BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH VARIASI SUDUT PENEMBAKAN SHOT PEENING TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, KEKASARAN PERMUKAAN, DAN WETTABILITY PADA STAINLESS STEEL AISI-304

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a) b) c) d)

PENGARUH VARIASI JARAK PENEMBAKAN SHOT PEENING

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1 Hasil anodizing aluminium 1XXX dengan suhu elektrolit o C dan variasi waktu pencelupan (a) 5 menit. (b) 10 menit. (c) 15 menit.

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penyambungan Aluminium 6061 T6 dengan Metode CDFW. Gambar 4.1 Hasil Sambungan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Stara -1. Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB III METODE PENELITIAN

Tingkat Kekasaran Permukaan Stainless Steel 316L Akibat Tekanan Steelballpeening

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

TUGAS AKHIR. Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Laju Pengikisan Plat Baja ST 37 Pada Proses Sandblasting

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Stara -1. Pada Progran Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB III METODE PENELITIAN

Karakterisasi Material Sprocket

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

Analisis Pengaruh Time Buff Terhadap Tingkat Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses EDM MP-50 Material Stainless Steel SUS 304

PENGARUH VARIASI TEGANGAN DAN WAKTU PELAPISAN TERHADAP KEKILAPAN, KEKERASAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN ALUMINIUM

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, dan LAJU KOROSI PADA BAJA KARBON EMS-45 DENGAN METODE UJI JOMINY

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Start

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH TEKANAN UDARA DAN JENIS BLASTING NOZZLE TERHADAP LAJU PENGIKISAN PLAT BAJA SAAT PROSES SANDBLASTING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perbesaran 100x adalah 100 µm. Sebelum dilakukan pengujian materi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Optimasi Proses Sand Blasting Terhadap Laju Korosi Hasil Pengecatan Baja Aisi 430

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sifat kimia pada baja karbon rendah yang dilapisi dengan metode Hot Dip

BAB I PENDAHULUAN. semakin dibutuhkan. Semakin luas penggunaan las mempengaruhi. mudah penggunaannya juga dapat menekan biaya sehingga lebih

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA Sigit Gunawan 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Sesudah dilakukan pengujian Uji Tarik dan Struktur Mikro pada Baja SS-400,

ANALISIS TINGKAT KEKERASAN PADA LEFT HAND MAIN LANDING GEAR AXLE SLEEVE HASIL PROSES SHOT PEENING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

BAB I PENDAHULUAN. Dalam teknologi pengerjaan logam, proses electroplating. dikategorikan sebagai proses pengerjaan akhir (metal finishing).

EFEK PERLAKUAN PANAS AGING TERHADAP KEKERASAN DAN KETANGGUHAN IMPAK PADUAN ALUMINIUM AA ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN. peralatan sebagai berikut : XRF (X-Ray Fluorecense), SEM (Scanning Electron

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK MEKANIK STATIS BAJA UNS G10450 YANG MENGALAMI PROSES SHOT PEENING. Dini Cahyandari * ) Abstrak

PENGARUH TEMPERATUR ATOMISASI SEMPROT UDARA TERHADAP UKURAN, BENTUK DAN KEKERASAN HASIL COR ULANG SERBUK TIMAH PUTIH.

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dan pembahasan disajikan dalam bentuk gambar dan grafik. Penyajian dalam bentuk gambar dan grafik dengan tujuan agar lebih mudah dalam menganalisa dan memudahkan dalam membandingkan antara hasil penelitian yang satu dengan yang lain. Adapun penelitian yang dilakukan adalah uji struktur makro, struktur mikro,kekasaran permukaan,kekeraasan, ketebalan plat, dan uji wettability. 4.1. Hasil Proses Shot Peening Pengaruh terhadap perlakuan shot peening pada plat stainless steel AISI 304 terlihat cukup jelas seperti pada Gambar 4.1. dimana Pada (Gambar a) kondisi awal permukaan plat sampel terlihat rata dan bersih serta dengan adanya goresangoresan halus hasil dari proses pengampelasan. Proses pengampelasan dilakukan pada sampel stainless steel AISI 304 supaya permukaan sampel halus dan merata, selanjutnya sampel tersebut di autosol sampai terlihat mengkilap yang bertujuan untuk menyamakan kodisi awal pada permukaan material sampel. Kemudian pada (Gambar b), merupakan permukaan sampel yang telah dilakukan proses shot peening dengan sudut penyemprotan 30, permukaan tersebut terlihat kasar tetapi memiliki pori-pori kekasarannya lebih kecil. kemudian pada (Gambar c), sampel shot peening sudut 60 terlihat permukaannya paling kasar dibandingkan dengan sampel uji yang lain, jika dilihat permukaannya memiliki pori-pori yang sangat dalam, besar, dan merata. Pada (Gambar d), permukaan sampel shot peening pada sudut penyemprotan 90 permukaan sampel terlihat kasar tetapi tumbukan steel ball terlihat tidak terlalu dalam yang diakibatkan oleh tumbukan yang terus-menerus membuat bukit-bukit hasil shot peening merata kembali. Jika dilihat pada gambar 4.1. permukaan sampel yang mempunyai tingkat kekasaran paling tinggi setelah proes perlakuan shot peening terlihat pada sudut 60 atau pada (gambar c) pada sampel ini kekasaran 42

43 permukaan terlihat lebih kasar serta pori-pori sisa hasil tumbukan steel ball terlihat lebih besar dan merata. Gambar 4.1. Plat sepesimen (a) sepesimem tanpa perlakuan shot peening, specimen yang telah di shot peening dengan sudut (b) 30 (c) 60 (d) 90. 4.2. Hasil Pengujian dan Pembahasan 4.2.1. Hasil foto makro Pada pengujian foto makro Pada gambar 4.2 berikut menunjukkan adanya perubahan butiran halus dan butiran kasar yang merata pada permukaan plat sampel setelah dilakukan proses shot peening. pada gambar (a) merupakan permukaan setelah shot peening plat sampel sudut 30, terlihat permukaan sampel terlihat lebih pipih dan terlihat ada kawah-kawah kecil akibat dari tumbukan bolabola baja. kemudian pada gambar (b) merupakan permukaan sudut 60 pada permukaan sampel setelah perlakuan shot peeing, terlihat permukaa sampel terlihat lebih pipih serta pada permukaan sampel tersebut yang membuat nilai kekasaran dan kekerasan mengalami kenaikan paling tinggi. Pada gambar (c)

44 permukaan sudut 90 setelah perlakuan shot peening, terlihat pada permukaan tersebut terlihat lebih halus dan merata. Karena pada sudut penyemprotan 90 cekungan sisa shot peening kembali merata akibat tumbukan yang berulang-ulang yang membuat pada sudut 90 nilai kekasaran dan kekerasan mengalami sedikit penurunan. Gambar 4.2. Struktur makro (a) sudut 30 (b) sudut 60 (c) sudut 90

45 4.2.2. Hasil uji struktur mikro (Micro Hardness) Pengaruh dari perlakuan shot peening pada struktur mikro permukaan plat material sampel SS-304 yang ditunjukan pada Gambar 4.3 dengan menggunakan foto mikroskopopik tersebut menunjukkan foto perbandingan antara struktur mikro permukaan pada kondisi plat material selah diampelas (raw material), dan permukaan plat material setelah dilakukan perlakuan shot peening. Perlakuan shot peening dilakukan selama 10 menit dengan menggunakan variasi sudut penyemprotan 30, 60, dan 90. Setelah dilakukan perlakuan shot peening Terlihat cukup jelas perbedaannya antara struktur mikro permukaan plat sampel sebelum perlakuan dengan permukaan plat sesudah perlakuan shot peening. Gambar 4.3. Struktur mikro (a) RM (b) sudut 30 (c) sudut 60 (d) sudut 90

46 Pada gambar 4.3 merupakan hasil struktur mikro permukaan sampel, dimana pada gambar (a) merupakan permukaan struktur mikro sebelum perlakuan shot peening. Kemudian pada gambar (b, c, dan d) permukaan sampel struktur mikro sesudah perlakuan shot peening yaitu sudut 30, 60, dan 90. pada gambar 4.3 di atas merupakan struktur mikro permukaan SS-304 sebelum dan sesudah perlakuan shot peening dengan bembesaran 200 kalli. Sebelum pengamatan permukaan sampel diberi cairan etsa terlebih dahuli yaitu campuran nitrid acid (NHO3) dan hidrocloric acid (HCL). Dengan menggunakan perbandingan 50% banding 50 %. Setelah sampel dilakukan etsa kemudian permukaan dilihat butiran-butiran struktur mikro dengan menggunakan mikroskop. Gambar (a) struktur mikro permukaan Raw material atau tanpa perlakuan shot peening, dimana terlihat permukaan yang halus dan merata dengan goresan-goresan sisa pengamplasan serta belum terlihat dengan jelas batas butiran pada permukaannya. Gambar (b) merupakan permukaan sampel setelah perlakuan tumbukan shot peening dengan variasi sudut 30, terlihat batas pada permukaan lebih kecil serta alur goreasan pada pengamplasan masih terlihat jelas. Permukaan plat sampel terlihat jauh lebih kasar jika dibandingkan dengan permukaan Raw material. Pada permukaan terlihat timbulnya cekungan-cekungan yang menyerupai kawah. Haal tersebut kemungkinan efek dari tumbukan bola-bola baja pada permukaan sampel. steel ball ini menumbuk permukaan sampel dengan kecepat tinggi dan mengalami deformasi plastis pada sehingga menyebabkan timbulnya cekungan pada permukaan sampel. Cekungan ini yang membuat permukaan material menjadi kasar. Jejak sisa penumbukan bola-bola baja membuat kontur permukaan sampel seamakin tidak rata Gambar (c) menunjukan struktur mikro sampel variasi penyemprotan sudut 60 dengan waktu 10 menit dan tekanan 6 bar. Pada variasi ini, butiranbutiran terlihat lebih dalam dan pipih pada permukaan sampel. hal ini mungkin terjadi karena tumbukan bola-bola baja yang sangat keras dan menumbuk hingga dalam pada permukaan tersebut akibat sudut penembakan shot peening. Karena pada sudut 60 penumbukan bola-bola baja menyongkel lebih dalam serta

47 membuat lebih pipih pada permukaan. Hal tersebut yang membuat kekasaran dan kekerasan pada permukaan sampel lebih meningkat. Kemudian pada gambar (d) merupakan struktur mikro sampel dengan menggunakan variasi sudut penyemprotan 90, waktu penumbukan 10 menit, dan tekanan 6 bar. Pada variasi ini terlihat pipih dansekitar merata pada permukaan sampel. hal tersebut kemungkinan pada penumbukan sudut 90 menbuat permukaan plat sampel hanya memadatkan dan tidak membentuk kawah, itulah yang membuat nilai kekasaran dan kekerasan permukaan sampel mengalami penurunan. Gambar 4.4. Hasil struktur mikro plat sampel SS-316L. Rm, 4 bar, 5 bar, dan 6 bar (Saputra, 2016) Pada Gambar 4.4 penelitian Sputra (2016) menunjukan terlihat struktur mikro dari raw material yang memiliki permukaan cukup rata dengan alur-alur goresan. Setelah mengalami perlakuan shot peening butiran-butiran tersebut semakin jelas terlihat dan menjadi lebih pipih. Ini akibat adanya tumbukan dari material abrasif shot peening. Perubahan butiran tersebut adalah karena adanya several plastic deformation yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan pada butiranbutiran pipih itulah yang membuat kekerasan dan kekasaran pada spesimen meningkat. Butiran (grain) pada permukaan plat semakin kasar seiring dengan

Kekasaran Permukaan, Ra (µm) 48 semakin besarnya tekanan penyemprotan. Pada hasil foto struktur mikro menggunakan mikroskop optik ini, terlihat banyak butiran hitam yang disebakan adanya gelembung-gelembung hasil reaksi antara logam dengan cairan etsa. Reaksi inilah yang menghasilkan butiranbutiran hitam tersebut. 4.2.3. Hasil Uji Kekasaran Permukaan (Surface Roughness) Hasil pengujian kekasaran permukaan terhadap pengaruh shot peening terhadap plat sampel stainless steel AISI 304 ditunjukkan dengan nilai rata rata kekasaran permukaan Ra (µm) tiap variasi sampel, seperti pada tampilan Gambar 4.4. menunjukkan grafik perbandingan antara nilai kekasaran rata rata permukaan Ra (µm) dengan variabel sudut penyemprotan shot peening terhadap plat sampel dengan waktu 10 menit. Perlakuan shot peening meningkatkan nilai kekasaran permukaan plat sampel stainless steel AISI -304. Peningkatan nilai kekasaran permukaan yang terjadi sangat signifikan apabila dibandingkan dengan nilai kekasaran pada permukaan plat sebelum perlakuan shot peening (raw material) dengan nilai kekasaran permukaan plat setelah perlakuan shot peening. Penyebabnya merupakan efek dari identasi pada permukaan spesimen yang dihasilkan dari penembakan butiran bola-bola baja dengan tekanan dan pengaruh sudut penembakan kepermukaan spesimen uji. 3.000 2.500 2.000 1,903 2,416 2,026 1.500 1.000 0,894 0.500 0.000 RM 30 60 90 Sudut Penembakan ( ) Gambar 4.5. Grafik nilai rata-rata hasil uji kekasaran permukaan

49 Pada Gambar 4.5. menunjukkan grafik kekasaran permukaan akibat proses perlakuan shot peening dengan sudut penembakan (30, 60, dan 90 ), dengan tekanan penyemprotan 6 bar, dengan jarak nosel 100 mm dan dengan waktu penyemprotan selama 10 menit dipertahankan. Dari grafik diatas dapat dilihat, nilai rata-rata kekasaran permukaan tanpa perlakuan shot peening/raw material yaitu sebesar 0,894 µm. Kemudian setelah perlakuan shot peening permukaan sampel mengalami peningkatan nilai kekasaran. Pada perlakuan shot peening sudut penyemprotan 30 nilai kekasaran meningkat mencapai 1,903µm, selanjutnya pada sudut penyemprotan 60 nilai kekasaran permukaan meningkat sampai 2,416 µm, dan pada sudut penyemprotan 90 nilai kekasaran meningkat yaitu sebesar 2,026 µm. Dari tabel 4.1. nilai kekasaran rata-rata permukaan sampel cenderung fluktuatif. Nilai kekasaran pada penyemprotan sudut 30 meningkat yaitu mencapai 1,903µm, selanjutnnya pada penyemprotan sudut 60 nilai kekasaran mengalami peningkatan sebesar 2,416 µm, dan pada sudut penyemprotan 90 nilai kekasaran cenderung mengalami penurunan sebesar 2,026 µm. Gambar 4.6. Ilustrasi penumbukan bola baja pada permukaan sampel Hal ini kemungkinan disebabkan pengaruh terhadap sudut penyemprotan yang mengakibatan perubahan besar gaya tumbukan bola-bola baja terhadap permukaan sampel. Dilihat pada gambar 4.6 proses shot peening sudut 30 steel ball hanya menyerempet pada permukaan benda uji. kemungkinan disebabkan karena sudut penembakan benda uji terlalu miring membuat penumbukan bolabola baja hanya bisa menumbuk di bagian permukaan serta tidak bisa menumbuk hingga kedalam permukaan benda uji.

50 Selanjutnya pada sudut penyemprotan 60 proses shot peening membentuk cekungan serta bukit-bukit pada permukaan sampel lebih lebar dan dalam yang disebabkan oleh tumbukan secara berulang-ulang pada steel ball. Kemudian pada sudut 60 nilai kekasaran permukaan mengalami peningkatan pada permukaan sampel karena tekanan sehingga mampu menghasilkan deformasi yang lebih dalam pada permukaan sampel sehingga dapat menciptakan kembali bukit-bukit baru pada permukaan sampel. hal tersebut mungkin disebabkan oleh sudut penembakan steel ball, karena pada sudut 60 penumbukan permukaan sampel menghasilkan cenkungan-cekungan lebih lebar dan membentuk bukit-bukit tumbukan terlihat lebih besar pada permukaan setelah perlakuan shot peening yang dapat dilihat nilai kekasaran permukaan yang semakin tinggi serta meningkat. Kemudian pada proses shot peening sudut 90 permukaan sampel membentuk bukit-bukit yang diakibatkan oleh penumbukan steel ball yang terjadi karena penumbukan sampel secara berulang-ulang dan pemadatan pada permukaan sampel. Selain itu, pada sudut 90 terjadi penurunan nilai kekasaran permukaan yang mungkin disebabkan karena kekuatan tumbukan pada tekanan yang lebih tinggi ini mampu meratakan kembali bukit-bukit permukaan sampel yang terbentuk karena tumbukan steel ball yang lebih tinggi, sehingga hancurnya bukit-bukit serta pemadatan permukaan sampel terlihat pada nilai kekasaran permukaan yang mengalami menurun. Tabel 4.1. Nilai kekasaran (Ra) permukaan pada sampel stainless steel AISI-304. Kode Sudut penembakan Kekasaran permukaaan, Ra (µm) RM 0 0,894 µm ± 0,155 µm Sudut 30 30 1,903µm ± 0,204 µm Sudut 60 60 2,416 µm ± 0,168 µm Sudut 90 90 2,026 µm ± 0,305 µm

51 Pada gambar 4.4 dibawah penelitian Widayarta, dkk (2015), menunjukkan grafik nilai kekasaran pada permukaan sampel akibat proses sand-blasting tersebut mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya pembesaran variasi sudut penyemprotan terhadap permukaan sampel dari variasi sudut 30 sampai dengan sudut 60 yaitu dari Ra 1.532 μm menjadi 2.176 μm. Kekasaran permukaan sampel cenderung tidak mengalami perubahan dengan meningkatnya besar sudut semprotan dari sudut 60 sampai dengan sudut 90, yaitu 2.176 μm untuk sudut semprotan 60, 2.106 μm untuk sudut 75 dan untuk sudut penyemprotan 90 kekasaran permukaan sebesar 2.243 μm. Gambar 4.7. Grafik kekasaran permukaan (Widiyarta,dkk 2015) Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh erupbahan penyemprotan sudut nozzle terhadap sampel yang mengakibatkan perubahan besar gaya tumbukan steel ball terhadap permukaan sampel uji. Karena sudut nosel semakin kecil terhadap permukaan sampel, maka gaya tumbukan steel ball semakin kecil terhadap permukaan sampel. 4.2.4. Hasil uji ketebalan plat sampel Pengaruh plat sampel SS-304 dari perlakuan shot peening pada ketebalan nilai rata-rata (mm) setiap material sampel yang diukur dengan menggunakan

52 micrometer, seperti yang ditunjukan pada tabel 4.2. menunjukkan nilai ketebalan rata-rata (mm) pada variabel variasi sudut penyemprotan. Tabel 4.2. hasil rata-rata nilai ketebalan plat stainless steel AISI-304. Variasi Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Rata-rata RM 3.97 3.99 3.98 3.98 3.99 3.982 30 3.65 3.77 3.7 3.68 3.7 3.7 60 3.68 3.66 3.68 3.69 3.66 3.674 90 3.66 3.66 3.63 3.69 3.64 3.656 Terlihat perubahan ketebalan yang signifikan pada plat SS-304 sebelum dan sesudah perlakuan shot peening. pada perlakuan shot peening bahwasannya mengurangi pada ketebalan plat sampel. Ketebalan plat sampel banding terbalik dengan besar sudut penyemprotan. Karena semakin tinggi sudut penyemprotan shot peening maka membuat ketebalan plat sampel akan semakin berkurang/terkikis dan jika sudut penyemprotan shot peenig kecil maka tebal plat juga berkurang tetapi tidak sebesar dengan sudut penyemprotan yang tertinggi. Gambar 4.8. Grafik ketebalan plat

53 Pada gambar 4.8 menunjukan plat SS-304 bahwasannya sebelum perlakuan shot peening (raw material) memiliki ketebalan rata-rata sebesar 3,982 mm, kemudian pada sudut 30 ketebalan rata-rata sebesar 3,94 mm, selanjutnya mengalami penurunan ketebalan rata-rata pada material penembakan sudut 60 sebesar 3,674 mm, yang dikarenaka seiring dengan semakin meningkat sudut penembakan shor peening pada material uji. Selanjutnya ketebalan plat sampel mengalami penurun kembali atau ketebalan plat sampel yang terkecil pada penyemprotan sudut 90 yaitu sebesar 3,656 mm. itu artinya, jika ketebalan plat sampel setelah proses shot peening semakin kecil maka permukaan sampel tersebut akan semakin padat dan keras. Gambar 4.9. Grafik nilai rata-rata hasil pengukuran ketebalan plat (Saputra,2016) Pada penelitian Saputra (2016) gambar 4.9., terlihat bahwa perlakuan shot peening mengurangi ketebalan plat sampel SS-316L. Ketebalan plat banding terbalik dengan besarnya tekanan udara yang disemprotkan. Artinya, semakin tinggi tekanan penyemprotannya maka akan menghasilkan ketebalan plat yang semakin berkurang.

54 4.2.5. Hasil Uji Wettability (hydrophilic dan hydrophobic) Dari hasil uji sudut contact angle permukaan atau uji wettability yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa pengaruh perlakuan shot peening untuk nilai sudut contact angle pada plat sampel stainless steel AISI 304 yang ditampilkan pada Gambar 4.10. Dimana karakter suatu benda dikatakan suka air dan tidak suka air ini dilihat dari sudut, Contact angle (>90 ) menunjukkan bahwa material tersebut tidak suka air/hydrophobic terhadap permukaan, sementara sudut contact angle (<90 ) yang menunjukkan material tersebut karakternya suka air/hydrophilic terhadap permukaan. Gambar 4.10. Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304

55 Tabel 4.3. hasil nilai rata-rata sudut kontak angle pada stainless steel 304 Variasi Titik 1 Titik 2 Titik 3 Rata-rata RM 50.63 49 53.13 50.920 30 54.99 56.77 56.97 56.243 60 62.16 63.79 62.27 62.740 90 58.65 58.37 58.44 58.487 Pengukuran ini berdasarkan parameter penting dari tegangan muka dimana jumlahnya akan menentukan besar sudut yang dihasilkan. Jika dilihat pada tabel 4.3. hasil nilai rata-rata sudut contact angle raw material yaitu sebesar 50.920, untuk sudut 30 dengan 60 meliliki besaran sudut contact angle yaitu 56.243 dengan 62.740, kemudian untuk sudut 90 besar sudut contact angle yaitu sebesar 58.487. Dapat di simpulkan bahwasannya semua sampel stainless steel AISI 304 tersebut memiliki karakter terhadap permukaan bersifat hidrophilic yang dikarenakan besar sudut contact angle dari tiap sampel semuanya kurang dari 90º.Itu, artinya pada material steel ball bertabrakan secara terus-menerus yang menimbulkan deformasi serta membuat material tersebut kasar dan material tersebut bersifat suka air/hydrophilic. Kemudian pada penembakan sudut 60 karakter permukaan contact angle memiliki nilai wettability tertinggi, karena pada sudut 60 nilai kekasaran permukaan sampel sangat meningkat, yang membuat nilai sudut contact angle permukaan material tersebut ikut mengalami peningkatan.

56 Gambar 4.11. Grafik Hasil uji wetability dari sampel stainless steel AISI 304. Pada gambar 4.12. hasil pengujian wettability (Zamhari, 2016) pada material SS-304 dengan variasi steel ball penembak yang menunjukan niali wettability mengalami kenaikan trus. Pada sampel uji memiliki karakteristik material yang dapat menyerap air (hydrophilic) yang disebabkan karena sudut kontak setiap sampel masih dibawah 90. Gambar 4.12. Hasil uji wetability dari sampel SS-304 (Zamhari, 2016) Jika dilihat penelitian Zamhari (2016) pada gambar 4.12 hasil uji wettability yang diperoleh yaitu, material Raw material sebesar 54,2, pada sampel diameter steel ball 0,4 mm sebesar 44,4, kemudian pada sampel diameter

57 steel ball 0,6 mm sebesar 45,6, dan pada sampel diameter steel ball 0,7 mm memiliki sudut contact sebesar 50. Itu artinya, pada permukaan sampel dengan perlakuan shot peening lebih tinggi dibanding dengan sampel tanpa perlakuan shot peening (raw material). Parameter yang digunakan adalah jika suatu sampel sudut kontak yang tejadi semakin kecil, maka semakin menurun tingkat ketahanan korosi pada permukaan sampel tersebut. Begitupun sebaliknya jika sudut kontak yang terjadi semakin besar, maka semakin meningkat ketahanan korosi pada sampel tersebut. 4.2.6. Hasil uji kekerasan Perlakuan shot peening meningkatkan kekesaran pada permukaan sampel. nilai kekerasan terbesar berada pada permukaan dan mengalami penurunan secara bertahap menjauhi permukaan. Seperti penelitian-penelitian terdahulu yaitu Arifvianto dkk, (2011), Anugrah (2013), Saputra (2016) melihat dari penelitian terdahulu yang sama bahwa kekerasan akan mengalami penurunan menjauhi permukaan. Metode pengujian kekerasan distribusi pada penelitian ini dengan menguji kekerasan penampang sampel yang telah dilakukan proses penumbukan bola-bola baja. Pengujian kekerasan distribusi menggunakan beban 200 gf dengan titik kedalaman 0,05 mm, dan waktu 5 detik. Tabel 4.3. hasil uji distribusi kekerasan pada stainless stell AISI-304 jarak dari tepi Raw Material sudut 30 sudut 60 sudut 90 0.05 256.8 340.6 441.0 441.0 0.1 243.8 278.4 294.3 270.9 0.15 226.1 231.8 256.8 263.7 0.2 226.1 226.1 231.8 243.8 0.3 210.2 226.1 220.6 231.8 0.4 210.2 218.0 220.6 231.8 0.8 220.6 220.6 220.6 226.1 Pada table 4.3 menunjukan bahwa pada permukaan Raw material nilai kekerasan pada permukaan relative hampir sama, hanya saja pada titik pertama sedikit lebih besar nilai kekerasanya yaitu sebesar 256.8 kg/mm², hal tersebut kemungkinan disebabkan dari materialnya. Kemudian setelah dilakukan perlakuan

Kekerasan (VHN) 58 penumbukan bola-bola baja dengan variasi sudut 30 nilai kekerasan permukaan mengalami peningkatan yaitu sebesar 340.6 kg/mm². Pada titik selanjutnya nilai kekerasan mengalami penurunan pada kedalaman yang menjauhi permukaan. Hal tersebut terjadi karena nilai kekerasan yang menjauhi permukaan akan lebih lunak dibandingkan dengan kekerasan permukaannya. Selanjutnya pada sudut 60 dan 90 nilai kekerasan permukaan sama pada titik pertama yaitu sebesar 441.0 kg/mm². Tetapi jika dilihat pada gambar 4.13 grafik nilai kekerasan dari titik ke tiga hingga titik ke tujuh yang tertinggi pada sudut 90 yaitu sebesar 263.7 kg/mm² hingga 226.1 kg/mm². 500.0 450.0 400.0 350.0 300.0 Raw Material sudut 30 sudut 60 sudut 90 250.0 200.0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Jarak dari permukaan (mm) Gambar 4.13. Hasil kekerasan mikro Pada gambar 4.13 hasil distribusi kekerasan menunjukan kekerasan plat sampel setelah perlakuan shot peening yaitu yang pada sudut 90. Hal tersebut disebabkan karena adanya deformation plastic terhadap penyemprotan bola-bola baja yang akan memperkecil butiran-butiran permukaan sampel, karena tumbukan ini yang membuat partikel pada permukaan mendorong ke bagian yang semakin dalam sehingga menyebabkan bertambahnya nilai kekerasan yang membuat partikelnya menjadi lebh rapat dan padat. Kemudian pengaruh dari variasi sudut shot peening yaitu jika semakin tinggi sudutnya mengakibatkan nilai distribusi kekerasan sampel akan mengalami kenaikan.