BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebersihan makanan 2.1.1. Makanan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO (2007), yang dimaksud makanan adalah Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or prepared form, which are part of human diet. Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan. Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya: a) Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya. c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness) (Depkes, 2005). 2.1.2. Food Hygiene dan Sanitasi Makanan Pengertian hygiene menurut Depkes (2005) adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang
bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau memasak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan atau pemborosan makanan (World Health Organization, 2007). 2.1.3. Cara Penyimpanan Bahan Makanan Di Indonesia, pada umumnya setiap makanan dapat dengan leluasa beredar dan dijual tanpa harus terlebih dahulu melalui kontrol kualitas, dan kontrol keselamatan sehingga masih lebih 70 % makanan yang dijual dihasilkan oleh produsen yang masih tradisional yang dalam proses produksinya kebanyakan masih jauh dari persyaratan kesehatan dan keselamatan, sehingga kasus keracunan makanan meningkat (Zaenab, 2008). Bahan makanan yang dimaksud disini adalah bahan makanan yang mentah (segar) yaitu bahan makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, contohnya daging, beras, sayuran, singkong dan kentang. Makanan yang terolah (pabrik) yaitu makanan yang sudah dapat langsung dimakan tetapi digunakan untuk proses lebih lanjut. Contohnya tahu, tempe, kecap, ikan kaleng, kornet dan lain-lain. Makanan yang siap santap, yaitu nasi remes, soto mie, bakso, goreng ayam dan lain-lain (Zaenab, 2008).
Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannya perlu diperhatikan dengan maksud untuk menghindari terjadinya keracunan karena kesalahan penyimpanan. Contoh bahan makanan seperti bumbu dapur yang digunakan untuk proses pengolahan makanan hendaknya ditata dengan baik dalam wadah yang berbeda, sehingga apabila akan menggunakannya dengan mudah dapat mengambilnya, hindari penyimpanan bahan beracun dengan tempat penyimpanan bumbu dapur. Selain itu penyimpanan bahan makanan yang mudah rusak seperti ikan, sayur- sayuran, tomat, lombok yang belum digunakan sebaiknya disimpan dalam lemari es sesuai dengan suhu penyimpannya, sedangkan yang tidak mudah rusak disimpan digudang atau pada lemari bahan makanan (Zaenab, 2008). 2.1.4. Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan makanan menjadi makanan siap santap merupakan salah satu titik rawan terjadinya keracunan, banyak keracunan terjadi akibat tenaga pengolahnya yang tidak memperhatikan aspek sanitasi. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi, yang dikenal dengan istilah Good Manufactering Practice (GMP) atau cara produksi makanan yang baik. Terjadinya kasus keracunan makanan disebabkan karena tempat pengolahan makanan dan peralatan masak di mana peralatan masak juga dapat menyebabkan keracunan pada makanan. Kita ketahui bahwa logam dan senyawa kimia dapat terlarut dalam alat masak atau kontainer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan makanan, dapat menyebabkan keracunan. Logam dan senyawa kimia dapat terlaut, umumnya disebabkan karena makanan yang bersifat asam (Zaenab, 2008). Seorang tenaga pengolah makanan, atau penjamah makanan baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut, maupun menyajikan
dan memperhatikan hygiene perorangannya. Salah satu contoh adalah kebersihan tangan. Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau mengolah makanan (Zaenab, 2008). Seorang penjamah makanan yang tidak sehat dapat menjadi sumber penyakit dan dapat menyebar kesuatu masyarakat konsumen, peranannya dalam suatu penyebaran penyakit dengan cara kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah makanan yang sakit, misalnya batuk atau luka ditangan, dan pengolah atau penanganan makanan oleh penjamah makanan yang sakit atau pembawa kuman (Zaenab, 2008). Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai bakteri. Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak. Di antara bakteri terdapat beberapa bakteri yang menghasilkan racun (toksin), ada racun yang dikeluarkan oleh tubuhnya (eksotoksin), dan ada yang disimpan dalam tubuhnya (endotoksin/ enterotoksin). Sementara di dalam makanan juga terdapat enzim. Enzim terutama terdapat pada sayuran dan buah-buahan yang akan menjadikan buah matang dan kalau berlangsung terus buah akan menjadi busuk (Zaenab, 2008). 2.1.5. Penyajian Bahan Makanan Penyajian makanan juga salah satu faktor yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan. Penyajian oleh jasa boga berbeda dengan rumah makan. Di rumah makan tempat penyajian relatif berdekatan dengan dapur pengolahan, sehingga untuk terjadinya kontaminasi dengan lingkungan luar sangat sedikit, sedangkan pada jasa boga tempat penyajian bisa berkilokilometer dari tempat pengolahan, oleh karena itu maka faktor pengangkutan makanan menjadi penting karena akan mempengaruhi
kondisi penyajian. Keterlambatan penyajian dapat terjadi akibat adanya hambatan diluar dugaan, misalnya kemacetan lalu lintas/ gangguan lain dalam perjalanan. Tempat penyajian seperti di kantin melalui jasa boganya sebab kasus keracunan makanan pada umumnya terjadi di kantin-kantin dan lain-lain (Zaenab, 2008). 2.1.6. Penyakit-Penyakit Yang Dapat Ditimbulkan Gejala biasanya dimulai secara tiba-tiba dengan mual yang hebat dan muntah-muntah, sekitar 2-8 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala lainnya berupa kram perut, diare dan kadang-kadang sakit kepala dan demam. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah yang rendah (syok). Gejala biasanya berlangsung selama kurang dari 12 jam dan penyembuhannya sempurna. Kadang-kadang keracunan makanan dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit menahun (Camilleri,M., Murray,J.A., 2008) Diare adalah peningkatan frekuensi buang air besar dimana kotoran yang dikeluarkan lebih cair dari biasanya. Diare karena infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman baik virus, bakteri, atau parasit lainnya. Hal ini berarti seorang yang mengalami diare dapat menunjukkan gejala-gejala yang berbeda-beda tergantung dari penyebab diarenya itu. Gejala diare umumnya diawali dengan nyeri perut atau mulas (Kris, 2009). Diare yang terjadi selama lebih dari 2 minggu disebut sebagai diare kronik. Diare tanpa adanya darah biasanya disebabkan oleh virus, parasit atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri. Infeksi saluran pencernaan yang disebabkan suatu virus yang disebut rotavirus akan menyebabkan diare yang encer. Sebagian besar kuman yang menyebabkan diare juga dapat menyebabkan gejala-gejala lain seperti demam, hilangnya nafsu makan, nyeri perut, kram perut, mual, muntah, hilangnya berat badan, dan terutama dehidrasi. Kuman penyebab diare dapat pula masuk dan menyebar ke aliran
darah dan mengakibatkan infeksi di organ tubuh lain yang jauh dari pencernaan seperti otak (Kris, 2009). 2.1.7. Pengobatan Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat makanan tanpa melihat penyebab spesifik, pada prinsipnya adalah sama yaitu dengan menghindari mengkonsumsi makanan yang tercemar, memusnahkan atau melakukan denaturasi terhadap bahan pencemar, mencegah penyebaran lebih luas atau mencegah berkembang biaknya bahan pencemar. Prinsip utama perawatan diare adalah penggantian cairan serta garam dan mineral yang hilang melalui kotoran, muntah dan demamnya. Perkiraan jumlah cairan yang hilang dan beratnya muntah serta diare akan menentukan jenis terapi yang akan diberikan oleh dokter. Biasanya satusatunya pengobatan yang dibutuhkan adalah minum cairan yang cukup. Pada penderita yang muntah pun, harus minum sedikit demi sedikit untuk mengatasi dehidrasi, yang selanjutnya bisa membantu menghentikan muntahnya. Jika muntah berlangsung terus dan terjadi dehidrasi berat, mungkin diperlukan infus cairan dan elektrolit. Karena anak-anak lebih cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi, mereka harus diberi larutan garam dan gula. Cairan yang biasa digunakan seperti minuman bersoda, teh, minuman olahraga dan sari buah, tidak tepat diberikan kepada anak-anak dengan diare. Bila muntahnya hebat, bisa diberikan suntikan atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur) (Kris, 2009). Jika gejalanya membaik, penderita secara bertahap mendapatkan makanan lunak seperti gandum, pisang, bubur nasi, selai apel dan roti panggang. Jika makanan tersebut tidak menghentikan diare setelah 12-24 jam dan bila tidak terdapat darah pada tinja, berarti ada infeksi bakteri yang serius, dan diberikan obat-obat seperti difenoksilat, loperamide atau bismuth
subsalisilat. Karena antibiotik dapat menyebabkan diare dan merangsang pertumbuhan organisme yang resisten terhadap antibiotik, maka antibiotik jarang digunakan meskipun diketahui penyebabnya adalah bakteri (Ciesla, W.P. Jr., Guerrant, R.L., 2001). 2.1.8. Pencegahan Basuh tangan dengan sabun setiap kali selepas menggunakan tandas dan setiap kali sebelum dan selepas mengendalikan atau menyediakan makanan. Gunakan air panas dan bersabun untuk membersihkan perkakas memasak, papan memotong dan lain-lain permukaan yang digunakan. Apabila membeli-belah, menyediakan atau menyimpan makanan, asingkan daging mentah, ternakan, ikan dan makanan bercangkerang daripada makanan lain bagi mengelakkan pencemaran silang (CDC, 2005). Masak makanan pada suhu yang selamat. Cara terbaik bagi memastikannya adalah dengan menggunakan termometer makanan. Anda boleh membunuh organisma yang boleh menjejaskan yang terdapat dalam kebanyakan makanan dengan memasak pada suhu antara 63 C hingga 74 C. Sejukkan atau dinginkan makanan yang mudah rosak dalam tempoh dua jam pembelian atau penyediaannya. Jika suhu bilik lebih 32 C, sejukkan makanan yang tidak tahan lama itu dalam masa sejam. Letakkan makanan di dalam pembeku jika tidak mahu memakannya dalam masa dua hari. Mencairbekukan makanan dengan selamat. Jangan lembutkan makanan pada suhu bilik. Cara terbaik untuk melembutkan makanan adalah dengan mencairbekukan makanan di dalam peti sejuk atau mikro gelombang. Melalukan air sejuk ke atas makanan untuk melembutkannya juga selamat (CDC, 2005) Buangkan sahaja makanan itu kalau anda ragu-ragu dengan cara penyediaan, penyimpanan atau hidangannya. Makanan yang dibiarkan pada suhu bilik dengan terlalu lama mungkin mengandungi bakteri atau racun
yang tidak boleh dimusnahkan lagi walaupun dengan memasaknya. Jangan kecap makanan itu jika anda tidak pasti mengenai tahap keselamatan dan kebersihannya. Walaupun ia mungkin kelihatan (atau berbau) masih baik, ia mungkin tidak selamat lagi untuk dimakan. Berwaspadalah semasa menghidangkan makanan. Bakteri berbahaya boleh membiak dengan cepat semasa menyediakan makanan tanpa pemanasan atau pendingin sempurna terutamanya semasa majlis luar atau bufet. Buang sisa makanan yang berada pada suhu kamar lebih dua jam atau dalam cuaca panas, lebih empat jam. Lain-lain termasuk telur separuh masak atau makanan yang mengandungi telur seperti adunan biskut dan eskrim buatan sendiri, ulamulaman mentah; jus, tuak, susu dan produk susu yang tidak dipasteur (dibasmi kuman), keju lembut, mentega didinginkan dan beberapa lagi (CDC, 2005).