BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1992, Narrog: 2009). Hal ini berarti, setiap bahasa alami di dunia mempunyai

BAB V PENUTUP. sistem modalitas Bahasa Inggris. Modalitas merupakan sistem semantis di mana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tutur/ pendengar/ pembaca). Saat kita berinteraksi/berkomunikasi dengan orang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai makna, fungsi, dan pemakaian masing-masing dari kibou hyougen ~tai

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dalam Alquran Surat Almujadilah ayat 11 dijelaskan bahwa,

III. METODE PENELITIAN. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah diperoleh pada bab-bab

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia yang masih belum mempunyai kemampuan untuk. kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan.

LAPORAN PENELITIAN TIM PASCASARJANA POLA PENGGUNAAN SATUAN LINGUAL YANG MENGANDUNG PRONOMINA PERSONA PADA TEKS TERJEMAHAN ALQURAN DAN HADIS

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis seperti yang tercantum pada bab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. mengusung permasalahan keilmuan. Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah penulis melakukan analisis seperti yang telah dipaparkan pada bab

BAB IV KESIMPULAN. karena sebagai pihak yang menderita tindakan. Namun, tidak semua bentuk pasif

Kohesi Gramatikal Referensi Substitusi Elipsis Konjungsi

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)

DESAIN BUKU AJAR BAHASA MADURA BERBASIS BUDAYA: Sebagai Upaya Pemertahanan Bahasa dan Budaya Madura

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Jepang, ungkapan disebut dengan hyougen. Menurut Ishimori (1994:710),

BAB I PENDAHULUAN. pergeseran. Pergeseran makna yang belum begitu jauh memungkinkan penutur

KONSTRUKSI INFINITIF BAHASA JERMAN DAN PADANANNYA DALAM BAHASA INDONESIA

BAB V PENUTUP. ini. Pada bagian simpulan akan dipaparkan poin-poin utama yang diperoleh dari keseluruhan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. (follow up) dari hasil penelitian analisis kontrastif ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

Anak perempuan itu bercakap-cakap sambil tertawa. (Nur, 2010: 83).

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB I PENDAHULUAN. sebab kalimat tanya tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pembelajar bahasa asing pada pendidikan formal, sudah sewajarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam Bab 1 ini, penulis menjelaskan hal-hal yang menjadi latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pesan yang disampaikan dapat melalui karya sastra.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KALIMAT EFEKTIF. Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bahasa Indonesia Dosen Pengampu: Ibu Suprihatiningsih

BAB I PENDAHULUAN. alat untuk menyampaikan gagasan, pikiran, maksud, serta tujuan kepada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

SINTAKSIS. Sintaksis adalah menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. B. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB VI TATARAN LINGUISTIK SINTAKSIS

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

METODE PENELITIAN. alih kode dan campur kode di lingkungan sekolah khususnya di Sekolah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan

BAB 4 KESIMPULAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta temuan kasus yang telah

BAB IV SIMPULAN. Frasa 1 + dan + Frasa 2. Contoh: Veel kleiner dan die van Janneke

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)

BAB III KESIMPULAN. karena novel merupakan suatu upaya komunikasi kebahasaan karena teks novel

PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.

BAB 6 TATARAN LINGUISTIK (3): SINTAKSIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muthi Afifah,2013

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

TATARAN LINGUISTIK (3):

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

Adverbia Penanda Modalitas dalam Novel Karya Andrea Hirata: Suatu Kajian Stuktur dan Makna

METODE KONTEMPORER. v RESPON FISIK TOTAL v PENGAJARAN BAHASA KOMUNIKATIF v PENDEKATAN ALAMIAH

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. bahasa pria (danseigo) dan ragam bahasa wanita (joseigo). Sudjianto dan Dahidi

MENGEKSPLORASI TEKS AKADEMIK DALAM GENRE MAKRO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. sasaran (selanjutnya disingkat Bsa) se-alami mungkin baik secara arti dan secara

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi (Sutedi:2003). Modalitas merupakan kata keterangan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara yang berbeda-beda berdasarkan dengan pendekatan teori yang

Bab 4. Simpulan dan Saran. maka bisa disimpulkan bahwa penggunaan partikel kashira dan kana dalam manga yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial, manusia saling berinteraksi satu sama lain

ANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA CERITA ANAK DALAM SURAT KABAR SOLOPOS EDISI OKTOBER-DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kata deiksis berasal dari bahasa Yunani deiktikos yang memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Manusia menggunakan kata-kata dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR GAMBAR... xviii. A. Latar Belakang Masalah...

Transkripsi:

174 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Simpulan Berdasarkan analisis data pada bab sebelumnya, pengungkapan modalitas desideratif BI dan BJ dapat disimpulkan seperti di bawah ini. 1. Bentuk-bentuk pegungkapan modalitas desideratif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang adalah sebagai berikut. a. Dalam bahasa Indonesia, 1) pengungkapan modalitas desideratif diungkapkan secara leksikal melalui penggunaan verba pewatas/bantu ingin, berkeinginan, dan berhasrat, dan verba utama ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, dan mendambakan, 2) bentuk Pmd tidak bergantung pada pelaku, 3) konstruksi umum bentuk pengungkapan modalitas desideratif, yaitu [Pmd+V], [Pmd+N], dan [Pmd+PP (Klausa)], 4) pengungkapan modalitas desideratif bisa diwujudkan dalam konstruksi pasif, 5) nominalisasi Pmd hanya terbatas pada pengungkap ingin dengan melekatkan akhiran nya,

175 6) verbalisasi Pmd tidak dijumpai, 7) peserta tuturan yang menjadi pengalam pada modalitas sejati adalah nomina insan, baik itu 1P, 2P, maupun 3P, 8) penegasian modalitas desideratif (negasi modalitas), berkonstruksi [NEG+ Pmd]. b. Dalam bahasa Jepang, 1) modalitas desideratif diungkapkan secara gramatikal melalui penggunaan sufiks adjektiva ~tai, i-adjektiva hoshii, bentuk verba kompleks ~tehoshii dan ~temoraitai, beserta variannya masing-masing, 2) bentuk Pmd bergantung pada pelaku.. 3) konstruksi umum bentuk pengungkapan modalitas desideratif yaitu, [V+Pmd] dan [N+partikel+Pmd], 4) pengungkapan modalitas desideratif tidak bisa diwujudkan dalam konstruksi pasif, 5) nominalisasi Pmd dengan melekatkan partikel no atau koto setelah Pmd, 6) verbalisasi Pmd dilakukan dengan melekatkan sufiks garu setelah Pmd, 7) peserta tuturan yang menjadi pengalam pada modalitas sejati terbatas pada yang insan 1P saja. Pengungkapan keinginan pengalam 2P dan 3P pada BJ harus dimodifikasi dengan aturan tertentu,

176 8) penegasian modalitas desideratif (negasi modalitas), pada dasarnya berkonstruksi [Pmd +NEG]. Pada BJ terdapat pengungkap negasi khusus (mai) yang bermakna ketidakinginan. 2. Pengungkap modalitas BI dan BJ dapat dikelompokkan ke dalam tujuh fungsi. Pertama, mengungkapkan keinginan untuk melakukan sesuatu, Kedua, untuk mengungkapkan keinginan terhadap sesuatu, Ketiga, untuk mengungkapkan keinginan agar seseorang yang tidak spesifik melakukan sesuatu, Keempat, untuk mengungkapkan keinginan agar seseorang yang spesifik melakukan sesuatu, Kelima, sebagai penyamaran suatu perintah tidak langsung, Keenam, sebagai penghalus suatu permintaan tidak langsung, Terakhir, ketujuh, sebagai pengantar suatu pertanyaan. Fungsi setiap pengungkap modalitas desideratif BI dan BJ adalah sebagai berikut, a. pengungkap ingin memenuhi fungsi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6; b. pengungkap berkeinginan dan berhasrat memenuhi fungsi 1; c. pengungkap mendambakan memenuhi fungsi 2; d. pengungkap menginginkan, mengingini, dan menghendaki memenuhi fungsi 2, 3, 4, 5, dan 6; e. pengungkap ~tai memenuhi fungsi 1, 6, dan 7; f. pengungkap hoshii memenuhi fungsi 2, 6, dan 7; g. pengungkap ~tehoshii memenuhi fungsi 3, dan 6; serta h. pengungkap ~temoraitai memenuhi fungsi 4, dan 6.

177 3. Persamaan dan perbedaan fungsi setiap pengungkap modalitas desideratif BI dan BJ adalah sebagai berikut, a. ingin, berkeinginan, berhasrat vs ~tai. keinginan untuk melakukan sesuatu dan pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin, berkeinginan, dan berhasrat bentuknya tidak bergantung kepada pelaku sedangkan ~tai bergantung kepada pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap ~tai harus dimodifikasi terlebih dahulu. b. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, mendambakan vs hoshii. keinginan terhadap sesuatu dan pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki, dan mendambakan, bentuknya tidak bergantung kepada pelaku sedangkan hoshii bergantung kepada pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap hoshii harus dimodifikasi terlebih dahulu. c. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~tehoshii keinginan agar seseorang yang tidak spesifik melakukan sesuatu dan pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini, dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung kepada pelaku sedangkan ~tehoshii bergantung kepada pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap ~tehoshii harus dimodifikasi

178 terlebih dahulu. Selain itu, dalam BI, pelaku yang tidak spesifik biasanya ditandai dengan menggunakan pronomina persona jamak. Sedangkan dalam BJ, ditandai dengan pelesapan pelaku aktualisasi peristiwanya. d. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~temoraitai keinginan agar seseorang yang spesifik melakukan sesuatu dan pengalam turut serta sebagai pelaku. Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini, dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung kepada pelaku sedangkan ~temoraitai bergantung kepada pelaku, apabila pelaku selain 1P, maka pengungkap ~temoraitai harus dimodifikasi terlebih dahulu. Selain itu, dalam BI, pelaku yang spesifik biasanya ditandai dengan menggunakan pronomina persona tunggal. Sedangkan dalam BJ, ditandai dengan pernyataan pelaku (pelakunya dinyatakan dengan tegas tidak dilesapkan). e. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki Pengungkap ingin, menginginkan, mengingini, dan menghendaki dapat berfungsi sebagai penyamaran suatu perintah tidak langsung. Fungsi ini hanya dijumpai dalam BI, tidak dalam BJ. Pengalam dan pembicara adalah 1P dan tidak turut serta sebagai pelaku. Pelaku menganggap pembicara sebagai sumber deontik. Biasanya diungkapkan dalam ragam formal.

179 f. ingin, menginginkan, mengingini, menghendaki vs ~tai, hoshii, ~tehoshii, ~temoraitai Persamaannya adalah sama-sama berfungsi sebagai penghalus suatu permintaan tidak langsung. Pengalam dan pembicara adalah 1P dan tidak turut serta sebagai pelaku. Pelaku tidak menganggap pembicara sebagai sumber deontik. Perbedaannya, ingin, menginginkan, mengingini, dan menghendaki, bentuknya tidak bergantung pada pelaku. Sedangkan ~tai, hoshii, ~tehoshii, ~temoraitai bergantung pada pelaku. Sebagai penghalus suatu permintaan tidak langsung, pengungkap ~tai, hoshii, ~tehoshii, dan ~temoraitai dikuti oleh ~ndesuga/~ndesukeredo/ ~ndesukedo. g. ~tai, hoshii, Pengungkap ~tai, dan hoshii, dapat berfungsi sebagai pengantar suatu pertanyaan. Fungsi ini hanya dijumpai dalam BJ, tidak dalam BI. Pengalam, pembicara dan pelaku adalah 1P. Pengungkap ~tai dan hoshii, dilekati oleh ~ndesuga/~ndesukeredo/~ndesukedo, kemudian diikuti oleh kalimat interogatif. B. Implikasi Implikasi hasil penelitain ini, selain terhadap pengajaran BJ sebagai bahasa asing, juga terhadap masalah-masalah kebahasaan lainnya. Implikasi terhadap pengajaran seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, umumnya lebih ditekankan kepada penggunaan pengungkapan modalitas desideratif BJ

180 yang berkaitan dengan pengalam 2P dan 3P yang lebih senior dari pembicara. Hal ini karena berkaitan dengan masalah sopan santun berbahasa dalam BJ. Keterkaitan modalitas desideratif dengan beberapa masalah kebahasaan lainnya juga perlu ditindaklanjuti. Contohnya, pengungkapan modalitas desidertaif dalam BJ, mempunyai banyak fungsi tersembunyi. Misalnya fungsi pengungkapan modalitas desideratif BJ dalam konstruksi negatif. Fungsi tersebut yakni, sebagai kritik terhadap mitra tutur (~naidehoshii) dan pernyataan keinginan pembicara yang independen, tidak berkaitan dengan mitra tuturnya (~tehoshikunai), belum dikaji dalam penelitian ini. Karena itu, kajian mendalam mengenai kedua fungsi tersebut masih perlu dilakukan. Penelitian ini juga belum melibatkan data-data kalimat terjemahan kedua bahasa. Bagaimana bentuk-bentuk pengungkapannya dan fungsifungsinya setelah dialihbahasakan, perlu dikaji lebih lanjut. Karena, dalam beberapa kasus penerjemahan, perbedaan bentuk konstruksi ataupun pergeseran makna, dapat terjadi. Tentu hal ini juga perlu melibatkan teoriteori penerjemahan yang terkait.