BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari (2013)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik wisata tersebut berada mendapat pemasukan dan pendapatan.

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. lokal merupakan paradigma yang sangat penting dalam kerangka pengembangan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V Perilaku Konsumen pada Pasar Konsumsi dan Pasar Bisnis

dari laut serta karangnya sampai kepada keindahan panorama gunung yang masyarakat lokal sampai kepada tradisi adat istiadat masyarakat Bali.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian

PERENCANAAN PARIWISATA PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT Sebuah Pendekatan Konsep

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. 1. Proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata di

BAB I PENDAHULUAN. jelas. Setiap kali mendengar nama Pulau Bali, yang langsung terlintas di kepala

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Bab I, pasal 1, UU No.9 Tahun 1990 menyatakan bahwa usaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. daya hayati tropis yang tidak hanya sangat beragam tetapi juga unik. Keragaman

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

BAB I PENDAHULUAN. pasar, produsen semakin lebih kreatif terhadap jasa dan produk yang ditawarkan

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan sebuah minat berkunjung yang terdiri dari pengenalan akan

BAB I PENDAHULUAN. ditengarai terdapat pergeseran orientasi, dari mass tourism menuju ke alternative

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

TERMINOLOGI PARTISIPATIF

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berpotensi sebagai daya tarik wisata. Dalam perkembangan industri. pariwisata di Indonesia pun menyuguhkan berbagai macam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sleman tahun membagi sumber daya pariwisata menjadi empat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB V PENUTUP. Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi Melalui Konsep Sustainable. 2. Sarana dan fasilitas perlu ditingkatkan pengawasannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. wisata. Pariwisata merupakan bagian dari wisata yaitu segala sesuatu yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal penting bagi suatu negara. Pariwisata bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berdasarkan arti tersebut pemberdaya dapat diartikan seseorang atau lembaga. Mardikanto (2012:27) mengemukakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia saat ini adalah cafe. Pada tahun 2016 ini banyak bisnis cafe

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Tegal merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kekokohannya dengan tetap menyerap jutaan lapangan pekerjaan

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

BAB I PASAR SENI DI WAIKABUBAK SUMBA BARAT NTT ARSITEKTUR TRADISIONAL SEBAGAI ACUAN PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. V, maka penulis menarik kesimpulan dan merumuskan beberapa saran atau

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sehari-hari membutuhkan refreshing dengan salah satu jalannya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 : 14).

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi saat ini, kehidupan perekonomian perusahaan

METODE PARTISIPATIF DALAM PENELITIAN KOMUNITAS ELLYA SUSILOWATI

PENGARUH REFERENCE GROUP TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN. Nadira Artantie.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengelola tanah hingga menanam bibit sampai menjadi padi semuanya dilakukan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. deskriptif dan verifikatif, dengan menggunakan regresi berganda, antara service

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

Engineering Sustainability (Rekayasa Berkelanjutan) Joko Sedyono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta 2015

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

BAB I PENDAHULUAN. dari perdagangan internasional yakni ekspor. Zakaria (2012) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat, memiliki wilayah (daerah) tertentu, adanya rakyat yang hidup teratur,

Tujuan Instruksional. Dibuat oleh Maya Pengantar Pariwisata 2

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. didasari oleh kebutuhan masyarakat Manding untuk hidup layak. Adanya

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Ada beberapa tinjauan penelitian yang dipakai sebagai bahan perbandingan dengan rumusan masalah yaitu penelitain yang dilakukan oleh Eriantari (2013) Analisis Potensi Atraksi Desa Pengotan Dalam Kerangka Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat Melalui Dukungan Baliwoso Camping Site yang membahas tentang potensi wisata di Desa Pengotan yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat dengan dukungan kerja sama antara pengelola, pemerintah daerah dan juga dinas pariwisata Kabupaten Bangli. Persamaan penelitian ini dengan sebelumnya terletak pada lokasi penelitian yaitu di Baliwoso Camp, Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ernawati (2010) Tingkat Kesiapan Desa Tihingan-Klungkung Bali Sebagai Tempat Wisata Berbasis Masyarakat dimana penelitian ini membahas peran serta masyarakat lokal dalam mengelola daya tarik wisata di Desa Tihingan-Klungkung dengan menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT) dan Sustainable Tourism. Dengan mempetimbangkan kepuasan wisatawan dan dampak yang diterima oleh masyarakt lokal atau desa. Persamaan penelitian ini terletak pada focus penelitian, sedangkan perbedaanya terletak di lokasi penelitian. Dalam penelitian yang berjudul Implementasi Pariwisata Berbasis Masyarakat dalam pengelolaan wisata minat khusus (Studi Kasus di Baliwoso Camp Desa

Pengotan Kabupaten Bangli) ini akan menjelaskan mengenai pemberdayaan masyarakat lokal Desa Pengotan dalam memberikan layanan jasa wisata terutama bagi wisatawan minat khusus. Juga untuk mengetahui sejauh mana pemeberdayaan yang dilakukan pengelola untuk masyarakat lokal Desa Pengotan dalam meningkatkan citra wisata minat khusus di daya tarik wisata Baliwoso Camp. Melalui pemberdayaan masyarakat dapat terbentuknya pariwisata yang berbasis masyarakat atau disebut dengan community based tourism (CBT). Serta mengetahui implementasi pariwisata berbasis masyarakat di Desa Pengotan Kabupaten Bangli dengan penerapan dan kebijakan yang telah diterapkan oleh pengelola serta dengan persetujuan masyarakat Desa Pengotan. 2.2 Landasan Konsep 1.2.1 Konsep Potensi Wisata Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang terdapat di sebuah daerah tertentu yang bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata (Pendit, 1999 :21). Secara umum potensi wisata dapat dijabarkab sebagai berikut: 1. Potensi alamiah merupakan potensi yang ada di masyarakat seperti potensi fisik dan geografis 2. Potensi budaya merupakan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, yakni kehidupan sosial budaya masyarakat, kesenian, adatistiadat, mata ppencaharian dan lainnya.

1.2.2 Konsep Wisatawan Wisatawan adalah semua orang yang memenuhi syarat untuk melakukan suatu perjalanan wisata seperti memiliki tujuan tertentu untuk melakukan perjalanan wisata. Wisatawan meninggalkan tempat tiggalnya lebih dari 24 jam dan perjalanan ini hanya sementara waktu dengan kata lain tidak menetap untuk jangka waktu yang lama di suatu daya tarik wisata yang dituju. Wiatawan juga mengeluarkan uang untuk keperluan di daerah tujuan wisata yang wisatawan kunjungi dan tidak ada maksud untuk mencari nafkah di daya tarik wisata tersebut (Pendit, 1986: 32). Apabila waktu berkunjung tidak lebih dari 24 jam maka dapat dikatakan sebagai pelancong (Purwanto dan Hilmi, 1994: 20). 1.2.3 Konsep Masyarakat Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling mengenal dan saling bergaul atau berinteraksi menurut suatu adat istiadat. Interaksi yang dimaksud bersifat berkelanjutan dan terikat oleh ras dan identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990). 1.2.4 Konsep Wisata Minat Khusus Wisata minat khusus merupakan wisatawan yang memiliki permintaan khusus diluar minat wisatwan lainnya. Wisatawan minat khusus memiliki perbedaan dengan wisatawan lainnya seperti wisata minat khusus diminati bagi sebagian orang yang berkaitan dengan latar belakang pekerjaan, hobi dan

pendidikan wisatawan. Wisata minat khusus dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu karna dapat dipengaruhi oleh trend yang terjadi di masyarakat. wisata minat khusus diperlukan perencanaan khusus yang melibatkan pemandu wisata yang telatih dan memiliki pengalaman yang mendalam mengenai daerah tujuan wisata yang akan dituju. Biaya yamg dibutuhkan dalam melakukan perjalanan wisata minat khusus cukup mahal karena membutuhkan waktu yang lama untuk menetap di daerah tujuan wisata tersebut (Marpaung, 2002: 52). Sasaran dari wisata minat khusus dapat berupa kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan maupun penelitian, dapat juga berupa temuan sejarah maupun budaya (Darsoprajitno, 2002: 194). 1.2.5 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptsikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan dan mempengaruhi teori yang berkembang belakangan. Pemaknaan dari konsep pemberdayaan itu sendiri diartiakan oleh Ife sebagai berikut: Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to complete more effectively with other interest, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to work the system, and so on (Ife, 1995). Defenisi diatas dapat diartikan bahwa konsep pemberdayaan sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu

dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin (Ife, 1995). Ada tiga tahap pemberdayaan (Sulistiyani, 2004: 83) yaitu: 1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peningkatan kapasistaas diri. Pada tahap ini pihak pemberdaya menciptakan pra kondisi, supa dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu. Sehingga akan dapat merangsang kesadaran masyarakat tentang perlunya memperbaiki kondisiuntuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk memperbaiki kondisi. 2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dalam pembangunan. Tahap ini dapat terjadi dan berjalan dengan efektif apabila tahap pertama telah terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan, keterampilan yang memiliki relevannsi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan, keterampilan dasar yang msyarakat butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pad tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif yang mandiri. Tahap ini merupakan tahap untuk membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut ditandai dengan kemampuan masyarakat untuk membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan, sedangkan pemerintah hanya menjadi fasilitator saja. 1.2.6 Community based tourism (CBT) Konsep Community based tourim (CBT) adalah konsep yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. Community based tourism juga dijadikan alat untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan (Suansri, 2003). Berikut merupakan prinsip dasar Community based tourism: 1. Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas atau masyarakat dalam pariwisata 2. Mengikut sertakan anggota, komunitas atau masyarakat dalam memulai setiap aspek 3. Mengembangkan kebanggan komunitas atau masyarakat 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat 5. Menjamin keberlanjutan lingkungan 6. Memepertahankan keunikan karakter budaya

7. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya pada komunitas atau masyarakat 8. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia 9. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas atau masyarakat. 10. Berperan dalam menentukan pendapatan dalam proyek yang ada dalam komunitas atau masyarakat. 1.2.7 Konsep Implementasi Implementasi merupakan suatu rangkaian aktivitas untuk menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga dapat memberikan hasil yang diharapkan. Rangkaian tersebut dapat berupa persiapan peraturan lanjutan yang merupakan kebijakan tersebut. Menyiapkan sumber daya untuk menggerakkan kebijakan tersebut seperti sarana dan prasarana, keuangan serta yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Syaukani, 2004: 295). Tiga unsur penting dalam proses implemetasi (Syukur dalam Surmayadi 2005:79) adalah sebagai berikut: 1. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan. 2. Target kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan ditetapkan akan menerima manfaat dari program, perubahan atau peningkatan. 3. Unsur pelaksana baik itu perorangan ataupun organisasi untuk bertanggung jawab dalam memperoleh pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

2.3 Teori Analisis 1.3.1 Tipologi Partisipasi Masyarakat Menurut Tosun (2004), partisipasi masyarakat dibagi dalam tiga tipologi, yaitu : 1. Partisipasi spontan (spontaneous participation), yang artinya partisipasi masyarakat terjadi secara sukarela, tanpa didorong oleh pihak luar. Bentuk ini merupakan bentuk yang ideal dari partisipasi masyarakat. Namun, untuk penjelasan lebih terperinci lagi, jenis partisipasi ini terbagi dalam beberapa dimensi, sebagai berikut : a. Partisipasi aktif (active participation), dimana dapat terjadi jika masyarakat mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri dan mendapatkan kepuasan. Contohnya adalah ketika masyarakat melakukan perannya secara bebas dan memiliki kehendak bebas untuk mengambil keputusan b. Partisipasi langsung (direct participation), dimana adanya interaksi langsung kepada masyarakat untuk mengambil keputusan dan masyarakat secara langsung dapat menyampaikan aspirasinya. c. Partisipasi tidak resmi (informal participation), adanya interaksi yang terjadi di luar status resmi partisipasi antara pemimpin lokal dan pihak pengembangan masyarakat. d. Partisipasi yang asli (authentic participation), adanya kesadaran masyarakat untuk menjadi penanggungjawab sepenuhnya atas keputusan yang telah diambil, dimana mengharapkan bagian yang lebih besar dari hasil pengembangan. Biasanya partisipasi ini menunjukkan keterlibatan masyarakat lokal yang mana mereka bukan hanya

membutuhkan perubahan dalam bidang politik nasional, tetapi juga menginginkan sebuah perubahan dalam bidang ekonomi. 2. Partisipasi terdorong (induced participation), dimana adanya dukungan, perintah dan secara resmi disetujui. Jenis partisipasi ini paling sering ditemui di negara-negara berkembang, dimana pemerintah memiliki peran utama untuk memulai aksi partisipatif melalui strategi-strategi untuk mendorong dan melatih pemimpin lokal agar mengambil peran memimpin, membangun, kerjasama dan mendukung masyarakat. Untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang partisipasi ini, maka akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu : a. Partisipasi pasif (passive participation), terjadi dimana masyarakat hanya terlibat dalam pelaksanaan dan tidak dilibatkan saat pengambilan keputusan. b. Partisipasi tidak langsung (indirect participation), dimana masyarakat tidak mengalami sendiri dan keputusan yang diambil tidak disampaikan langsung, namun melalui perwakilan lembaga atau kelompok tertentu yang ditunjuk secara umum. c. Partisipasi resmi (formal participation), dimana sudah terstatus dan disetujui secara resmi, yaitu peraturan dan batasan partisipasinya ditetapkan oleh pemerintah.

d. Partisipasi semu (pseudo participation), dimana masyarakat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi masyarakat terlibat dalam pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh pihak lain. 3. Partisipasi terpaksa (coercive participation), merupakan bentuk partisipasi yang paling ekstrim, dimana masyarakat diwajibkan dan dimanipulasi oleh pihak penguasa untuk terlibat dalam pengembangan. Mungkin dalam jangka pendek, ada hasil secara langsung. Namun, dalam jangka panjang, partisipasi ini akan kehilangan dukungan dari masyarakat, tidak menghasilkan bahkan mengikis minat masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas pengembangan. 1.3.2 Teori pelayanan dan kualitas pelayanan Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Menurut Kotlern dalam Sampara Lukman. Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan ataupun kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan adalah suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Sinambela, 2010:3). Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak

dikaitkan pada satu produk fisik. Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu sendiri. Pada umumnya pelayanan yang bertaraf tinggi akan menghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang lebih sering. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut: 1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan. 2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. 3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (Kotler 2002:83). 1.3.3 Teori kepuasan pelanggan Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara hasil yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan dapat mengalami salah satu dari tingkat kepuasan berikut : 1. Bila kinerja produk lebih buruk dari harapan, pelanggan akan merasa tidak puas. 2. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas. 3. Bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan merasa sangat puas atau gembira (Kotler, 2002).