TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Rumput Laut

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN RETENSI NITROGEN DAN FOSFAT RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii) PADA BERBAGAI KECEPATAN ALIRAN AIR FAHMY DJAFAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seaweed dalam dunia perdagangan dikenal sebagai rumput laut, namun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

Kerangka Pemikiran 2 TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kappaphycus alvarezii

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kappaphycus alvarezii sering juga disebut cottonii, merupakan jenis rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

2. TINJAUAN PUSTAKA. Rumput laut adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak memiliki akar,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Budidaya Rumput Laut Desa Ketapang

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

LAJU KECEPATAN PENYERANGAN ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DI PERAIRAN BLUTO SUMENEP MADURA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Rumput Laut

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Teknik Budidaya Rumput Laut (Gracillaria verrucosa) dengan Metode Longline Rumput laut adalah salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

Bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii )

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikannya diperkirakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

Lampiran 1. Prosedur pengukuran nitrogen dan fosfat dalam air.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

Oleh : ONNY C

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

PRODUKSI Gracilaria verrucosa YANG DIBUDIDAYAKAN DI TAMBAK DENGAN BERAT BIBIT DAN JARAK TANAM YANG BERBEDA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Prarencana Pabrik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii I-1

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan genera terbesar dari Famili Sargassaceae. Klasifikasi Sargassum sp.

Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA RUMPUT LAUT

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi. Jl. Kampus Unsrat Bahu, Manado 95115, Sulawesi Utara, Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

Bab II Tinjauan Pustaka A. Definisi dan Biologi Rumput Laut

PENINGKATAN LAJU PERTUMBUHAN THALLUS RUMPUT LAUT

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

3. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rumput Laut Rumput laut terdiri dari karaginofit, agarofit dan alginofit. Karaginofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karaginan. Agarofit penghasil agar-agar. Keduanya jenis ini termasuk rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit rumput laut mengandung polisakarida alginat dan termasuk berwarna coklat (Phaeophyceae). Ketiga jenis rumput laut ini, karaginofit dibutuhkan pada berbagai industri seperti : makanan, kertas, kosmetik hingga obat-obatan. Klasifikasi rumput laut Kappaphycus alvarezii menurut Doty (1985) yang diacu dalam Neish (2003) sebagai berikut : Kingdom Devisi Kelas Ordo Famili Genus Species : Plantae : Rhodophyta : Rhodophyceae : Gigartinales : Solieracea : Kappaphycus : Kappaphycus alvarezii Menurut Neish (2003), Eucheuma cottonii berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena kandungan karaginan yang dihasilkan kappakaraginan. Nama cottonii umumnya lebih dikenal dan dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Aspek Biologi dan Reproduksi Aspek Biologi Ciri-ciri fisik dari Kappaphycus alvarezii ini adalah mempunyai thallus silindris dan permukaannya licin. Warnannya tidak selalu tetap, kadang-kadang hijau, kuning, abu-abu, dan merah. Perubahan warna ini terjadi karena faktor

lingkungan. Adaptasi krematik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas cahaya (Aslan 1998). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus rumput laut Kappaphycus alvarezii berbentuk runcing memanjang dan agak jarang-jarang dan tidak tersusun rapi melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke arah basal (pangkal). Untuk melekatkan thallusnya di subtrat dengan alat perekat berupa cangkang. Cabangcabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari (Anggadiredja et al, 2002). Gambar 1. Rumput laut Kappaphycus alvarezii (Sumber Foto, Neish 2003) Aspek Reproduksi Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dan secara generative. Perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik alami maupun budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit. Secara vegetatif dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudiaan tumbuh menjadi tanaman baru (Anggadiredja et al, 2002).

Kadri dan Atmajaya (1988) mengatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, cahaya, gerakan air, unsur hara dan faktor biologi seperti binatang laut berpengaruh penting pada reproduksi rumput laut. Selain itu, faktor morbiditas dan mortalitas juga menjadi penghambat produktivitas rumput laut. Morbiditas dapat disebabkan oleh penyakit akibat dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan perairan (fisik dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan hewan-hewan herbivore (Anggadiredja et al, 2002). Habitat dan Penyebaran Habitat Subtrat yang paling umum untuk tempat hidup rumput laut pada daerah terumbu karang dan pasir (Anggadiredja et al, 2002). Hal ini disebabkan karena pada derah tersebut mengandung kapur atau kata lain kalsium karbonat dimana bahan ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, mudah tererosi dan memiliki warna yang jelas sehingga sinar matahari dapat terpantulkan (Apriyana 2006). Pada penjelasan yang lain mengatakan bahwa tempat yang baik untuk pertumbuhan rumput laut adalah pada daerah yang memiliki campuran antara patahan karang dan pasir, hal ini di sebabkan karena pada daerah tersebut di lalui aliran air yang tidak terlalu kuat (Syahputra 2005). Penyebaran Penyebaran rumput laut seperti halnya biota perairan lainnya sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, intensitas cahaya, dan nutrisi (Anggadiredja et al, 2002). Bila akan memilih lokasih untuk budidaya, kita harus mengetahui dulu daerah penyebaran rumput laut, karena dengan mengetahui daerah penyebaran rumput laut berarti kita dengan mudah melakukan kegiatan budidaya pada daerah tersebut, namun lokasi budidaya belum tentu merupakan daerah penyebaran rumput laut secara alami (Indriyani dan Suminarsi 2005).

Teknik Budidaya Metode budidaya rumput laut dibagi menjadi 3 yakni : (1) rakit apung. (2) long-line dan (3) tanam dasar (Iksan 2005). Tetapi seiring dengan banyaknya penelitian maka pengembangan tekinik pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki atau bak disyaratkan untuk penelitian. Metode Rakit Metode rakit apung digunakan dengan cara mengikat rumput laut pada tali ris (seperti pada metode lepas dasar) yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. satu unit rakit apung berukuran 2,5 x 5,0 meter. Satu rakit maksimal 5 unit dengan jarak antara rakit sekitar 1,0 m. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut terbawa ombak atau arus. Jarak tanam antara rumput laut 25 x 25 cm dengan berat bibit 100 gram untuk setiap ikatan. Kelebihan dari metode ini adalah lebih banyak diterapkan pada kondisi perairan yang lebih dalam (Anggadiredja et al, 2002). Metode Long-line Metode long-line merupakan cara paling banyak diminati oleh petani rumput laut karena pemilihan lokasihnya fleksibel juga biaya yang dikeluarkan lebih murah. Teknik budidaya dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut : Ikat bibit pata tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris kira-kira 50-75 meter, pada ujuang tali ris diikat tali jangkar. Untuk mengapung rumput laut, ikatkan pelampung dengan jarak 10-15 cm agar rumput laut berada pada kedalaman 10-15 cm dari permukaan air. Sewaktu memasang tali utama harus di perhatikan arsh arus untuk menghindari terjadi belitan tali satu dengan yang lain. Bibit rumput laut yang digunakan biasanya 100 gram per ikat (Ditjen Budidaya 2003). Metode Tanam Dasar Metode ini biasanya dilakukan pada daerah yang berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting untuk memudahkan penancapan patok/pacing. Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan

dengan tali ris polythylen berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tal ris yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan (Ditjen Budidaya 2003). Metode Bak Budidaya sistim bak adalah cara pemeliharaan yang bertujuan untuk memanfaatkan lahan yang efisiensi. Sistim budidaya ini selain meningkatkan efisiensi penggunaan lahan juga dapat mengurangi kebutuhan akan rumput laut. Menurut Israel et al, (2008) bahwa pemeliharaan rumput laut menggunakan tangki memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan budidaya tradisional. Pertama, pertumbuhan rumput laut dapat dimanipulasi dengan memperkaya unsur hara didalam tangki untuk mempercepat proses pertumbuhan. Kedua, adalah perubahan kondisi lingkungan yang sifatnya mendadak dapat dihindari. Sebagai contoh, ujicoba penanaman Gigartina skottbergii di dalam tangki menunjukan tingkat pertumbuhan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang ditanam di perairan laut. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yaitu : suhu, cahaya, salinitas dan pergerakan aliran air dapat diatur dengan baik (Buschman et al, 2004). Penanaman rumput laut Kappaphycus alvarezii di dalam tangki masih sedikit informasi yang tersedia. Hal ini disebabkab karena berkaitan dengan jenis rumput laut itu sendiri (Buschman et al, 2004). Teknik Pemilihan Bibit Kegiatan penyediaan bibit dari alam maupun dari hasil budidaya perlu direncanakan (Amiluddin 2007). Untuk memperoleh bibit yang baik perlu di perhatikan asal usul dari bibit yang akan di budidayakan. Menurut Anggadiredja et al, (2002) bibit rumput laut yang baik adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) bibit yang digunakan merupakan thallus mudah yang bercabang banyak. (2) bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau terkelupas sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti minyak. (3) bibit rumput laut harus terlihat segar dan berwarna cerah. (4) bibit harus seragam

dan tidak boleh tercampur dengan bibit yang lain. (5) berat bibit awal di upayakan seragam. Saat yang baik untuk penebaran maupun penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan yang paling baik adalah pada pagi hari atau sore hari menjelang malam (Amiluddin 2007). Pengaruh Fisika-Kimia Kultur Pengaruh Fisika Cahaya Kemampuan adaptasi rumput laut terhadap cahaya sangat baik. Intensitas penyinaran merupakan faktor utama menentukan laju produktifitas primer dalam perairan. Sebagai contoh, pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp dapat tumbuh dengan baik ketika cahaya yang masuk ke dalam perairan sesuai dengan kebutuhannya. Intensitas cahaya maksimum untuk pertumbuhan adalah 4750 lux (Iksan 2005). Suhu Umumnya kemampuan adaptasi jenis-jenis rumput laut terhadap suhu perairan sangat berfariasi, tergantung pada habitat dan daerah penyebaran dari pada rumput laut itu sendiri. Sebagai contoh, rumput laut yang hidup di daerah Norwegia dapat hidup pada suhu 3 0 C di musim dingin dan pada musim panas rumput laut tersebut dapat hidup pada suhu 14 18 0 C (Patadjal 1999). Pada perairan Atlantik rumput laut dapat hidup pada suhu 7 0 C di musim dingin dan 30 0 C di musim panas (Hoyle 1975). Di Negara Asia khususnya Taiwan pertumbuhan rumput laut menjadi lambat apabila suhu air berada di bawa 8 0 C (Apriyana 2006). Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii berkisar 28 32 0 C (Neish 2005). Pengaruh Kimia Salinitas Salinitas adalah jumlah (garam) zat-zat yang larut dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan ion

diganti dengan klor dan semua baha-bahan organik telah teroksidasi sempurna. Toleransi rumput laut cukup tinggi dan berfariasi menurut jenisnya (Patadjal 1999). Mekanisme toleransi rumput laut terhadap perubahan salinitas berbeda antara rumput laut yang satu dengan yang lain. Misalnya Eucheuma spinosum dapat tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 30 32 ppt. Eucheuma cottonii dapat tumbuh dengan baik pada salinitas 29 33 ppt. Trono (1986) mengatakana bahwa kisaran salinitas untuk pertumbuhan Kappaphycus alvarezii berkisar pada 29 34 ppt. Syahputra (2005) mengatakan salinitas yang baik bagi pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp berkisar pada 32-34 ppt. ph Derajat keasaman juga merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan rumput laut. Aslan (2005) mengatakan kisaran ph maksimum untuk pertumbuhan untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5. Syahputra (2005) derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp adalah antara 7-9 dengan kisaran optimal 7,3-8,2. Kondisi ini menggambarkan bahwa setiap alga mempunyai torelansi yang berbeda-beda terhadap ph. Pergerakan Air Secara umum yang dimaksudkan dengan aliran air adalah gerakan massa air yang di tiupkan oleh angin (Wibisono 2005). Makin besar kecepatan angin maka semakin kuat aliran air yang di timbulkan. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001) angin juga dapat menimbulkan gelombang yang besar di perairan. Pada budidaya rumput laut, pergerakan aliran air merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Lobban dan Horrison 1994). Pergerakan aliran air yang tinggi dapat menyebabkan tanaman mudah stress karena terjadi perpindahan unsur hara yang terlalu cepat (Marseila et al, 2007). Sebaliknya, pergerakan aliran air yang lambat dapat menyebabkan rumput laut tidak dapat menyerap unsur hara dengan baik. Pergerakana aliran air yang baik untuk pemeliharaan rumput laut diperairan 20-40 cm/detik (Lunning 1990). Aliran air dan gelombang memiliki pengaruh yang besar terhadap transportasi unsur hara dan pengadukan air (Apriyana 2006). Menurut Thamrin

(2006) bahwa sirkulasi air disebabkan oleh pergerakan air sangat penting bagi organisme yang berada di dalamnya, baik itu pada perairan darat maupun perairan laut. Penjelasan yang lain dari pergerakan arus adalah untuk menghindari endapan lumpur dan epifit yang melekat pada thallus rumput laut (Apriyana 2006). Fosfat Fosfat merupakan unsur penting bagi semua mahluk hidup terutama berfungsi sebagai transformasi energi metabolik yang mana peranannya tidak dapat digantikan oleh unsur lain (Patadjal 1999). Unsur ini merupakan penyusun ikatan pirototal total posfat dari adenosin triposfat (ATP) yang kaya akan energi dan merupakan penyusun bahan bakar bagi semua kegiatan didalam sel, serta merupakan penyusun sel penting lain. Ikatan fosfat organik ini digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia (Noggle dan Fritz 1986). Kandungan fosfor dalam sel alga dapat mempengaruhi laju serapan posfat dan sebaliknya kandungan fosfat di dalam sel akan meningkat seiring dengan berkurangnya kandungan fosfor (Patadjal 1999). Sebagai contoh, alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya (Luxury consumtion) dan selain itu juga mampu menyerap fosfat pada konsentrasi yang sangat rendah. Ini disebabkan karena dia (alga) mempunyai enzim alkaline fosfatase yang mana dapat mengubah fosfat menjadi ortoposfat yang siap di pakai. Hal inilah, yang merupakan salah satu penyebab kandungan ortoposfat di perairan cepat habis. Kekurangan fosfat akan lebih kritis bagi tanaman akuatik termasuk alga. Pada hal, ketersediaan fosfor di perairan cukup melimpah tetapi, tidak dalam bentuk ortofosfat (PO 4 ). Hal inilah yang membedakan antara fosfat dengan nitrogen. Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan alga akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam ammonium dan sebaliknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat maka konsentrasi fosfat yang dibutuhkan lebih tinggi. Konsentrasi fosfat yang di butuhkan untuk pertumbuhan alga berkisar antara 0.018-0.090 ppm dan batas tertinggi adalah 8.90-17.8 ppm (P-PO 4 ) jika nitrogen dalam bentuk nitrat. Sedangkan nitrogen dalam bentuk ammonium maka batas tertinggi berkisar pada 1.78 ppm (P-PO 4 ).

Nitrogen Nitrogen adalah satu unsur utama penyusun sel organisme di dalam pembentukan protoplasma. Pada perairan nitrogen hadir dalam bentuk nitrat, nitrit, amonium dan aminia, serta senyawa-senyawa N-organik seperti urea dan asam amino (Andrias 1991). Menurut Lobban dan Horrison (1994) nitrat dan amonia yang lebih banyak dimanfaatkan rumput laut. Sehingga keterbatasan nitrogen di perairan akan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik (Patadjal 1999). Masuknya nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian thalli rumput laut. Proses difusi adalah perpindahan ion dari satu tempat ke tempat yang lain (Salusbury dan Ross 1992). Nitrogen yang diserap diproses melalui tahapan yaitu : fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta amonifikasi. Proses fiksasi, nitrifikasi, denitrifikasi dan amonifikasi ini umumnya dilakukan oleh bakteri, sedangkan proses asimilasi dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Iksan 2005).