BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

narkoba masih belum popular dan oleh jaringan pengedar hanya dihadikan sebagai Negara transit saja. Belakangan ini Indonesia telah dijadikan Negara

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

A. LATAR BELAKANG MASALAH

PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Penemuan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian, yaitu tentang kejadian yang konkret dan senyatanya. Membuktikan sesuatu menurut hukum pidana berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca indra, mengutarakan hal-hal tersebut dan berpikir secara logika. Hal ini karena hukum pidana hanya mengenal pembuktian yang dapat diterima oleh akal sehat berdasarkan peristiwa yang konkret (Y.A.Triana ohoiwutun,2010:2006). Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang di pengadilan karena dengan pembuktian inilah nasib terdakwa ditentukan. Pembuktian yang sah harus dilakukan dalam sidang pengadilan yang memeriksa terdakwa dan bahwa pembuktian yang dilakukan di luar sidang pengadilan tidak sah. Pembuktian itu ditujukan untuk memutus suatu perkara pidana dan bukan semata-mata menjatuhkan pidana. Sebab, untuk menjatuhkan pidana masih diperlukan lagi syarat terbuktinya kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana. Jika setelah kegiatan pembuktian dijalankan dan berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah majelis hakim mendapatkan keyakinan, yaitu terbukti terjadinya tindak pidana, terdakwa melakukannya dan keyakinan terdakwa bersalah. Sebaliknya, apabila tindak pidana yang didakwakan terbukti dilakukan terdakwa tetapi dalam persidangan terbukti adanya dasar atau alasan yang meniadakan pidana baik di dalam undang-undang maupun di luar undang-undang, maka tidak 1

digilib.uns.ac.id 2 dibebaskan dan juga tidak dipidana melainkan dijatuhi amar putusan pelepasan dari tuntutan hukum (Adami Chazawi, 2008:31). Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan adanya alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 183 KUHAP, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa. Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan. Sebagai salah satu bagian dari alat bukti khususnya surat, keberadaan visum et repertum sungguh sangat penting. Hal ini dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal pembuktian yang tidak dapat dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik POLRI tanpa bantuan dari orang yang ahli di bidangnya terutama dibidang Kedokteran Forensik sangat diperlukan dalam hal tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan pidana yaitu mencari kebenaran sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia dengan tetap menjaga dan menghormati hak dari tersangka maupun hak dari seorang terdakwa. oleh karena itu hakim harus hati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian, meneliti sampai dengan batas minimum kekuatan pembuktian atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHP. (M.Yahya Harahap, 2010:273). Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi hakim, dan hakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat visum et repertum tersebut. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah sepanjang visum et repertum tersebut memuat keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksanya.pendapat seorang ahli tidak selalu sama dengan ahli lainnya walaupun pendapat-pendapat ahli tersebut didasarkan pada data pemeriksaan yang sama. Maka wajarlah apabila hakim kadang kala menolak bagian pendapat dan kesimpulan dari seorang ahli yang ditulis dalam visum et repertum. Akan tetapi, seyogyanya hakim tidak menolak bagian yang memuat 2

digilib.uns.ac.id 3 keterangan segala apa yang dilihat dan didapat seorang dokter dalam melaksanakan tugasnya, yakni memeriksa dan meneliti barang bukti yang ada.(i Ketut Murtika dan Djoko Prakoso,1987:125). Saat pemeriksaan perkara di pengadilan terdapat keragu-raguan bagi hakim meskipun sudah ada visum et repertum, selalu ada kemungkinan untuk memanggil dokter pembuat visum et repertum itu ke muka sidang pengadilan untuk mempertanggungjawabkan pendapatnya, dan dengan demikian ada bentuk dalam memberikan kesaksian ahli yang tertulis maupun yang tidak tertulis.(i Ketut Murtika dan Djoko Prakoso,1987:126). Hakim juga dapat melakukan hal lain saat mengalami keragu-raguan yaitu memanggil dokter lain untuk memberikan pertimbangan dari hasil pemeriksaan dalam visum yang telah dibuat. Akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan menurut pendapatnnya, yang mana yang akan dipakainya dalam memutuskan suatu perkara pidana (H.Nurbama Syarief,1985:19). Keterikatan hakim terhadap visum et repertum sebagai alat bukti surat yang sah dapat dilihat pada saat hakim menerima hasil kesimpulan dari visum et repertum, dan mengambil alih kesimpulan tersebut dan didukung paling sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim bahwa terjadi tindak pidana penganiayaan dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, maka berdasarkan visum et repertum di persidangan, barulah hakim menjatuhkan pidana terhadap orang yang benar-benar bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah sesuai dengan salah satu sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif yang dianut oleh peradilan pidana Indonesia berdasarkan Pasal 183 KUHAP, yakni hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila kesalahan terdakwa telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan atas keterbuktian itu hakim yakin bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam kasus penganiayaan bahwa kedudukan visum et repertum yang secara tegas dapat dinyatakan dalam KUHAP maka visum et repertum akan dapat membantu hakim untuk mengungkapkan argumentasi hukum yang merupakan suatu ketrampilan ilmiah yang bermanfaat to untuk user dijadikan pijakan oleh para ahli 3

digilib.uns.ac.id 4 hukum dalam mendapatkan dan memberikan solusi hukum apakah suatu peristiwa itu benar-benar merupakan suatu tindak pidana penganiayaan atau bukan dan apabila terbukti apakah dilakukan dengan sengaja dan telah direncanakan terlebih dahulu atau tidak. Hal ini tidak lain untuk memperoleh kebenaran dalam pemeriksaan perkara sehingga dapat diambil keputusan yang tepat. Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis dalam penulisan hukum menetapkan TELAAH NORMATIF ARGUMENTASI HUKUM HAKIM DALAM MENGABAIKAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI SURAT DAN KAITANNYA DENGAN PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PENGANIAYAAN (Studi Kasus dalam Putusan Nomor : 84/Pid.B/2011/PN.KBR). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Hal ini diperlukan agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan uraian dan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah argumentasi hukum Hakim dalam mengabaikan visum et repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara penganiayaan? 2. Bagaimana implikasi pengabaian visum et repertum sebagai alat bukti surat oleh Hakim dengan putusan bebas dalam perkara penganiayaan? C. Tujuan Penelitian Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan isu hukum yang timbul (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41). Dalam suatu penelitian tentunya 4

digilib.uns.ac.id 5 mempunyai tujuan yang jelas dan ringkas sehingga dapat memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian agar penelitian itu berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Tujuan tersebut tidak terlepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, maka Penulis mengkategorikan tujuan penelitian ke dalam kelompok tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui secara jelas argumentasi hukum Hakim dalam mengabaikan visum et repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara penganiayaan. b. Untuk mengetahui secara jelas implikasi pengabaian visum et repertum sebagai alat bukti surat oleh Hakim dengan putusan bebas dalam perkara penganiayaan. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang Hukum Acara Pidana khususnya tentang alasan hukum hakim yang memutus tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima dan implikasinya terhadap status perkara dan terdakwa dalam perkara penganiayaan. b. Untuk mengembangkan serta memperluas daya dan wawasan berpikir, serta menambah kemampuan penulis. c. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Setiap penulisan atas suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu bagi Penulis maupun pembaca dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan ini antara lain : 5

digilib.uns.ac.id 6 1. Manfaat teoritis a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Memberikan referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana tentang alasan hukum hakim yang memutus tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima dan implikasinya terhadap status perkara dan terdakwa dalam perkara penganiayaan. c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenisnya pada tahap selanjutnya dan diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur bagi penelitian hukum sejenisnya pada tahap selanjutnya. d. Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah pengetahuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan pendalaman pengetahuan dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji yang dapat berguna bagi penulis dikemudian hari. b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh. c. Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis serta untuk mengetahui kemampuan penulis terhadap penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. E. Metode Penelitian Penelitian adalah cara-cara berpikir, berbuat yang dipersiapkan dengan baik untuk mengadakan dan mencapai suatu tujuan penelitian, sehingga penelitian tidak mungkin dapat merumuskan, menemukan, menganalisa maupun memecahkan masalah dalam suatu penelitian tanpa metode penelitian. Dengan 6

digilib.uns.ac.id 7 demikian masalah pemilihan metode adalah masalah yang sangat signifikan dalam suatu penelitian ilmiah, karena mutu, nilai, validitas dari hasil penelitian ilmiah sangat ditentukan oleh pemilihan metodenya. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan-aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41). Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Sehingga penelitian hukum menurut Johnny Ibrahim ialah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya (Johnny Ibrahim, 2006: 57). Pendapat ini kemudian dipertegas oleh Sudikno Mertokusumo yang menyatakan bahwa disiplin ilmiah dan cara kerja ilmu hukum doktrinal adalah pada obyeknya, obyek tersebut adalah hukum yang terutama terdiri atas kumpulan peraturan-peraturan hukum yang bercampur aduk merupakan chaos: tidak terbilang banyaknya peraturan perundangundangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Ilmu hukum (normatif) tidak melihat hukum sebagai suatu chaos atau mass of rules tetapi melihatnya sebagai suatu structured whole of system (Johnny Ibrahim, 2006: 57). 2. Sifat Penelitian Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai 7

digilib.uns.ac.id 8 ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuanketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22). Penelitian ini bersifat preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35). 3. Pendekatan Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, adapun macam pendekatan dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93) : a. Pendekatan Perundang-undangan (statue approach); b. Pendekatan Kasus (case approach); c. Pendekatan Historis (historical approach); d. Pendekatan Perbandingan (comparative approach); dan e. Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Atas dasar beberapan pendekatan tersebut, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dan telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap (Peter Mahmud Marzuki,2010:94). 4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Sumber-sumber penelitian hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaany sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Yang termasuk bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan undang-undang, dan 8

digilib.uns.ac.id 9 putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141 ). Sumber bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder : a. Bahan Hukum Primer Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi, atau risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 4) Putusan Mahkamah Agung Nomor 84/Pid.B/2011/PN.KBR b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, meliputi: 1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum, 2) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana, 3) Jurnal-jurnal hukum, 4) Literatur dan hasil penelitian lainnya. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Pengumpulan bahan hukum primer dan sekunder di inventariskan dan di klarifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan, disistemisasi, dianalisis untuk menginterpresentasikan hukum yang berlaku (Johnny Ibrahim,2006:296). 9

digilib.uns.ac.id 10 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum) yang kemudian diajukan premis minor (pernyataan bersifat khusus) dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47). Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapat Benard Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim, 2006:249). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal yang sifatnya lebih khusus. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam subsub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika to penulisan user hukum (skripsi). 10

digilib.uns.ac.id 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulismemberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang argumentasi hukum, tinjauan tentang visum et repertum, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang putusan pengadilan, dan tinjauan tentang tindak pidana penganiayaan. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini,penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan masalah, yaitu: pertama,bagaimanakah argumentasi hukum Hakim dalam mengabaikan visum et repertum sebagai alat bukti surat dalam perkara penganiayaan?dan yang kedua Bagaimana kaitannya pengabaian visum et repertum sebagai alat bukti surat oleh Hakim dengan putusan bebas dalam perkara penganiayaan? BAB IV : PENUTUP Pada bab ini,penulis menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta memberikan saran yang relevan sebagai sarana evaluasi. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 11