan batang tebu bisa mati dan tidak dapat digiling. Kerugian gula akibat serangan hama ini ditentukan oleh jarak waktu antara saat penyerangan dan saat tebang. Kehilangan rendemen dapat mencapai 50 % jika menyerang tanaman tebu umur 4-5 bulan dan 4-15 % pada tebu yang berumur 10 bulan (Diyasti, 2013).

PBR menyerang tanaman tua maupun tanaman muda. Serangan pada tanaman muda dapat menyebabkan kematian pucuk. Kematian pada tanaman tua dapat pula terjadi, terutama bila terdapat populasi hama tinggi. Pada tanaman yang telah berumur lebih dari tiga bulan, kerusakan terjadi pada ruas - ruas. Bila gerekan ruas cukup parah, batangnya mudah patah. Gejala ditandai dengan adanya lubang - lubang gerek, yang mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya ditentukan berdasarkan persen rusak ruas (dengan tanda ruas rusak dari luar) terhadap jumlah ruas (BPTTD, 1979). Setiap persen kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ini dapat mengakibatkan penurunan kristal gula antara 0,7-1,27% (Deptan, 1994). Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva PBR (Diyasti, 2013). Pengendalian Agar penyebaran hama PBR tidak semakin meluas, perlu dilakukan eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan. Tindakan ini dilakukan untuk memutus siklus hidup hama dan tidak terjadi kehilangan hasil yang lebih besar, karena tebu yang terserang masih dapat digiling meskipun kualitas rendemennya turun (Diyasti, 2013). Pemanfaatan musuh alami lain berupa parasitoid pupa Tetrastichus sp. juga dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian pupa P. castaneae. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Sidauruk et al. (2013) yang menunjukkan bahwa persentase tertinggi pupa P. castaneae terparasit (100%) terdapat pada perlakuan 1 pupa dengan 5, 6, dan 7 pasang Tetrastichus sp. dan terendah (18.50%) pada perlakuan 9 pupa dengan 4 pasang parasitoid.

Pengendalian bisa juga dilakukan secara hayati dengan melepas musuh alami hama PBR yaitu parasitoid telur Tumidiclava sp. (Hymenoptera) dan Trichogramma sp. (Wang et al., 2014) serta parasitoid larva S. inferens (Diptera). Selain itu, penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarrhizium anisopliae juga cukup efektif dalam mengendalikan hama PBR (Diyasti, 2013). Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami berupa parasitoid larva S. inferens telah diuji pada skala laboratorium untuk mengendalikan P. castaneae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa turunan dari perkawinan yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya imago lalat. Turunan terbaik berasal dari perkawinan imago jantan dari lapangan dan imago betina dari laboratorium dengan persentase lalat yang terbentuk sebesar 59,17%. Hasil pengamatan persentase ulat yang terparasit menunjukkan bahwa daya parasitasi S. inferens dari turunan berbeda tidak berbeda nyata terhadap larva P. castaneae dengan persentase parasitasi tertinggi diperoleh pada perlakuan R1 (perkawinan sepasang imago jantan dan betina di laboratorium) sebesar 63,33% dan terendah perlakuan R2 (imago jantan dan betina dari hasil perkawinan R1) sebesar 47,50% (Khairiyah, 2008). Sanitasi kebun juga perlu dilakukan dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan, serta memusnahkan gelagah (Saccharum spontaneum) yang merupakan inang hama PBR (Diyasti, 2013).

Pakan Buatan Pakan buatan merupakan salah satu alternatif untuk perbanyakan larva PBR di laboratorium. Larva PBR yang merupakan hama penting pada tanaman tebu dipelihara, selanjutnya di inokulasikan kembali dengan parasitoid agar diperoleh parasitoid yang baik. Larva juga dipelihara untuk keperluan penelitian, penelitian membutuhkan larva yang sehat pada tahap perkembangan yang tepat dan jumlah yang memadai (Tende et al., 2011). Panchal dan Kachole (2013) telah meneliti siklus hidup dari hama Chilo partellus dalam pakan buatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah pertumbuhan dan perkembangan dari larva C. partellus meningkat secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhavani (2013) yang menyatakan bahwa C. infuscatellus berkembang dengan baik pada pakan buatan dan memiliki hasil yang relatif sama dengan pakan alaminya. Pakan buatan untuk serangga adalah komponen penting dari banyak sistem pemeliharaan serangga yang menghasilkan serangga untuk tujuan penelitian. Media gel agar untuk pakan umumnya disiapkan dalam proporsi secukupnya dan digunakan segera setelah persiapan karena bahan pakan mudah mengalami degradasi dan mudah rusak, seperti vitamin dan asam lemak, dapat mempengaruhi kualitas serangga yang dihasilkan (Brewer, 1984). Namun, waktu persiapan pakan yang mungkin tidak efisien, dan terlalu boros akan berdampak pada kelebihan bahan yang tidak terpakai sehingga dibuang, maka persentase pupa akan bervariasi, dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antar pakan, dimana persentase pupa yang terbentuk maksimum sebesar 83%. Ekstrusi dari pakan di

bawah suhu tinggi dan tekanan dapat menyebabkan munculnya bahan kimia yang tidak diinginkan dan perubahan fisik pada produk ekstrusi (Kim et al., 2014). Berikut ini adalah kompososi pakan buatan yang dikeluarkan oleh P3GI (2014) untuk hama C. sacchariphagus dan C. auricilius. Tabel 1. Komposisi pakan buatan untuk C. sacchariphagus dan C. auricilius Bahan Berat C. sacchariphagus Bojer C. auricilius Dudgeon Serbuk pucuk tebu 20 g 30 g Tepung kacang hijau 175 g 30 g Vitamin C 2.6 g 1.3 g Formalin 40% 0.3ml 0.3 ml Yeast (ragi roti) 25 g 13 g Nipagin 1.6g 1,6 g Sorbic acid 0.8 g 0.4 g Sukrose 20 g - Agar powder 10.2 g 5.1 g Air untuk agar 350 ml 350 ml Air untuk blender 120 ml - Banlate - 0.025 g Tauge Kacang Hijau - 18 g Alfazairy et al. (2012) juga melakukan penelitian dengan menggunakan pakan buatan untuk memperbanyak Spodoptera littoralis dengan komposisi pakan yang disarankan mengandung lentil kuning 180 g, Lens culinaris, beras 25 g, bubuk padi, bubuk ragi 18.5 g, asam askorbat 3 g, asam sorbat 4 g, 2.5 g natrium benzoat, 1 ml formalin (37-40%) dan air keran 575 ml. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa 180 g dari lentil kuning, L. culinaris dan beras 25 g dapat digunakan sebagai komponen bahan pakan buatan yang bergizi dan sebagai agen pembentuk gel tanpa mempengaruhi sifat fisik dari makanan untuk menghindari efek negatif kemungkinan terhadap pertumbuhan larva dan pupa.

Menurut Chen et al. (2014) berbagai macam formulasi pakan telah dikembangkan baik untuk larva maupun imago, terutama untuk efisiensi biaya dan pasokan bahan. Namun, hanya empat larva dan dua formulasi pakan untuk imago yang telah diterapkan di enam pabrik produksi massal lalat steril di Amerika Serikat, Meksiko dan Panama. Di sini, mereka meninjau secara singkat sejarah penelitian pakan screwworm dan pengembangannya, serta memperkenalkan formulasi pakan yang digunakan dalam pemeliharaan massal dan memaparkan kelebihan dan kekurangannya dari segi aplikasi pada tanaman. Viedma et al. (1985) menemukan komposisi pakan buatan yang sesuai untuk beberapa ordo serangga, termasuk famili Cossidae yang terdiri dari : Tabel 2. Komposisi pakan buatan untuk beberapa ordo serangga Bahan Berat Sintetis Semi sintetis Air destilata 25 cc 200 cc Agar 3,5 g 10 g Selulosa 2 g 1.3 g Glukosa 1,5 g 0.3 ml Yeast (ragi roti) 3 g 44 g Vitamin bebas kasein 1,2 g - Saccharose 2,5 g - Asam askorbat 0,4 g - Asam benzoat 0,1 g 1 g Campuran garam 1 g - Larutan Vitamin 2 cc - Nipagin 1 g 1 g Spesific component - 10 g Kecambah gandum - 44 g Maize semola / tepung jagung - 22 g Khusus untuk nipagin, 1 g nipagin dicampur dengan 5 cc alkohol 70%.

Nonci (2004); Wang et al. (2005) dan Kojima et al. (2010) melakukan pembiakan massal terhadap O. furnacalis untuk menguji keefektifan musuh alaminya seperti parasitoid Trichogramma ostriniae, T. dendrolini, predator Proreus sp., Euborellia sp., Lycosa sp., Chrysopa sp., dan Orius tristicolor dan patogen Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana; menguji adaptasi fisiologis O. furnacalis terhadap alelokimia yang dikeluarkan oleh tanaman inang (jagung); dan identifikasi tanaman atau rumputan yang menguntungkan tanaman utama karena menghasilkan semiokimia yang bersifat repellent terhadap hama serangga dan bersifat attractant terhadap musuh alami O. furnacalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa O. furnacalis yang dibiakkan secara massal dapat digunakan sebagai inang untuk perbanyakan parasitoid dan predator.