BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDEKATAN PERILAKU TERHADAP LINGKUNGAN SEKOLAH LUAR BIASA DI JAKARTA

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. (sumber:kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) 2. Menurut pakar John C. Maxwell, difabel adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

PEND. ANAK LUAR BIASA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Jakarta adalah kota yang setiap harinya sarat akan penduduk, baik yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROPOSAL TUGAS AKHIR PERANCANGAN DESAIN DAN WARNA FURNITUR PADA SEKOLAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS GILGAL DI PANTAI INDAH KAPUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

SEKOLAH MENENGAH TUNANETRA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak penyandang tuna daksa (memiliki kecacatan fisik), seringkali

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan memiliki kecakapan hidup dan mampu mengoptimalkan segenap

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat di Jakarta Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sekolah Luar Biasa Untuk Tunarungu Difabel Antropometri

BAB III METODE PERANCANGAN. sebuah proses perancangan, metode ini dibutuhkan untuk memudahkan perancang

BAB II TINJAUAN DIFABEL DAN PUSAT PELAYANAN DIFABEL

LAPORAN OBSERVASI SLB-A-YKAB SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Husni Umakhir Gitardiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan dalam bidang perekonomian semakin meningkat, di

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan.artinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak bagi sebuah keluarga adalah sebuah karunia, rahmat dan berkat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Persoalan tempat tinggal masih menjadi masalah pelik bagi penduduk di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan Prasarana Transportasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilandasi oleh tujuan untuk penciptaan keadilan dan kemampuan bagi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan Hawa sebagai pendamping bagi Adam. Artinya, manusia saling

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. PENDAHULUAN. suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, dan sebagainya. sebaliknya dalam individu berbakat pasti ditemukan kecacatan tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. media yang dibutuhkan di segala bidang terutama dibidang pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I. Jakarta berbondong-bondong untuk tinggal, belajar, dan bekerja di ibukota. Hal ini

Konsep perencanaan dan perancangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyandang tunagrahita adalah 2,3%. Atau 1,95% anak usia sekolah. menyadang kelainan adalah orang, jadi estimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I-1

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) TUNA GRAHITA KOTA CILEGON

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

UNIVERSITAS DIPONEGORO LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) RELOKASI SLB A DRIA ADI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR PERIODE 134/56

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan % dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Persentase penduduk lansia di dunia, Asia dan Indonesia tahun

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

EDUKASI DAN TERAPI BAGI TUNADAKSA YANG REKREATIF DENGAN PENDEKATAN GREEN ARCHITECTURE DI KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PERANCANGAN. dalam mengembangkan ide sebuah rancangan. Langkah-langkah ini meliputi

I. PENDAHULUAN. perbedaan kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam rangka memberikan peluang bagi pengakuan derajat kemanusiaan. Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU RI no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini berarti suatu satuan pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras dan kedudukan sosial serta tingkat kemampuan ekonomi, dan tidak terkecuali juga kepada para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa. Pendidikan luar biasa mempunyai tujuan seperti yang termuat dalam Peraturan Pemerintah no 72 tahun 1991 pasal 2 yaitu Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Pendidikan luar biasa diberikan kepada warga negara yang memiliki kelainan fisik ataupun kelainan mental agar nantinya bisa kembali bersosialisasi ke masyarakat secara normal. Namun dalam kenyataannnya presentase anak cacat yang mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya sangat sedikit. 1

2 Tabel 1.1 Jumlah persentase penyandang cacat di Jakarta Jenis kecacatan Jumlah (%) Mata/Netra 15.93 Rungu/Tuli 10.52 Wicara/Bisu 7.12 Bisu/Tuli 3.46 Tubuh 33.75 Mental/Grahita 13.68 Fisik dan mental/ganda 7.03 Jiwa 8.52 Jumlah total 100.0 Sumber: BPS, SUSENAS 2012 Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik), Jakarta mempunyai 8.690 orang penyandang disabilitas dan diantaranya terdapat 1.071 orang penyandang tunanetra, dari jumlah tersebut 488 orang di antaranya merupakan kelompok anak berusia sekolah dari umur 6 19 tahun. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta sendiri memiliki 93 sekolah luar biasa yang diantaranya terdapat 2 sekolah untuk tunanetra dan 91 sekolah untuk sekolah penyandang cacat lainya seperti yang tertera pada tabel 1.2. No. Tabel 1.2 Jumlah Sekolah Menurut Ketunaan di Beberapa Provinsi Provins Camp i uran Netra A Rungu B Grahita C Daksa D Laras E Ganda G 1 DKI 2 11 35-1 5 38 93 Jakarta 2 Jawa 13 25 56 - - 69 163 326 Barat 3 Banten - 2 3 35 2 2 17 37 4 Jawa 6 21 35 2 2 33 62 164 Tengah 5. DI 2 4 8-1 11-65 Yogyak arta 6 Jawa Timur 11 49 88 5 5 102 175 438 Sumber: Depdikbud 2010/2011 Data diatas menyebutkan bahwa sekolah untuk tunanetra atau SLB-A menjadi jumlah yang paling sedikit dengan memiliki jumlah penyandang cacat netra terbanyak dibanding dengan penyandang cacat lainnya. Selain itu populasi kelahiran orang tuna netra meningkat dari tahun ke tahun seperti yang tertera pada table 1.1. Berdasarkan survei pada sekolah SLB-A Pembina Jakarta dan Studi Literatur pada SLB-A Elsafan masing-masing sekolah Jml

3 tersebut hanya tersedia sekitar 40 kelas yang merupakan gabungan dari SDLB, SMPLB, SMALB dan masing-masing kelasnya hanya dapat menampung rata-rata 3 siswa. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses belajar mengajar siswa yang mengalami keterbatasan dalam menerima pelajaran. Dari data tersebut dapat di asumsikan 240 siswa yang tertampung dari 488 anak tunanetra usia sekolah dan terdapat 248 anak lainnya yang tidak dapat tertampung oleh pihak sekolah karena keterbatasannya jumlah ruangan. Dengan begitu dapat di ambil kesimpulan bahwa hanya setengah jumlah anak penyandang tunanetra yang dapat tertampung oleh sekolah di Jakarta. Oleh karena itu pembangunan sekolah perlu dilakukan guna untuk menampung anak-anak yang tidak tertampung dan tidak mendapatkan pendidikan. Gambar 1.1 Jumlah Anak Usia Sekolah netra Dari tahun 2007 sampai 2013 Sumber: DEPSOS 2007-2013 Dengan pendidikan yang rendah dan ketiadaan keterampilan, membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan sehingga bermunculan fenomena yang sering kita lihat disekitar seperti tunanetra menjadi tukang kerupuk, pengamen, bahkan sampai pengemis. Adapun usaha penanganan yang dilakukan oleh pemerintah untuk pemenuhan akan adanya fasilitas khusus bagi penyandang tunanetra yaitu dalam bentuk memperbanyak Sekolah Luar Biasa Bagian A yang juga menerima siswa double handicap atau siswa yang memiliki ketunaan ganda dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Menurut Kepala Sekolah SLB Dharma Asih Surabaya yang dikutip dari Surya Online sebuah website berita di Surabaya, diantara siswa lain

4 siswa tunanetra lah yang paling mengalami kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran karena sedikitnya pengetahuan mereka terhadap lingkungan sekitar dan faktor sebagian orangtua yang merasa malu atau tidak ingin repot untuk mengenalkannya terhadap sesuatu yang mereka tidak ketahui. Berdasarkan hal tersebut mereka membutuhkan perlakuan dan kebutuhan ruang yang lebih memfasilitasi mereka pada proses pembelajaran sejak dini. Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa SLB-A Pembina Jakarta tidak sedikit dari mereka yang tetap bersekolah di sekolah tersebut untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya. Adanya jenjang sekolah dari SDLB hingga SMALB juga dapat mempermudah guru untuk mengenal karakteristik siswa sehingga dapat membantu proses belajar. Dari hasil studi banding mengenai fasilitas, diakui masih terdapat kekurangan terutama dari segi aksesibilitas, kenyamanan, dan aspek-aspek arsitektural lainnya yang merespon perilaku tunanetra. Padahal dengan keterbatasan yang mereka miliki tentu sangat berdampak pada pemenuhan fasilitas dan perancangan arsitektural khusus yang menunjang prilaku dan aktivitas akademis mereka. Hal inilah yang dirasakan kurang menjadi perhatian bagi perancangan sebuah kompleks pendidikan bagi siswa tunanetra. Berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan keinginan untuk menciptakan sebuah fasilitas pendidikan yang ideal dengan metode pendekatan prilaku sesuai untuk mengetahui kebutuhan apa yang mereka butuhkan sehingga tercipta ruangan yang dapat menyesuaikan dengan perilaku yang mereka lakukan di lingkungan sekolah sehingga terjadinya hubungan yang harmonis antara fungsi ruang dengan penggunanya yang nantinya juga dapat lebih memandirikan dan memberdayakan para siswa dengan keterbatasan penglihatan yang dimiliki. Pemilihan tapak berada di daerah Jakarta Barat, tepatnya di jalan Kebon Raya, Kebun Jeruk. Daerah tersebut merupakan wilayah pendidikan yang didukung oleh sarana transportasi umum yang berguna bagi kemandirian siswa untuk menggapai sekolah, juga terdapat beberapa sekolah dan diantaranya adalah sekolah inklusi SMPN 191 Jakarta Barat, dekatnya jarak antar sekolah tersebut mempermudah siswa yang sudah dapat melanjutkan ke jenjang sekolah normal untuk bermobilitas dengan

5 menggunakan jalan yang sudah biasa mereka lewati sebelumnya. Kawasan tersebut merupakan kawasan hunian atau komplek perumahan warga sekitar yang tidak begitu banyak lalu lalang kendaraan, sebelumnya tapak digunakan untuk SD Duri Kepa 10 Pagi yang sudah pindah ke lahan sebelah dan sekolah lama dibiarkan tidak terawat. Kondisi tersebut baik untuk tingkat keamanan siswa dalam menggapai sekolah saat berjalan kaki. Selain itu menurut BPS Jakarta Barat merupakan kawasan terbanyak jumlah populasi penyandang disabilitas tunanetra. 1.2. Rumusan Masalah Uraian yang sudah dijelaskan menghasilkan rumusan permasalahan yang diangkat menjadi bahan penelitian, yaitu 1. Bagaimana memberikan tempat dan fasilitas yang dapat melatih kemandirian siswa tunanetra dalam melakukan kegiatannya sendiri? 1.3. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian adalah 1. Memfasilitasi pendidikan khusus kepada siswa tunanetra, seperti ruangruang yang responsif terhadap kegiatan yang akan ditampung, serta karakter dan perilaku penyandang tunanetra dengan lengkap, nyaman, dan aman, guna pencapaian pendidikan khusus yang berkualitas. 2. Membuat kawasan sekolah khusus yang akan melatih mereka menjadi lebih mandiri dan aktif, dengan indera lain yang mereka miliki. 3. Tercapainya pengurangan angka anak-anak tunanetra yang belum bersekolah yang ada di Jakarta. 1.4. Ruang Lingkup Adapun lingkup perancangan dalam Sekolah Luar Biasa netra agar memberikan batasan permasalahan, penelitian ini difokuskan pada 1. Aksesbilitas pada Sekolah Luar Biasa netra yang dapat mendukung siswa melakukan aktifitas dilingkungan tersebut. 2. Fasilitas Sekolah Luar Biasa netra yang dapat memberikan kemudahan dalam proses belajar mengajar seperti sirkulasi ruang, fungsi ruang dan elemen ruang berdasarkan perilaku siswa.

6 1.5. State of The Art (Tinjauan Pustaka) Tinjauan pustaka merupakan hasil rangkuman beberapa penelitian atau artikel yang telah ada yang berkenaan dengan sekolah untuk anak yang berkebutuhan khusus. Ann Heylighen tahun 2011 Haptic design research berdasarkan perilaku tunanetra yang sangat mengandalkan indra perabanya kualitas haptic dalam lingkungan binaan berhubungan dengan permukaan, karakteristik bentuk dan material pada permukaan furniture sangat membantu untuk menunjukan arah ruangan yang ingin dituju. Sholahuddin tahun 2009 Setting Ruang dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Penyandang Disabilitas Perabot yang ergonomis sesuai dengan antropometri tubuh penyandang cacat dan penataan perabot yang menyediakan area sirkulasi bagi semua penyandang cacat tubuh memberi pengaruh pada aksesibilitas di setting ruang. Dari segi perilaku, penyandang cacat melakukan penyesuaian (adjusment) terhadap kekurang aksesibelan pada ukuran dan bentuk perabot serta penataannya. Narulita Anugrahing Widi tahun 2013 Penerapan Aksesibilitas pada Desain Fasilitas Pendidikan Sekolah Luar Biasa Penerapan aksesibilitas yang ada pada detail bangunan fasilitas pendidikan dapat dijadikan sebuah tuntunan dalam melaksanakan kegiatan mobilitasnya agar setiap anak berkebutuhan khusus dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri. Fidear Morina Puspitasari tahun 2010 Karakteristik Lingkungan Fisik sebagai Pendukung Mobilitas Siswa netra di Lingkungan Sekolah Luar Biasa Berdasarkan perilaku tunanetra dalam melakukan perpindahan fisik konsep informasi menjadi alat bantunya. Indera selain penglihatan sangat diandalkan untuk mendapatkan informasi mengenai lingkungan fisik di sekitarnya seperti elemen non-taktual antara lain: suara lonceng angin, suara air dari kolam pancuran air, dan aroma bunga. Nina Karina Marpaung tahun 2009 Peranan Orientasi Ruang Sekolah Menengah netra Bandung orientasi ruangan yang sederhana dan tidak banyak cabang pada jalan dapat membantu dalam bermobilisasi menuju ruang luar tapak maupun ke ruang dalam bangunan.

7 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan adalah hasil penelitian sebelum melakukan proses perencanaan. Berikut adalah bab-bab yang dibahas dalam penyusunan laporan penelitian ini BAB I PENDAHULUAN Pada pendahuluan berisi latar belakang pemilihan judul dan keterkaitan dengan topik dan tema yang diambil, maksud dan tujuan dari penelitian ini, sistematika pembahasan dan kerangka berfikir yang berkembang dalam penelitian ini. BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI Pada tinjauan dan landasan teori berisi teori-teori ataupun definisi apa saja yang peneliti jabarkan untuk mendukung laporan penelitian. Di mulai dari tinjauan umum dan tinjauan khusus dan novelty yang dihasilkan dari penelitian Sekolah Luar Biasa netra. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab permasalahan berisi mengenai identifikasi permasalahan yang timbul dalam perencanaan Sekolah Luar Biasa netra ditinjau dari aspek manusia, lingkungan dan bangunannya. BAB IV ANALISA Pada bab analisa akan dibahas dari permsalahan apa saja yang terjadi pada perencanaan bangunan ditinjau dari manusia, lingkungan dan bangunannya. Melalui analisa manusia dan analisa lingkungan dilakukan agar dapat mengetahui permasalah yang ada dan mengidentifikasi pontensi yang dimiliki. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab kesimpulan dan saran menjelaskan apa yang didapatkan dari hasil penelitian dan ingin diterapkan terhadap desain Sekolah Luar Biasa netra.

8 1.7. Kerangka Berpikir JUDUL TUGAS AKHIR Pendekatan Perilaku Terhadap Lingkungan Sekolah Luar Biasa di Jakarta Barat LATAR BELAKANG Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini berarti suatu satuan pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras dan kedudukan sosial serta tingkat kemampuan ekonomi, dan tidak terkecuali juga kepada para penyandang cacat. TUJUAN Memfasilitasi pendidikan khusus kepada siswa tunanetra, seperti ruang- ruang yang responsif terhadap kegiatan yang akan ditampung, serta karakter dan perilaku penyandang tunanetra dengan lengkap, nyaman, dan aman, guna pencapaian pendidikan khusus yang berkualitas. PERMASALAHAN Bagaimana memberikan tempat dan fasilitas yang dapat mendukung proses pembelajaran siswa tunanetra dan bagaimana memfasilitasi siswa dan guru agar dapat berkerja sama dalam proses pembelajaran terhadap lingkungan sekitar. Tinjauan Umum ABK SLB SLB-A Ars.Perilaku Tinjauan Khusus netra ANALISA Analisis permasalahan dari aspek manusia, lingkungan, dan bangunan dengan melengkapi dengan solusi. Selain itu dilengkapi dengan analisis khusus mengenai tema yang di ambil. KONSEP PERANCANGAN Hasil dari kesimpulan analisis permasalahan SKEMATIK DESAIN PERANCANGAN Gambar 1.2 Kerangka Berpikir