BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang Implementasi good governance dalam rangka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Dr. Samodra Wibawa. Diklatpim Tingkat IV Angkatan XXIX Pusdiklat Kemendagri Regional Yogyakarta 14 Mei 2011

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Good Governance. Etika Bisnis

Kebutuhan Pelayanan Publik

GOOD GOVERNANCE & TRANSPARANSI

LAPORAN HASIL PENGUKURAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) SEMESTER 1 TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban pemerintah terhadap perbaikan pelayanan publik termasuk dalam

[ IKM UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG ] Tahun 2015

[ SURVEI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT ] Periode Tahun 2014

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

KATA PENGANTAR. Plt. Kepala Pusat PVTPP. Dr.Ir.Agung Hendriadi, M.Eng. NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Kemampuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sistem tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang ditandai

Sosialisasi dan Workshop Pelaksanaan Reformasi Birokrsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalani dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tujuan akhir dari para

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK PADA BALAI EMBRIO TERNAK CIPELANG

BABl PENDAHULUAN. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan sejak tahun 2001

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat yang. tengah mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada instansi pemerintahan seperti KPP Pratama Sleman orientasi

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya memberikan pelayanan yang responsif, transparan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam menghadapi masyarakat pengguna jasa. Aparat birokrasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. aparatur dalam berbagai sektor terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT PADA KANTOR DINAS BINA MARGA KOTA BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB I. PENDAHULUAN. penerimaan pemerintah (Nurcholis, 2006). Ada beberapa jenis desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. sangat luas. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan

PELAYANAN INFORMASI PUBLIK

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

LAPORAN INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT SEMESTER II TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

SAMBUTAN KEPALA BAPPENAS Dr. Djunaedi Hadisumarto

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

BAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) PERIODE JANUARI S/D DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

Kuliah ke 4 UU dan kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad (Untuk kalangan sendiri) Perencanaan Pembangunan (Bagian ke-2)

B A B I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik. Dilingkungan birokrasi juga telah dilakukan sejumlah inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

POKOK BAHASAN IX GOOD GOVERNANCE

LAPORAN SURVEY IKM BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN (BPPP) BANYUWANGI 2015

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Strategi Implementasi..., Baragina Widyaningrum, Program Pascasarjana, 2008

PRINSIP-PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN UMUM, ETIKA, TATA CARA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK SERTA ASPEK HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi negara sangat cepat dan mengikuti

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

LAPORAN HASIL MONITORING DAN EVALUASI INDIKATOR KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) DI LINGKUNGAN BPTP BENGKULU

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Skripsi ini membahas tentang Implementasi good governance dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Skripsi ini akan menjelaskan bagaimana bentuk implementasi dari good governance yang diterapkan melalui efektivitas penyelenggaraan pelayanan publik yakni penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu yang diukur melalui Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai salah satu bentuk partisipasi publik untuk mengukur kualitas pelayanan publik. Dalam literatur ilmu politik, partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting ciri-ciri eksistensi pemerintahan yang demokratis. Teori demokratis mengatakan, bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, dimana salah satu semangat yang terkandung di dalamnya adalah pemerintahan untuk rakyat, dengan demikian pemerintahan yang mengakui dirinya sebagai pemerintahan demokratis adalah yang menggunakan konsep demokratis dalam proses penyelenggaraan negara. Memperlakukan rakyat dengan baik sesuai dengan harkat martabatnya karena berlangsungnya suatu pemerintahan ditentukan oleh kehendak rakyat. Dalam hubungan inilah pelayanan sebagai salah satu fungsi pemerintah, pada tingkat operasionalnya harus dapat melindungi dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Memenuhi dan melindungi tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari wujud pelayanan dimaksudkan agar masyarakat dapat terpuaskan. Pentingnya partisipasi publik dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik juga memperoleh momentum yang tepat seiring dengan munculnya era otonomi daerah yang memberikan keleluasaan lebih besar kepada daerah untuk merancang dan menentukan sendiri jenis pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance merupakan landasan bagi penyusunan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis. Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat madani. Tata kepemerintahan yang baik terkait erat dengan kontribusi, pemberdayaan, dan keseimbangan peran antara tiga pilarnya (pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat). Tata kepemerintahan yang baik juga mensyaratkan adanya kompetensi birokrasi sebagai pelaksana kebijakan politik/publik atau sebagai perangkat otoritas atas peran-peran negara dalam menjalankan amanat yang diembannya. Local government (pemerintah daerah/lokal) dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, harus pula diiringi dengan penerapan prinsip good governance (kepemerintahan atau tata pemerintahan yang baik). Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik. Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dalam wujud pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab telah menjadikan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka perlu adanya penataan ulang berbagai elemen dalam sistem penyelengggaraan pemerintahan dalam rangka manifestasi pelaksanaan otonomi daerah. Karena pada dasarnya tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka mewujudkan sasaran atau tujuan yang diinginkan diperlukan upaya pembinaan aparatur pemerintah daerah, sehingga dapat bekerja secara profesional dan

manajemen pelayanan umum (public service) dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Yang perlu dikedepankan oleh Pemerintah Daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun, meningkatkan dan mendayagunakan kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standard pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2001 membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan itu adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan di daerah dapat mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Pelayaan Publik (Public Service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari satu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan masyarakat bisa dikatakan baik (profesionalisme) bila masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan dan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang diberikan kepadanya. Kondisi tersebut dapat terwujud bilamana organisasi publik didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni baik dari kualitas maupun kuantitas, disamping juga adanya sumber daya peralatan dan sumber daya keuangan yang memadai. Namun, hingga sekarang ini kualitas pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar (pungli), merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Di mana hal ini juga sebagai

akibat dari berbagai permasalahan pelayanan publik yang belum dirasakan oleh rakyat. Di samping itu, ada kecenderungan adanya ketidakadilan dalam pelayanan publik di mana masyarakat yang tergolong miskin akan sulit mendapatkan pelayanan. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki uang, dengan sangat mudah mendapatkan segala yang diinginkan. Untuk itu, apabila ketidakmerataan dan ketidakadilan ini terus-menerus terjadi, maka pelayanan yang berpihak ini akan memunculkan potensi yang bersifat berbahaya dalam kehidupan berbangsa. Potensi ini antara lain terjadinya disintegrasi bangsa, perbedaan yang lebar antar yang kaya dan miskin dalam konteks pelayanan, peningkatan ekonomi yang lamban, dan pada tahapan tertentu dapat meledak dan merugikan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kemudian, terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang enggan menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, akibatnya pelayanan publik menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis, dan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan tuntutan masyarakat. Banyak contoh yang dapat diidentifikasi; seperti pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas sosial, dan berbagai pelayanan di bidang jasa yang dikelola pemerintah daerah belum memuaskan masyarakat, kalah bersaing dengan pelayanan yang dikelola oleh pihak swasta. Kejadian-kejadian tersebut lebih disebabkan karena paradigma pemerintahan yang masih belum mengalami perubahan mendasar. Paradigma lama tersebut ditandai dengan perilaku aparatur negara di lingkungan birokrasi yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani bukannya untuk melayani. Padahal pemerintah seharus melayani bukan dilayani. Seharusnya, dalam era demokratisasi dan desentralisasi saat ini, seluruh perangkat birokrasi, perlu menyadari bahwa pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam

membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang". Pembenahan aparatur publik dapat menjadi langkah awal yang strategis, karena kompleksitas masalah, dampak yang mungkin dihasilkan dan dukungan yang mungkin diperoleh sangat besar. Dengan memberikan prioritas pada pembenahan birokrasi pemerintah daerah, maka dampaknya terhadap percepatan terwujudnya good local governance sangat besar. Karena itu sebaiknya pemerintah daerah memberikan prioritas pada reformasi birokrasi sebagai bagian dari tindakan kongkrit dalam membangun good governance. Bahkan lebih konkrit lagi, perbaikan praktek penyelenggaraan pelayanan publik semestinya menjadi agenda awal dari reformasi birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik menjadi core business dari birokrasi pemerintah daerah. Dengan berhasil memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik menjadi efisien, responsif, partisipatif dan akuntabel maka pemerintah daerah bukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi tetapi juga membangun good local governance. Dengan menjadikan praktik pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangun good local governance maka diharapkan toleransi terhadap praktik mal-administrasi (bad governance) yang semakin luas dapat dihentikan. Efesiensi dalam pelayanan publik dapat dilihat dari perspektif pemberi layanan dan dari perspektif pengguna layanan. Dari perspektif pengguna layanan, organisasi pemberi layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan murah dan tidak terjadi pemborosan sumberdaya publik. Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan kepuasan terhadap pengguna pelayanan yakni masyarakat. Sebagai salah satu wujud dari implementasi kebijakan otonomi daerah maka indeks kepuasaan pelayanan publik merupakan salah satu

strategi untuk mengatasi adanya mal-administrasi dalam usaha meningkatkan kinerja aparatur publik, untuk itu maka diperlukan perhatian khusus dan mendalam terhadap pelayanan yang diberikan, apakah pemerintah daerah telah memberikan kepuasan pelanggan atau penerima layanan atau sebaliknya. Kepuasan pelanggan akan dapat mendukung tercapainya indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah begitu pula sebaliknya. Peranan pelayanan sangat penting artinya di dalam penyelenggaraan pemerintahan terlebih pada pelakasanaan otonomi daerah karena dengan kebijakan otonomi daerah, maka daerah harus mampu mengelola daerahnya secara mandiri. Dengan menilik kepada hal-hal yang disebutkan diatas, maka penting bagi penulis sebagai mahasiswa ilmu politik untuk membahas perumusan tentang bentuk implementasi good governance dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam melaksanakan otonomi daerah, dan sebagai aktor dalam merumuskan kebijakan di daerah harus dapat menciptakan kebijakan yang dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat dan memberikan pemasukan kepada daerah (PAD), dalam penelitian ini salah satu kebijakan yang dimaksud tersebut adalah dengan menerapkan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu. Dalam penelitian ini penulis mengetahui apakah penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu sebagai bentuk implementasi dari perwujudan good governance telah berjalan efektif atau belum. Dalam hal ini penulis menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai ukuran dan bahan pertimbangan. Ada pun penulis mengambil lokasi penelitian di Kabupaten Serdang Bedagai adalah karena sebagai sebuah kabupaten yang masih terbilang baru di Sumatera Utara, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan kabupaten yang terus melakukan terobosan-terobosan dalam rangka menciptakan good governance, yang salah satu yang telah dilakukan adalah dengan menerapkan one stop service atau yang lebih dikenal dengan

pelayanan terpadu satu pintu, yang merupakan pertama kalinya diterapkan di Provinsi Sumatera Utara. I.2. Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang diajukan disini adalah Bagaimana efektivitas implementasi good governance dalam otonomi daerah di Kabupaten Serdang Bedagai dilihat dari Indeks Kepuasan Masyarakat. I.3. Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi objek atau masalah yang akan diteliti yaitu dalam hal ini penulis melibatkan sektor negara dalam hal ini pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai sebagai penyedia pelayanan publik yang dalam hal ini meliputi kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh pelaksana pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kabupaten Serdang Bedagai dilihat melalui Indeks Kepuasan Masyarakat. I.4. Tujuan Penelitian Pada prinsipnya penelitian skripsi ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui mengenai bentuk implementasi good governance dalam bidang pelayanan publik, terutama bagaimana bentuk dari pelayanan prima yang dalam hal ini diimplementasikan dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu. 2. Mengetahui efektivitas pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu di Kabupaten Serdang Bedagai dilihat dari indeks kepuasan masyarakat. 3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. I.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diterapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dalam melaksanakan penerapan good governance dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 2. Secara teoritis diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan memperkuat teori-teori yang telah berkembang sebelumnya, serta dapat memperkaya khasanah terhadap jenis penelitian yang sama. 3. Memberikan pemahaman good local governance atas pelaksanaan indeks kepuasan masyarakat dalam pelayanan publik dan pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja aparatur pemerintah daerah sebagai strategi menuju good local governance. Bukti penelitian diharapkan dapat memperbaiki, meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah di daerah sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan otonomi daerah. 4. Bagi penelitian dan penulis adalah untuk memperkaya pembendaharaan pengetahuan dan kepustakaan yang telah penulis selama di bangku perkuliahan. I.6. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah di Kantor Pelayanan Terpadu Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. Jl.Negara No. 300, Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara, Indonesia. I.7. Kerangka Teori I.7.1. Pemahaman Good Governance Dalam penyelenggaraan pemerintah dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma rule government menjadi good governance. Dalam paradigma rule government penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik senantiasa menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu paradigma good governance tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga

menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara semata, tetapi harus melibatkan internal maupun eksternal birokrasi. 1 Pemahaman governance tentu tidak sama dengan konsep government. Konsep government lebih ditujukan pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kekuasaan tertinggi (negara dan pemerintahan). Di sisi lain, governance tidak sekedar melibatkan pemerintah, tetapi juga melibatkan peran stakeholder di luar negara dan pemerintah sehingga pihak yang terlibat menjadi sangat luas. Sementara itu, konsep governance diartikan pemerintahan menunjuk pada proses, yang melibatkan unsur eksekutif, legislatif, yudikatif, serta masyarakat dan pihak swasta. Praktik yang terbaiknya disebut good governance (kepemerintahan yang baik). Dalam implementasinya, governance meliputi tiga institusi yang satu dengan yang lainnya berkaitan, yaitu negara (state), sektor swasta (private sector), dan lembaga swadaya masyarakat (civil society). Negara menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, dan lembaga swadaya masyarakat berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Kata Good Governance terdiri dari dua kata good dan governance. Arti good dalam good governance mengandung dua pengertian, yaitu : 2 pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial; serta kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sedangkan Governance atau kepemerintahan dalam Bahasa Inggris diartikan sebagai the act, fact, 1 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2007, hal. 16 2 Leo Agustino, Perihal Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu 2007, hal. 182

manner of governing atau Tindakan, fakta, pola cara-cara penyelenggaraan pemerintahan. 3 Konsepsi good governance muncul dalam pemahaman mengenai perlunya perubahan wacana pemerintahan, yaitu dari konsep yang selama ini dipakai (pemerintah atau government) menjadi pemerintahan (governance). Konsep governance lebih bermakna dinamis dan akan sulit dimanipulasi, sedangkan government lebih statis sehingga, dengan demikian, akan mudah dimanipulasi oleh pihak yang mengendalikannya. 4 United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalah-masalah sosialnya. Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya, tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Dengan demikian jelas sekali, bahwa kemampuan suatu negara mencapai tujuan-tujuan pembangunan itu sangat tergantung pada kualitas tata kepemerintahannya di mana pemerintah melakukan interaksi dengan organisasiorganisasi komersial dan civil society. 5 Sedangkan World Bank mendefinisikan good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. 6 Dapat disimpulkan bahwa good governance adalah suatu proses pengelolaan berbagai bidang kehidupan (sosial, politik, ekonomi) di suatu negara atau daerah dengan melibatkan 3 Ibid 4 Koirudin, Sketsa Kebijakan Desentralisasi Di Indonesia Format Masa Depan Otonomi Menuju Kemandirian Daerah, Malang : Averroes Press, 2005, hal.159 5 Mifthah Thoha, Birokrasi dan Politik Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal. 63 6 Koirudin, Op.Cit., hal.160

berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam penggunaan sumber daya (alam, manusia dan keuangan) dengan cara yang sesuai dengan prinsip keadilan, efisiensi, partisipasi, transparansi, predictability, akuntabilitas publik dan hak-hak asasi manusia. Menurut konsep good governance pemerintahan harus dijalankan harus dijalankan dengan partisipasi berbagai pihak yang berkepentingan, bukan dengan memaksakan pelaksanaan peraturan yang berlaku secara kaku, hal ini akan lebih terasa dalam masyarakat yang heterogen karena adanya berbagai perbedaan. Dalam pelaksanakan prinsip good governance, negara merupakan pihak yang paling berperan penting dalam merealisasikan prinsip tersebut. Hal ini disebabkan fungsi regulasi yang memfasilitasi sektor dunia usaha swasta dan masyarakat serta fungsi admisnistratif penyelenggaraan pemerintahaan melekat pada negara (pemerintah). Peran pemerintah melalui fungsi regulasi ini sangat penting dalam memfasilitasi berjalannya perikehidupaan kebangsaan secara keseluruhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perwujudan good governance lebih tepat bila dimulai dengan membangun landasan penyelenggaraan negara.yang baik berpedoman pada hukum dan peraturan perundang-undangan. Ada tiga teori yang menjadi kunci dalam pembahasan mengenai konsep good governance yaitu : 7 1. Teori Political Society (masyarakat politik : partai politik, birokrasi, negara) adalah kumpulan organisasi-organisasi dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya adalah untuk memperoleh dan menjalankan kekuasaan politik. 7 Adi Sujatno, Moral Dan Etika Kepemimpinan Merupakan landasan ke arah kepemerintahan yang baik (Good Governance), Jakarta : Team4s, 2007, hal. 42-43

2. Teori Economic Society (masyarakat ekonomi) adalah kumpulan organisasiorganisasi-organisasi di dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya adalah untuk memperoleh keuntungan finansial. 3. Teori Civil Society ( masyarakat sipil/ masyarakat madani) adalah kumpulan organisasi-organisasi di dalam masyarakat yang tujuan pendirian dan aktivitas utamanya memiliki empat ciri : a). Non politis dan non ekonomi; b). inisiatif pendiriannya datang dari bawah (grassroots); c). menjunjung pluralitas; dan d). Mengembangkan demokrasi egaliter. I.7.2. Prinsip-Prinsip Good Governance Dari telusuran keberagaman wacana tata kepemerintahan yang baik, terdapat sekumpulan nilai yang perlu diterapkan di Indonesia. Sebagian dari nilai tersebut sebenarnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar budaya masyarakat Indonesia. Walaupun demikian, nilai-nilai tersebut sangat relevan untuk kembali diterapkan dalam kehidupan kita, hanya saja istilah dan kemasannya yang berbeda. Sekurang-kurangnya terdapat empat belas nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang baik menurut BAPPENAS, yaitu: 8 1. Wawasan ke Depan (Visionary); 2. Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency); 3. Partisipasi Masyarakat (Participation); 4. Tanggung Jawab (Accountability); 5. Supremasi Hukum (Rule of Law); 6. Demokrasi (Democracy); 7. Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency); 8. Daya Tanggap (Responsiveness); 9. Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency and Effectiveness); 8 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik, Jakarta:Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional, 2007, hal. 12

10. Desentralisasi (Decentralization); 11. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private Sector and Civil Society Partnership); 12. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment to Reduce Inequality); 13. Komitmen pada Perlindungan Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection); 14. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market). Good governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut : 9 1. Negara, yang berfungsi : a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable d. Menegakkan HAM e. Melindungi lingkungan hidup f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik 2. Sektor Swasta, dengan fungsi : a. Menjalankan industri b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan d. Meningkatkan standar hidup masyarakat e. Memelihara lingkungan hidup f. Menaati peraturan g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat 9 Koirudin, Op.Cit., hal. 162-163

h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM 3. Masyarakat Madani, yang bertujuan : a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi b. Mempengaruhi kebijakan publik c. Sebagai sarana check and balance pemerintah d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah e. Mengembangkan SDM f. Sarana berkomunikasi antara anggota masyarakat Upaya untuk mewujudkan tata kepemerintahan yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik. Ketiga unsur tersebut dalam memainkan perannya masing-masing harus sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik. Beberapa gambaran situasi dan kondisi yang terjadi bilamana tata kepemerintahan yang baik diterapkan antara lain sebagai berikut: 10 1. Berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi. 2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel, serta semakin baiknya hasil kerja organisasi/institusi dan prestasi pegawai. 10 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Op.Cit., Hal. 2

3. Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik yang ditunjukkan dengan berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik (seperti forum konsultasi publik). 5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dengan demikian, hukum menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik prima. Di samping itu, kalangan dunia usaha swasta akan merasa lebih aman dan terjamin ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan main (rule of the game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh masyarakat. Aspek positif lainnya adalah tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antarpemerintah daerah serta antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. I.7.3. Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan makna otonomi daerah pada Pasal 1 Ayat 5 : Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya

menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat 6 menyatakan pengertian dari daerah otonom adalah : Kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemberian otonomi daerah memiliki empat tujuan. Pertama, pemberian otonomi daerah bertujuan untuk mengikutsertakan dan menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam program-program pembangunan baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung kebijakan nasional tentang demokratisasi. Kedua, pemberian otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memperluas jenis-jenis pelayanan dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Ketiga, pemberian otonomi daerah bertujuan meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat untuk tidak terlalu banyak bergantung kepada pemberian pemerintah dalam proses pertumbuhan daerahnya sehingga daerah memiliki daya saing yang kuat. Keempat, pemberian otonomi daerah bertujuan mensukseskan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan yang makin meningkat.

Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana tertuang di dalam UU No. 32 tahun 2004 tersebut, penyelenggaraan pemerintahan diharapkan dapat melaksanakan percepatan pembangunan daerah dan meningkatkan pelayanan publik dengan lebih sederhana dan cepat. Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat menjadi fondasi penting di dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yang tentu hasilnya kemudian dapat memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dengan kata lain, keberhasilan pembangunan nasional ditentukan antara lain oleh agregasi keberhasilan pembangunan di daerah. Tujuan pemberian otonomi daerah dapat tercapai manakala didasarkan pada prinsipprinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dilaksanakan secara optimal oleh penyelenggara negara baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. I.7.4. Efektivitas Implementasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu Ripley dan Franklin berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). 11 Istilah implementasi menunjuk pada sebuah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah. Salah satu prinsip dari good governance adalah efektivitas. Secara etimologis, efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya memiliki efek, pengaruh atau akibat. Konsep keefektifan digunakan untuk merujuk kepada derajat pencapaian tujuan sebagai upaya kerjasama. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan. Untuk mengukur keefektifan organisasi dapat ditinjau dari kemampuan organisasi mengelola 11 Budi Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, Yogyakarta : Media Pressindo, 2007, hal.145

sumber daya yang ada dan memberikan nilai tambah kepada sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka keefektifan itu merujuk kepada sejauh mana pemerintah daerah mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal, prima kepada masyarakat. Suatu pemerintah daerah yang efektif adalah pemerintah daerah yang mampu memberikan pelayanan yang responsif sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarkat. Agar dapat meningkatkan kinerjanya, tata kepemerintahan membutuhkan dukungan struktur yang tepat. Oleh karena itu, pemerintahan baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perubahan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan serta menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat. Di samping itu, Pemerintahan yang ada juga harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien. Dalam hal ini, harus ada upaya untuk selalu menilai tingkat keefektifan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Tidak diterapkannya prinsip keefisienan dan keefektifan akan menyebabkan pemborosan keuangan dan sumber daya negara lainnya. Adapun indikator minimal dari efektivitas dan efisiensi adalah : 12 Terlaksananya administrasi penyelenggaraan negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumberdaya yang optimal; Melakukan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan; Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi / unit kerja. Sedangkan yang dimaksud dengan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 pasal 1 ayat 11 adalah kegiatan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap 12 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indikator Good Public Governance, Jakarta : Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional, 2007, hal.19

permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Melalui peraturan ini dibentuk pedoman pelayanan satu pintu yang diharapkan mampu mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau. I.7.5. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Salah satu dari beberapa indikator dari efektivitas pemerintahan daerah adalah adanya kualitas pelayanan publik. 13 Untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan publik ini maka dilakukanlah indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik tersebut. Dalam good governance, partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting atau ciri-ciri sistem pemerintahan yang demokratis. Partisipasi publik disini tidak hanya dilihat sebatas keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum, tetapi juga dalam berbagai aktivitas politik lain yang berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat banyak. Apabila proses pembuatan kebijakan publik yang demokratis dilakukan, para ahli politik dan kebijakan publik mengatakan bahwa akan ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Keuntungan yang pertama adalah adanya peningkatan kualitas kebijakan publik yang dihasilkan oleh pemerintah. Peningkatan kualitas kebijakan pada gilirannya akan sangat menguntungkan bagi masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan tersebut. Yang kedua, selain mendatangkan keuntungan bagi masyarakat, partisipasi publik dalam proses pembuatan kebijakan juga akan memberikan manfaat bagi pemerintah. Sebab pemerintah akan menjadi lebih kuat dalam arti ada peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pembuatan kebijakan. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini akan berimplikasi pada peningkatan dukungan publik terhadap pemerintah. 13 http://swamandiri.org/2008/07/26/indikator-efektivitas-pemerintah-daerah/

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No Kep./25/M.PAN/2/2004 tentang Indek Kepuasan Masyarakat, menyatakan bahwa: Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitaif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat atau pelanggan dapat dilakukan melalui pengukuran kepuasan masyarakat atau pelanggan, untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana pelayanan telah mampu memenuhi harapan atau dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan, maka organisasi harus mengetahui tingkat harapan pelanggan atau suatu atribut tertentu. Harapan pelanggan ini selanjutnya akan dibandingkan dengan kinerja aktualnya, sehingga dari sini akan diperoleh indeks kepuasan pelanggan yang mencerminkan kualitas pelayanan yang diterima oleh pelanggan. Menurut Kep./25/M.PAN/2/2004 tersebut terdapat 14 unsur yang relevan, valid dan reliable, sebagai unsur minimal yang harus ada sebagai dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat, yaitu: 1). Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan. 2). Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya. 3). Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan. 4). Kedislipinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan. 6). Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaiakan pelayanan kepada masyarakat. 7). Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan. 8). Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani. 9). Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati. 10). Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang yang telah ditetapkan oleh unit pelayanan. 11). Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan. 12). Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 13). Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepeda penerima pelayanan. 14). Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

I.8. Metode Penelitian I.8.1. Jenis Penelitian Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk melakukan pemahaman yang cermat terhadap fenomena sosial berdasarkan gejala-gejalanya. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga, maupun masyarakat pada saat sekarang berdasarkan faktafakta yang tampak sebagaimana keadaan sebenarnya. 14 Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan data-data serta fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 15 Dengan demikian untuk memperoleh data, peneliti turun ke lapangan untuk melakukan wawancara terhadap aktivitas dari objek yang diteliti serta dokumentasi-dokumentasi yang ada sebagai pelengkap data yang dibutuhkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana penerapan good governance dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah di Kabupaten Serdang Bedagai, yang diaplikasikan melalui Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. I.8.2. Teknik Pengumpulan Data Guna menunjang kelengkapan penelitian, maka peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara metode lapangan dan metode kepustakaan. 14 Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajah Mada University Press 1987. hal. 63 15 Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya 2000, hal. 5

1. Metode Lapangan Dengan menggunakan metode ini peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dengan menggunakan metode wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait dan kuesioner. Peneliti juga akan melakukan observasi langsung terhadap objek yang diteliti. 2. Metode Kepustakaan Metode Kepustakaan digunakan guna melengkapi kerangka teoritis dan kerangka konsep dengan menggunakan referensi berupa text book yaitu buku bacaan, makalah, surat kabar, artikel, dan web site. I.8.3. Teknik Analisa Data Setelah data diperoleh untuk mendukung proses analisa, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa data. Dalam analisa data ini, data yang sudah terkumpul akan diolah yang kemudian akan dianalisis untuk dapat disimpulkan sebagai hasil dari penelitian. Metode analisa data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode dimana data yang diperoleh disusun dan diinterpretasikan sehingga memberikan keterangan terhadap masalah-masalah yang aktual berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dalam penelitian. 16 Penelitian ini mencoba menganalisis tentang Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu sebagai salah satu bentuk penerapan good governance dalam rangka otonomi daerah di Kabupaten Serdang Bedagai. I.9. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci, maka peneliti membaginya dalam IV Bab dan beberapa sub bab. Untuk itu sistematika penulisan skripsi ini adalah : 16 Hadar Nawawi, Op.Cit., hal. 65

BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang dilakukannya penelitian, perumusan masalah, tujuan dilakukannya penelitian, kerangka teori, manfaat penelitian, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan. BAB II IMPLEMENTASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Bab ini berisi uraian mengenai bentuk implementasi dari pelayanan terpadu satu pintu sebagai salah satu bentuk dari kebijakan penerapan good governance di Kabupaten Serdang Bedagai BAB III INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Bab ini berisikan tentang efektivitas penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu satu pintu dilihat dari indeks kepuasan masyarakat yang dilaksanakan di Kabupaten Serdang Bedagai. BAB IV PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian.