BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Key word: Communication technique, approaches, efectiveness interpersonal communication, and autistic.

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran yang

Implementasi Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di SLB-C1 Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal

Hayyan Ahmad Ulul Albab

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting. Untuk menilai tumbuh kembang anak banyak pilihan cara. Penilaian

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. tenaga profesional untuk menanganinya (Mangunsong,2009:3). Adapun pengertian tentang peserta didik berkebutuhan khusus menurut


BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami peneliti, ketika peneliti

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Dari hari ke hari istilah autisme semakin banyak diperbincangkan di

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

menyebabkan perkembangan otaknya terhambat, sehingga anak mengalami kurang dapat mengendalikan emosinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki tingkat intelektual yang berbeda. Menurut Eddy,

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan verbal - linguistik (cerdas kata-kata), logika matematika (cerdas angka), visual

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kecerdasan yang seimbang. Menurut Undang-Undang RI Nomor 20

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh Center for Diesease Control and Prevention

BAB 1 PENDAHULUAN. (Narendra, 2004). Pembelajaran pada masa golden age merupakan wahana

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

BAB 1 PENDAHULUAN. pengajaran, namun pada kenyataannya tidak semua anak dilahirkan sempurna dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia, bahasa merupakan alat menyatakan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak keterampilan yang harus dikuasai oleh manusia baik sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menghambat perkembangan perilaku. Autisme bisa dideteksi

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. yang bisa merangsang motorik halus anak. Kemampuan ibu-ibu dalam

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, terutama berinteraksi dengan sesama manusia. Dalam. melakukan interaksi manusia membutuhkan media interaksi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagan 1.1. Bagan Penyebab Gangguan Kesulitan Belajar (Sumber: Koleksi Penulis)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia seutuhnya yang dapat dilakukan melalui berbagai. dimasa yang akan datang, maka anak perlu dipersiapkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

BAB I PENDAHULUAN. fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang

Bagaimana? Apa? Mengapa?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran konsep diri..., Indri Apsari, FPsi UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Penyelenggaraan pendidikan di

GAMBARAN TINGKAT IQ TERHADAP KEMAJUAN TERAPI ANAK AUTISME DI SLB BIMA KOTA PADANG TAHUN 2011 OLEH NOVERY HARIZAL BP

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. satu cita-cita dan tujuan dari Bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas masa depan anak dapat dilihat dari perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Ponija, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Anak autis merupakan salah satu anak luar biasa atau anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan manusia banyak didukung dari beberapa faktor,

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam berbahasa, berkomunikasi, dan berinteraksi. Alasan paling mendasar pentingnya berkomunikasi tentu adalah untuk mencerna segala informasi yang sangat mempengaruhi kecerdasan berpikir (kognitif) manusia. Namun sayangnya, berbicara sebagai hal pokok yang mendasar bagi manusia malah harus menjadi kendala bagi sebagian anak. Menurut data dari Harian Kompas.com (Sabtu 07 Juni 2014. 11.11 wib), masih terdapat gangguan berbicara bagi sebagian anak-anak tertentu. Gangguan berbicara dan bahasa merupakan salah satu bentuk gangguan tumbuh kembang yang kini kian banyak. Tercatat sejumlah 6 persen hingga 19 persen anak mengalami gangguan berbicara. Biasanya gangguan ini lebih sering dialami oleh anak laki-laki (http://www.hariankompas.comdiakses padatanggal 08 Januari, 13.00 wib). Fenomena autis sebenarnya bukanlah fenomena yang baru. Sampai saat ini fenomena autis masih misterius. Penyebab pasti serta penanganan yang tepat masih belum diketahui. Para klinis dan para pakar psikolog masih memperdebatkan masalah spektrum autis tersebut. Sementara data yang telah tercatat dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Kota Bandung berdasarkan data Kompas, Bandung, Jawa Barat, terungkap angka keseluruhan gangguan tumbuh kembang anak (autis) mencapai angka hingga 30 persen, dimana sekitar 19 persen mengalami gangguan dalam berbicara. Perjalanan tumbuh kembang anak harus dipantau, karena sangat sulit untuk diprediksi. Ada anak yang awalnya normal tetapi karena kurang stimulasi maka akibatnya mengalami gangguan. Ada juga penyakit regresi yang baru muncul di usia tertentu, seperti autis (http://www.hariankompas.com diakses pada tanggal 08 Januari, 14.00 wib). Sementara, berdasarkan data lapangan yang ditemukan penulis, menemukan fakta terbaru yang tentu menjadi permasalahan adalah bahwa pertambahan jumlah anak autis yang kian meningkat setiap tahunnya tidak diimbangi dengan fasilitas-fasilitas seperti sekolah inklusi atau sekolah berkebutuhan khusus, puskesmas, serta yayasan khusus yang diharapkan mampu dalam menangani masalah anak autis, padahal anak autis perlu mendapat perhatian dan

penanganan khusus dari dokter, klinis, psikolog, ahli medis, dan pengajar di sekolah inklusi untuk membantu tumbuh kembangnya terutama dalam masalah komunikasi. Berdasarkan hasil survey dari Subdinas Sekolah Luar Biasa, Dinas Pendidikan Kota Bandung, angka pertumbuhan anak autis dikota Bandung semakin meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan tersebut diperkirakan meningkat hingga 5 persen setiap tahunnya. Anak autis di kota Bandung sampai tahun 2007, mencapai angka 739 anak atau kurang lebih sebesar 10 persen dari jumlah anak autis yang tercatat di lndonesia. Sementara menurut data dari Harian Kompas mencapai hingga 30 persen pada tahun 2014. Sayangnya peningkatan jumlah anak autis di kota Bandung ternyata tidak diimbangi dengan fasilitas yang ada. Tentunya yang menjadi kendala selain fasilitas adalah kurangnya perhatian dari masyrakat dalam menyikapi kasus autisme, kurangnya tenaga pengajar yang handal dalam menangani anak berkebutuhan khusus, fasilitas dari dinas kesehatan, dan lainnya. (http://upi.edu.autis.pdf. Diakses pada tanggal 11 Maret 19.20 wib). Salah satunya lagi yang menjadi masalahnya adalah lembaga sekolah yang tersebar di Kota Bandung kebanyakan ataupun pendidikan linguistik malah lebih memperhatikan anakanak normal dari pada anak autis dalam mempelajari bahasa dan komunikasi padahal faktanya anak normal dinilai tidak begitu mengalami kesulitan dalam berbahasa ataupun berkomunikasi. Hal tersebut ternyata tidak dimanfaatkan untuk menangani anak autis yang mengalami keterbatasan dalam berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Menurut data dari Depertemen Kesehatan (2004), secara formal lembaga yang khusus menangani anak autis berdiri dari tahun 1999, padahal faktanya kasus autis sudah ditemukan sejak tahun 1992 (http://www.upi.edi.autis.pdf, diakses pada 10 Maret.19.20 wib). Berdasarkan data lapangan, menurut data dari Dinas Pendidikan Luar Biasa, Dinas pendidikan kota Bandung, mencatat bahwa sebagian kecil anak autis di kota Bandung tersebar mengikuti terapi atau sekolah berkebutuhan khusus. Akan tetapi sebagian besar lainnya lebih diikutsertakan di sekolah luar biasa, yang tidak secara khusus menangani masalah anak autis (http://www.upi.edu.autis.pdf ). Hal tersebut tentu merupakan sebuah kekeliruan besar, karena pada dasarnya anak autis tentu berbeda dengan anak yang memiliki keterbelakangan mental (retardasi mental), yang pada dasarnya memiliki IQ dibahwah ratarata. Sementara sebagian anak autis dapat dikategorikan memiliki IQ yang lebih tinggi dan hampir sama dengan anak normal kebanyakan, hanya saja anak autis mengalami keterlambatan dan gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Kanner (dalam Yuwono, 2009: 11) mengatakan bahwa anak autis menarik tanpa ciri fisik yang tidak

biasa, dimana memiliki prestasi baik pada beberapa test IQ (test rote memory dan copying), lebih baik dari pada pemahaman abstrak dan konsep verbal. Kanner berpendapat bahwa anak autis bukanlah (mentaly retarded), individu autis disebut functionaly retarded. Menurut Kanner (2009: 12) terkesan dengan potensi IQ yang normal, meskipun menghadapi keterlambatan yang nyata berdasarkan pada apa yang menjamin penemuan secara konsisten pada test psikologi. Anak-anak autis seringkali memiliki kemampuan tidak merata yang sangat luar biasa, dimana kemampuan non verbal seringkali mencapai secara signifikan lebih dari kemampuan verbalnya. Selain itu, anak autis berbeda dalam pola periaku dan perkembangan kognitif, maka dari itu anak autis memiliki gangguan bahasa yang berat (Bartak, Rutter dan Cox). Inilah mengapa anak autis sulit dalam berkomunikasi secara verbal. Sementara menurut Wall (2004) dalam (Yuwono, 2009: 21), menyatakan tipe anak autis memiliki IQ level normal atau tinggi. Yuwono (2009: 37) mengatakan bahwa kemampuan visual spasial merupakan kemampuan yang menonjol pada anak autis. Semantara Siegel berpendapat dalam (Yuwono, 2009: 38) bahwa anak autis memiliki level intelegensi non verbal yang normal, tapi memiliki signifikansi yang sangat kuat terhadap kerusakan dalam IQ verbal bahasa. Kekeliruan masalah diatas sebenarnya dapat dimaklumi melihat fasilitas sekolah berkebutuhan khusus di kota Bandung sangat minim sekali. Para orangtua terpaksa melakukannya karena faktor situasional yang sedang dihadapi saat ini. Anak autis mengalami kesulitan dalam memahami bahasa lisan, sebagian anak autis lainnya secara alamiah menggunakan bahasa tubuh (non verbal), sebagai petunjuk tambahan untuk membantu beajar mereka dan memahami kata (Cristie, dkk,. 2009: 94). Sejalan dalam penelitian Diah Arum dalam jurnal vol. 1 no. 2 dengan judul komunikasi dengan anak autis mengatakan pemahaman terhadap bahasa dan kemampuan untuk berkomunikasi dua arah lebih penting dari pada hanya sekedar berkomunikasi tanpa memahami apa yang diucapkan oleh anak atau orang lain. Untuk itu kita harus mempunya strategi (teknik) dalam berkomunikasi dengan anak autis agar mereka dapat berkomunikasi dua arah. Anak autis memiliki kemampuan yang menonjol dibidang visual daripada materi yang dipelajari hanya dengan ucapan saja ( Rasyid, 2014: 2). Sejalan dengan penelitian Rukmini (2014: 3), dengan judul perilaku komunikasi non verbal anak autis, mengatakan bahwa visual dapat membantu anak dalam memahami pesan yang disampaikan oleh dirinya ataupun orang lain. Anak autis tidak dapat berkomunikasi

secara normal seperti anak-anak normal lainnya. Hal ini disebabkan oleh autisme spectrum disorder (ASD), atau gangguan spektrum autisme yang merupakan gangguan perkembangan dalam pertumbuhan manusia yang secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak tersebut. ASD yang dialami anak autis berpengaruh pada cara mereka berkomunikasi, berinteraksi sosial, daya imajinasi, dan sikap yang merupakan suatu kumpulan sindrom yang menggangu sistem syaraf. Ketidakmampuan berkomunikasi secara sempurna yang dialami oleh sebagian anak autis menuntut perlu adanya teknik komunikasi yang tepat dalam membantu perkembangan bahasa dan komunikasi anak autis. Teknik komunikasi yang baik bisa dilakukan oleh pengajar di sekolah dalam membimbingan anak autis, orang tua dirumah, para klinis, dokter, psikologi, konsultan, dan ahli terapi biomedik dalam menangani anak autis. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti teknik komunikasi pengajar dengan anak autis di sekolah berkebutuhan khusus Yayasan Pelita Hafizh kota Bandung. Di sekolah ini masih terdapat anak autis yang tidak dapat berkomunikasi secara baik, dan perlu mendapatkan teknik komunikasi efektif dari pengajar dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas. Di sekolah ini juga masih terdapat anak autis yang memang lancar berbicara tetapi komunikasi interpersonalnya masih belum fokus kontak matanya dan juga perlu diperhatikan, pasalnya saat diajak berkomunikasi kontak mata anak autis sangat datar bahkan saat berkomunikasi sering tidak memandang orang yang sedang diajak berbicara. Masih terdapat teknik komunikasi yang salah dan perlu mendapat perbaikan dari pengajar dalam menangani anak autis pada yayasan ini. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Yayasan Pelita Hafizh ini untuk mengetahui bagaimana teknik komunikasi yang efektif dari para pengajar dengan anak autis agar efisiensi dan efektifitas komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Tidak hanya itu yayasan ini lebih menekankan pada wawasan dan nilai-nilai pendidikan yang lslami, walau dalam sekolahnya masih menggunakan pakaian formal merah putih seperti sekolah dasar kebanyakan. Salah satu yang menjadi alasan peneliti tertarik untuk meneliti teknik komunikasi di sekolah berkebutuhan khusus ini adalah bahwa saat proses belajar para pengajar menggunakan terapi musik, dengan tujuan untuk melatih komunikasi dan perkembangan bahasa anak autis. Hal ini sejalan dengan pendapat Ahirra Amarilis dalam jurnalnya dengan judul Dampak Terapi Musik terhadap Bentuk Komunikasi Verbal dan Non Verbal Anak Autis di Yayasan Autis Pelita Hafizh Bandung, di mana terapi musik pada

anak autis diyakini dapat menjadi salah satu alternatif untuk menyembuhkan gangguan komunikasi anak autis. Fungsinya adalah untuk melatih auditory, menekan emosi, melatih kontak mata, dan kekuatan konsentrasi pada anak autis. Tujuan terapi musik ini adalah untuk perkembangan bahasa verbal dan non verbal anak autis. Tidak hanya terapi musik, anak autis juga dilatih untuk dapat bernyanyi dan menghapal liril-lirik lagu yang telah dipersiapkan oleh para pengajar, yang tujuannya untuk melatih daya imajinasi, daya ingat dan merangsang syaraf memori dan otak anak. Yayasan ini kurang lebih telah membina dua puluh anak autis dari berbagai usia yang mengalami gangguan komunikasi. Yayasan Pelita Hafizh ini terletak di Jalan Kota Baru 1 Kota Bandung, dekat Tegalega, yang spesial menangani anak autis, gangguan berbicara, ADD, ADHD (hyperactif), dan kesulitan belajar. Gambar 1. Foto SLB Autisme Pelita Hafizh Sumber: Olahan Penulis 1.2 Rumusan Masalah Anak autis mengalami ganguan perkembangan salah satunya pada bidang komunikasi. Untuk itu yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah Bagaimana teknik komunikasi pengajar dalam menangani masalah perkembangan komunikasi anak autis agar komunikasinya efektif dalam proses belajar mengajar?. 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui teknik komunikasi yang digunakan oleh pengajar dalam menangani masalah perkembangan komunikasi anak autis agar komunikasi berjalan dengan efektif di dalam kelas. 1.4 Batasan Penelitian Batasan dari penelitian ini adalah: melihat sudut pandang teknik komunikasi pengajar dalam menangani gangguan berkomunikasi anak autis dalam proses kegiatan belajar mengajar. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut, Secara teoritis adalah : 1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam mengembangkan kajian bidang komunikasi yang berkaitan dengan tekhnik komunikasi yang paling efektif dalam menangani anak autis. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstrubusi positif dalam bidang komunikasi, khususnya dalam bidang komunikasi dan bahasa verbal dan non verbal. Manfaat secara praktis: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi mengenai bidang kajian komunikasi dan dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dan bahan bacaan bagi guru, konsultan, dan orangtua dalam menangani anak autis yang mengalami keterbatas dan memerlukan penanganan, khususnya pada bidang komunikasi anak autis. 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di sekolah berkebutuhan khusus kota Bandung, yaitu di Yayasan Pelita Hafizh, yang beralamat di Jalan Kota Baru no.1 Bandung. Sekolah ini khusus menerima anak yang memiliki penanganan khusus seperti autis, ADD/ADHD (hyperaktif), kesulitan beajar, lambat bicara, dan kesulitan berkomunikasi. Waktu penelitian ini dilakukan pada periode bulan Maret dan April.

1.7 Tahapan Penelitian Tabel 1 Jadwal dan tahapan penelitian No Bulan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun. 2014 2014 2014 1 Pengajuan proposal skripsi dan literatur 2 Bimbingan BAB 1-3 3 Revisi penelitian skripsi BAB per BAB dan survey lokasi penelitian 4 Sidang proposal skripsi dan pengambilan data observasi 5 Penelitian dan wawancara informan 6 Analisis data kualitatif 7 Penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Sumber : olahan Penulis