PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS RAGAM OSILASI CURAH HUJAN DI PROBOLINGGO DAN MALANG

PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HU]AN DI DAERAH ACEH DAN SOLOK

PENERAPAN DISTRIBUSI PELUANG UNTUK IDENTIFIKASI PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTRIM

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Phenomena Atmosfer Yang Mempengaruhi Hujan di Wilayah Equator (Padang dan Pontianak)

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

Kementerian PPN/Bappenas

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

ANALISIS VARIASI CURAH HUJAN HARIAN UNTUK MENENTUKAN RAGAM OSILASI ATMOSFER DI KOTA PADANG (Studi Kasus Data Curah Hujan Harian Tahun )

I. INFORMASI METEOROLOGI

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Musim Hujan. Musim Kemarau

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

PENGARUH EL NIÑO 1997 TERHADAP VARIABILITAS MUSIM DI PROVINSI JAWA TIMUR

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISIS STATISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI INDONESIA UNTUK EVALUASI PERUBAHAN IKLIM

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Musim Hujan dan Monsun

I. INFORMASI METEOROLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. interaksi proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

LAPORAN POTENSI HUJAN AKHIR JANUARI HINGGA AWAL FEBRUARI 2016 DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MATARAM DAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TANGGAL JUNI 2017

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. permukaan Bumi (Shauji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

KARAKTERISASI POLA CURAH HUJAN DI SUMATERA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN NCEP/NCAR REANALYSIS

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

UJI KECENDERUNGAN UNSUR-UNSUR IKLIM DI CEKUNGAN BANDUNG DENGAN METODE MANN-KENDALL

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

ANALISIS ANGIN ZONAL DI INDONESIA SELAMA PERIODE ENSO

MONITORING DINAMIKA ATMOSFER DAN PRAKIRAAN CURAH HUJAN SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

ANALISIS CUACA PADA SAAT PELAKSANAAN TMC PENANGGULANGAN BANJIR JAKARTA JANUARI FEBRUARI Abstract

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

DAMPAK DIPOLE MODE TERHADAP ANGIN ZONAL

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

PENGANTAR. Bogor, September 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR. DEDI SUCAHYONO S, S.Si, M.Si NIP

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

PENGANTAR. Bogor, Maret 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

PENGARUH EL NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) TERHADAP CURAH HUJAN MUSIMAN DAN TAHUNAN DI INDONESIA. Zulfahmi Sitompul

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

PENGARUH EL NIÑO TERHADAP VARIABILITAS CURAH HUJAN DI SUMATERA UTARA

ANALISA VARIABILITAS CURAH HUJAN DI PALU BERDASARKAN DATA PENGAMATAN TAHUN

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT. ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN UPDATED DASARIAN I APRIL 2017

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

MEKANISME INTERAKSI MONSUN ASIA DAN ENSO

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

PENGARUH SEBARAN SUHU UDARA DARI AUSTRALIA TERHADAP SUHU UDARA DI BALI. Oleh, Erasmus Kayadu

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

VARIABILITAS MUSIM HUJAN DI KABUPATEN INDRAMAYU

PRAKIRAAN ANOMALI IKLIM TAHUN 2016 BMKG DI JAWA TENGAH

Pasang Surut Surabaya Selama Terjadi El-Nino

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN FEBRUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI MALIKUSSALEH-ACEH UTARA. Oleh Febryanto Simanjuntak S.Tr

HUBUNGAN ANTARA ANOMALI SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN CURAH HUJAN DI JAWA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU. Irkhos 1) dan M. Sutarno 2)

DAFTAR PUSTAKA. American Geology Institute Glossary of Geology and Related Sciences, American Geological Institute, Washington, D.C., hal.

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Penerapan dan Pendidikan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 PERUBAHAN KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN DI YOGJAKARTA, SEMARANG, SURABAYA, PROBOLINGGO DAN MALANG Juniarti Visa Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN Bandung Jl. DR. Junjunan 133, Telp:22-637445 Fax:22-637443, Bandung-4173 e-mail: visamodel@yahoo.com ; inavisa@bdg.lapan.go.id Abstrak Telah dilakukan penelitian Perubahan Klimatologis Curah Hujan di daerah Yogyakarta (-7.49 LS; 112.24 BT), Semarang (6.96 LS; 11.42 BT), Surabaya (-7.39 LS; 112.87 BT), Probolinggo (-7.98 LS; 113.21 BT) dan Malang (-7.98 LS; 112.6 BT) dengan menggunakan data curah hujan bulanan selama 14 tahun (191-25) yang diperoleh dari BMG. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mempelajari perubahan iklim dalam kurun waktu 191-25. Untuk menunjukkan bahwa variasi curah hujan bersifat unik dan mengkaji ada tidaknya perubahan curah hujan klimatologis (kurun waktu 3 tahunan), Dalam penelitian ini difokuskan pada bulan basah (Desember Januari Februari) dan bulan kering (Juni Juli Agustus). Dari hasil analisis data diperoleh untuk daerah Yogyakarta rata-rata curah hujan pada bulan basah(djf) sebesar 352 mm/bln, dan pada bulan kering (JJA) sebesar 55 mm/bln. Peluang curah hujan maksimum terjadi pada bulan basah DJF-2 (1911-194) sebesar 42 %, Peluang pada bulan kering JJA-8 (1971-2) sebesar 54 %. Daerah Semarang rata-rata curah hujan pada bulan basah(djf) sebesar 349 mm/bln dan pada bulan kering (JJA) sebesar 95 mm/bln. Untuk peluang curah hujan maksimum pada bulan basah (DJF) sebesar 55 % pada periode DJF-4 (1931-196) dan 48 % pada bulan bulan kering (JJA) yang terjadi pada periode JJA-9(1981-25). Selanjutnya rata-rata curah hujan pada bulan basah (DJF) di Surabaya sebesar 291 mm/bln dan pada bulan kering (JJA) sebesar 4 mm/bln. Untuk peluang curah hujannya maksimum sebesar 59 % pada periode DJF-4 (1931-196) dan 45 % pada periode JJA-8 (1971-2) di bulan kering. Kemudian daerah Probolinggo rata-rata curah hujan pada bulan basah (DJF) sebesar 261 mm/bln, pada bulan kering(jja) sebesar 33 mm/bln. Sedangkan peluang curah hujan di daerah Probolinggo ini maksimum terjadi pada periode DJF-9 (1981-25) sebesar 32 %. Peluang curah hujan bulan kering (JJA) di Probolinggo terjadi pada periode JJA-5(1941-197) sebesar 51 %. Malang rata-rata curah hujan pada bulan basah(djf) sebesar 321 mm/bln dan pada bulan kering(jja) sebesar 49 mm/bln. Peluang curah hujan maksimum terjadi pada periode DJF-8 (1971-2) sebesar 59 % dan peluang maksimum sebesar 56 % yang terjadi pada periode JJA-8 (1971-2). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan klimatologis curah hujan selama 14 tahun, diperolehnya pergeseranpergeseran pola curah hujan klimatologis. Kata kunci : Curah hujan, bulan basah (DJF, bulan kering (JJA) 1. PENDAHULUAN Secara umum iklim didefinisikan sebagai keragaman keadaan fisik atmosfer. Sistem iklim dalam hubungannya dengan perubahan iklim menurut United Nation Framework Convention on Climate Change adalah Totalitas atmosfer, hidrosfer, biosfer dan geosfer dengan interaksinya. Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak F-477

Juniarti Visa /Perubahan Klimatologis Curah... langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang (Trenberth, Houghton and Filho. 1995). Secara Statistik Perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsurnya yang mempunyai kecenderungan naik atau turun secara nyata yang menyertai keragaman harian, musiman maupun siklus. Fenomena iklim ini harus dipelajari dari data pada periode pengamatan iklim yang panjang. Kendala ketersediaan data iklim dalam periode yang panjang inilah yang dihadapi oleh negara berkembang seperti di Indonesia. Akibatnya identifikasi perubahan iklim sulit untuk dilakukan. Untuk menunjukkan bahwa variasi curah hujan bersifat unik dan mengkaji ada tidaknya perubahan curah hujan klimatologis (kurun waktu 3 tahunan), maka dalam makalah ini disajikan hasil interpretasi dan analisis data curah hujan di Yogjakarta, Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang dengan menggunakan data curah hujan bulanan selama 15 tahun (191-25). Informasi terjadinya perubahan curah hujan dalam perioda klimatologis penting bagi sektor yang membutuhkan data curah hujan untuk menjalankan kegiatannya (misalnya: pertaninan, perkebunan, pariwisata dll), sehingga jika terjadi perubahan curah hujan dapat segera menyesuaikan kegiatannya. Dalam penelitian ini membahas keadaan curah hujan pada periode 1 sampai periode 9 untuk melihat kemungkinan terjadinya perubahan iklim di daerah Yogyakarta Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang. Pengambilan periode 1: 191-193 sebagai periode standar dengan pemikiran pada tahun tersebut kondisi atmosfer Indonesia khususnya Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang masih bersih belum tercemari dengan aktivitas manusia. Sedangkan periode berikutnya dianggap pembangunan industri dan kenaikan jumlah penduduk diikuti dengan aktivitas manusia sudah mulai terasa. 2. DATA DAN METODOLOGI Variabilitas curah hujan di Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang dievaluasi melalui rata-rata curah hujan bulanan selama 15 tahun (191-25), dimana data curah hujan diperoleh dari Badan Meteologi dan Geofisika. Anomali curah hujan dan peluang curah hujan digunakan sebagai indikator perubahan sifat curah hujan dalam perioda klimatologis. Analisis anomali dan peluang dilakukan untuk kelompok data 3 tahun pertama, yaitu antara 191 dan 193, selanjutnya kelompok kedua dari 1911 194, yaitu bergeser 1 tahun berikutnya dengan rentang data tetap setiap 3 tahun. Hal yang sama dilakukan untuk kelompok ke-tiga hingga kelompok kesembilan untuk data dari tahun 1921 hingga 25. Penelitian ini di fokuskan pada bulan-bulan basah (DJF) dan bulan-bulan kering(jja). Katagori anomali dibagi atas curah hujan normal, di bawah normal dan di atas normal sesuai definisi Badan Meteorologi dan Geofisika (2). Sifat hujan normal berarti bahwa akumulasi curah hujan yang terjadi di suatu daerah prakiraan musim hujan berada di antara 85% dan 115 % terhadap nilai rata-rata selama 3 tahun. Kondisi di atas normal berarti bahwa akumulasi curah hujan lebih tinggi dari batas atas nilai normal. Dan curah hujan dibawah normal berarti akumulasi curah hujan selama musim hujan lebih rendah dari batas bawah nilai normal. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Indonesia mempunyai 3 pola curah hujan yaitu Pola curah hujan ekuatorial, pola curah hujan monsunal dan pola curah hujan lokal. Dari analisis data curah hujan bulanan diperoleh pola curah hujan untuk daerah Yogyakarta Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang, semuanya mempunyai pola curah hujan monsunal. Selanjutnya hasil pengolahan data untuk daerah penelitian Yogyakarta diperoleh intensitas curah hujan maksimum pada bulan basah (DJF) sebesar 853 mm/bln, pada bulan kering(jja) sebesar 369 mm/bln. Semarang pada bulan basah(djf) intensitas curah hujan sebesar 1271 mm/bln, bulan kering (JJA) sebesar 355 mm/bln. Surabaya intensitas curah hujan maksimum sebesar 111 mm/bln pada bulan basah (DJF) dan bulan kering(jja) sebesar 216 mm/bln. Sedangkan daerah Probolinggo curah hujan maksimum pada bulan basah (DJF) sebesar 587 mm/bln dan bulan kering F-478

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Penerapan dan Pendidikan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 (JJA) sebesar 26 mm/bln. Kemudian daerah Malang intensitas curah hunjan maksimum sebesar 1157 mm/bln dan untuk bulan kering (JJA) sebesar 334 mm/bln. Anomali curah hujan yang terjadi di daerah Yogyakarta selama bulan basah(djf ) normal saja maksudnya selama 15 tahun 191-25 intensitas curah hujan selalu berada dalam batas normal. Sedangkan pada bulan kering(jja) intensitas curah hujan pada periode JJA-4 dan JJA-5 berada diatas normal, sedangkan pada periode JJA-9 berada dibawah normal. Peluang curah hujan di Yogyakarta, paling tinggi sebesar 43% yang terjadi pada periode DJF-2 dan pada bulan kering(jja) sebesar 54 % terjadi pada priode JJA-8. Sedangkan untuk daerah Semarang pada bulan basah(djf), anomali curah hujan ditemui pada periode DJF-4, DJF-5 dan DJF-6 yang berada dibawah normal. Untuk bulan kering(jja) kondisi curah hujan berada di atas normal, pada periode JJA-4 dan JJA-5. Kemudian untuk peluang curah hujannya pada bulan basah (DJF) sebesar 55% yang diperoleh pada periode DJF-4. Surabaya kondisi curah hujan pada bulan basah(djf) seluruh periode berada dalam batas normal, sedangkan pada bulan kering(jja) anomali curah hujan terjadi pada periode JJA-5, JJA-6, JJA-7 dan JJA-8 berada dibawah normal. Untuk peluang curah hujan maksimum pada bulan basah(djf) terjadi pada periode DJF-3 sebesar 61%, pada bulan kering sebesar 45 % yang ditemui pada periode JJA8. Daerah Probolinggo pada bulan basah(djf) intensitas curah hujan berada dibawah normal untuk periode DJF-4, sedangkan pada bulan kering(jja) intensitas curah hujan berada di atas normal untuk periode JJA-3 dan JJA-4, namun untuk JJA-5, JJA-6, JJA-7 dan JJA-8 berada dibawah normal. Peluang curah hujan maksimum sebesar 32 % pada periode DJF-9 dan 45 % pada periode JJA-8. Daerah Malang anomali curah hujan pada bulan basah (DJF) normal, akan tetapi bulan kering(jja) untuk periode JJA-3 berada diatas normal dan pada periode JJA- 9 anomali curah hujan berada di bawah normal dengan peluang maksimum sebesar 61 % pada periode DJF-9 dan 56 % pada periode JJA-7. 3.2. Pembahasan Hujan di Indonesia memang dipengaruhi oleh ENSO, akan tetapi besar kecilnya pengaruh itu beragam dari satu tempat ke tempat yang lain. Pengaruh itu sangat besar pada daerah yang memiliki pola hujan monsun, kecil pada daerah yang memiliki pola curah hujan equatorial serta tidak jelas pada daerah yang memiliki pola hujan lokal (yaitu pola hujan yang berkebalikan dengan pola monsun). (Ian J. Partridge, Mansur Ma shum, 22). Gambar 3.2-1: Wilayah Indonesia yang dipengaruhi oleh beda musim (Ian J. Partridge dan Mansur Ma shum, 22). Gambar 3.2-1, Yang memperlihatkan pola-pola curah hujan di Indonesia. Ada tiga macam pola curah hujan di Indonesia yaitu pola curah hujan ekuatorial dimana terdapat dua puncak /maksimum yang terjadi pada bulan April dan November, pola curah hujan monsunal adalah pola curah hujan dengan dua puncak/maksimum yang terjadi pada awal dan akhir tahun sedangkan pola curah hujan lokal F-479

Peluang(%) Peluang(%) Juniarti Visa /Perubahan Klimatologis Curah... polanya kebalikan dari pola curah hujan monsunal. Dalam penelitian ini, dari hasil pengolahan data diperoleh pola curah hujan untuk daerah Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang adalah pola curah hujan monsunal. Daerah Yogyakarta Dari hasil analisis data seperti terlihat pada gambar 3.2-2 yang menjelaskan tentang kondisi curah hujan pada periode bulan-bulan basah (DJF) dan bulan kering(jja). Gambar 3.2-2: Anomali curah hujan di Yogyakarta pada bulan-bulan basah, kering. (A = batas atas normal, B = batas bawah normal, Stan= rata-rata 191-193, DJF = rata-rata Desember-Januari-Februari, JJA = rata-rata Juni-Juli-Agustus) Dari gambar 3.2-2 adalah kondisi Curah hujan bulan basah(djf) terlihat normal atau berada dalam batas normal, dan berbebeda dengan gambar 3.2-2 memperlihatkan anomali curah hujan pada periode JJA-3 dan JJA-4 berada diatas normal, sedangkan untuk periode JJA-9 berada di bawah normal. Kemudian untuk peluang curah hujan dapat dilihat pada gambar 3.2.3, yang menggambarkan distribusi peluang paling besar pada saat periode DJF-2 sebesar 43 % namun dari gambar 3.2.3 ini tampak bahwa untuk setiap periode pada bulan basah(djf) intensitas curah hujan yang sering muncul berkisar antara 247.5 mm/bln sampai 468 mm/bln. Sedangkan untuk bulan kering (JJA) gambar 3.2-3 memperlihatkan intensitas curah hujan yang sering muncul antara mm/bln sampai 99 mm/bln dan distribusi peluang paling tinggi terjadi pada periode JJA-8 sebesar 54 %. Peluang Ch. bulan basah (DJF).45.4.35.3.25.2 5.5 27 137.3 247.5 357.8 468 578.3 688.5 798.8 djf-1 djf-2 djf-3 djf-4 djf-5 djf-6 djf-7 djf-8 djf-9.6.55.5.45.4.35.3.25.2 5.5 Peluang Ch. bulan kering (JJA) 49 99 148 197 246 296 345 Gambar 3.2-3 : Peluang curah hujan di Yogyakarta pada bulan-bulan basah, kering Daerah Semarang. Dari hasil pengolahan data curah hujan diketahui hasilnya seperti yang terlihat pada gambar 3.2-4a yang menunjukkan kondisi curah hujan selama 15 tahun yang difokuskan pada bulan basah(djf) dan bulan kering(jja). Jadi pada bulan basah(djf) di periode DJF-4, DJF-5 dan DJF-6 curah hujan di Semarang berada dibawah normal berarti akumulasi curah hujan selama musim hujan lebih rendah dari batas nilai normal. Untuk bulan kering(jja) dapat dilihat pada gambar 3.2-4b, dimana kondisi curah hujan pada awal periode JJA-1, JJA-2 dan JJA-3 berada dalam batas normal JJA- jja-1 jja-2 jja-3 jja-4 jja-5 jja-6 jja-7 jja-8 jja-9 F-48

Peluang(%) Peluang(%) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Penerapan dan Pendidikan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 4, JJA-5 dan JJA-6 berada diatas normal yang berarti akumulasi curah hujan selama musim kering lebih tinggi dari batas nilai normal. Gambar 3.2-4: Anomali curah hujan di Semarang pada bulan-bulan basah, kering (A = batas atas normal, B = batas bawah normal, Stan= rata-rata 191-193, DJF = rata-rata Desember-Januari-Februari, JJA = rata-rata Juni-Juli-Agustus). Untuk distribusi peluang curah hujan, dapat dilihat pada gambar 3.2-5a dimana pada bulan basah (DJF) terlihat peluang curah hujan paling tinggi terjadi pada periode DJF-4 (1931-196), sebesar.55 % pada intensitas curah hujan 339.3 mm/bln. Dalam distribusi peluang selanjutnya intensitas curah hujan yang sering muncul adalah dalam range 169.6 mm/bln sampai 58.9 mm/bln (gambar 3.2-5a), sedangkan pada bulan kering (JJA) gambar 3.2-5b, memperlihatkan peluang curah hujan maksimum sebesar.48 % dengan intensitas curah hujan 47.4 mm/bln. Untuk dstribusi peluang pada bulan kering(jja) ini, intensitas curah hujan yang sering muncul adalah antara mm/bln sampai 94.8 mm/bln..6.5.4.3.2 Peluang curah hujan bulan basah(djf) 169.6 339.3 58.9 678.6 848.2 117.9 1187.5 djf1 djf2 djf3 djf4 djf5 djf6 djf7 djf8 djf9.6.5.4.3.2 Peluang curah hujan bulan kering(jja). 47.4 94.8 142.2 189.5 236.9 284.3 Gambar 3.2-5 : Peluang curah hujan di Semarang pada bulan-bulan basah, kering Daerah Surabaya. Kondisi curah hujan Surabaya pada bulan basah (Desember-Januari-Februari) secara umum berada pada kondisi normal (gambar 3.2-6a), sedangkan untuk bulan kering (JJA) gambar 3.2-6b anomali curah hujan mulai terjadi pada periode JJA-5, JJA-6, JJA-7 dan JJA-8, kecenderungan hujan berada di bawah normal, namun hal ini perlu dikaji lagi dengan data terbaru sehingga dapat dipastikan apakah curah hujan berada selamanya di bawah normal atau hanya sesaat. jja1 jja2 jja3 jja4 jja5 jja6 jja7 jja8 jja9 F-481

Peluang(%) Peluang(%) 191-193 1911-194 1921-195 1931-196 1941-197 1951-198 1961-199 1971-2 1981-22 AnomalI Juniarti Visa /Perubahan Klimatologis Curah... 1.2 1.15 1.1 1.5 1.95.9.85.8.75.7 B A Stan DJF Waktu Gambar 3.2-6: Anomali curah hujan di Surabaya pada bulan-bulan basah, kering (A = batas atas normal, B = batas bawah normal, Stan= rata-rata 191-193, DJF = rata-rata Desember-Januari-Februari, JJA = rata-rata Juni-Juli-Agustus). Dari gambar 3.2-7, yang menunjukkan distribusi peluang. Indikator terjadinya perubahan curah hujan dalam kurun waktu klimatologis (3 tahunan) juga dievaluasi melalui teori peluang. Pada gambar 3.2-7a tampak bahwa peluang curah hujan dengan peluang maksimum terjadi pada periode DJF-3 (1921-195) sebesar.61%, dalam gambar 3.2-7a ini jelas terlihat puncak-puncak distribusi peluang terjadi untuk intensitas curah hujan sebesar 331.3 mm/bln, juga terlihat pergeseran-pergeseran curah hujan klimatologi (3 tahunan), sedangkan dari gambar 3.2-7b pada bulan kering (JJA) peluang curah hujan maksimum terdapat pada periode JJA-8 (1971-2) sebesar.44%. Disini tampak puncak-puncak distribusi peluang yang terjadi pada intensitas curah hujan 28.8 mm/bln atau pada range ( - 57.7) mm/bln..7.6.5.4.3.2 Peluang Ch. bulan basah (DJF) 51 191.15 331.3 471.45 611.6 751.75 891.9 132 djf1 djf2 djf3 djf4 djf5 djf6 djf7 djf8 djf9.5.4.3.2 Peluang Ch. bulan kering (JJA). 28.8 57.7 86.5 115.3 144.2 173. Gambar 3.2-7 : Peluang curah hujan di Surabaya pada bulan-bulan basah, kering jja1 jja2 jja3 jja4 jja6 jja7 jja8 jja9 Daerah Probolinggo Anomali curah hujan dan peluang curah hujan digunakan sebagai indikator perubahan sifat curah hujan dalam perioda klimatologis. Analisis anomali dan peluang dilakukan untuk kelompok data 3 tahun pertama, yaitu antara 191 dan 193, selanjutnya kelompok kedua dari 1911 194, yaitu bergeser 1 tahun berikutnya dengan rentang data tetap setiap 3 tahun. Hal yang sama dilakukan untuk kelompok ke-tiga hingga kelompok ke-sembilan untuk data dari tahun 1921 hingga 25. F-482

Peluang(%) Peluang(%) Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Penerapan dan Pendidikan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 Gambar 3.2-8: Anomali curah hujan di Probolinggo pada bulan-bulan basah, kering (A = batas atas normal, B = batas bawah normal, Stan= rata-rata 191-193, DJF = rata-rata Desember-Januari-Februari, JJA = rata-rata Juni-Juli-Agustus). Dari hasil analisis data diperoleh seperti yang terdapat pada gambar 3.2-8a dimana anomali curah hujan terjadi pada periode DJF-4 berada diabwah normal dan periode DJF-9 yang berada diatas normal. Sedangkan dari gambar 3.2-8b yang menjelaskan pada bulan kering (JJA) anomali curah hujan terjadi pada periode JJA-3 dan periode JJA-4 yang berada diatas normal sedang untuk periode JJA-6, JJA-7, JJA8 dan JJA-9 anomali curah hujan berada dibawah normal..35.3.25.2 5.5 Peluang Ch. bulan basah(djf). 7.6 141.2 211.8 282.4 353. 423.7 494.3 djf-1 djf-2 djf-3 djf-4 djf-5 djf-6 djf-7 djf-8 djf-9 Peluang Ch. bulan kering(jja).65.6.55.5.45.4.35.3.25.2 5.5. 52.1 14.1 156.2 28.2 26.3 312.3 364.4 Gambar 3.2-9 : Peluang curah hujan di Probolinggo pada bulan-bulan basah, kering Dari gambar 3.2-9a yang menjelaskan tentang distribusi peluang curah hujan pada bulan basah(djf). Tampak disini pola peluang curah hujan acak, sangat tidak teratur, namun peluang curah hujan maksimum terjadi pada periode DJF-9 sebesar 32 % dengan intensitas curah hujan 211.8 mm/bln. Dan pada bulan kering(jja) distribusi peluang curah hujan maksimum terjadi pada periode JJA-5 sebesar 51 % dan dengan intensitas curah hujan 52.1 mm/bln. Daerah Malang Dari gambar 3.2-1a memperlihatkan kondisi curah hujan selama bulan basah(djf). Intensitas curah hujan berada dalam batas normal sedangkan pada bulan kering(jja) gambar 3.2-1b kondisi curah hujan juga berada dalam batas normal kecuali untuk periode JJA-3 diatas normal dan JJA-9 (1981-25) dibawah normal. jja-1 jja-2 jja-3 jja-4 jja-5 jja-6 jja-7 jja-8 jja-9 F-483

Peluang (%) Peluang (%) 191-193 1911-194 1921-195 1931-196 1941-197 1951-198 1961-199 1971-2 1981-25 191-193 1911-194 1921-195 1931-196 1941-197 1951-198 1961-199 1971-2 1981-25 Anomali Anomali Juniarti Visa /Perubahan Klimatologis Curah... 1.2 1.15 1.1 1.5 1.95.9.85.8.75 B A Stand DJF 1.25 1.2 1.15 1.1 1.5 1.95.9.85.8.75.7 Kondisi curah hujan bulan kering(jja) di Malang B A Stand JJA Waktu Waktu Gambar 3.2-1: Anomali curah hujan di Malang pada bulan-bulan basah, kering (A = batas atas normal, B = batas bawah normal, Stan= rata-rata 191-193, DJF = rata-rata Desember-Januari-Februari, JJA = rata-rata Juni-Juli-Agustus). Gambar 3.2-11a menunjukkan distribusi peluang curah hujan pada bulan basah(djf) yang mempunyai peluang maksimum pada periode (DJF-9) sebesar.61% pada intensitas curah hujan sebesar 38.9 mm/bln. Puncak-puncak peluang curah hujan yang terjadi berada pada intensitas curah hujan 38.9 mm/bln. Disini juga terlihat perubahan-perubahan pola peluang curah hujan dengan intensitas curah hujan berada pada range (74.2 463.1) mm/bln. Sedangkan pada bulan kering (JJA) yang terlihat pada gambar 3.2-11b dimana distribusi peluang curah hujan maksimum terjadi pada periode (JJA-7) sebesar.55% pada intensitas curah hujan 44.58 mm/bln..7.6.5.4.3.2 Peluang Ch. bulan basah(djf) di Malang 74.213 38.86 463.29 617.73 772.16 926.59 181 djf-1 djf-2 djf-3 djf-4 djf-5 djf-6 djf-7 djf-8 djf-9.6.5.4.3.2 Peluang Ch. bulan kering (JJA) di Malang 44.58 89.16 133.74 178.32 222.9 267.49 312.7 s Gambar 3.2-11 : Peluang curah hujan di Malang pada bulan-bulan basah, kering jja-1 jja-2 jja-3 jja-4 jja-5 jja-6 jja-7 jja-8 jja-9 KESIMPULAN Setiap tempat daerah penelitian mempunyai perbedaan nilai ini kemungkinan disebabkan empat faktor. Faktor yang pertama karena posisi lintang dan bujur disetiap lokasi penelitian berbeda. Ada daerah yang diteliti mempunyai perbedaan posisi lintang dan bujur sangat kecil sehingga tidak akan terjadi perbedaan insolasi (incoming solar radiation) yang menonjol. Insolasi adalah sumber energi pembangkit terjadinya proses pembentukan awan konvektif. Faktor kedua adalah ketinggian tempat. Ketinggian tempat ada kaitannya dengan proses pembentukan awan. Secara teori awan yang terbentuk melewati tempat yang lebih tinggi mempunyai massa awan yang lebih banyak. Daerah penelitian ada yang berada lebih dekat ke laut dibandingkan daerah penelitian lainnya. Ini adalah faktor ketiga yang berkaitan dengan interaksi massa atmosfer dengan sekelilingnya/laut. Faktor terakhir adalah topografi. Ada daerah penelitian yang daerahnya dikelilingi oleh gunung, sementara yang lainnya ada yang dikenal dengan kondisi topografi yang sebagian besar dataran. Empat perbedaan/faktor tersebut menjadikan distribusi curah hujan di Yogjakarta, Semarang, Surabaya, Probolinggo dan Malang ada yang unik. Jadi perubahan iklim ditandai dengan perubahan dua faktor meteorologi penting, yaitu temperatur dan curah hujan, yang kemudian dapat menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Perubahan temperatur ini akan menyebabkan F-484

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Penerapan dan Pendidikan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 29 perubahan variabel atmosfer lainnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan perubahan curah hujan. Perubahan curah hujan yang dimaksud tidaklah mengubah jumlah curah hujan, tapi yang berubah secara drastis adalah distribusinya. Artinya pada musim hujan, suatu daerah akan mengalami hujan lebih banyak dan pada musim kemarau akan mengalami hujan yang lebih sedikit UCAPAN TERIMAKASIH. Penulis mengucapkan terimakasih, kepada Prof Mezak A. Ratag yang telah membimbing penulis dalam penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN BMG, Prakiraan Musim Kemarau 22 di Indonesia. Bayong Tjasjono, Klimatologi Umum, Penerbit ITB Bandung, 1999 Hamada,J.I., 23. Intra seasonal and Diurnal variation of Rainfall Over Sumatra Barat. Buku Panduan Workshop Pemanfaatan Informasi Iklim Pertanian di Sumatra Barat. Ian J. Partridge, Queenland Centre for Climate Application dan Mansur Ma shum Universitas Matarm Lombok Kapan Hujan Turun, Dampak Osilasi Selatan dan El Nino di Indonesia,. The State of Queenland, Departement of Primary Industries 22, GPO Box 46, ISSN 727-6273 IPCC Workshop on Changes in Extreme Weather and Cilmate Event. Workshop Report. Beijing, China 11 13 June, 22 Juniarti Visa Rata-rata 3 tahunan Curah Hujan di Jakarta, Seminar MIPA IV-ITB, 6-7 Oktober 24 di Bandung Juniarti Visa Climatological Rainfall Change in West Jawa (Kerawang, Ciamis and Bandung). (International Conference on Mathematics an Natural Sciences (ICMNS)-ITB. ISBN: 979-357-91-8). F-485